"Kau akan diperiksa lebih lanjut di sana tentang uang yang kau bawa ini."
Sang petugas menuntun Jack untuk menuju ke arah ruang keamanan. Akan tetapi, sebelum mereka berjalan lebih jauh, seseorang berkata, "Tunggu!"
Dua petugas itu pun berhenti dan menoleh.
"Tuan Muda Gray." Mereka menyapa dengan membungkuk sopan.
Jack tidak menduga akan bertemu dengan orang itu sekarang. Namun, saat dia ingat dia sedang berada di mall milik keluarga Gray, dia pun berpikir bila kemungkinan besar bertemu dengan pria muda yang telah mencuri kekasihnya itu sangatlah besar.
Jack melihat Tobias Gray sedang berjalan bersama Lily dengan tangan tertaut pada lengan Toby.
"Ada apa ini?" Toby bertanya pada dua satpam itu.
"Anak muda ini adalah pengemis yang mencuri uang, Pak." Salah satu dari penjaga itu menjawab.
LIily melebarkan mata. "Mencuri? Uang milik siapa yang dia curi?"
Jack menghela napas dengan lelah, "Aku tidak mencuri apapun. Uang itu bukan hasil curian."
Tobias menatap Jack dengan tatapan menghina. "Dia memang sangat miskin tapi kalian salah besar kalau menilainya sebagai seorang pengemis."
Satpam yang memiliki kumis tebal itu melongo kaget. "Bukan pengemis? Apa Anda yakin, Pak? Apakah Anda mengenalnya?"
Teman dari si kumis tebal menyikut lengannya dengan cepat. "Apa maksudmu? Tuan Muda Gray tidak mungkin mengenal orang ini. Orang ini-"
"Aku mengenalnya." Tobias menjawab cepat.
Jack seketika menatap Tobias dengan raut penuh tanda tanya.
"Lepaskan dia!" Tobias memerintah.
Si kumis tebal yang masih menahan lengan Jack itu pun melepaskannya dengan agak bingung.
"Untuk apa kau melakukannya?" Jack bertanya begitu dia sudah bisa berdiri tanpa tangan dipegang.
Lily mendengus, "Apa kau tak bisa mengucapkan terima kasih saja, Jack? Haruskah kau mempertanyakan kebaikan hari Jack?"
Kebaikan hati?
Jack tentu saja tak mempercayainya.
Tobias Gray berdeham kecil. "Aku tidak peduli kau mau berterima kasih padaku atau tidak. Tapi, yang pasti saat ini kau sedang berada di mall milik keluargaku, sudah sepantasnya aku memperlakukan semua tamu di sini dengan baik."
Mendengar penjelasan itu, Jack langsung saja melihat sekelilingnya. Di sana ada beberapa orang pengunjung yang bahkan sedang mengabadikan momen itu.
Jack pun mulai mendengar beberapa orang yang sedang berbicara mengenai kejadian itu.
"Wah, Tuan Muda Gray sangat karismatik sekali. Tidak hanya tampan tapi juga sangat berkelas."
"Tentu saja. Kau lihat bagaimana dia membela anak muda itu tadi? Sangat heroik."
Seseorang mengangguk setuju, "Padahal anak muda itu berpenampilan menyedihkan tapi Tuan Muda Gray tidak malu mengakui jika dia mengenalnya. Luar biasa."
"Sungguh calon pewaris Gray Mall yang terhebat. Tidak akan ada yang bisa menandinginya."
"Ah, aku paham sekarang. Kau sedang menjaga citramu ya." Jack berkata dengan nada yang begitu sangat pelan hingga hanya Lily dan Tobias yang bisa mendengarkannya.
Saat Tobias menyadari bila Jack sudah mulai memahami situasinya, Tobias pun memasang senyum palsunya. "Sekarang, karena kau sudah di sini. Bagaimana jika kau berkeliling?"
Jack menaikkan sebelah alisnya.
Lily menggertakkan gigi, "Bukankah kau bilang kau ingin mencari sepatu di sini, Jack?"
Jack tidak tahu mengapa di sana harus ada Lily, gadis yang telah menghancurkan hatinya dan ingin sekali dia lupakan.
"Ya, aku ingin membeli sepatu." Jack pada akhirnya memutuskan untuk tetap berada di tempat itu sampai dia bisa membuat keadaan menjadi terkendali.
