Share

Datang

"Put, kok ga ada santri putra lewat ya? Pada kemana sih! " Ujar Fatimah yang terus berjalan mondar-mandir sejak tadi. 

"Ditelan bumi. " Balasku singkat seraya tertawa pada Fatimah. 

Dia hanya menunjukkan raut wajah kesalnya. Kemudian berjalan meninggalkanku, melihat lapangan basket dari samping kantor MA. Biasanya, di waktu sore banyak santri yang sedang bermain basket disana, barangkali kali ini mereka sedang disana. 

Aku hanya melihatnya berjalan menjauhiku. Memperhatikan gerak-geriknya yang sedang mengamati lapangan basket.

Tak lama, aku melihat seseorang keluar dari pintu utama Masjid Putra. Ia masih menggunakan jubah putihnya, di tambah lagi dengan sajadah yang tersampir rapi di pundaknya. Menambah kesan rapi bagi yang melihatnya. 

"Astaga orang itu! " Gumamku dalam hati saat orang itu melihatku. 

Aku selalu kesal saat melihatnya. "Mengapa dia yang keluar? Ga ada orang lain kah? " Aku terus saja bergumam dalam hati. Tiba-tiba orang itu berjalan mendekat. 

Sudah kuduga, Dia pasti akan kesini, "Fatimah! " Panggilku pada Fatimah yang masih saja mengamati lapangan basket disana. Ia tak menyadari bahwa ada santri putra yang berjalan mendekati. 

Fatimah menoleh, kemudian tertawa seraya berjalan ke arahku, "kamu manggil dia put? Wahh keren banget ih. " Ejek Fatimah. 

"Dia dateng sendiri! Aku gak manggil! " Balasku sambil menunjukkan raut wajahku yang kesal. 

"Aku kasih tahu ya! Dia dateng karena lihat kamu di sini. Perca-" Ucap Fatimah tiba-tiba terhenti saat Azzam berhenti di depan kami. 

"Assalamu'alaikum? Ada yang bisa saya bantu? Sepertinya dari tadi saya melihat kalian sedang mencari seseorang. " Ucap Azzam menyapa kami. 

"Wa'alaikumussalam." Balasku singkat. Kemudian aku membuang muka. 

"Wa'alaikumussalam, iya kami lagi nyari orang hehe. Tapi belum ketemu. Tapi berhubung ada kamu di sini, aku nitip flashdisk aja ya buat panitia PSB putra. Sebelumnya maaf ngerepotin." Jelas Fatimah sambil menyerahkan flashdisk yang ia bawa. 

"Oke gapapa. Ada lagi gak? " Tanya Azzam sebelum pergi. 

"Gak ada, makasih banyak ya. " Jawab Fatimah seraya tersenyum. Aku hanya melihatnya sambil menggelengkan kepalaku. Saat itu juga Azzam melihat ke arahku. Membuatku berhenti menunjukkan wajah kesalku. Membuatnya juga ikut menunduk, menunjukkan senyum kecilnya. 

Saat itu juga, Azzam mulai berjalan meninggalkan kami. 

"Eh Azzam! " Teriak Fatimah membuat Azzam berhenti, lalu menoleh kembali ke arah kami. 

"Minta tolong lagi ya? " 

"Apa? "

"Minta tolong panggilkan satu santri putra buat Putri. Bilangin di tunggu Putri! " 

Aku yang mendengarnya sontak menoleh ke arah Fatimah. "Ih kok gitu! " Batinku. 

Azzam yang mendengarnya langsung mengangguk, dan lanjut meninggalkan kami. 

"Dih, kok aku sih!" Ucapku tak terima pada Fatimah. 

"Kamu ingat kan? Suruh ngapain tadi? " 

Aku hanya menunduk memendam kesalku. Kini aku merasakan kesal sekaligus malu, siapa yang akan datang kesini? 

Tak lama aku melihat seseorang berjalan ke arah kami. Menggunakan celana hitam, baju koko berwarna coklat dan sesuai khasnya, ia menggunakan peci yang tak begitu asing untuk kulihat. 

Akankah dia yang datang menuju kami? 

Kini bahkan aku melihatnya, tanpa harus mencari dimana keberadaannya. 

Aku terus memperhatikannya yang terus berjalan mendekat. Jantungku berdetak begitu cepat, entah mengapa. Akankah aku akan se-grogi itu? Akankah aku akan se-malu itu? 

"Put, ada yang dateng. Pokoknya kamu yang bilang. Aku gak ikut campur, sukses ya! " Ucapnya seraya menepuk pundak ku. Kemudian ia berjalan mundur menjauhiku untuk beberapa langkah. Menandakan ia benar-benar tak ingin ikut campur. 

"Assalamu'alaikum? " Ia menyapaku dengan sopan. 

"Wa'alaikumussalam... " Aku menjawabnya dengan sedikit kikuk. 

"Kak Putri ya? Katanya manggil salah satu santri putra? " Ia bertanya padaku. 

"Ii-iya, mau minta tolong ambilkan tempat sayur putra. " Jawabku padanya, kali ini aku merasa sangat malu. 

"Oh, ya kak. Sebentar saya ambilin ya. " Ia mengangguk kemudian berjalan meninggalkanku. 

Hufttt

Aku menghela nafas panjang. Mengapa aku begitu grogi saat bicara dengannya. 

"Bagus! " Ujar Fatimah mengagetkanku. Sedari tadi ia hanya memperhatikan ku dari belakang. 

