MasukSebuah mobil hitam mewah melaju jauh meninggalkan hiruk-pikuk kota, menembus area perbukitan yang diselimuti kabut tipis sore hari.
Setelah perjalanan yang terasa membebaskan, mobil itu akhirnya melambat dan berbelok memasuki gerbang besi tempa tinggi yang terkesan kuno. Di ujung jalan, rumah megah bergaya Eropa klasik berdiri tegak, memancarkan aura misterius yang anggun. Ini adalah rumah Kakek Hans, satu-satunya tempat yang terasa seperti tempat "pulang" baginya di tengah badai kehidupan. Rosalyn turun dari mobil sambil menggeret kopernya; langkahnya yang lebar membawanya cepat sampai di depan pintu tinggi dengan banyak ukiran di sana. Ia kemudian mengetuk pintu itu. Tak lama, pintu terbuka, dan sosok Kakek Hans muncul, rambut putihnya disisir rapi, tapi sedetik kemudian matanya yang tajam memancarkan keterkejutan. "Rosalyn? Kenapa kamu di sini?" tanya Kakek Hans bingung, nada suaranya sedikit bergetar. Rosalyn menatap kakeknya; tatapannya datar namun penuh keyakinan. "Aku akan tinggal di sini sekarang, Kek, aku akan bercerai." Jawabnya santai sambil berjalan masuk ke dalam rumah. Kakek Hans yang begitu terkejut hanya diam sambil mengedipkan matanya pelan, namum setelahnya ia melangkah maju, dan memeluk cucunya itu erat-erat. "Akhirnya. Itu keputusan yang paling tepat, Rosalyn," bisik Kakek Hans sambil melepaskan pelukannya. Akhirnya ia merasa lega saat cucunya bisa terlepas dari ikatan pernikahan yang jelas merugikan Rosalyn itu. "Selamat datang kembali, Nak. Rumah ini selalu menjadi milikmu." Ucap Kakek Hans dengan senyum tulusnya. Rosalyn ikut tersenyum; dia memperhatikan wajah kakeknya yang sudah keriput dengan perasaan lega. Memang kakeknya lah yang paling mengerti dirinya. "Terimakasih, Kek." Rosalyn melangkah masuk ke dalam rumah. Langkahnya terasa ringan saat ia menginjakkan kaki lagi di rumah kakeknya. Berjalan menuju lantai dua, Rosalyn tanpa sadar begitu semangat saat menuju kamar yang pernah ia tinggali saat kecil. Membuka pintu kamar, kamar itu masih sama. Ranjang kayu berukir, lemari antik, dan meja belajar yang penuh goresan pensil. Ia berjalan ke arah meja di sudut kamar, dan membuka sebuah laci tersembunyi yang hanya ia yang tahu. Disana tersimpan sebuah kotak kecil dari kayu. Didalamnya terbaring rapi koleksi 'mainannya' saat kecil: beberapa bilah belati kecil, pisau lipat, dan sebuah belati ramping kesayangannya. Rosalyn meraih belati ramping itu, memutarnya perlahan di jari-jarinya. Rasa dingin logam itu seolah menenangkan jiwanya. Kakek Hans, yang diam-diam mengikuti Rosalyn hanya berdiri kaku di ambang pintu. Melihat Rosalyn memegang belati kecil itu, ingatannya seketika terlempar ke masa lalu. Flashback Sejak umur 4 tahun, Rosalyn ia rawat karena istrinya yang baru saja meninggal. Karena tak mampu melawan rasa kesepian yang mencekik, ia akhirnya meminta Rosalyn agar tinggal bersamanya. Tapi Rosalyn kecil sering menghilang dari pandangannya. Dan saat cucunya berusia lima tahun, ia menemukan Rosalyn duduk tenang di taman belakang. Seperti tidak ada yang aneh, tapi Rosalyn dikelilingi bangkai serangga dan kupu-kupu yang sudah tak berbentuk. Cucunya tidak menangis atau takut; dia malah tersenyum, matanya memancarkan rasa ingin tahu yang aneh. "Kakek, lihat! Mereka berhenti bergerak," kata Rosalyn kecil polos, menunjukkan serangga yang ia remas hancur di tangannya. Hans masih mencoba bersabar dan menganggap itu hanya kenakalan anak-anak yang belum mengerti konsep kehidupan. Namun, keanehan itu memuncak saat Rosalyn berusia enam tahun. Kala itu, ia membawanya ke peternakan di desa. Di sana, ada seekor domba yang sakit-sakitan, terpisah dari kawanannya. Rosalyn kecil mendekati domba itu, mengelus bulunya dengan lembut. Ia berpikir, akhirnya cucunya menunjukkan empati kepada sesama makhluk hidup. Tapi beberapa jam kemudian Rosalyn hilang, dan ia menemukan Rosalyn ada di gudang. Gadis kecil itu memegang pisau dapur besar, entah milik siapa, yang sudah berlumuran darah. Di kakinya, tergeletak domba yang sakit itu, sudah tak bernyawa. "Kakek!" Rosalyn kecil riang berseru. "Domba itu kesakitan. Aku sudah menenangkannya." Kakek Hans