Share

Bab 4

Author: Neby_an
last update Last Updated: 2025-08-27 22:37:12

​"Berani kau datang ke sini?"

​William langsung tersungkur saat sebuah bogem mentah menghantam wajahnya saat ia baru saja menginjakkan kaki ke dalam mansion Anderson.

Ia bahkan belum sempat membuka mulut untuk berbicara atau hanya sekadar menyapa.

William yang terkejut merasakan tubuhnya ambruk di lantai marmer yang dingin. Rasa sakit seketika menjalar dari rahangnya ke seluruh kepala.

Tapi sepertinya ​Alexander tidak memberinya waktu untuk bangkit. Ia melangkah maju dengan sorot matanya tajam dan dipenuhi kemarahan yang membabi buta.

​"Kau pikir kau siapa?!" teriak Alexander dengan nada yang bergetar penuh luapan emosi.

Ia menarik kerah kemeja William dan memaksa pria itu menatapnya, lalu tanpa basa-basi kembali melayangkan tinju kedua ke perut William.

BUGH!

"Arghhh"

​William mengerang kesakitan, tubuhnya meringkuk.

"Alexander... tunggu..."

​"Tunggu?! Kau bilang tunggu?!" Alexander membentaknya, tidak memedulikan permohonan itu. Ia menarik William berdiri, lalu menghajarnya lagi di wajah.

BUAGH!

​"Selama ini aku diam Sialan! Aku menahan diri! Demi adikku,"

"Tapi kau dan keluargamu menginjak-injak perasaannya, menghinanya mandul, bahkan selingkuh di depan matanya bangsat! Lalu kau pikir kau bisa lolos begitu saja?!" Teriak Alexander penuh dengan makian, setiap pukulannya adalah luapan amarah yang terpendam.

Ia sudah menahan ini selama bertahun-tahun karena Rosalyn melarang dirinya, tapi sekarang ia akan membalas bajingan ini!

Tidak dapat menahan pukulan Alexander, ​William kembali ambruk, darah segar mulai mengalir dari sudut bibirnya. Ia berusaha melindungi kepalanya dengan tangan, rasa sakit yang luar biasa membuatnya sulit bernapas.

Tapi ​Alexander menendang kakinya dan memaksa William untuk berlutut.

"Kau bajingan tidak tahu diri! Kau dan keluargamu tidak datang ke pemakaman ibuku! Kau asyik berpesta dengan jalangmu kan sementara adikku berduka sendirian?" Teriak Alexander tak mampu lagi menahan amarahnya. Ia kembali menghujami William dengan pukulan-pukulan penuh amarah.

​Mendengar semua makian dan pukulan itu, William hanya bisa menunduk sambil mengerang kesakitan. Ia tahu ia pantas menerima semua ini. Rasa sakit itu adalah risiko yang harus ia tanggung.

​"Aku... aku minta maaf, Alexander..." Gumam William berusaha bersuara di sela-sela napasnya yang tersengal.

"Aku tahu aku salah... Aku akan berubah... Kumohon, katakan di mana Rosalyn. Perusahaanku... kita akan bangkrut. Aku harus bicara dengannya." Ucapnya lagi dengan susah payah karena rasa sakit yang terus meningkat.

​"Perusahaanmu?! Sampai sekarang pun, yang kau pikirkan hanya uang dan perusahaan busukmu itu?!" Bentak Alexander semakin marah.

Karena amarah yang menguasai kepalanya, Ia meraih vas bunga besar di meja terdekat, berniat menghantamkannya ke kepala William yang tidak tahu malu itu. Namun seolah tersadar, ia mengurungkan niatnya.

Meskipun ia sangat ingin membunuh bajingan ini, tapi ia tak mau William mati sia-sia sebelum Rosalyn membalaskan dendamnya.

Tak puas dengan itu, ​Alexander kembali menendang William dengan keras.

"Jawab aku! Kau pikir aku akan membiarkan adikku kembali pada sampah sepertimu?! Jangan harap, William! Jangan harap!"

​William terbatuk keras, darah menyembur dari mulutnya. Tapi ia memaksakan tubuhnya merangkak sedikit, memohon dengan putus asa kepada Alexander.

"Tolong, Alexander. Aku harus menemukannya. Di mana dia? Aku bersumpah akan berubah! Aku mencintai Rosalyn!" Mohon William dengan berlinang air mata, bukan karena penyesalan melainkan rasa sakit yang mendera tubuhnya.

Tapi meskipun sudah memohon, ​Alexander hanya menatap William dengan sorot mata penuh jijik dan penghinaan.

Ia tahu, William tidak akan pernah berubah. Pria di depannya ini hanya takut kehilangan kekayaan.

