Itu suatu hal yang gila. Shen Xiao menelisik pandang ke arah gadis yang berdiri di depan pintu masuk yang terus memasang ekspresi ramah dan hangatnya begitu menghayutkan siapapun yang akan melihatnya. Satu hal yang pasti, ia sangat cantik. Mengalihkan tatap ke arah Teng Fei, lantas Shen Xiao berbisik, "Kau yang benar saja Teng Fei. Aku tidak bisa menikah dengannya." "Kenapa? Kau tidak rugi juga, dia cantik dan kriteria istri idaman yang sempurna untuk dinikahi." "Bukan begitu masalahnya." Shen Xiao memijit pangkal hidungnya. "Ada sesuatu yang membuatku tidak bisa menikahi gadis ataupun wanita lain." "Jadi kau sudah pernah menikah sebelumnya?" Teng Fei menanggapinya terperanjat kaget. "Bukan, hais~ aku belum pernah menikah. Tapi aku sudah memiliki sumpah dan perjanjian menikah dengan seorang gadis lain. Jika aku mengingkarinya, bukan hanya nyawaku yang terenggut, nyawa gadis atau wanita lain yang kunikahi akan terancam bahaya juga." "Kau membuatku takut." Membahas soal kematian,
Suara tangis, teriakan histeris, erangan pilu, tawa yang lantang saling bercampur menjadi satu di malam hari yang terasa sangat panjang ini. Suasana sekitar terasa mengerikan, pembantaian besar-besaran di tengah kobaran api sekitar terjadi tanpa ampun. Seperti Iblis yang mengerikan, beberapa sosok berjubah hitam, mereka semua di tengah malam yang gelap menjadi pemerannya begitu santai menikmati pembantaian besar-besaran ini. Bak pertandingan, mereka seakan beradu satu sama lain dengan mempertaruhkan nyawa warga yang tak bersalah. "Siapa yang banyak membunuh dia yang akan menang!" Salah satunya berujar membuat yang lainnya saling menunjukkan binar di mata mereka dan semangat yang membara untuk menghabisi para warga Desa yang diketahui sebuah Desa dengan nama Desa Matahari yang biasa menjadi tempatnya persinggahan para pendekar yang sering kali melewatinya. Tak peduli tua, muda, anak-anak maupun balita, semuanya habis di tangan mereka. Dan sungguh naasnya, para gadis maupun wani
"Kau bukan cukup berlebihan Tuan Shen. Tapi kau sangat berlebihan!" ujar seorang gadis bersayap yang datang tanpa diduganya. Shen Xiao menoleh ke arahnya. Gadis dengan sayap biru cantik itu seorang Blue Phoenix, Hewan kontraknya, tampak menunjukkan raut wajah kesal sembari bersedekap dada. "Darimana saja kau? Aku menunggu mu sejak tadi, kau tidak ada muncul." Tanpa peduli perkataan gadis Phoenix itu, Shen Xiao lebih memperdulikan keberadaannya sedari tadi yang tak ada bersamanya malah menghilang dan membuatnya repot sendiri berhadapan para Kultivator Aliran Hitam di sini. "Aku hanya berjalan-jalan di sekitaran hutan di dekat sini," ujar gadis Phoenix itu, Xin Xin, namanya. Gadis itu tampak menunjukkan wajah tak bersalahnya padahal Tuannya—Shen Xiao, sudah memasang wajah mengesalkan. "Apa gunanya kau menjadi Hewan kontrak ku jika kau malah mengabaikan ku?!" tunjuk Shen Xiao memakinya. "Aku tidak mengabaikan mu! Kau sendiri yang tidak menghubungi ku!" elaknya tak ingin disala
Xin Xin dan Lin Tian terpaksa berburu di hutan bersama. Keduanya sama-sama memasang wajah kesal, apalagi Lin Tian yang saat ini menahan rasa lapar. Bocah laki-laki itu sampai meruntuk kesal dengan keserakahan Shen Xiao atas makanan. Dikiranya sebelumnya, Shen Xiao akan berbaik hati memberikan daging kepada mereka walaupun mereka tak ada membantu apapun atas buruan dan masakannya. Tapi, sepertinya dugaannya salah. Shen Xiao itu orang yang serakah yang baru kali ini Lin Tian kenal dan temui! Sungguh menyesal ia bertemu dengannya. Sekalipun ia ditolong dan disembuhkan penyakitnya, jika begini perlakuan Shen Xiao padanya. Bukankah lebih baik ia mati saja? Memikirkan soal mati, Lin Tian menjadi murung seketika. Saat membayangkan wajah ayah, ibunya dan orang-orang desa yang mati mengenaskan. Hatinya menjadi perih, seperti ribuan jarum menghujaninya. Meski mereka sudah dimakamkan dengan layak. Tetap saja ia masih merasa terpuruk kehilangannya. "Hei Lin Tian! Jangan bengong di sana!