Tak butuh waktu lama, orang itu kembali datang membawa tempat sayurnya. 

Aku hanya melihatnya berjalan ke arah kami. 

Sadar jika ia diperhatikan, ia juga melihatku. Lalu tersenyum. Aku yang menyadari bahwa ia tersenyum, sontak dengan cepat menunduk malu. 

"Ini Kak. " Ia berkata sambil menyerahkan tempat sayurnya padaku. 

Aku menerimanya seraya tersenyum kecil, " Terimakasih ya. " Ucapku padanya, membuatnya mengangguk lalu tersenyum kembali, " Sama-sama. " Balasnya singkat. 

"Ngomong-ngomong, kamu santri baru ya? " Tanya Fatimah yang berada di sampingku. 

"Iya Kak. " 

"Nama kamu siapa? " 

"Abbas." 

Aku yang mendengarnya menoleh ke arah lelaki itu. Mengapa nama itu begitu tak asing untukku? 

"Ouh, ya sudah makasih ya Abbas! " Ucap Fatimah pada Abbas. 

"Iya kak Sama-sama." Abbas menjawab dengan singkat, lalu pamit pergi untuk melanjutkan persiapannya. Ia melihatku kemudian mengangguk sopan, tak lupa ia menunjukkan senyum manisnya. 

Aku hanya tersenyum untuk membalasnya. Kini aku memperhatikan Abbas yang berjalan menjauhi kami. 

" Manis ya. " Ucapku pada Fatimah, seraya memperhatikan punggung lekaki itu yang berjalan semakin jauh.

Kemudian aku berbalik arah dan pergi dari tempat ini. 

"Iya, Jangan-jangan kamu jatuh cinta pada pandangan pertama awal aku berjumpa! " Ia malah bernyanyi sambil menggodaku. 

"Enggak lah. " 

Aku hanya tertawa. 

***

"Asyfi mau kemana? " Sapaku pada Asyfi dan Rahma yang berjalan berpapasan dengan kami. 

"Mau ke Koperasi. Hehe" Jawab Asyfi. 

"Oalah, oke! " Ucapku pada Asyfi seraya tersenyum pada mereka. Suasana hatiku sedang baik. Oleh karena itu, aku menyapa beberapa santri Putri yang berjalan berpapasan dengan kami di sepanjang jalan. Biasanya aku hanya mengangguk, dan disapa duluan oleh mereka. Kali ini aku yang mengawali. 

***

Sore ini, seperti biasa. Kami mengantri untuk mendapatkan giliran mandi. Apapun itu, jika kami lakukan di pondok tentu saja tak terlepas dari kata "Antri".

Mandi antri, makan antri, ambil minum pun antri. Semua melatih kita untuk menjadi pribadi yang sabar dan disiplin. 

Aku masih menunggu giliran untuk mandi. Di luar lorong kamar mandi aku duduk di halaman seraya membaca buku. Aini yang berada di sampingku pun melakukan hal yang sama. 

Kami benar-benar hening, tanpa bicara. Sibuk dengan buku masing-masing. Menyisakan riuh suara beberapa santri yang hilir lewat kesana-kemari. 

Aku yang membaca buku tiba-tiba teringat dengan nama "Abbas.", aku terus saja mengingatnya. Mengapa aku begitu tak asing dengan nama itu? Kembali aku berfikir. 

" Abbas Abbas Abbas Abbas. " Aku terus saja mengucap namanya lirih seraya menutup buku yang sedang ku baca, kemudian aku memejamkan mataku sebentar. 

"Kenapa Put? " Aini yang mendengarnya kemudian menoleh ke arahku. 

"Eh enggak. " 

"Abbas siapa hayooo. " Ucap Aini menggodaku. 

"Eh apa sih, engga ya. " Aku menjawabnya dengan sedikit membuang muka. Takut dia akan melihat wajahku memerah, sedang menahan malu. 

Aini hanya tersenyum sambil terus saja menggodaku. Untung saja Isma keluar dari kamar mandi, membuat Aini harus segera mandi, " Nih, nitip buku ya! " Ujar Aini seraya menyerahkan bukunya padaku. Aku menerima bukunya dengan wajah sedikit kesal dan malu. Kemudian ia tertawa, mungkin masih ingin menggodaku. 

Aku menghembuskan nafas lega. 

Kemudian mencoba berfikir lagi. 

"Abbas Abbas Abbas Maulana Abbas?" Sontak kalimat itu terdengar lirih, keluar dari mulutku tak sengaja, "Maulana Abbas Dhi- Dhi- Dhiul? Eh Dhias? Eh Dul? Siapa sih? " Aku terus saja berfikir. Bukankah itu namanya? Siapa kepanjangannya? Apa akhirnya? "Dhul? Dhias? Dhaul? Ah, intinya ada huruf D. " Aku bergumam dalam hati. 

Tak lama Fia keluar dari kamar mandi, dan menyuruhku untuk segera masuk. Baiklah ini giliran ku. 

***

Kali ini, Abbas duduk di pos satpam yang terletak di samping koperasi. Ia mengamati Masjid putra yang terletak tak jauh dari sana. Ia terus saja mengamatinya seraya menunggu temannya datang untuk ke Masjid. 

Tak lama ia teringat kejadian kecil sore ini, 

"Aku melihat Kak itu, " Begitulah gumam Abbas dalam hati. 

Bersambung... 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status