​"Sampai kapanpun aku tidak akan memberi tahu di mana Rosalyn berada. Sekarang, pergi dari sini! Sebelum aku benar-benar membunuhmu di tempat ini!" Usir Alexander dengan tatapan yang seakan menahan diri untuk benar-benar membunuh William sekarang.

​William, yang sudah tidak memiliki tenaga lagi, akhirnya memilih menyerah. Ia takut Alexander akan benar-benar membunuhnya jika ia tak pergi sekarang.

Tapi rasa sakit pada seluruh tubuhnya tak mampu lagi membuatnya bisa berdiri tegak. Pada akhirnya ia merangkak mundur dengan menyedihkan, melewati lantai marmer yang dingin. Dengan susah payah, ia bangkit dan berjalan terhuyung-huyung keluar dari Mansion Anderson.

Wajahnya babak belur, tubuhnya sakit luar biasa, dan harapannya hancur, ia bahkan pulang dengan tangan kosong.

​Saat ia berhasil keluar dan berjalan pincang menuju mobilnya, sebuah mobil hitam mewah lain melaju perlahan memasuki halaman.

​Seketika, William berhenti. Pandangannya yang kabur karena lebam dan darah terfokus pada siluet tak asing wanita yang turun dari mobil.

​Rosalyn...

​Seperti melihat oase di tengah-tengah gurun, secercah harapan melambung tinggi. William menatap Rosalyn dengan penuh harap.

Rosalyn yang ia kenal adalah wanita yang lembut dan penuh belas kasihan. Ia yakin jika melihatnya babak belur seperti ini, hati Rosalyn akan luluh.

​Dia tidak akan tega.

Dia begitu mencintai dirinya kan.

​Dia pasti akan luluh dan membatalkan perceraian ini.

"Ros.."

"Rosalyn!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Siapa Sang Kekasih   Bab 8

    Srakk"Brengsek! Kenapa dokumen-dokumen sialan ini begitu banyak?"William melemparkan beberapa dokumen di mejanya dengan kesal saat pekerjaannya tak kunjung juga selesai dari tadi.Ia melirik kearah jendela yang kini sudah berganti menjadi gelap dan lampu-lampu dari gedung-gedung sekitarnya yang terlihat jelas."Sialan, kapan selesainya ini semua?" Umpat William kesal sambil memijit kepalanya yang terasa ingin pecah.Padahal ia hanya ingin membolos sehari dan menghabiskan hari dengan tidur karena badannya yang terasa remuk, tapi asistennya terus saja menelepon dirinya dan memaksanya untuk pergi ke kantor.Dan sekarang dokumen sialan-sialan ini seakan menahan dirinya untuk pulang!Hah…Helaan nafas kasar lolos begitu saja darinya. William lagi-lagi memijit kepalanya saat membacakan salah satu dokumen laporan keuangan yang terus merosot.Karena isu perceraiannya dengan Rosalyn, saham perusahaannya tiba-tiba anjlok; banyak para pemegang saham yang menarik uang mereka setelah tahu bahwa

  • Siapa Sang Kekasih   Bab 7

    "Terimakasih atas kunjungan Anda, Nona. Semoga Anda sehat selalu dan hati-hati di jalan." Rosalyn mengangguk singkat saat manajer mal itu menunduk sopan setelah selesai memberikan laporannya. Melanjutkan langkahnya, Rosalyn mengedarkan pandangannya pada seluruh sudut mall yang sangat ramai karena hari weekend. Perkembangan mall ini cukup pesat; banyak toko-toko terkenal, bahkan asing, masuk, membuat mall ini semakin ramai dari minggu ke minggu. Ternyata pengaruh kakeknya sangat kuat, tapi mulai sekarang mal ini adalah tanggung jawabnya. Ia tak mau hanya berdiam diri saja; setidaknya ia bisa membantu bisnis kakeknya dengan ini. "Rosalyn?" Sebuah suara nyaring tiba-tiba memanggilnya dari belakang. Rosalyn tak perduli dan meneruskan langkahnya, tapi suara nyaring itu kembali terdengar, membuatnya akhirnya menoleh ke belakang. Tapi seketika wajahnya menjadi datar saat tahu siapa orang yang memanggilnya itu. Irene Angel sedang berlari ke arahnya. "Wah, kebetulan sekali kita be

