Diantara ketiga pria ini sepertinya yang paling heboh cuma pria menyebalkan ini. Oliv menggeram kesal, seheboh-hebohnya Olano tetapi tidak sebising Dekan. Ah iya, Oliv baru ingat namanya.
Seakan tak merasa lelah mulut Dekan terus bicara, menyerocos tak jelas hingga membuat Oliv dan Rahayu merasa muak.
"Diamlah Dekan. Kau membuatku mereka berdua merasa bosan." titah Devan ikut kesal melihat tingkah sepupunya. Mulut bawelnya yang terlalu banyak bicara itu sedikit banyaknya membuat orang bosan dan muak.
"Loh, apa iya aku ngebosenin dan bikin kesal?" tanya Dekan begitu percaya dirinya. Lalu, ia mencolek lengan Rahayu yang kebetulan duduk di sampingnya. "Aku ngebosenin ya?" tanyanya pada Rahayu yang nyengir kemudian dengan terpaksa menggelengkan kepala.
"Nah, enggak tuh. Iya kan, Oliv?" Dekan meminta pendapat Oliv yang duduknya persis di samping Rahayu.
Sama seperti Rahayu, Oliv pun masih menjaga perasaan dengan menghargai
Pagi hari Olano sudah membuat heboh seantero rumah hanya karena habis membaca balasan chat dari Adel, kekasihnya.Sedari bangun tidur tadi bahkan Olano sudah merecoki Oliv yang pembawaan dirinya selalu terlihat tenang. Namun kali ini ketenangan dalam dirinya seakan lenyap begitu saja gara-gara kebisingan sang abang."Dia juga merasakan hal yang sama sepertimu," beritahu Olano sebelum Oliv sempat bertanya."Ini," dengan penuh semangat Olano menunjukkan layar ponselnya pada Oliv yang menganga saat membaca ruang chat antara abangnya dan Adel yang rupanya membahas antara ia dan Devan."Apa-apaan ini?" lirih Oliv tak percaya. Sementara Olano asyik menggodanya dengan kedua alis yang naik turun secara bergantian.Merasa tindakannya ini adalah hal yang benar dan mulia Olano pun merasa sangat bangga pada dirinya. Tak tahu bagaimana perubahan wajah Oliv yang malu sekaligus kesal."Kalian berdua keterlaluan!" hardiknya tak
Tubuh tak berdaya Rahayu dibaringkan ke atas ranjang. Tak sulit bagi Oliv untuk membawa teman sejawatnya yang tengah teler pulang, Rahayu yang memang tinggal sendirian di rumah sederhana ini memang terbiasa menaruh kunci di bawah pot bunganya.Dari cerita yang Oliv tau, kedua orang tua Rahayu sudah lama meninggal sejak Rahayu masih duduk di sekolah dasar. Kemudian Rahayu diasuh oleh bibi dan omnya sampai SMA. Setelah lulus SMA Rahayu memutuskan untuk merantau ke kota ini, banyak pengalaman pekerjaan yang telah di cobanya. Hingga pada akhirnya ia diterima bekerja di toko buku milik Devan sekaligus menjadi awal pertemuannya dengan Oliv. Selang tak lama Rahayu bekerja di toko buku itu Oliv melamar pekerjaan disana.Tidak terlalu sulit bagi keduanya untuk cepat akrab, sebab baik Oliv maupun Rahayu adalah wanita yang mudah berkomunikasi dengan orang-orang baru. Keduanya pun berteman baik sampai sekarang. Oliv bahkan sering membawa Rahayu ke rumahnya untuk ia ken
Oliv melotot horor dengan apa yang terjadi saat ini, bagaimana bisa Devan begitu nekat mencium bibirnya. Tidak, sebenarnya hanya menempelkan bibir tapi itu pun sudah membuat tubuhnya kaku seketika."Kalau kamu mencoba teriak lagi, maka aku akan cium kamu beneran disini." ancam Devan setelah melepaskan bibirnya di bibir Oliv yang sontak mendelik mendengarnya.Ancaman macam apa itu? batin Oliv mendengus kesal.Oliv ingin menyuarakan protesan dan amarahnya pada ancaman Devan barusan. Namun ia lebih memilih menahannya karena takut jika Devan beneran melakukan ancamannya tersebut."Bapak, kenapa bisa disini?" tanya Oliv dengan nada pelan dan lembut.Sejujurnya hal itulah yang sedari tadi membuatnya penasaran, bagaimana bisa Devan ada di depan kamarnya. Memangnya kemana semua orang-orang di ruang makan tadi?"Mereka menyuruhku untuk menyusulmu.""Hah?" Oliv terp
