💐🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐 Thor ucapkan Terima Kasih kepada Readers yang telah mendukung dan meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini, jangan lupa subcribe dengan memasukkan cerita ini ke dalam pustaka dan beri tanda bintang, love serta tinggalkan komen ya. I luv you Guys 💖💖💖💖💖💖💖💖
Hasan Taner memandang Dila dengan dingin, karena dia sama sekali tidak menyukai kelicikan Dila. Dila memang berusaha membuat Gio dan seluruh keluarga Taner terpojok, hanya Lidia saja yang tampaknya mendukung rencana Dila. Gio menatap Dila dengan tenang dia dan mengernyitkan dahinya. Gio kecewa melihat Lidia karena dengan mudahnya Lidia menyerahkan Gio agar menikah dengan Dila. Gio tidak menyangka Lidia masih akan tetap menikahkan mereka setelah dia tahu Dila adalah bukan wanita baik – baik. Gio bahkan tidak suka melihat Key yang membela Dila, Key lebih memilih Dila daripada Key yang notabene adalah kakaknya sendiri. “Kak! Sebelum kakak berbicara seharusnya kakak sadar dong. Sebelum melakukan hal yang tidak terpuji sebaiknya kakak memikirkan dulu akibat dari perbuatan kakak tersebut. Kakak seharusnya tahu bahwa Kakak tidak boleh semena – mena dengan orang lain. Kakak harus jadi contoh yang baik, yaa walaupun Dila bukan gadis lagi tapi kakak juga sudah melakukan kesalahan kepadanya.”
Gio masih saja termenung memikirkan ancaman Lidia yang akan membongkar aibnya. “Oma apa yang Oma lakukan? Mengapa aku harus menerima rasa kebencian Oma yang besar. Aku tahu Oma lebih menyayangi Key, tetapi Oma setidaknya jangan membenci aku. Apa salahku sehingga aku harus menerima kemarahan Oma yang tiada habisnya.” Pikir Gio dengan nada kesal. “Kak!” panggil Evelyn memutuskan lamunan Gio. Gio masih saja melamun, tidak menyadari panggilan Evelyn terhadapnya. Matanya setengah terpejam membayangkan peristiwa bersama Dila yang sangat menyakitkan. Di sana lah dia menyadari betapa bencinya Lidia terhadap dirinya dan dia menyadari Lidia selalu membela Key tanpa syarat. Gio dulu merasa Lidia mencintai Key mungkin karena Key adalah anak bungsu dan anggapannya biasa kalau Lidia bersikap demikian. Lidia sama sekali tidak pernah menunjukkan sikap bencinya yang sangat kentara seperti kejadian Dila. Gio hanya bisa merasakan untuk pertama kalinya ketika peristiwa Dila tersebut. Evelyn yang masih
Evelyn kembali menatap Gio dengan rasa malu, karena dia sudah mengungkapkan kepada Gio bahwa ciuman yang mereka lakukan adalah ciuman pertama bagi Evelyn. “Eve, jadi Kakak yang pertama bagi Eve?” tanya Gio kembali. Evelyn menganggukkan kepalanya menunjukkan bahwa memang Gio adalah pria pertama di dalam hidup Evelyn. Sementara Gio juga demikian tetapi Gio tidak mengakuinya sama sekali. Mendengar jawaban Evelyn, Gio meremas jari tangan Evelyn menyatakan bahwa Evelyn tidak perlu malu. “Apakah kamu malu Eve?” tanya lagi. Evelyn menganggukkan kepalanya karena dia yakin Gio tidak bermaksud mengejeknya sama sekali. “Kakak justru bahagia karena ciuman pertama yang Eve lakukan bersama Kakak,” kata Gio dengan hangat. “Tetapi Kak, boleh tidak Eve bertanya kepada Kakak?” tanya Evelyn kembali. “Apa Eve?” tanya Gio kembali. “Sebenarnya apa yang dikatakan Oma? Apakah Oma mengancam Kakak?” tanya Evelyn kembali. “Sejujurnya Kakak tidak ingin menyampaikan apapun kepada Evelyn, tetapi tanpa Oma
Evelyn masih saja menatap Gio Taner dengan perasaan yang sulit dibaca. Dia sekarang harus memutuskan sebuah keputusan sehingga kedua kakak beradik Gio dan Key Taner tidak bermusuhan hanya karena dirinya. Evelyn sama sekali tidak ingin menjadi sumber masalah bagi mereka berdua. Semuanya membingungkan bagi Evelyn ditambah lagi dengan masalah Gio dan Lidia. Evelyn juga ingin membantunya. “Aku ingin menyelesaikan semua masalah ini tanpa harus melukai siapa pun. Aku harus dapat mengambil keputusan yang terbaik dan tidak boleh tergesa – gesa. Aduhhh, kepalaku sampai sakit! Mengapa aku harus berada diantara mereka berdua? Aku tidak ingin menjadi penyebab perpecahan bagi mereka. Tetapi aku juga tidak dapat mengatur supaya tidak terjadi permusuhan, hanya saja aku harus segera mengakhirinya. Aku membenci situasi seperti ini karena aku paham bagaimana merasakan perasaan tersisih dan terabaikan,” pikir Evelyn lagi. Evelyn kemudian tampak sangat serius, keningnya mengernyit memikirkan langkah yan
