Home / Romansa / Si Gendut Penakluk Bos / Kekecewaan Falisha

Share

Kekecewaan Falisha

Author: XianLie
last update Last Updated: 2022-12-26 14:44:57

"Kamu ... kenapa tega melakukan semua ini, Mas?"

Pertanyaan ini memang pertanyaan bodoh, tapi Falisha tetap mengutarakannya demi mendapatkan kepastian langsung dari pria yang telah menikahinya bertahun-tahun ini. Bukti pengkhianatan pria ini, aksi yang tidak diliputi oleh perasaan bersalah sedikitpun. Wanita itu baru menyadari,  semua yang terjadi hari ini adalah pertanda bahwa sejatinya, bahteranya bersama Bramantyo sudah kandas … bahkan jauh sebelum hari ini.

Hera yang masih berada di dalam dekapan berpeluh Bramantyo jelas satu frekuensi dengan pria itu. Ia tidak menutupi tawa geli yang meluncur bebas dari bibirnya karena baru saja mendengar lelucon bodoh dari Falisha.

“Kamu serius nanya begitu, Lisha?” Bramantyo berujar dengan nada mencela, “Kamu nggak ngaca lihat dirimu sendiri seperti apa?”

Pandangan mata jijik Bramantyo terang-terangan ia tujukan sepenuhnya untuk Falisha, “Gemuknya kebangetan, kucel, kusam, bau juga!” sambungnya melemparkan hinaan pada Falisha.

“Sudah kayak babi dipakein baju!” ucap Hera menambahkan, diikuti dengan kekehan ringan dan sorot mata mengejek.

Parahnya, seorang Bramantyo Satya sama sekali tidak tersinggung dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Hera. Padahal, sangat jelas sekali hinaan dengan perumpamaan binatang Hera berikan untuk wanita yang masih menyandang status sebagai istri sahnya. Pria itu justru mengangguk setuju.

Kadung kepergok, membuat Bramantyo merasa tidak lagi perlu repot-repot menyembunyikan isi hati yang sesungguhnya sekarang. Dia merasa sudah lebih dari cukup berkorban perasaan dan materi kepada Falisha.

Bramantyo menegakkan diri tanpa melepas tubuh polos Hera yang masih bergelayut manja, “Kamu menjijikkan dengan tubuh besar begitu! Lemak di mana-mana, nggak bisa ngurus diri!” katanya sungguh-sungguh.

Seolah belum puas, pria yang masih menyandang status suami dari Falisha itu kembali melanjutkan, “Tahunya minta uang terus buat ini … itu. Belum lagi anakmu yang tuli itu! Nyusahin! Ibu sama anak, sama aja! Dua-duanya bikin jijik!” 

Falisha semakin bergeming tidak mampu bicara karena kata-kata yang diucapkan dengan gamblangnya oleh Bramantyo. Rasanya begitu menyakitkan hingga membuat hati Falisha tidak hanya patah tapi hancur berkeping-keping saat pria itu menghina putri kandungnya sendiri.

“Mas!” banyak kata yang ingin dikeluarkan Falisha tapi hanya panggilan itu yang terlontar sebagai bentuk protesnya.

Siapapun boleh menghinanya. Namun, tidak dengan penghinaan yang diarahkan untuk putri semata wayangnya. Jika orang lain yang melakukan, Falisha mungkin bisa memaklumi, tapi tidak dengan kalimat kasar Bramantyo yang notaben ayah dari anaknya sendiri.

Bramantyo tak mengindahkan protes yang dilakukan sang istri.

“Lihat dong, Hera! Cantik, tinggi, langsing! Bukan raksasa gemuk kayak Kamu!” ujar Bramantyo membandingkan Hera denga Falisha. Wanita yang ada di sisinya itu sontak tersenyum jumawa, merasa menang karena terus dibela. “Aku juga yakin Hera bisa memberikanku keturunan yang lebih baik daripada kamu. Anakku dan Hera nggak akan tuli kayak Ameera!”

“Cukup, Mas!”

Penghinaan demi penghinaan yang diterima olehnya dan Ameera dari orang terdekat mereka sukses membuat pertahanan diri Falisha runtuh. Kekecewaan dan amarah berkumpul di dadanya, lantas bermanifes menjadi tetesan bening yang tumpah bahkan sebelum Falisha sempat mengedipkan mata.