Tobias mengangguk senang, "Kalau begitu, silakan melihat-lihat. Kau bisa bertanya pada petugas yang sedang bertugas. Bilang saja sepatu mana yang kau inginkan. Aku ... akan memberimu diskon."
Kata-kata itu memang dikatakan dengan nada yang biasa saja, tapi Jack bisa merasakan bila Tobias hanya ingin membuatnya jengkel atau hanya ingin terlihat seperti orang baik di depan para pengunjung.
"Wah, selain sopan, ternyata Tuan Muda Gray juga memiliki sikap dermawan. Dia tahu temannya itu miskin dan akhirnya memberinya diskon. Ah, aku sangat iri."
"Aku juga mau menjadi teman Tuan Muda Gray."
Sungguh, Jack benar-benar tak mengerti mengapa orang-orang itu bisa dengan begitu mudahnya mempercayai perbuatan Tobias Gray yang hanya merupakan tipuan belaka itu.
"Oh, begini saja. Karena kita sudah bertemu di sini, mengapa kau tidak menemaniku berkeliling, Toby?" Jack berkata sembari tersenyum palsu pada Tobias.
Bahkan, dengan begitu berani Jack juga memanggil Tobias dengan nama panggilan akrabnya. Padahal, panggilan 'Toby' hanya diperuntukkan bagi keluarga Gray saja atau mereka yang sangat dengan Tobias, termasuk Lily yang diizinkan memanggilnya begitu.
Lily yang juga tahu mengenai hal itu pun meradang, "Kau ... kenapa memanggilnya begitu?"
Suaranya sangatlah pelan sehingga hanya Jack saja yang bisa mendengarkannya saja.
Tobias Gray tentu saja tak suka dengan cara Jack memanggilnya itu, tetapi dia yang sadar saat ini dia sedang diperhatikan oleh banyak orang itu pun mencoba menahan diri.
"Lily, biarkan saja. Dia ... teman satu kampus kita. Tidak masalah dia memanggilku begitu."
Perkataannya itu tentu saja semakin membuat anak muda tampan itu dipuji oleh banyak orang.
"Ayo ikut aku!" Tobias yang merupakan putra pemilik Gray Mall itu pun menemani Jack.
"Sungguh sangat sombong sekali dan kelewatan. Memang dia pikir dia siapa? Dia tak pantas berdiri di samping Tobias Gray yang tampan."
"Iya, kau benar. Lihatlah bajunya yang lusuh! Sungguh sangat menyedihkan!" Seseorang berkomentar.
Lily yang semula kesal itu sekarang ini mendadak tersenyum. Dia merasa senang dikarenakan pacarnya yang dipuji-puji.
Saat mereka baru berjalan beberapa detik, Tobias berhenti, "Jack. Ini salah satu gerai sepatu kami yang cukup lengkap."
Jack menoleh dan mengamati dari luar.
Terlihat sekali begitu banyak sepatu bagus terpajang di sana.
"Kau mungkin akan menyukai salah satu dari koleksi itu." Tobias berkata pelan tapi bisa didengar oleh para karyawan yang menyapanya dengan hormat.
Jack pun memasuki area pertama dan melihat-lihat. Dia mengambil sepatu hitam dengan merk G-3 yang memiliki loko di bagian pinggir kanan.
Desainnya cukup menarik dan tidak berlebihan sehingga Jack cukup tertarik. Dia lalu melihat label harga dan langsung melotot kaget.
"$1.500?"
Oh, Jack bukannya merasa tidak bisa membelinya. Namun, Jack hanya merasa harga sepatu itu tidak sebanding dengan kualitasnya.
"Ya, Tuan." Seorang penjaga mengangguk.
Jack meletakkan kembali sepatu di tempatnya lalu melihat sepatu yang lain. Pandangannya kemudian berhenti pada salah satu sepatu berwarna putih dengan tali pendek yang di pinggirnya terdapat warna perak yang berkilau.
Lagi-lagi, begitu Jack melihat harganya, Jack meletakkan kembali sepatu itu pada tempatnya.
Tobias dan Lily yang sedari tadi memperhatikan itu menahan tawa.
Lily berbisik pelan, "Dia pasti kaget dengan harganya yang fantastis."
"Dia tidak akan sanggup membelinya," Tobias merasa sudah menang berhasil membuat Jack malu.
Jack akhirnya berhenti di percobaannya yang keempar. "Apa ada toko lain selain ini?"
