Share

Setipis Benang Sutera
Setipis Benang Sutera
Penulis: Pena_Zahra

Chapter 1

Chapter 1 Perkenalan

Ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di rumah sakit milik Ayah, yang termasuk salah satu rumah sakit terbesar di Bali. Tak banyak yang mengenalku di tempat ini, hanya segelintir orang kepercayaan Ayah saja. Karena Ayah memang tidak pernah mau memperkenalkan kami ke publik. Entah mengapa? Tapi tiap kali aku mempertanyakan soal itu, beliau hanya menjawab,

"Ada privasi keluarga yang harus Ayah jaga, dan memperkenalkan kalian di depan publik tanpa tujuan pasti hanya akan mempersulit Ayah menjaga hal itu, akan ada saatnya kamu akan dikenal tanpa harus Ayah perkenalkan.''

Ya, aku bisa memahami maksud dan tujuan Ayah. Di sisi lain selama 10 tahun terakhir ini aku menghabiskan waktuku untuk menyelesaikan study di luar negeri, sehingga tempat ini benar benar semakin terasa asing.

"Adelio Mahendra" itulah nama yang Ayah dan Bunda sematkan padaku saat aku lahir 28 tahun lalu. Bunda selalu bercerita, bahwa Ayahlah yang memberikan nama itu untukku.

Aku terus berjalan menuju ruangan Ayah, hari ini adalah hari peresmianku menggantikan posisi Ayah di rumah sakit ini. Ya, Ayah bilang inilah saatnya ia mempercayakan tanggung jawab ini kepadaku sebagai putra semata wayangnya. Dan Ayah hanya akan memantau perkembanganku dari jauh, dengan menikmati masa tuanya bersama Bunda.

Berbicara tentang Ayah dan Bunda, sungguh mereka adalah pasangan yang serasi, bahkan tiap hari aku panjatkan doa agar kelak bisa berpasangan seperti mereka berdua.

Aku melangkahkan kaki dengan penuh keyakinan dan percaya diri menuju ruangan Ayah, yang tentunya tak lama lagi akan menjadi ruanganku. Semua karyawan dan tenaga medis banyak berlalu lalang di hadapanku, tetapi tak satupun dari mereka yang menyapaku, bahkan hanya sekedar memandang pun tidak. Itu wajar, karena mereka tidak mengenalku. Begitulah sejatinya manusia, ia hanyalah makhluk biasa yang tidak ada nilainya, yang menentukan nilai dirinya hanyalah kualitasnya. Ia akan dihormati berdasarkan status sosialnya.

Kakiku terus melangkah maju sampai kemudian terhenti karena pemandangan kurang menyenangkan yang tak sengaja aku lihat di depanku. 

Aku melihat seorang wanita berparas cantik tengah tersungkur dengan berkas di tangannya yang berserakan di lantai. Sedangkan di hadapannya tengah berdiri tegak seorang lelaki dengan penampilan rapi sembari memandang wanita itu membereskan berkas-berkasnya.

Aku mempercepat langkah dan membantunya membereskan berkas-berkasnya. Tak sengaja aku melihat tulisan "Nama : Adelia Maharani" tertera di salah satu lembaran yang aku pungut. Sepertinya itu adalah CV lamaran kerja, apalagi dengan melihat dia mengenakan atasan putih dan bawahan hitam membuat aku semakin yakin bahwa ia datang kesini untuk melamar kerja.

"Namanya cantik, secantik orangnya,'' gumamku dalam hati sembari memandang wajahnya yang terbalut hijab berwarna putih, tampak teduh dan menenangkan.

"Ehm …," terdengar ia berdehem pelan, membuatku tersadar dari lamunan.

"Astaghfirullah," gumamku pelan lalu menyerahkan berkas kepadanya.

"Terima kasih," ucapnya tulus setelah menerima berkasnya dari tanganku. Kemudian ia berdiri cepat sebelum sempat aku menjawab ucapan terima kasihnya.