Falisha benar-benar tidak menyangka jika suaminya ini akan berpikiran seperti itu terhadap putri mereka. Padahal pria itu tahu dengan sangat jelas apa yang sebenarnya terjadi pada Ameera. Untuk itu, Falisha tidak lagi mampu membendung air matanya.

“Untuk apa menangis! Kamu mau menyalahkanku?” sergah Bramantyo dengan nada meninggi, tidak senang dia melihat air mata itu, yang ia nilai menyudutkannya, “Salahkan dirimu sendiri! Kamulah sumber penyebab semua ini!” sambungnya dengan tangan terangkat. Jemarinya menuding langsung dan dia bertameng dalam kalimat mengkambinghitamkan Falisha.

“Pasangan hina!” Bergetar Falisha dengan segala rasa yang bercampur aduk atas apa yang dituduhkan padanya.

“Pergi! Pergi kalian berdua dari rumah anakku!” ucap Falisha serak sambil menghapus jejak basah di wajahnya asal-asalan. Setengah mati ia memaksa dirinya untuk menggerakkan kaki agar tidak lagi melihat wajah-wajah yang telah menyakiti hatinya. Falisha berlalu, kekecewaannya kelewat besar dibanding amarah karena penghianatan di depan mata, juga tuduhan tidak berdasar Bramantyo.

Sedetik penuh Bramantyo bungkam atas kalimat pengusiran yang baru digaungkan, tapi detik berikutnya, wajahnya memerah menahan gejolak amarah akibat sikap lancang Falisha.

“Berani kamu, Falisha!!”

Gelegar suara Bramantyo sontak langsung memenuhi ruangan. Bramantyo mengurai dekapannya dengan Hera cepat-cepat, tanpa malu tubuh polosnya terekspos, ia langsung menyambar celana dan menyusul Falisha yang telah berlalu.

Hera sendiri tampak santai dengan apa yang tengah berlangsung karena ia tahu jika Bramantyo akan membelanya. Untuk itu, dengan gontainya ia melangkah ke arah kamar mandi yang berada di sudut ruangan guna membersihkan tubuhnya.

“FALISHA!! BERHENTI!” teriak Bramantyo dengan suara besar begitu keluar dari kamar. Tidak sulit baginya untuk menemukan sosok tambun Falisha yang kini sedang menangis tergugu di ruang tamu rumah mereka.

“BERANI KAMU YA!!” Bukannya iba, bukannya malu atas perbuatannya, Bramantyo justru semakin menjadi-jadi.

“Tidak usah memilih lagi!” sambung pria berkumis tipis itu tegas, “Mulai hari ini, aku ceraikan kamu, dan kamu yang harus pergi dari rumah ini!!”

Tidak hanya sekali tapi total telah tiga kali Bramantyo mengucapkan kata cerai dalam beberapa menit terakhir ini. Kalimat itu berhasil mencabik-cabik rumah tangga yang telah dibina sekian lama dengan begitu mudahnya.

Tanpa repot menyeka jejak basah di wajahnya, Falisha melayangkan pandangan mata tidak percaya pada Bramantyo yang hanya berbalut celana pendek dan sambil berkacak pinggang itu.

“Apa, Mas?”

Seakan tidak puas, Bramantyo langsung buka suara begitu tatapannya bersirobok dengan Falisha.

“Kamu aku ceraikan, Falisha Tahira Tirta. Pergi kamu, dan bawa anak tulimu itu untuk angkat kaki dari rumah ini!” lantang ia mengulang kalimat sakral dari mulutnya.

Kata perkata diucapkan Bramantyo lambat-lambat dan penuh penegasan. Pria tidak peduli pada wanita bertubuh tambun yang tengah bersimbah air mata itu. Selama beberapa detik penuh, dengan bibir yang terkunci rapat, Falisha tidak memutuskan kontak matanya dengan Bramantyo hingga tercipta keheningan yang terasa berat dan mencekam.

Dalam diam, Falisha mencari setitik saja penyesalan juga dusta yang mungkin ada pada Bramantyo. Di sudut hatinya dia masih menaruh harapan tapi harapan nyatanya sia-sia dan semu belaka.

