Share

Si Bodoh Yang Mirip Cinta Pertamaku
Si Bodoh Yang Mirip Cinta Pertamaku
Penulis: Clarin

Bab 1

Penulis: Clarin
“Kakak, mau peluk….” Dalam keadaan setengah sadar, aku merasa ada yang mengguncangku, disertai rengekan yang lembut dan manja.

Aku berusaha keras membuka mata dan wajah tampan yang besar langsung memenuhi seluruh pandanganku.

Pria di depanku memiliki kontur wajah yang tegas, alis tebal dan mata yang bersinar. Terutama bibirnya yang sedikit manyun, benar-benar mengundang imajinasi liar.

Begitu melihat diriku bangun, dia langsung melilit seperti koala. Astaga, dia tak mengenakan sehelai benang pun.

Suhu tubuhnya yang panas terasa menembus baju tidur, aku bahkan bisa merasakan garis-garis ototnya yang kekar.

Dia membenamkan kepalanya di lekukan leherku, lalu menggeseknya dengan nakal, seperti anjing besar yang mencoba mengambil hati majikannya.

Kontak intim yang tiba-tiba ini membuatku sedikit bingung dan rona merah tanpa sadar menyebar di pipiku.

Yang lebih parahnya, aku menyadari ada yang berbeda dengan… itunya.

Wajahku langsung memerah hingga ke telinga, jantungku serasa ingin melompat keluar dari dada dan napasku menjadi terengah-engah.

Aku tak kuasa menelan ludah. Astaga, kenapa takdir begitu kejam? Memberinya wajah yang begitu tampan, tapi malah menjadikannya idiot!

Aku berusaha keras menekan gejolak hasrat liar itu, lalu dengan lembut mendorongnya, “Leon sayang, kakak sudah mau bangun.”

Kisah ini bermula sebulan lalu. Entah dari mana, orang tuaku mendengar pengobatan tradisional, katanya makan trenggiling bisa menyembuhkan rematik ayahku.

Akhirnya, uang pun habis banyak dan penyakitnya juga tak kunjung sembuh. Kami bahkan hampir tertangkap karena membeli hewan yang dilindungi negara.

Untuk melunasi utang, aku harus bekerja serabutan. Kebetulan pamanku bilang ada temannya yang kaya raya, tapi putranya idiot. Mereka sedang mencari orang untuk menjaganya dan bayarannya cukup tinggi.

Aku tidak banyak berpikir saat itu, yang penting ada uang masuk. Tak disangka, aku malah mendapat kejutan sebesar ini begitu sampai.

Meskipun Leon itu idiot, harus diakui dia sangat sesuai dengan seleraku! Wajahnya benar-benar mirip dengan cinta pertamaku, bahkan lesung pipi kecil di sudut bibir saat dia tertawa pun sama persis.

“Leon, jangan nakal….” Aku mengulurkan tangan ingin mendorongnya, tapi tenaganya luar biasa kuat, aku sama sekali tidak bisa menggesernya.

Dia seperti anak kecil, menggesek-gesek di dadaku, sambil bergumam tidak jelas, “Kakak, kamu wangi sekali….”

Aku lemas tak berdaya dibuat olehnya, bahkan suaraku mulai bergetar, “Leon, jangan….”

“Jangan….” Aku menolak tak berdaya, tapi suaraku justru terdengar manja dan memikat. Bahkan diriku sendiri pun merasa malu mendengarnya, apalagi untuk menghentikannya.

Tiba-tiba, aku merasakan sensasi isapan yang geli di dadaku, seolah aliran listrik menyambar semua indraku. Aku pun tak tahan dan mendesah, “Ah….”

“Kakak, suaramu indah sekali, sama seperti ibu….” katanya sambil mendongak, menatapku dengan mata yang bening dan polos, sementara di sudur bibirnya masih tersisa sedikit kilauan bening.

Seketika, rasa malu langsung membanjiriku. Dengan wajah memerah, aku buru-buru mendorongnya menjauh, “Leon, nggak boleh begini… nggak boleh….”

Namun, dia seolah tidak mengerti perkataanku. Dia memiringkan kepala dan dengan polos bertanya, “Kok nggak boleh? Banyak om-om yang melakukan ini pada ibu….”

Aku terkejut, seketika hawa dingin merambat dari telapak kaki hingga ke ubun-ubun. Banyak om-om? Mungkinkah… dia pernah melihat kejadian serupa sebelumnya?