terperangah. Ia tahu, di balik wajah polos itu, ada sesuatu yang berbeda. Rasa kasihan dan cara mengekspresikannya pada Rosalyn tidak seperti anak normal. Rosalyn bahkan masih bisa tersenyum riang dengan baju dan tubuhnya yang berlumuran darah, tidak terganggu sama sekali dengan bau anyir darah yang memuakkan. Kabar tentang keanehan Rosalyn itu akhirnya sampai ke telinga Melina, ibu Rosalyn. Melina yang panik, percaya bahwa putrinya mengidap kelainan mental, segera membawa Rosalyn pindah ke kota. Sejak saat itu, Melina mati-matian mendoktrin Rosalyn agar menjadi wanita lembut, penurut, dan tidak egois—semua hal yang ia yakini akan 'menyembuhkan' putrinya. Flashback Off Kakek Hans menghela napas pelan. Melihat Rosalyn yang tampak begitu tenang bermain dengan belati tajam itu mengingatkannya pada saat Rosalyn kecil. Usaha Melina untuk 'menormalkan' Rosalyn ternyata sia-sia. Doktrin dan penekanan itu hanya menciptakan selubung tipis yang kini terlepas. "Sia-sia semua yang kau lakukan, Mel," gumam Kakek Hans lirih, seolah bicara pada putrinya yang sudah di alam lain. Keesokan paginya, kekacauan mulai terjadi di kota. Bersamaan dengan surat cerai yang datang, berita perceraian William Collin dan Rosalyn Anderson menyebar dengan cepat, membuat perusahaan William seketika gempar. "Tuan William! Saham kita anjlok 40%! Para investor khawatir dengan isu perceraian Anda!" teriak sekretaris William dengan wajah yang pucat pasi. William, yang baru tiba di kantor merasakan jantungnya mencelos. Ia bergegas ke ruang kerjanya, dan melihat grafik saham yang terus merosot. "Sialan!" Maki William tidak bisa menyembunyikan kemarahan sedikitpun. Ia mengacak-acak rambutnya dengan putus asa. Kepalanya langsung terasa pusing sekarang, bukan hanya karena masalah perusahaan, tapi karena Rosalyn tidak kunjung kembali dan ia tidak bisa menemukan Rosalyn di mana pun. Nomor Rosalyn tidak aktif. Ia juga sudah mencoba mencari di tempat-tempat biasa Rosalyn berkunjung, namun tak ada jejak sedikitpun. Hanya sebuah surat cerai yang datang kepadanya. Ia pikir Rosalyn hanya merajuk biasa dan akan kembali seperti biasanya, tapi ternyata Rosalyn benar-benar serius ingin bercerai dengannya. "Sialan!" "Aku tidak bisa terus diam seperti ini; aku harus pergi ke mansion Anderson sekarang." BUGH!!!Hah...hah...hah Deru napas yang menggebu-gebu menyebar cepat melewati angin malam. Suara langkah kaki yang cepat namun lemah terdengar lirih dikala keheningan menyelimuti malam yang dingin. Hanna terus memaksakan kakinya yang renta untuk terus berlari, detak jantungnya menggila, dan ia bernapas dengan kasar seolah kesulitan meraih oksigen di tengah cuaca malam yang begitu dingin itu. Akhirnya... "Hah... aku bebas hah," ucapnya dengan tersengal-sengal. Sesekali ia menoleh ke belakang hanya untuk memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang mengejar dirinya. Tapi meksipun begitu, ia enggan untuk berhenti. Ketakutan akan tertangkap dan diseret paksa kembali ke rumah sakit jiwa memenuhi dadanya; ia sudah susah payah kabur. Tak mungkin ia kembali tertangkap. Selama hampir sebulan ia terkurung di rumah sakit jiwa, dia diam-diam menyusun rencana untuk kabur. Menghafalkan jam ganti perawat, dan waktu istirahat satpam yang cepat, ia akhirnya berhasil berlari dan menyelinap keluar dari pe
"Nona, ini adalah vitamin yang harus Anda minum sekarang."Rosalyn hanya bergumam lirih tanpa menoleh pada Ren yang kini masuk ke dalam kamarnya. Tatapan matanya mengarah pada langit gelap seolah ada sesuatu yang terus menarik di sana."Udara di luar dingin, Nona, apa Anda tidak ingin masuk?" Ucap Ren dengan hati-hati, khawatir melihat majikannya yang masih asik melamun itu.Apa yang terjadi hari ini pastilah mengguncang majikannya itu, apalagi pelarian mendadaknya yang gagal, dan dia malah ditangkap oleh Sean Harris."Sebentar lagi, istirahatlah, Ren." Ucap Rosalyn tanpa menoleh sedikitpun.Ren hanya bisa mengangguk patuh saat mendengar ucapan Rosalyn. Sebelum berbalik, ia menatap Rosalyn. Sedikit lama, kekhawatiran terpancar dengan jelas di wajahnya."Anda juga harus beristirahat, Nona. Selamat malam." Ucapnya sopan, kemudian berbalik pergi.Sepeninggal Ren, kamar itu kembali hening. Hanya suara angin yang bergesekan dengan daun-daun kering yang memenuhi indra pendengarannya sekaran
