“Aku mau bawa ke rumah sakit juga pakai uangnya Satrio. Bukan pakai uang Mas Ragil yang selalu pelit sama keluarganya sendiri. Sampai Mawar mungkin mengalami stunting.” Balasku tidak mau kalah.
“Pakai uang orang lain kok bangga. Lagian kamu sendiri yang gagal merawat Mawar. Jangan menyalahkan Ragil terus.” Raut wajah Ibu mertua sudah berubah menjadi marah.
“Jelas aku menyalahkan Mas Ragil. Buat makan empat sehat lima sempurna saja Mawar tidak bisa. Karena apa, karena semua uang Mas Ragil di berikan pada orang tuanya.”
“Aku ini Ibunya Ragil. Selamanya Ragil wajib menafkahiku dan Bapaknya. Sedangkan kamu itu hanya orang lain yang kebetulan menjadi istrinya. Mentang-mentang sudah di bantu sama adik kamu, jadi berani melawan sekarang.”
Rasanya sangat sakit mendengar balasan Ibu mertua. Namun, aku tetap berusaha tetap tegar. Tidak akan aku biarkan Ibu mertua merasa menang karena melihatku menangis lagi.
“Lalu, kenapa Ibu mengijinkan Mas Ragil menikah denganku? Seharusnya sejak awal Ibu dan Bapak tidak merestui pernikahan kami. Kekep saja Mas Ragil sama Ibu terus.”
“Aku juga menyesal karena sudah mengijinkan Ragil menikah dengan kamu. Bukannya menurut perkataan suami dan Ibu mertua, malah membantah terus.” Ibu mertua melirik Satrio dengan sinis.
Aku yakin ia ingin sekali menyalahkan Satio, tapi mengingat cerita Mas Ragil padanya Ibu hanya bisa marah padaku. Untunglah Satrio bisa menahan emosinya. Karena aku tidak ingin Satrio ikut campur terlalu dalam dengan masalahku.
“Kalau sudah berhubungan dengan anak, pasti aku akan melawan. Mas Ragil saja baru memenuhi hakku dan Mawar setelah di sentil sama Satrio.”
Skakmat. Ibu mertua hanya bisa mendengus kesal lalu duduk di kursi. Ia sudah meraih piring lalu mengisinya dengan nasi. Aku segera menyingkirkan lauk di atas meja.
“Kenapa lauknya di ambil? Jangan pelit sama mertua sendiri.”
“Aku nggak pelit Bu. Tapi, semua ini makanan yang di beli sama Satrio. Jadi, Ibu harus ijin sama adikku dulu. Aku dan Satrio ini kan orang lain untuk kalian. Kami tidak berhak menikmati banyak uang dari Mas Ragil. Berarti Ibu dan Mas Ragil juga tidak berhak menikmati barang atau makanan yang di beli dengan menggunakan uang Satrio.”
Ibu mertua berdiri dengan cepat hingga kursi yang di dudukinya jatuh. “Dasar menantu durhaka. Baik. Kalau begitu gunakan uangmu sendiri untuk biaya hidup kamu dan Mawar. Jangan minta uang pada anakku lagi.”
“Tidak bisa begitu Bu Jumi.” Satrio akhirnya angkat bicara.
“Jika sampai anak Ibu melakukan hal itu pada kakak dan keponakanku, maka akan aku pastikan aib Mas Ragil yang meminjam uang padaku, tapi belum di kembalikan akan menyebar di sekolah tempatnya mengajar. Tidak hanya di sekolah, bahkan di kota ini. Bila perlu satu Indonesia akan tahu.”
“Kamu tidak punya buktinya Yo. Jangan mengancam.” Gigi Ibu mertua sudah bergelumutuk karena menahan amarahnya yang sangat besar padaku dan Satrio.
“Aku punya bukti. Karena saat meminjamkan uang pada Mas Ragil ada hitam di atas putih. Bahkan sampai di sahkan oleh notaris. Mau aku tunjukkan filenya Bude?”
“Tidak perlu. Percuma bicara pada kalian.”
Ibu mertua melangkah pergi dari dapur yang merangkap sebagai ruang makan ini. Aku menghela nafas lega.
“Mbak Bunga harus terus bersikap berani seperti tadi. Jangan takut di cap sebagai istri dan menantu durhaka. Kumpulkan semua bukti kesalahan Mas Ragil padamu dan Mawar. Juga bukti perselingkuhan Mas Ragil dengan Arum. Saat Mbak Bunga sudah siap, pergilah ke rumah Ibu tanpa membawa apapun barang di rumah ini.”
Aku menganggukan kepala paham. “Kamu tenang saja Yo. Mulai sekarang tidak akan aku biarkan mereka melihat air mataku lagi.”
