Share

Dia siapa?

Adzan dhuhur telah berkumandang, menutup acara pelepasan santri baru pada hari ini. Setelah acara ini selesai, para orangtua harus segera beranjak pergi dari Pondok ini. Meninggalkan anak-anaknya dengan sejuta harapannya. 

Beberapa dari mereka masih berpelukan, beberapa juga sudah pergi dan melambaikan tangan. Membuatku yang menyaksikan pemandangan ini, ikut terhanyut dalam suasana. Teringat 1 tahun yang lalu, aku pernah berada di posisi itu. 

Flashback

"Ibu pamit pulang ya, yang betah disini. " Ibuku berkata sambil melepas jabatan tangan kami. 

Aku hanya diam, menahan air mata saat melihatnya akan pergi. Begitu cengengnya aku saat itu. 

"Jangan nangis loh ya. " Ibuku kembali berkata seraya melambaikan tangan. Ia berjalan mundur menjauhiku. 

"Kakak pulang ya. Jangan nangis, katanya mau jadi wanita sholehah yang kuat, " ucap kakakku. Sambil mengusap ujung kepalaku. Membuatku benar-benar tak bisa menahan air mata. 

"Iya Kak. Hati-hati ya. " Balasku singkat seraya menghapus air mata yang telah mengalir di pipiku. 

Tangisku makin tak bisa ditahan saat melihat mereka benar-benar pergi. Melihat Ibuku yang melambaikan tangannya saat diujung jalan. Menyisakan aku sendiri disini, menunduk lalu duduk di atas kursi. Untung saat itu ada Aini yang entah dari mana asalnya, tiba-tiba datang dan jongkok di depanku. Sambil menyangga wajah dengan kedua tangannya. Entah mengapa dia memperhatikan aku menangis saat itu. Tak lama ia berkata " Udah gak usah nangis. Jangan cengeng. " Aku hanya diam melihatnya. Ku pandangi dirinya dari atas hingga bawah. Entahlah dia santri atau bukan, memakai jilbab merah rawis, baju batik bertuliskan " Karang Taruna ", dengan celana training, ditambah lagi sepatu olahraga berwarna merah. 

Sekian lama aku larut dalam suasana ini. Tiba-tiba aku tersenyum sendiri mengingat kejadian itu. 

"Ada-ada saja ya Aini. "Gumamku dalam hati. 

" Oi Put! " ujar Ida membuyarkan lamunanku. 

"Eh iya? " Aku menjawabnya dengan ekspresi terkejut. 

"Hayo, ngalamun! " ujar Ida. "Istirahat yuk. Entar jam 2 udah dimulai ta'aruf santrinya. " Kini Ida menarik tanganku, membawaku ke asrama. 

"Iya iya iya. Jangan tarik-tarik juga dong. Aku kan bukan kambing! " Aku mencoba melepaskan tangan Ida yang sedang menarik tanganku di sepanjang jalan. Sia-sia, ia tertawa dan aku pun melakukan hal yang sama. Akhirnya aku menyerah dengan keadaan, membiarkan Ida terus saja menuntunku di sepanjang jalan seperti seorangq lansia.

***

Riuh suara santriwati terdengar sangat jelas siang ini. Setelah melakukan sholat Dhuhur berjama'ah di Masjid. Sebagian ada yang pulang, sebagian ada yang menuju kantin, sebagian juga ada yang masih menetap di Masjid. 

Selepas sholat Dhuhur, aku memutuskan untuk membaca Al-Quran sebentar. Duduk di samping jendela Masjid. Menikmati setiap lantunan ayat Al-Quran yang keluar dari mulutku sendiri. 

Tak lama setelah aku mencoba menikmati bacaan ini. Tiba-tiba ada seorang santri baru, aku menduga bahwa ia masih SMP. 

"Kak, itu si Fania menangis. " Anak itu mulai berbicara ketika ia duduk di depanku. 

Sontan aku pun menoleh ke arah yang ia tunjukkan. Benar, aku tak menyadari jika ada seorang santri yang menangis di sana. Ia duduk di pojok kanan bagian depan, masih mengenakan mukenah nya. Tadi sebenarnya aku melihatnya, namun aku tak curiga sama sekali. Kupikir ia sedang berdo'a. Ternyata ia sedang menangis sambil menutup wajahnya. Untunglah ada teman yang mendekatinya. Jika tidak, entah sampai kapan ia akan seperti itu. 

"Makasih ya. " ucapku seraya tersenyum pada Anak itu. 

Tak perlu waktu lama, aku segera berjalan mendekati Fania. 

"Fania? Kenapa menangis? " Kini aku duduk di sampingnya, seraya menyentuh pundaknya dengan lembut. 

"Hiks hiks" Ia hanya menjawab dengan suara isakkan tangisnya. 

Aku tetap mencoba menghiburnya, agar ia tak menangis lagi. Butuh waktu lama sekali hingga ia mau membuka tangan yang sedari tadi ia gunakan untuk menutup muka. Aku hanya tersenyum saat dia melihatku. Kemudian ia melepaskan mukenah dan melipatnya. 

"Makan dulu ya, entar ada kegiatan. Sana jangan terlambat. " ujarku kepada Fania. 

