Share

Chapter 6

Ada empat poin dalam perjanjian pranikah itu. Hal yang pertama, aku dan Juanxi harus tidur bersama selama dua jam setiap hari. Tak masalah itu tidur siang, atau tidur malam. Intinya aku harus mengenggam tangannya. 

Sebab fokusnya ingin mengenggam tanganku. Aku menawarkan tidak harus di tempat tidur. Namun ia menolaknya dengan tegas. Aku tak tahu orang gila ini punya masalah apa dengan otak dan mentalnya. Aku tak ingin berdebat tak penting dan memilih diam saja.

Poin kedua, aku harus sepakat untuk mengikuti perjamuan sosial Juanxi. Bila dalam undangan itu tertera pergi bersama pasangan. Aku rasa ini juga tak perlu. Sebab masa waktu pernikahan ini hanya dua tahun atau selama tuduhan tindak pidana atas perkaraku selesai. 

Sekali lagi, orang gila ini keras kepala dan tak bisa dilawan. Alasannya melakukan ini agar dirinya bisa tenang tidak dikejar-kejar keluarganya. Jadi, ketika masa kontrak berakhir, dia dan aku harus berada dalam fase bak berduka kehilangan orang yang meninggal. Kemudian tidak percaya lagi dengan cinta dan trauma menjalin hubungan.

Aku tak tahu Juanxi mendapatkan informasi darimana bahwa aku tak ada niatan menikah. Namun, sebagai orang yang sama-sama gila menambah kekayaan perlahan. Aku bisa memahaminya dari segi ingin fokus pada pekerjaan saja. Namun aku merasa tidak perlu melakukan drama seperti ini. Pasalnya tidak ada orang yang perlu aku perlihatkan permainan sandiwara ini. Kedua orang tuaku sudah meninggal. Aku anak tunggal. Jadi aku tidak memahami dari sudut pandang Juanxi yang kesal dikejar-kejar keluarganya untuk mendapatkan pasangan atau menikah.

Poin ketiga, tidak boleh jatuh cinta. Aku setuju.

Poin keempat, aku harus sepakat untuk membuat akte perjanjian pisah harta setelah menikah. Yah, walaupun ini nikah kontrak. Namun kami akan mendaftarkan pernikahan ini secara formal dan legal ke instansi berwenang.

Dari keempat poin yang ia ajukan padaku. Aku bisa merangkum sifat dan karakter orang gila ini. Dia pria tampan dan seksi di usia 32 tahun yang sangat gila bekerja, dan pelit. Juga punya masalah dengan kondisi kesehatan mentalnya.

Hanya saja berdasarkan instingku yang sangat kuat. Tujuan ia menikah denganku hanya untuk memenuhi poin pertama. Walaupun aku jarang bersosialisasi. Namun aku sering membaca buku. Ini asumsi gila yang tak berani aku suarakan langsung. Sepertinya dengan menyentuhku akan membantu kehidupannya. Entah efek apa yang terjadi setelah bersentuhan denganku. Namun hanya itu saja yang terbesit di pikiranku. Apakah asumsiku ini benar atau tidak aku perlu melihat kedepannya.

“Kenapa kau tahu letak dapurku tadi?” Tanyaku setelah termenung lama dari membaca perjanjian pranikah itu.

“Tanteku bercerita banyak hal tentangmu padaku. Penyidik itu pernah ke sini untuk menjemputmua ke kantor polisi kan,” jawabnya santai.

Mungkin benar tantenya mengatakan itu padanya. Tapi aku merasa sangat yakin dia berbohong. “Apa aku juga akan diperkenalkan dengan keluargamu?” Tanyaku lagi.

“Tentu saja,” jawabnya dengan mantap. Aku menatapnya lalu menghembuskan nafas panjang.

Rumah kecil ini tidak cocok untuk pria bertubuh besar sepertinya. Bahkan ia duduk di sofa ruang tengah saja, terlihat sesak dan kasihan. Ia menekuk lututnya sampai itu  bisa mengenai dadanya. Apakah sofaku sekecil itu?

“Pernikahan ini… bila kasusku selesai lebih cepat. Apakah bisa lebih cepat berpisah?” Tanyaku. Aku menatap jari-jari kakiku. Sejujurnya aku takut dengan Poin Tiga. Aku takut aku terbiasa dengan kehadirannya, dan pada akhirnya aku yang paling tersakiti. Namun di lain sisi, aku juga takut untuk tetap tinggal di tempat ini terlalu lama. Akhirnya orang-orang yang mengincarku mulai mencelakai Paman Zinbei dan Ibu Yanyan. Aku takut.

Jika masalahnya bisa diselesaikan dengan aku pindah ke kota, dan menggunakan properti yang sudah lama tak aku gunakan jugalah hal yang bagus. Hanya saja aku tidak bisa menjamin keselamatan Paman Zinbei dan Ibu Yanyan. Kekuatanku terbatas. 

Dalam perjanjian pranikah ini, Huang Juanxi berjanji akan menaruh orang terpecayanya untuk menjaga pasangan tua itu.  Apalagi mengingat  tantenya adalah Kepala Penyidik bagian Kasus Kriminalitas Digital. Aku yakin orang yang dikenal Juanxi adalah orang yang kompeten juga. Bagaimanapun ia juga pemilik Firma Hukum Dantons yang sudah berdiri selama empat generasi. Benar dia generasi yang keempat.