Tobias yang masih menjaga akting terbaiknya itu mengangguk pelan, "Tentu saja ada. Ayo, aku akan membawamu ke toko lain. Di sana, kau mungkin akan menemukan sepatu yang kau cari."
Mereka pun berpindah tempat dan masih ada beberapa orang yang tampak mengikuti mereka seakan memang sengaja ingin tahu tentang apa yang sedang terjadi.
Dengan sengaja, Tobias membawa Jack ke toko sepatu kedua yang harga barang-barangnya malah mencapai dua kali lipat lebih mahal dibandingkan harga sepatu di toko yang sebelumnya.
"Silakan pilih yang kau suka!" Tobias berkata sambil tersenyum mengejek.
Tapi, sebelum Jack memasuki area toko itu, Tobias menahan lengan Jack. "Kau bisa pilih yang mana saja, nanti aku akan memberimu diskon yang besar. Jangan khawatir!"
Jack kini membalas ucapan Tobias dengan senyuman. "Tidak perlu khawatir! Aku bisa membelinya, hanya saja ... aku sangat pemilih sehingga tak mudah menemukan apa yang cocok untukku."
Tobias mencibir, "Oh, begitu. Padahal aku sudah berniat baik."
"Tak masalah." Jack pun masuk ke dalam area toko itu dan beberapa kali melihat-lihat sepatu yang harganya sangat mahal dan bahkan sebagian besar diproduksi dalam jumlah terbatas.
Lily berujar jengkel, "Aku sudah mulai bosan."
"Tenanglah! Setelah ini dia akan lelah sendiri." Tobias masih mengamati Jack yang sedang memilih sepatu.
Tiba-tiba saja Jack mengambil sebuah sepatu kerja warna hitam yang bisa juga dipakai untuk bersantai. Desainnya terlihat sangat elegan dan terkesan mewah.
"Saya mau yang ini." Jack menyerahkan sepatu itu pada seorang karyawan cantik.
Sang karyawan pun terkejut, "Tuan, Anda yakin? Harga sepatu ini $200.000."
Tobias dan Lily melongo kaget. Kedua orang itu segera saja berjalan mendekat ke arah Jack dengan ekspresi bingung.
"Ya, saya yakin." Jack lalu menyebutkan ukuran sepatunya.
"Di mana saya harus membayar?' Jack bertanya dengan santainya.
Hai, Readers yang baik.Apa kabar, Readers? Saya doakan baik-baik saja.Zila ingin berterima kasih pada setiap pembaca yang telah menyempatkan diri untuk membaca dan menghabiskan koin untuk buku ini. Buku ini memang jauh dari kata sempurna dan banyak sekali kekurangannya. Namun, saya berharap buku tetap dibaca sampai akhir.Selain itu, saya juga ingin buku ini mendapatkan tempat di hati pembaca dan semoga disukai. Salam hangat selalu dari ZilaTungguin buku lain dari Zila ya.Sampai bertemu di buku Zila selanjutnya.^.^
Namun, pada kenyataannya Jack Morland membiarkan Eric Goldman masuk ke dalam rumah Alex Blake.Dia juga memerintahkan pengawal pribadinya untuk mengatur agar tidak ada kamera CCTV yang menangkap gerak-gerik Eric.Begitu Eric memasuki area rahasia tersebut, ia langsung menyampaikan kegelisahan kakaknya.Pemuda itu juga menyampaikan idenya dan diterima dengan sangat baik oleh Jack Morland."Jack, aku tahu ini mungkin sangat berbahaya tapi akan jauh lebih baik jika kau hadir dalam waktu dekat pada penandatanganan kolaborasi besar yang akan segera dilakukan oleh Gideon Miles," kata Eric.Alex dengan cepat menjawab, "Aku juga ingin seperti itu karena kita sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya ada di dalam otak Gideon Miles."Jack Morland tampak berpikir serius, namun setelah mempertimbangkannya, ia akhirnya memutuskan untuk berkata, "Baiklah, aku rasa aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk menghukum orang yang berani membunuh kakekku."Eric mengangguk lega dan menjawab, "Keluar