“Bagus. Kamu harus tumbuh menjadi wanita kuat. Demi dirimu sendiri dan Mawar.”
***
Seperti yang di katakan Satrio tadi siang, jumlah follower akun Tik Tikku semakin meningkat. Malam harinya sebelum tidur aku memeriksa jumlah follower, like dan kometar. Banyak para wanita yang curhat mengalami nasib yang sama sepertiku.
Sekarang aku sudah punya lima ratus follower hanya dalam waktu satu hari saja. Jika aku rutin memposting video baru setiap hari atau bahkan setiap minggu, bisa di pastikan aku akan mendapat gaji pertama. Aku juga berencana mempromosikan warung Ibu agar lebih banyak pelanggan yang membeli.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Aku menatap Mawar yang sudah tidur sejak tadi. Hp aku letakan di antara bantalku dan bantal Mas Ragil. Alisku terangkat naik saat menyadari jika Mas Ragil sedang menatap ke arah hpku.
“Apa yang kamu lihat mas?” Mas Ragil segera menggelengkan kepalanya.
“Bukan apa-apa. Lebih baik kamu tidur. Agar besok tidak kesiangan untuk menyiapksan sarapan.” Aku tidak menjawab karena memilih untuk memejamkan mata.
Rasanya baru sebentar aku bisa terlelap tidur. Suara tangisan Mawar sudah membangunkanku. Aku segera duduk lalu membawa tubuh ringan Mawar dalam gendongan.
“Kenapa sayang? Kamu mimpi buruk?” Mawar menggelengkan kepalanya.
“Aku haus Bu. Aku mau minum susu.”
Dengan posisi yang masih menggendong Mawar, aku turun dari tempat tidur. Ternyata Mas Ragil sedang tidak ada di sisi kiri tempat tidur. Tanpa mempedulikan dimana keberadaannya, aku segera membawa Mawar menuju dapur.
Segera aku ambil susu sapi segar yang di bawakan Ragil dari dalam kulkas. Tangis Mawar berhenti saat aku mendudukannya dengan memegang segelas susu. Perhatianku teralih saat melihat pintu belakang dapur yang terbuka.
Dengan langkah pelan, aku berjalan mengendap-endap menuju teras belakang. Rupanya ada Mas Ragil yang tengah duduk dengan memegang hp. Tunggu dulu. Hp yang di pegang Mas Ragil adalah hpku. Karena merek dan casing hp kami memang berbeda. Jadi, aku bisa langsung dapat mengenalinya. Sedangkan hpnya sendiri di tempelkan di telinga karena sedang menelpon.
“Kalau Bunga bisa dapat slot iklan, pasti penghasilannya akan cukup banyak. Bagaimana caranya aku dapat meminta uang Bunga jika dia sudah gajian?” Sepertinya Mas Ragil hanya bergumam seorang diri.
“Bersikap baik padanya?” Mungkin dia sedang menelpon Arum.
“Aku tidak bisa melakukannya secara instan. Bunga bisa curiga nanti. Hal pertama yang harus aku lakukan adalah membayar hutang Satrio. Lalu, setelah itu aku bisa memberi sedikit demi sedikit perhatian padanya dan Mawar. Dengan begitu Bunga akan luruh dan mau memberikan uangnya padaku.”
Aku mendengus pelan. Enak saja dia bicara. Uang yang aku hasilkan tidak akan pernah jatuh ke tangan Mas Ragil.
“Ibu bilang besok Bunga akan membawa Mawar ke rumah sakit di kota. Karena itulah aku akan ijin kerja untuk mengantarkan Bunga dan Mawar.” Mas Ragil terdiam sebentar. Aku tidak bisa mendengar suara orang yang melponnya dan bagaimana ekspresi wajahnya.
“Oke. Kalau kamu nggak setuju. Kemana besok kita akan pergi?” Cepat sekali perkataannya berubah.
“Toh kita juga tidak akan pernah bisa bersama Rum. Kita hanya bisa terus menjalani hubungan seperti ini. Aku tidak bisa melawan Bapak dan Ibu. Kakung dan Uti bagimu. Kamu tahu sendirikan?”
Ternyata dugaanku benar. Orang yang tengah menelpon Mas Ragil adalah Arum. Hatiku kembali teriris mendengar secara langsung interaksi Mas Ragil dan Arum.
“Sejak dulu sampai sekarang, aku mencari pasangan hanya untuk tameng. Sekaligus memberikan cucu untuk Ibu. Sayangnya Bunga tidak bisa memberikan cucu laki-laki. Jadi, biarkan saja dia tetap berada di sampingku. Agar hubungan kita tidak di ketahui.”