"Selesai ini, kita akan ke kota, benarkan Shen Xiao?" Xin Xin berputar-putar di atas Shen Xiao yang tengah tertidur di rerumputan bersama dengan Bian Xiao, nama bayi Harimau yang Shen Xiao dapat dari Lin Tian. Lin Tian sendiri tertidur pulas di samping Shen Xiao, sedikit berjaga jarak karena secara langsung Shen Xiao memintanya agar tidur tak dekat-dekat dengannya. Padahal suasana sudah menuju siang hari. Tetapi mereka masih saja tidak ada pergerakkan untuk bangun, padahal Xin Xin sudah membuat keributan. Xin Xin memang tak menganggu Lin Tian, ia hanya mengganggu Shen Xiao saja yang lebih penting untuk mengatur arah jalan mereka selanjutnya. "Shen Xiao, kita akan ke kota kan?" Xin Xin mendekatkan bibirnya di telinga Shen Xiao sampai menggelitik telinga Shen Xiao. Tetapi sepertinya, rasa kantuk Shen Xiao lebih besar dibandingkan gangguan yang diberikan Xin Xin. Sampai Xin Xin mendengus kesal. "Kebiasaan sekali, selalu saja sulit bangun. Begini nih jika seminggu sekali ba
Di dalam kegelapan hutan. Terdapat dua anak kecil berbeda jenis kelamin tengah berlari cepat berusaha menghindar dari kejaran orang-orang yang membantai habis Klan mereka. Mereka berdua berlari tak tahu arah memasuki hutan yang sama sekali tak pernah mereka jamah, hanya demi bisa meloloskan diri dari para pembunuh yang berniat menghabisi seluruh Klan mereka. Apalagi mereka berdua satu-satunya lah yang tersisa dari Klan tersebut.Salah satunya, anak laki-laki yang tubuhnya sedikit tinggi dari anak perempuan di depannya denhan jarak usia 3 tahun lebih tua dari anak perempuan yang menggandeng tangannya berusaha mengajaknya berlari cepat dengan anak perempuan itu yang mengarahkannya. Namun, sepertinya terlihat sendiri, anak laki-laki itu sudah merasa tak sanggup lagi untuk berlari kembali dalam keadaannya yang terluka parah seperti itu. Dia sampai berhenti sambil memegangi perutnya yang terluka akibat terkena serangan pedang dari pembunuh bayaran tersebut.Merasa saudara laki-lakinya terhe
"Xin Xin! Habisi mereka!" seru Shen Xiao menyuruh Xin Xin bergerak maju melawan para pembunuh bayaran yang mengepung mereka.Xin Xin mendengus, memutarkan bola matanya malas. "Kebiasaan." Sudah ia duga, Tuan-nya yang berotak licik ini pasti akan mempermainkannya lagi. Sekarang lihatlah, setelah memanggil para pembunuh yang bersembunyi itu dengan sendirinya, bukannya dia yang melawan, malahan melibatkan Xin Xin lagi-lagi. "Tuan tidak akan turun tangan selama ada bawahannya di sini, kau harus mengingatnya Xin Xin." Shen Xiao menunjukkan senyum simpul yang begitu mengesalkan sampai setiap kali Xin Xin melihatnya merasa muak sendiri. Wajahnya memang lumayan ditambah senyumannya itu, tapi kelakuannya itu selalu menutupinya. "Kak Shen, apa Xin Xin bisa melawan mereka?" Lin Tian bertanya ragu. Bocah lelaki itu sampai menarik lengan baju Shen Xiao merasa takut.Shen Xiao menoleh ke arahnya. "Kau lihat saja, dia itu pintar bermain api. Asal kamu tahu, tidak ada orang yang mampu memegang tang
"Ka-kakak, bangun ... aku takut."Shen Xiao mengusap matanya kemudian dia memijit pangkal hidungnya. Suara gadis itu muncul kembali, ia mendengarnya, sangat jelas dari indra pendengarannya yang sangat tajam.Apa yang dilakukan Shen Xiao itu membuat dua orang pembunuh bayaran yang memiliki senjata andalan panah menjadi berpikir bahwa pemuda itu tengah dalam kegelisahan, mereka menganggapnya, dia khawatir dan takut dengan gertakkan mereka. "Sudah kuduga, dia pasti hanya Tuan Muda sampah yang lemah," kata salah satu dari mereka. Melihat tingkah Shen Xiao, perasaannya menjadi yakin bahwa pemuda itu hanya pemuda cacat saja yang lemah.Satunya lagi menanggapi, "Kau benar, sepertinya dia berada di hutan ini juga karena keluarganya menginginkan dia mati saja. Mungkin, dia aib keluarga karena kecacatannya."Hanya seorang saja yang beranggapan berbeda. Dia mengabaikan para rekannya memilih memperhatikan pemuda itu begitu serius dengan kedua mata tajamnya. "Aku yakin ada sesuatu yang salah," pi