"Iya Kak, terimakasih. " Kemudian ia berdiri dan berjalan keluar. 

Ternyata tak harus nanti malam. Bahkan belum ada 1 jam mereka ditinggal pergi, udah nangis aja. Tapi hal ini wajar sih, pasti ada santri yang nangis terus, tapi juga ada santri yang tidak pernah menangis. 

***

Acara ta'aruf sudah dimulai. Untuk santri putri kami menggunakan halaman SMP, sedangkan untuk santri putra mereka menggunakan halaman depan Masjid putra. Tak jauh, hanya berkisar 50 meter saja. Bahkan ramai suara tepuk tangan putra terdengar jelas sampai disini. 

Acara ta'aruf yang pertama ini, dinamakan dengan " Persaudaraan ", dimana santri baru akan di persaudarakan dengan santri yang lama. Disini santri lama akan membantu setiap santri baru yang ia dapat. Siapapun itu, kita harus bersiap untuk menerima dan membimbingnya. 

"Untuk persaudaraan yang ketiga, yaitu Fania Indri Puspita di persaudarakan dengan Kak Ida Ratu Langit. " Kak Salsa mulai mengumumkan di iringi suara tepuk tangan. 

Ida yang duduk tak jauh dariku mulai berdiri. Lalu berjalan ke depan. Begitu pula Fania yang duduk di antara santri baru juga berdiri dan berjalan menuju tengah halaman. Mereka akhirnya bertemu, bersalaman dan berpelukan. 

"Persaudaraan yang keempat, yaitu Hening Bulan Kurniawati, akan di persaudarakan dengan Kak Putri Hafshah Khoiriyyah. " Kembali Kak Salsa mengumumkan disertai dengan riuhnya suara tepuk tangan. Kenapa namaku cepat sekali disebut. 

Aku yang mendengarnya langsung berdiri. Menunggu seseorang di bagian santri baru yang bernama Bulan juga berdiri. Tak butuh waktu lama, akhirnya aku melihatnya. Sontan aku berjalan ke depan, dan orang itu juga melakukan hal yang sama. Kemudian aku menjabat tangannya, memperkenalkan diri dan terakhir, aku memeluknya. 

Begitu pula yang terjadi di bagian santri putra. Mereka juga melakukan hal yang sama. Persaudaraan antara santri baru dan santri lama. 

***

"Hei Putri! " Panggil seseorang di belakang sana. 

"Astaghfirullah, kenapa aku yang di panggil. " Gumamku dalam hati. 

"Ya?" Balasku singkat seraya membalikkan badan hingga berhadapan dengan seseorang yang memanggilku. 

Sudah kuduga dia adalah Azzam, teman sekelasku.

"Aku mau minta tolong. " Azzam kini menampakan wajah melasnya. 

"Apa?" Balasku dengan singkat. Aku memang tipe orang yang hanya bicara singkat dengan lawan jenis. Bukan apa-apa, akun hanya malas saja. 

"Nanti jam 4 naik ke rumah Ustadzah Wati ya. Panitia suruh ambil perlengkapan buat acara besok."

"Ya." Jawabku dengan singkat, kemudian aku membalikan badan dan berjalan kembali. 

"Terimakasih!" Ucap Azzam yang masih di belakang sana. Aku masih mendengarnya, membuatku membalikkan badan kembali. Namun, ternyata Azzam telah berjalan pergi. Membuatku mengurungkan niat untuk menjawab ucapan terimakasih nya. 

***

Suasana halaman bawah munggur masih tetap sama. Terlihat sejuk dan dingin saat kita berada di bawahnya. Sore ini, seperti janji kami dengan Ustadzah Wati. Akhirnya kami pergi ke rumahnya untuk mengambil beberapa perlengkapan. 

"Put, aku malu. Banyak putra deh kek nya. " Ucap Ima yang berjalan di sampingku. 

Kami memang harus melewati area putra. Apalagi di halaman bawah munggur ini. Selalu banyak Santri Putra yang lewat ke sana kemari. 

"Bismillah gapapa. " Balasku memantapkan. 

Semilir angin menggoyangkan daun munggur yang berada di atas kami. Membuatku melihat ke atas. Takut jika akan ada ranting yang jatuh mengenai kami. Wajar, pohon disini tumbuh besar dan lebat. Tak hanya satu. Beberapa pohon tumbuh menjulang mengelilingi halaman ini. 

Biasanya aku selalu menunduk saat berjalan disini. Namun tidak pada kali ini, pandanganku masih melihat ke atas. 

"Assalamu'alaikum... " Ucap seseorang yang berjalan berpapasan dengan kami. Membuatku spontan menatap wajahnya. Kami bertatapan, aku melihat ia tersenyum, lalu ia mengangguk dengan sopan. Kemudian berlalu begitu saja. 

"Wa'alaikumussalam." Jawab Ima, " Eh put, kamu gak jawab salamnya?" Tanya Ima membuyarkan lamunanku. Kini aku menoleh ke belakang mencari orang itu. Namun, aku hanya melihat punggungnya yang mulai hilang di belokan jalan. Siapa dia?Mengapa aku ingin tahu sekali? 

Bersambung... 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status