Aku langsung mengambil pulpen di atas meja dan berniat menandatangani surat itu. Aku bisa mendengar tarikan nafas pria itu yang menjadi antusias. Aku menghentikan tindakanku sejenak, tidak menatapnya, “Aku … tak ingin ada pesta. Kita langsung daftarkan saja pernikahannya,” ucapku.

“Oke!” setujunya dengan cepat. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung bertanda tangan di atas kertas tersebut. Lalu menempelkan jari jempolku pada bantalan tinta, dan menekannya ke kertas putih lainnya. Sidik jariku membekas di atas sana. Kemudian Juanxi melakukan hal serupa.

“Akta Perjanjian Pisah Harta baru bisa dibuat setelah kita menikah. Ayo kita ke Biro Urusan Sipil,” ucapnya  lagi sembari menyodorkan tangan kanannya ke arahku. Aku berdiri sendiri tanpa bantuannya. Kemudian memberikan tatapan sinis padanya. Kenapa ia terburu-buru sekali? Apa ia tak sadar dengan pakaian yang masih aku kenakan sekarang? Dia memang gila.

Aku menetap berkas yang masih ada di atas meja itu. Entah kenapa rasanya aku ingin merobeknya.

Seakan bisa membaca pikiranku, Huang Juanxi langsung merapikan semua berkas tersebut dan menyimpannya dalam genggamannya. Dari gerak-geriknya, sepertinya ia takut aku berubah pikiran.

“Pernikahan ini…. Jangan beri tahu pada Paman Zinbei dan Ibu Yanyan. Lagipula kita akhirnya akan berpisah, dan juga tidak ada pesta. Kau pergi saja lebih dahulu dari sini. Aku akan mengurus beberapa hal di sini,” ucapku sembari menatap kedua matanya dengan mantap.  “Jika mengingat poin pertama, waktu yang kau butuhkan haya dua jam saja. Itu berarti kita tak perlu tinggal dalam satu atap yang sama,” sambungku lagi.

“Jika seperti itu, apa kau ingin tetap tinggal di sini dan aku harus mendatangimu setiap hari untuk itu? Sama saja kau memberitahu mereka kita ada hubungan,” sanggah Juanxi.

“Aku akan pindah dari sini. Aku punya properti di pusat kota. Berhentilah menganggu. Sudah ku bilang kan, aku perlu mengurus beberapa hal di sini. Pergilah,” jawabku kesal.

Kemudian ia menepuk tangannya sekali, dan membenarkan posisi berdiri tegapnya sembari menggibaskan jasnya. “Oke, aku akan menghubungimu lagi. Beri tahu aku jika kau sudah pindah. Orangku akan menempati tempat ini,” tuturnya sembari melangkah ke arah pintu luar. Ia berjalan perlahan sembari melihat sekeliling rumahku. Aku diam saja membiarkannya. “Kau orang yang rapi dan artistik ya,” komentarnya. Kemudian memasang sepatu kulitnya yang mahal itu perlahan sembari duduk di lantai kayu ini.

Setelah ia selesai dengan dirinya. Ia berdiri dari posisi duduknya dan berbalik badan ke arahku lagi. “Aku akan bilang pada orang di luar sana. Kau menolak lamaranku. Sepertinya mereka masih berkumpul di rumahnya pemilik tempat ini,” tuturnya kemudian membuka pintu dan melenggang kelua sana sendirian.

Aku diam saja, dan bisa mendengar kehebohan para warga sekitar. Suaranya tidak terlalu jelas dari dalam sini. Namun yang pasti aku tahu dia dikerumuni para tetangga. Hanya suara Tante Meidong yang paling nyaring dan bisa aku tangkap, “Apa! Dia berani menolakmu?”

Seterah Tante, seterah.

Aku memutuskan untuk menyeduh susu coklat. Membuka kulkas dan mengambil stok coklat batangan. Kemudian memotong bagian secukupnya untuk dilelehkan. Aku menuangkan susu ke dalam wadah dan mengambil panci berisi air untuk dipanaskan terlebih dahulu. Kemudian menaruh wadah coklat bercampur susu di atas pancinya. 

Aku benar-benar tak ada niatan untuk sarapan sama sekali hari ini. Tunggu. Ini hari Minggu, kan? Aku mengecek  tanggal yang tertera di kalender ponselku. Rupanya memang benar ini hari Minggu.

“Kenapa dia mau ke Biro Sipil hari ini? Dia memang gila,” gumamku sembari terus mengaduk wadah berisi coklat-susu itu.

Saat semua sudah bercampur aku kasih sedikit garam ke dalamnya. Hanya kebiasaan. Menurutku rasanya jadi semakin enak. Aku menaruh susu coklat itu ke dalam gelas dan menunggu suhunya menjadi lebih dingin sembari mengecek berita dari ponselku. Rupanya namaku masih ada dalam 10 topik hangat, Samara Gwenn Pemilik Judi Online Ilegal.

“Kali ini aku bukan orang yang terlibat lagi. Sekarang sudah menjadi pemilik. Luar biasa sekali,” gumamku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status