  • Siapa Sang Kekasih   Bab 6

    Keadaan mansion Collin semakin kacau; William, yang kemarin pulang dengan wajah penuh luka, kini malah memilih mengunci diri di kamar. Hanna, yang sejak tadi mendapatkan telepon dari kantor bahwa keadaan kantor juga sedang kacau, kini semakin merasa was-was. Apalagi William yang malah mengunci diri di kamar dibandingkan berangkat bekerja. "Bagaimana ini, Ma?" "Apalagi sih, Clara?" Omel Hanna kesal saat putrinya malah ikut turut merepotkan. "Ini, surat cerai kembali dikirim dari pengadilan." Ucap Clara sambil mengangkat sebuah map dokumen berstempel pengadilan yang terlihat jelas. Melihat itu, Hanna langsung merebut dokumen itu dari tangan putrinya. Dengan tak sabar ia mengeluarkan isi dokumen itu dan membacanya. "Apa?" "Jangan-jangan kakakmu belum juga menandatangani surat cerai ini sampai ini dikirim kembali?" Gumam Hanna dengan geram. "Makanya itu ma, bagaimana kalau kakak bersikeras tidak mau bercerai dengan si mandul itu?" ucap Clara, merasa resah karena kakaknya tak kunju

  • Siapa Sang Kekasih   Bab 5

    William memanggil Rosalyn dengan suaranya parau dan putus asa. Ia berusaha melangkah maju dengan susah payah, tangannya terentang, seolah ingin meraih satu-satunya tali penyelamatnya. "Rosalyn," "Rosalyn, aku mohon! Dengarkan aku!" "Rosalyn!" Tapi meskipun ia memanggilnya dengan sangat putus asa, Rosalyn tak menoleh sedikitpun; ia bahkan seolah tak melihat keberadaan dirinya yang penuh luka saat ini. Ia sungguh tak percaya, perempuan yang begitu mencintainya kini berubah menjadi dingin seperti itu. Tapi ditengah kalut pikirannya, Rosalyn tiba-tiba berhenti membuat matanya seketika berbinar. Rosalyn berhenti tepat di depan pintu utama Mansion Anderson. Tapi ia hanya melirik sekilas ke arah William. Hanya sekilas. Tatapan matanya begitu dingin, nyaris kosong, tanpa sedikit pun emosi iba atau kasihan. Ia melihat William yang penuh luka, namun seolah melihat sebongkah batu yang tak berarti. Tanpa berkata apa-apa, Rosalyn melanjutkan langkahnya dan menghilang di balik pintu. Mening

  • Siapa Sang Kekasih   Bab 4

    ​"Berani kau datang ke sini?" ​William langsung tersungkur saat sebuah bogem mentah menghantam wajahnya saat ia baru saja menginjakkan kaki ke dalam mansion Anderson. Ia bahkan belum sempat membuka mulut untuk berbicara atau hanya sekadar menyapa. William yang terkejut merasakan tubuhnya ambruk di lantai marmer yang dingin. Rasa sakit seketika menjalar dari rahangnya ke seluruh kepala. Tapi sepertinya ​Alexander tidak memberinya waktu untuk bangkit. Ia melangkah maju dengan sorot matanya tajam dan dipenuhi kemarahan yang membabi buta. ​"Kau pikir kau siapa?!" teriak Alexander dengan nada yang bergetar penuh luapan emosi. Ia menarik kerah kemeja William dan memaksa pria itu menatapnya, lalu tanpa basa-basi kembali melayangkan tinju kedua ke perut William. BUGH! "Arghhh" ​William mengerang kesakitan, tubuhnya meringkuk. "Alexander... tunggu..." ​"Tunggu?! Kau bilang tunggu?!" Alexander membentaknya, tidak memedulikan permohonan itu. Ia menarik William berdiri, lalu menghajar

  • Siapa Sang Kekasih   Bab 3

    Sebuah mobil hitam mewah melaju jauh meninggalkan hiruk-pikuk kota, menembus area perbukitan yang diselimuti kabut tipis sore hari. Setelah perjalanan yang terasa membebaskan, mobil itu akhirnya melambat dan berbelok memasuki gerbang besi tempa tinggi yang terkesan kuno. Di ujung jalan, rumah megah bergaya Eropa klasik berdiri tegak, memancarkan aura misterius yang anggun. Ini adalah rumah Kakek Hans, satu-satunya tempat yang terasa seperti tempat "pulang" baginya di tengah badai kehidupan. Rosalyn turun dari mobil sambil menggeret kopernya; langkahnya yang lebar membawanya cepat sampai di depan pintu tinggi dengan banyak ukiran di sana. Ia kemudian mengetuk pintu itu. Tak lama, pintu terbuka, dan sosok Kakek Hans muncul, rambut putihnya disisir rapi, tapi sedetik kemudian matanya yang tajam memancarkan keterkejutan. "Rosalyn? Kenapa kamu di sini?" tanya Kakek Hans bingung, nada suaranya sedikit bergetar. Rosalyn menatap kakeknya; tatapannya datar namun penuh keyakinan. "Aku a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status