Setelah terjadi perdebatan panjang akhirnya Lidia meninggalkan Hasan dan Sarah. Lidia kembali ke kamarnya dengan rasa kesal. Pintu kamar dibantingnya dengan perasaan tidak suka, dan menghenyakkan tubuhnya di atas pembaringan. Lidia berjalan memutari kamarnya dengan perasaan marah. “Hasan dan Sarah beanr – benar kelewatan, mereka masih saja membela anak yang tidak tahu diri itu. Dia bukan cucuku, aku meragukannya. Walaupun sikap dan karakternya sama persis dengan Hasan ketika dia muda dulu, tetapi aku tidak akan memperdulikannya. Dia tetap bukan cucuku. Sarah sudah terlalu lama melindunginya, aku harus menyelidikinya sendiri. Aku harus tahu dengan pasti siapa sebenarnya anak yang telah Hasan dan Sarah rawat ini. Mereka memperlakukannya sudah seperti raja saja, sementara anak kandung mereka, Key telah mereka duakan.” Pikir Lidia kembali. Lidia segera mengambil ponselnya dan menghubungi Suseno. “Seno, apa kamu sudah menerima pesan dariku?” tanya Lidia. “Sudah Nyonya,” balas Suseno d
Key tersenyum senang setidaknya sekarang dia merasa di atas angin karena sekarang dia mengetahui bagaimana status Gio sekarang. Seandainya dia ingin menjatuhkan Gio pun dia tidak akan merasa bersalah lagi. Key sama sekali tidak ingin bersaing dengan kakaknya sendiri tetapi sekarang Key merasakan kebebasan karena Gio bukanlah saudara kandungnya. “Aku percaya dengan pemikiran Oma, karena Oma tidak mungkin memutuskan akan menyelidiki Kak Gio kalau Oma tidak mencurigainya,” pikir Key kembali. Key merasa dirinya lebih pantas bersanding dengan Evelyn daripada Gio Taner, apalagi setelah dia mengetahui bahwa Gio Taner bukanlah saudara kandungnya. “Apakah benar Gio bukan Kakak kandungku?” pikirnya lagi dengan ragu. “Oma? Mengapa Oma yakin, Gio bukan salah satu keluarga Taner?” tanya dengan ragu. Lidia menatap Key kembali dan sepertinya dia enggan menjelaskannya. “Oma, jangan rahasia-rahasian dong dengan Key,” katanya lagi. “Karena Oma terikat janji dengan Papa, Key.” Lidia tidak ingin m
Key kemudian menatap Surti dengan keheranan. “Bagaimana mungkin Kak Gio menyerahkan rambutnya secara sukarela kepada Bibi?” tanyanya lagi. “Anu Tuan, hmmm. Bibi meminta Mawar, salah satu asisten rumah ini untuk menyiram tanaman,” kata Surti kembali. “Apa hubungannya menyiram tanaman dengn rambut Kak Gio?” tanya lagi. “Maafkan saya, Nyonya dan Tuan jangan marah ya. Saya meminta Mawar menyiram tanaman samping dan dia menyiram Tuan Gio dari belakang tanpa sengaja. Jadi Tuan Gio dan Nona Evelyn jadi basah karena kelakuan Mawar. Kemudian aku meminta Mawar memberikan handuk untuk mengeringkan tubuh mereka. Handuk untuk Tuan Gio aku oleskan shampoo, jadi begitu Tuan Gio memakainya rambutnya langsung berbusa karena shampoo. Jadi mau tidak mau Tuan Gio harus mandi, saya meminta maaf atas kecerobohan Mawar,” ujar Surti lagi. Surti memang berada di tempat itu dan memandang ke arah mereka dari kejauhan, Gio dan Evelyn tidak menyadarinya sama sekali. Atas seijin Surti, Mawar kemudian menyempr
Key menatap Lidia dengan heran. “Apa maksud Oma? Bukannya Kak Gio paling besar dari Key?” tanya Key kembali. Lidia tidak memperdulikan Gio yang masih berdiri di sana. Dia menatap Lidia dengan pandangan tidak mengerti. “Apa maksud Oma?” pikir Gio muda. Dia sama sekali tidak memahami pembicaraan Lidia dan Key sama sekali. “Tidak! Kamu anak paling sulung dan pewaris keluarga Taner,” kata Lidia kembali. “Tapi Oma, itu tidak mungkin. Kak Gio adalah anak paling sulung,” kata Key bersikeras. “Anak bodoh! Kamu sudah dibodohi orang dewasa!” kata Lidia dengan nada tidak sabaran. “Bohong? Bukankah berbohong dosa, Oma? Siapa yang berbohong masuk api neraka Oma!” kata Key dengan polosnya. “Sudah key! Cukup! Sekarang kamu harus memilih kamar mana yang kamu inginkan, sisanya untuk dia!” kata Lidia kembali. Lidia menunjuk ke arah Gio, sementara Gio diam membeku di tempatnya. Walaupun dia tidak memahami benar semua perkataan Lidia hanya satu yang pasti dia rasakan. “Oma sangat membenciku! Om