"Maaf," ucap Devan setelah berhenti tertawa. Menghapus sudut matanya yang berair sangking kuatnya tertawa.Devan tak menyadari perubahan raut wajah Oliv yang kini terlihat kesal. Devan benar-benar sukses mempermainkannya secara total."Selamat," tukas Oliv tersenyum miris seraya bertepuk tangan beberapa kali. Sementara Devan terdiam kaku di posisinya."Oliv—""Bapak telah sukses menjalankan rencana Bapak yang sengaja ingin mempermainkan saya, kan?""A-apa?" Devan terhenyak kaget. "Maksud kamu apa? Mempermainkan kamu?"Oliv mengangguk, "Bapak gak usah berlagak sok gak ngerti. Saya tahu kalau Bapak cuma berpura-pura bingung demi menjaga sikap baik Bapak.""Dari hati ke hati?" Oliv tertawa sinis, "konyol sekali!"Dan, hap!Devan menahan tubuh Oliv ketika Oliv hendak beranjak pergi. Mendekap erat tubuh
"Ma, aku mau nanya sesuatu sama Mama boleh gak?""Oh, boleh dong. Apa tuh?" tukas sang mama sembari masih menikmati es krim tersebut.Sedangkan Oliv tengah mengumpulkan keberanian dirinya untuk bertanya. Siapa tahu sang mama dapat memberikan solusi dari segala kegundahan yang disebabkan oleh masalahnya.Seharusnya Oliv memang harus memberitahukan mengenai kutilnya pada sang mama. Hanya saja ia tidak ingin membuat mamanya menjadi panik, tapi sampai pada titik ini sepertinya Oliv sudah tidak bisa menahannya lagi. Dan semoga saja mamanya dapat tetap tenang setelah ia menceritakannya."Apakah di keluarga kita memiliki penyakit keturunan, Ma?""Uhuuk!" tepat setelah Oliv selesai bertanya, sang mama tersedak es krim yang lagi dimakannya."Apa katamu? Penyakit keturunan?" Oliv menganggukkan kepalanya."Apa maksudnya itu?" sang mama tertawa hambar, lalu menatap ta
Oliv dan Olano memperhatikan keromantisan papa dan mamanya yang memang selalu terlihat mesra, baik di depan umum sekalipun.Mungkin bagi sebagian orang yang melihat pasti mengira jika kedua orang tuanya suka mengumbar kemesraan. Tetapi, bagi Oliv dan Olano itu semua karena cinta kedua orang tuanya yang begitu kuat.Mereka bahagia, tentu saja. Oliv dan Olano bersyukur lahir di keluarga yang harmonis seperti ini. Keduanya juga merasa iri dengan keromantisan papa dan mama mereka.Oliv dan Olano sangat berharap kelak akan seperti mama dan papanya, yang tetap saling mencintai sampai kapanpun, sampai maut memisahkan.Diantara Oliv dan Olano, sepertinya Oliv lah yang terlalu menghayati keromantisan pagi ini. Terbukti gadis itu sampai senyum-senyum sendiri terbawa suasana.Merasa malu ketika menyadari tatapan sang kakak yang seakan meledeknya. "Kenapa?" tanya Oliv menaikkan sebelah alisnya."Pengen ya?""Ap
Ternyata Oliv tidak main-main dengan ucapannya kemarin pada sang abang. Ia benar-benar Mengundurkan diri dari tempatnya bekerja."Kenapa tiba-tiba begini?" tanya Devan terlihat marah dan tak terima.Sebisa mungkin Oliv bersikap santai, tak mau sedikitpun terbawa suasana dan emosi. "Karena saya ingin membuka usaha sendiri, Pak.""Usaha sendiri?" Oliv mengangguk. "Usaha sendiri seperti apa?""Jualan online."Devan memijit pelipisnya, ini terlalu mendadak sekali untuknya. Kenapa tiba-tiba begini Oliv mengundurkan diri."Saya ada salah ya sama kamu?""Tidak sama sekali, Pak.""Lalu kenapa kamu mendadak mengundurkan diri seperti ini, Liv?""Maaf Pak. Tadi saya sudah menjelaskan alasan saya berhenti bekerja. Jadi, saya tidak akan mengulanginya lagi.""Baik," Devan menganggukkan kepalanya. "Saya terima surat peng
Rahayu mengigit bibir bawahnya cukup kuat nyaris berdarah jika saja Dekan tak mengentikannya."Kamu tenang dulu ya, kita berdua akan menjelaskannya pelan-pelan sama Devan. Dia pasti ngerti kok."Rahayu menggeleng lemah, "gak akan bisa dimengerti untuk orang yang keceplosan beb.""Ya, tapi masa Devan akan marah-marah terus pecat kamu hanya gara-gara masalah ini." protes Dekan tak terima. Rahayu memang salah karena secara tak sengaja sudah keceplosan memberitahukan misi keduanya pada Oliv. Tapi, itu kan karena keceplosan yang tidak disengaja.Eh, terus kalau Rahayu yang bercerita padanya mengenai masalah ini termasuk keceplosan juga gak ya?"Kamu juga awalnya gak tau mengenai ini, tapi karena aku yang kelewat panik terus ngadu ke kamu pada akhirnya juga ceritain masalah ini ke kamu." Dekan mengangguk lemah, "itu artinya sudah dua orang yang tau rencana kami berdua ini. Kamu dan Oliv." Dekan kembali mengangguk lemah."Hu