Aku tidak berani melanjutkan pikiran itu. Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri.

“Leon sayang, lepaskan kakak dulu, ya?” ujarku dengan suara yang lembut, membujuknya seperti anak kecil.

Sepertinya dia merasakan perubahan emosiku dan dengan patuh melepaskanku, tapi sepasang matanya tetap menatapku lekat-lekat, penuh hasrat dan ketergantungan.

Aku langsung berdiri, melarikan diri ke kamar mandi dan langsung mengunci pintunya.

Aku bersandar di dinding yang dingin dan bernapas terengah-engah. Saat melihat ke bawah, kancing bajuku sudah terbuka karena gesekannya, asetku kelihatan jelas.

Sial! Aku mengumpat dalam hati, merasa malu dan marah.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Si Bodoh Yang Mirip Cinta Pertamaku   Bab 10

    Dokter menatapku dan nadanya terdengar sedikit rumit, “Pasien pernah mengalami benturan di kepala sebelumnya dan sekarang terbentur lagi. Untungnya, operasi kali ini sangat berhasil dan bekuan darah sudah dibersihkan.”Mendengar dia baik-baik saja, aku pun menghela napas lega. Rasa bersalahku pun tidak seberat itu lagi.Beberapa hari berikutnya, aku dan ibu Leon terus menemani di sisi Leon.Hingga suatu pagi, aku baru saja sampai di pintu setelah mengambil air dan mendengar suara lemah Leon dari dalam kamar, “Ibu, aku di mana? Kok kepalaku rasanya sakit sekali?”Hatiku tersentak. Aku segera bergegas masuk ke kamar dan melihat Leon sudah sadar, dia sedang melihat sekeliling dengan bingung. Dahinya dililit perban yang tebal, wajahnya juga sangat pucat, tapi pandangannya tidak lagi kosong seperti dulu, digantikan dengan kejernihan dan ketajaman yang asing.“Leon, bagaimana perasaanmu? Masih sakit?” tanya ibu Leon sambil memegang tangannya dengan penuh kasih sayang, tatapan matanya tampak

  • Si Bodoh Yang Mirip Cinta Pertamaku   Bab 9

    Aku merasa seolah disiram seember air es, seluruh tubuhku merinding. Hubungan suami istri? Anak? Ternyata wanita ini sudah merencanakan semuanya sejak awal!“Tante tahu kamu anak baik dan tante juga tahu kondisi keluargamu kurang mampu.” Dia mengeluarkan sebuah amplop tebal dan kartu bank dari tasnya, lalu meletakkannya dengan lembut di tanganku.“Ini sedikit niat baik dari tante, kata sandinya tanggal lahir Leon. Kamu ambil saja, anggap saja hadiah perkenalan dari tante.”Aku mendongak kaget, melihat uang kertas merah yang menyala di dalam amplop, aku sampai mual sangking menyilaukannya uang itu. Bisa-bisanya dia menghinaku dengan uang?“Tante, kamu menyelidikiku?” Aku menepis tumpukan benda kotor itu, akhirnya amarah menembus semua rasa takutku.Ibu Leon tampaknya tidak menyangka aku akan melawan, dia terdiam sejenak, tapi dengan cepat kembali dengan tampang sok baiknya yang menjijikkan itu.“Dhita, tante melakukan ini juga demi kebaikanmu.” Dia berkata dengan nada serius, “Coba piki

  • Si Bodoh Yang Mirip Cinta Pertamaku   Bab 8

    “Leon sayang, lain kali harus tusuk yang banyak dan pipis yang banyak, paham?” Suara ibu Leon terdengar lembut dan menakutkan, seperti ular berbisa yang menjulurkan lidah.“Iya!” Leon mengangguk kuat dan wajahnya tampak tidak sabar.Pandanganku berkunang-kunang, hampir tak bisa berdiri tegak. Ternyata mereka sudah merencanakan ini semua sejak awal!Aku menggertakkan gigi dan mengepalkan tanganku, kukuku menusuk ke dalam daging. Hanya dengan seperti itu, aku bisa menahan dorongan untuk menyerbu masuk dan berhadapan dengan mereka.Tiba-tiba, percakapan di dalam kamar terhenti. Aku buru-buru menyeka air mata dan memasang telinga untuk mendengarkan.“Ibu, lihat ini apa?” Suara Leon terdengar sedikit bingung.“Apa itu?” tanya ibu Leon.“Waktu itu kakak menangis di kamar mandi dan aku lihat ini di wastafel. Ibu, kenapa kakak menangis?”Hatiku tersentak. Aku langsung teringat alat tes kehamilan yang kugunakan di kamar mandi malam itu, sepertinya aku lupa membuangnya.“Ini… apa?” Suara ibu Leo