Sudah sampai sejauh itu bahtera rumah tangganya rusak, perceraian telah menjadi hasil akhirnya. Kepalang basah, dengan semua yang telah porak-poranda juga karam, semakin bulat tekad Falisha untuk mempertahankan hak-hak Ameera termasuk diantaranya materi yang berupa hunian ini. 

“Kamu yang seharusnya pergi, Mas! Rumah ini atas nama Ameera, dan kamu tidak berhak atas rumah ini!” tandas Falisha dengan suara seraknya. Ia tidak lagi gentar dan selalu patuh pada Bramantyo seperti yang selama ini selalu dilakoninya.

Bramantyo terang-terangan mendengus dingin atas apa yang baru saja Falisha katakan. “Sudah tidak lagi! Rumah ini sudah atas namaku!” jawab Bramantyo arogan, membongkar satu fakta yang tidak diketahui Falisha.

“Apa maksudmu, Mas?!”

####

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Illa Darrel
nyesek bener ya ......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Si Gendut Penakluk Bos    Akad Nikah

    “Bagaimana para saksi? Sah?”Pertanyaan sederhana tapi sarat makna ini terdengar sedikit keras dari seorang pria berkacamata di ruangan yang terisikan kurang lebih sekitar dua puluhan orang tersebut.Gema kata sah yang mengiyakan balik pertanyaan itu pun segera menggaung memenuhi ruangan berdekorasi putih, semua orang yang ada di sana sepakat seiya sekata dengan si Pria berkacamata yang berprofesi sebagai seorang penghulu ini dan puji-pujian terhadap Tuhan yang Maha Esa pun terlantun kemudian.Benar, apa yang tengah berlangsung adalah pernikahan antara Falisha dan Matteo. Disaksikan langsung oleh keluarga inti masing-masing dan kerabat dekat saja, akad nikah keduanya berlangsung lancar tanpa kendala apapun.Oleh Falisha, ada selaput bening yang menyelimuti netranya. Yang mana, setengah mati Falisha tahan agar tidak jatuh bersama gelombang gejolak rasa. Falisha sama sekali tidak pernah menyangka jika ia akan menikah sampai dua kali bahkan suaminya seorang Matteo Saguna Taslim, teman ma

  • Si Gendut Penakluk Bos    Matteo dan Teddy (2)

    Sungguh, sekian tahun malang melintang di dunia bisnis, Matteo hampir tidak pernah kehilangan ketenangannya seperti sekarang ini.Bukannya sombong, akan tetapi di bawah tempaan langsung sang Kakek yang merupakan raja bisnis, Matteo memang sepiawai itu. Matteo sedari kecil selalu bisa mengendalikan diri, terutama emosi dan raut wajah hingga tidak bisa terbaca lawan bicaranya.Namun, sekarang semua jerih payahnya menmbentangkan pengendalian terasa sia-sia sebab segalanya dengan mudah digoyahkan oleh Teddy.Memang, keterkejutan yang dialami Matteo hanya sepersekian detik sebelum kemudian pria itu mampu mengontrol kembali emosinya tapi tetap saja dia merasa kecolongan.Kembali, Matteo menelan lagi salivanya demi mengusir gersang yang melanda tenggorokannya walau tak seberapa berguna dan dengan satu tarikan napas panjang tidak kentara diiringi dengan turunnya tangan Teddy yang menunjuknya ia pun berkata.“Apapun yang Saya rencanakan dengan Sasha, kesepakatan apapun yang terjadi antara kami

  • Si Gendut Penakluk Bos    Matteo dan Teddy

    “Jadi … apa yang ingin Kamu bicarakan? Sampai-sampai mengganggu waktu istirahat Saya seperti ini!”Kalimat langsung yang begitu to the point dan tanpa basa-basi sedikitpun dari Teddy itu membuat Matteo merasa punggungnya kian berkeringat meski berada di ruangan berpendingin ini. Setelah kedatangannya diterima keduanya bertemu dan duduk bersama berhadapan, tapi di lima menit pertama mereka hanya duduk diam saling memandang satu dengan yang lainnya.Keterdiaman yang ada nyata sangat bisa menyebabkan suasana menjadi tegang hingga Matteo tidak berani buka suara terlebih dahulu untuk memulai percakapan.Tersentak Matteo tidak kentara ditegur demikian oleh Teddy, dia sangat jelas jika ayah dari Falisha itu pasti memiliki penilaian tertentu mengenai kehadirannya.“Begini Om …,” ujar Matteo menjawab pelan setelah sebelumnya terlebih dahulu menelan Saliva guna menentramkan ketegangan diri. Sungguh, Matteo rasanya membutuhkan sedikit ruang untuk meredam rasa dan terbersit setitik penyesalan men