Eric sangat ingin menemukan mobil tersebut, namun ketika ia ingat bahwa ia memiliki sesuatu yang jauh lebih penting untuk dilakukan, ia memilih untuk melepaskan mobil tersebut.Dia kemudian memerintahkan, "Baiklah, sebaiknya kita langsung ke rumah pengacara Jack Morland."Ray dan Denis segera mengikutinya dan melaksanakan perintah tuan muda mereka.Beberapa menit kemudian mereka tiba di sebuah rumah yang tampaknya tidak dijaga oleh pengawal.Ray memandang rumah itu dengan curiga sementara Denis, yang sudah mengetahui bahwa ada orang yang bersembunyi di sebuah ruangan, segera bertanya kepada tuan muda itu, "Tuan Muda, apa yang harus kita lakukan sekarang?"Eric teringat pesan kakaknya dan segera menunggu sampai matahari terbenam."Apakah Anda yakin kita harus menunggu di sini sampai hari gelap, Tuan Muda?" Ray bertanya dengan sangat hati-hati."Ya, kita harus lebih berhati-hati karena jika kita melakukan kesalahan, kita mungkin tidak akan bisa menemukan mereka. Dan ... yang lebih buruk
Namun, belum sempat mereka membicarakan hal tersebut lebih lanjut, mereka dikejutkan dengan kedatangan dua pengawal utama yang bertugas untuk selalu mengawal Gideon Miles dimanapun ia berada.Mereka tentu saja memilih untuk segera menutup mulut agar tidak membuat para pengawal tersebut curiga.Salah satu dari mereka menatap curiga kepada para pelayan dan pengawal lainnya yang mendadak terdiam."Hei, apa yang terjadi di sini? Kenapa kalian semua bertingkah aneh?" Sean, pengawal berusia sekitar 30-an tahun itu bertanya.Salah satu pelayan yang gagah berani menjawab, "Tidak ada hal penting yang terjadi di sini, Tuan. Hanya saja kami dikejutkan dengan kedatangan dua pengawal utama Tuan Miles.""Bukankah kalian berdua yang menemani Tuan Miles sampai ke lantai ini?" tanya pelayan itu mencoba untuk tetap tenang.Sean mendengus dan kemudian dia melambaikan tangannya, "Tidak apa-apa, itu karena kami beristirahat sebentar sebelum kami mengantar Tuan Miles untuk memeriksa sesuatu."Tentu saja ha
"Memang begitu, Tuan Miles. Tuan Muda Garric sama sekali tidak terlihat marah," penjaga gerbang menjelaskan tentang rumah Morland sekali lagi.Dia tidak menyembunyikan apa pun dan menjelaskannya dengan jelas agar Gideon memahami situasinya.Dia berusaha untuk tidak membuat Gideon merasa bahwa dia tidak melakukan tugasnya.Gideon masih sulit mempercayai hal itu, namun ketika dia meminta salah satu penjaga untuk menunjukkan rekaman CCTV di gerbang utama, pria itu akhirnya mempercayainya.Dalam rekaman CCTV tersebut terlihat sangat jelas bahwa Garric Morland bahkan tidak keluar dari mobilnya.Garric hanya berada di dalam mobilnya dan meminta supirnya untuk menemui penjaga gerbang untuk meminta izin masuk.Hal itu hanya berlangsung selama beberapa menit sehingga Gideon semakin tercengang dengan perubahan yang begitu jelas terlihat di matanya.Setelah para penjaga meninggalkan ruangannya, Gideon berpikir lebih serius."Apa yang sebenarnya terjadi pada pemuda itu? Apakah dia benar-benar tid
Annelisse Goldman berpikir sejenak, namun ketika ia mempertimbangkan ide kakak laki-lakinya, ia akhirnya mencoba menerimanya.Ia berharap apa yang ia putuskan tidak akan membuatnya menyesal."Lalu, bagaimana kau akan pergi ke sana?" Annelisse bertanya kepada kakaknya.Eric tersenyum dan menjawab, "Kau tidak perlu memikirkannya dan kau hanya perlu menunggu hasilnya."Annelisse menganggukkan kepalanya dan mencoba untuk menyerahkan masalah ini sepenuhnya kepada kakaknya.Dia sangat mempercayai kakaknya dan dia berharap kakaknya dapat memperingatkan Jack tentang Gideon Miles yang berbahaya.Sementara itu, Garric Morland baru saja mendiskusikan masalah Jack dengan ayahnya dan kemudian dia memilih untuk pergi ke rumah keluarga Morland.Dia berpikir satu-satunya cara untuk membuat Gideon mengaku tentang apa yang telah dia lakukan adalah dengan menekannya lebih jauh dan mengganggunya.Karena, dia telah mengerahkan begitu banyak pengawal untuk mencari keberadaan Jack tetapi dia masih tidak dap