Ia lalu menghadap lelaki yang masih berdiri di hadapannya seraya berucap,

"Saya minta maaf, Pak, saya tidak sengaja tadi karena buru-buru." 

Tampak ia menunduk tanda penyesalan. 

"Sopan sekali,'' batinku.

"Makanya punya mata tuh dipakai!" bentak lelaki itu kasar. Membuatku terhentak geram lalu bangkit dari posisi semula. Bisa bisanya lelaki ini membentak perempuan dengan tanpa belas kasihan seperti itu.

Di luar dugaan. Aku melihat Adelia mengangkat wajahnya tegas seraya menjawab, "Pak, saya tahu saya salah, tapi kan saya sudah minta maaf sama bapak? saya tidak sengaja."

"Waw, tegas juga dia," batinku melihat sikapnya yang berlawanan dengan wajah kalemnya.

"Ooh, berani kamu ya sama saya? Kamu nggak tau saya siapa? Asal kamu tau ya, saya direktur di rumah sakit ini. Baru mau ngelamar kerja aja udah songong  ya kamu berani ngelawan direktur?" ucap lelaki dengan name tag "Wiraguna" di dadanya itu.

"Sombong sekali," batinku.

Ku lirik sekilas ke arah Adelia, tampak ia menunduk tanpa perlawanan. Namun, aku tahu ia begitu geram sebab tangannya tampak terkepal erat meremas berkas-berkasnya.

Ku langkahkan kaki mendekati Wiraguna. Dengan pelan dan penuh penekanan ku katakan padanya,

"Saya tidak peduli ya Anda direktur atau siapa lah di sini, tapi yang jelas Anda lelaki. Tak sepantasnya Anda memperlakukan perempuan dengan kasar, apapun alasannya. Apa anda tidak ingat, yang anda perlakukan dengan kasar ini adalah kaum Ibu Anda?"

.....

Tidak ada balasan.

Dengan masih memandang sinis Wiraguna, aku melangkah pergi.

"Adelia, ikut ke ruangan saya," titahku singkat namun jelas, membuat semua orang yang mendengarnya merasa keheranan.

Ah, mungkin mereka bingung ternyata orang asing ini memiliki tempat di sini. Keheranan mereka bertambah ketika aku dan Adelia memasuki lift yang tak jauh dari tempat kejadian, lalu tampak angka 5 tertera bersandingan dengan ikon panah atas. Artinya, aku menuju lantai 5 yang di sana hanya terdapat ruangan CEO dan ruang rapat.

"Shit, siapa dia sebenarnya?'' umpat Wiraguna yang samar-samar terdengar sebelum pintu lift tertutup sempurna. Kulirik sekejap Adelia di sisiku, wajahnya tampak keheranan memandangku sama seperti orang-orang yang lain. Mungkin dia juga bertanya-tanya siapakah aku.

Aku tersenyum ke arahnya, dan senyum itu sukses membuat wajahnya tertunduk malu-malu.

"Ah, manis sekali," batinku.

Ting!

Terdengar suara pintu lift terbuka, lalu aku melangkahkan kaki menuju ruangan Ayah diikuti Adelia di belakangku.

Langkah kami sampai di depan pintu bertuliskan CEO, dan sesuatu membuatku tersadar. Kenapa nama dr. Mahendra yang biasa terletak di bawah tulisan CEO itu sudah tidak ada? Apa Ayah sengaja melepasnya untuk digantikan dengan namaku? Atau mungkin semua sudah berubah? Karena seingatku, terakhir kali aku menginjakkan kaki di ruangan ini sudah 10 tahun yang lalu, tepatnya sebelum aku berangkat untuk study di USA.

"Selamat Pagi Mr. Adelio," suara bariton tiba-tiba terdengar di telingaku, membuyarkan semua pertanyaan di kepalaku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status