  • Si Gendut Penakluk Bos    Jalur Keinginan Matteo

    Si Gendut Penakluk Bos - Bab 116 Jalur Keinginan Matteo“Kamu tahu, Mat … sudah Aku putuskan, percepat saja pernikahan kita. Biar semuanya jadi lebih terkendali aja. Aku nggak apa kok, nggak perlu resepsi atau akad atau apapun yang mewah-mewah, tinggal tanda tangan tanpa apapun juga Aku bersedia. Beneran, Aku bersedia dan Papa juga telah merestui ini!”Tidak bisa Matteo tidak tertegun dengan apa yang baru saja ia dengar, terutama kalimat terakhir yang terlontar dari bibir wanita yang ia pilih sebagai istri itu nantinya.Memang, pernikahan yang ingin dilakukan itu hanyalah pernikahan sebatas di atas kertas pun berjangka waktu tertentu meski belum ada pembicaraan mendetail dengan Falisha mengenai hal ini. Akan tetapi, bukan berarti Matteo ingin melangsungkannya dengan cara yang salah sebab dasar untuk menikah itu sendiri saja sudah tidak benar.Matteo ingin melalui jalur yang baik meski melewatkan momen lamaran dan sekelumit cinta yang seharusnya ada. Walau, ada banyak faktor yang harus

  • Si Gendut Penakluk Bos    Percepatan

    Si Gendut Penakluk Bos - Bab 115 Percepatan“Kamu nangis? Matamu bengkak gini! Katakan, siapa yang bikin Kamu nangis?”Sungguh, beberapa tahun terakhir ini Falisha jarang sekali menerima perhatian dari orang yang ada disekelilingnya termasuk dari suaminya sekalipun. Koreksi, mantan suami si Bramantyo Satya. Selalunya, Falisha yang menjadi pemberi bukan penerima. Kasus ini tentu dikecualikan untuk putri semata wayangnya Ameera.Kalau pun mendapatkan perhatian kecil, selalu ada embel-embel entah apapun itu juga penghinaan yang mengikuti di belakang. Contoh kecil, saat itu Falisha dalam keadaan sakit. Falisha dikira sengaja berpura-pura sakit karena malas atau manja serta tidak ingin membereskan pekerjaan rumah, tuduhan ini selalu disematkan kepada setiap kali wanita itu menderita flu atau demam. Ujung-ujungnya Falisha tidak dibawa ke dokter dan cuma diberikan obat murah yang beredar di pasaran.Oleh karena itu, apa yang baru saja dilakukan Matteo pada Falisha tak pelak membuat hati wani

  • Si Gendut Penakluk Bos    Restu Orang Tua (2)

    Si Gendut Penakluk Bos - Bab 114 Restu Orang Tua (2)Teddy membalas pelukan Falisha erat, hatinya jelas menghangat atas perlakuan buah hatinya saat ini. Sungguh, Teddy merindukan saat-saat seperti sekarang, saat Falisha bermanja pada dirinya.“Sudah jadi seorang Ibu dan akan menjadi seorang istri lagi … Sasha harus lebih dewasa dan lebih bertanggung jawab lagi ya.”Kalimat yang baru saja digaungkan Teddy disertai dengan usapan lembut di bagian punggung sukses membuat mata Falisha kian memanas.Falisha tidak mampu menjawab Teddy, sebagai gantinya ia menganggukkan kepala dan bening pun tumpah tanpa bisa dicegah.“Papa nggak tahu ada apa sebenarnya antara Kamu dan Matteo, Nak … tapi, Papa sangat berharap jika pernikahan ini akan menjadi pernikahan terakhir untukmu …,” ujar Teddy lagi tanpa menjeda usapannya dan kembali pria paruh baya itu menghela napas berat.Kalimat yang terlontar dari mulut Teddy

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status