"Rosalyn,"Langkah kaki Rosalyn sontak terhenti saat mendengar suara tegas kakeknya. Kakinya yang sudah menginjak anak tangga pertama sontak berbalik. Rencana melarikan diri ke kamar dan mengunci pintu sontak sirna.Sepeninggal Sean, suasana mansion Hans yang sebelumnya begitu damai berubah menjadi penuh ketegangan. Rosalyn jelas tahu apa penyebabnya, tapi perjuangan melarikan dirinya sia-sia. Ia menggigit bibirnya resah saat kakinya akhirnya sampai kembali pada ruang tamu.Posisi Hans dan Alexander tak berubah sama sekali, hanya saja tatapan mereka semakin dingin. Suasana yang begitu mencekam itu tak terelakkan. Rosalyn hanya bisa duduk di sofa dengan tidak nyaman, seakan sofa empuk itu mempunyai duri tajam yang kini menusuk tubuhnya dengan kejam."Jelaskan ini semua, Rose," ucap Hans dengan tegas sambil menatap Rosalyn dengan lurus, begitu juga dengan Alexander yang kini menatap adiknya itu penuh dengan rasa kebingungan.Rosalyn sontak menunduk, ia memainkan tangannya dengan ragu ka
Mata Rosalyn membelalak penuh; ia tak pernah menyangka Sean akan mengatakan hal yang tidak masuk akal seperti itu. "Berhenti main-main, Tuan Harris," bisik Rosalyn sambil melotot tajam, tapi ekspresi Sean tak berubah. "Saya serius." Balas Sean dengan tenang. "Sebentar, menikah? Kenapa? Kau benar-benar hamil anak pria ini, Rosalyn?" Tanya Alexander meragukan pendengarannya sendiri. Dia menatap adiknya itu dengan ekspresi rumit. Roslayn tidak mungkin, kan? "Rose?" Panggil kakeknya membuat Rosalyn dilanda perasaan panik. Kata-kata Sean jelas menarik sesuatu yang besar, hampir seperti bencana. Menikah? Tidak mungkin, omong kosong apa yang sedang dibualkan pria menyebalkan itu. "Maaf kek, aku perlu berbicara dengan Sean." Ucap Rosalyn menahan amarahnya sambil menyeret Sean pergi. Beruntung Sean hanya menurut dan mengikuti langkahnya menuju taman depan mansion kakeknya yang luas. "Apa kau begitu ingin berduaan denganku sampai menarikku ke tempat sepi seperti ini?" Goda Sean
Wajah Sean Harris mengeras, tatapannya membeku, dipenuhi amarah dan ketidakpercayaan setelah mendengar pengakuan Rosalyn. "Ini bukan anakku? Kau tidur dengan pria lain?" Tanyanya tak percaya."Iya kenapa?" Jawab Rosalyn dengan berani. Dia balas menatap tajam Sean, berusaha menyembunyikan jantungnya yang kini berdebar kencang."Hahaha, usaha yang bagus, Rosalyn." Bisik Sean tiba-tiba mendekat dan mencengkram erat lengan Rosalyn."Tapi sayangnya aku tidak percaya kebohonganmu itu." Lanjut Sean sambil tersenyum kejam.Rosalyn menggigit bibirnya kesal."Terserah kau mau percaya atau tidak. Aku sendiri saja tidak tahu siapa ayahnya; yang pasti itu bukan kamu." Ucap Rosalyn sambil memalingkan wajahnya ke samping, menghindari tatapan mata Sean yang seolah bisa membolongi nya."Benarkah?" Gumam Sean mendengus, senyumnya kini kembali licik, tetapi matanya tetap mengkilat dingin. "Kalau begitu, mari kita buktikan. Kita akan melakukan tes DNA untuk membuktikan siapa ayah anak itu."Rosalyn ter
Sean gila! Pria ini benar-benar gila!Rosalyn hanya bisa meringis malu saat semua orang di bandara melihat ke arah dirinya. Seolah dirinya hanyalah karung besar, Sean dengan mudah berjalan sambil menggendongnya melewati lautan manusia di bandara.Tatapan penuh akan rasa penasaran terus tertuju kepadanya; Rosalyn akhirnya menunduk dan membiarkan rambutnya menutupi wajahnya. Yang bisa ia lihat hanyalah lantai bandara yang terus berganti.Tak lama, ia merasa dilemparkan. Pandangannya yang sebelumnya terbalik sontak normal saat punggungnya menyentuh bantalan empuk sofa mobil.Rosalyn memejamkan matanya saat rasa pusing menyerang dirinya. Seolah aliran darah yang sebelumnya naik di kepala, kini turun drastis, menyebar tak menentu ke keseluruhan tubuhnya.Klik, suara kunci seat belt menyadarkan dirinya. Rosalyn sontak membuka matanya, tapi betapa terkejutnya ia saat melihat mobil sudah melaju dengan cepat keluar dari bandara."Ini adalah penculikan!" Teriak Rosalyn dengan marah sambil menat