  • Si Bodoh Yang Mirip Cinta Pertamaku   Bab 7

    Sambil berbicara, ibu Leon mengeluarkan setumpuk uang dari dompetnya dan menyelipkannya ke tanganku, “Ini untuk bulan depan, kamu ambil saja. Kalau kurang bilang padaku lagi.”Aku mengambil setumpuk uang yang berat itu, tapi malah terasa seperti besi panas yang membakar telapak tanganku. Aku membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada kata yang keluar.“Oh ya, Dhita.” Seolah tiba-tiba teringat sesuatu, ibu Leon mendekatiku dan merendahkan suaranya, “Kubilang padamu, meski bodoh, terkadang Leon cukup licik juga, kamu harus lebih hati-hati. Misalnya seperti baju yang kubelikan padanya beberapa hari lalu….”Aku terkejut, tidak mengerti maksudnya, “Baju? Baju apa?”“Baju warna hitam itu, kamu pasti sudah lihat, ‘kan?” Ibu Leon mengedipkan matanya, nadanya menyiratkan makna yang sulit dijelaskan, “Kamu sudah pakai? Dia… ada melakukan sesuatu padamu?”Hatiku tersentak dan langsung teringat gaun tidur renda hitam hari itu, yang Leon bilang pemberian dari ibunya untukku….Saat itu

  • Si Bodoh Yang Mirip Cinta Pertamaku   Bab 6

    Aku hamil….Bisa-bisanya aku mengandung anak dari seorang idiot!Kesadaran itu meledak di kepalaku seperti bom, membuatku pusing, panik dan kehilangan arah.Aku terjatuh duduk di lantai, memandangi alat tes kehamilan di tanganku dan air mata terus mengalir tanpa bisa kutahan. Apa yang harus kulakukan sekarang?Bagaimana aku menjelaskan ini pada keluargaku? Bagaimana aku menghadapi anak ini?Aku menutup wajah, menangis putus asa. Tiba-tiba, terdengar ketukan di pintu kamar mandi, disusul dengan suara Leon dari luar yang sedikit khawatir dan cemas, “Kakak, kamu kenapa? Buka pintunya….”Jantungku langsung berdebar kencang. Aku buru-buru menghapus air mata, menarik napas dalam-dalam dan berusaha menenangkan diri.“Aku nggak apa-apa,” kataku dengan suara yang kubuat setenang mungkin. “Hanya agak nggak enak badan. Aku butuh waktu sendirian dulu.”“Kakak, kamu sakit?” Nadanya terdengar penuh kekhawatiran, “Aku mau masuk melihatmu….”“Nggak perlu!” Aku hampir berteriak, “Aku benar-benar nggak

  • Si Bodoh Yang Mirip Cinta Pertamaku   Bab 5

    Usai kejadian itu, aku duduk di tepi ranjang sambil membungkus diri dengan selimut, menatap wajahnya yang sedang tertidur lelap. Perasaanku terasa campur aduk, tidak bisa diungkapkan rasanya.Apa yang sudah kulakukan? Bisa-bisanya aku berhubungan dengan seorang idiot….Tidak! Dia bukan idiot! Dia hanya cacat mental karena kecelakaan, pikirannya terhenti di masa kanak-kanak. Meskipun begitu, aku tak seharusnya….Namun, melihat wajah tidurnya yang polos tak berdosa, hatiku kembali melunak. Dia hanya seorang anak-anak, dia tak mengerti apa-apa, dia hanya mendambakan kasih sayang dan perhatian.Dan aku telah memberinya ilusi itu.Begitulah, aku terjerumus ke dalam emosi yang bertentangan ini dan tidak bisa melepaskan diri.Sebulan berikutnya, kami hidup seperti pasangan kekasih sesungguhnya, makan, berjalan-jalan dan menonton bioskop bersama.Dia pun bertingkah seperti anak kecil, merengek memintaku membelikannya permen, merengek menemaninya bermain game dan merengek memintaku mendongeng.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status