Aku segera membekap mulut agar tidak mengeluarkan suara. Tubuhku gemetar menahan amarah.
“Wanita yang selalu aku cintai itu cuma kamu, Rum.”
Lima tahun kemudian waktu sudah berlalu begitu cepat. Budi tidak pernah lagi bertemu dengan Tina. Karena desakan Pak Harto Budi sudah menceraikan Tina satu tahun setelah kepergian mantan istrinya itu. Budi juga sudah menikah dua kali. Sayangnya selalu gagal karena istri kedua dan ketiga Budi sama-sama tidak tahan dengan sifat Budi yang tempramen. Di tambah dengan sikap Arga dan Pak Harto yang sangat mengesalkan.Tina mengajak Arum dan Sofia pindah keluar pulau setelah Arum bebas dari penjara. Karena Sinta kukuh ingin menghukum Arum dan Andi, maka Arum di jatuhi hukuman selama dua tahun. Di luar pulau itulah Tina memulai usaha warung tegal bersama dengan Arum dan Sofia. Membuat hubungan Tina dengan Arum dan Sofia menjadi semakin dekat. Begitu juga dengan hubungan Arum dan Sofia yang sudah sangat erat.Ragil dan Bu Jumi sudah bebas dari penjara. Tabungan emas yang sempat di buat Ragil di tambah dengan menjual mobil cukup untuk melunasi kredit rumahnya. Kini hanya ada motor second yang m
Tubuh Tina terasa lemas saat polisi yang bertugas mengatakan jika Arum memang di tangkap karena menjadi wanita penghibur. Kasusnya adalah perselingkuhan dan perzinahan. Tidak hanya Arum yang di tangkap. Tapi, juga beberapa wanita lain yang berprofesi sebagai penghibur. Siska yang merupakan bos Arum berhasil melarikan diri agar tidak di mintai uang oleh Sinta, istri Andi yang memergoki Arum dengan suaminya.Karena Tina sudah mengirim pesan pada pengirim kontrakan akan mengubah jam pertemuan menjadi nanti malam, dia bisa pergi ke rumah tahanan tempat Arum kini di tahan. Tina tahu jika anak bungsunya memang bersalah. Tapi, sebagai seorang Ibu wanita itu tidak mau Arum masuk penjara seperti yang di alami oleh Ragil dan Bu Jumi.Untung saja sopir taksi mau menemaninya terus dan masih menunggu saat Tina masuk ke dalam rumah tahanan. Wanita itu mengisi daftar pengunjung lalu masuk ke dalam ruang tunggu. Disanalah ia akhirnya bisa bertemu dengan Arum setelah sekian bulan Ibu dan anak itu tida
Dua hari kemudian Bunga benar-benar menghubungi Tina lagi. Tapi, bukan untuk memberi tahu tentang lokasi Arum. Melainkan Bunga mengirim nomor kontak Satrio karena akan lebih baik jika Tina berhubungan secara langsung dengan adik laki-laki Bunga itu. Karena ada kemungkinan Arum berpindah lokasi.Hari demi hari sudah berlalu. Tina tetap bersikap seperti biasa. Tidak ada barang yang ia masukan ke dalam koper. Karena Tina berniat untuk meninggalkan semua barangnya di rumah ini. Sama seperti yang di lakukan Bunga dulu agar bisa kabur dengan lebih mudah. Tina juga sudah memesan tiket pesawat secara online untuk keberangkatan siang hari. Karena hanya di waktu itulah Budi tidak ada di rumah.Jika ia pergi sampai sore atau malam hari, Arga dan Pak Harto juga tidak akan peduli dengannya. Mungkin saat Budi pulang ke rumah mereka baru akan mencarinya. Karena itulah kesempatan Tina sangat terbuka lebar untuk pergi. Dia hanya perlu mengambil buku tabungan yang di sembunyikan Budi di dalam toko swal
Pagi ini Tina melaksanakan niatnya untuk pergi ke rumah Bu Rati menemui Bunga. Ia pergi setelah tidak ada orang lagi di rumah. Sehingga Tina tidak perlu menjelaskan alasannya pergi menemui Bunga setelah sekian lama mereka tidak pernah berhubungan lagi. Ia juga takut jika Budi akan melarangnya pergi menemui Bunga. Mengintat pertemuan terakhir mereka yang berakhit dengan pertengkaran dengan keluarga Bunga.Motor yang di kendarai Tina sudah berhenti di halaman rumah yang kini sudah tidak seluas dulu. Karena ada warung di sisi kanan halaman dan ruko untuk bimbingan belajar di sebelah kiri. Tampak beberapa orang yang tengah membeli jajanan pasar pada Asih. Tidak terlalu ramai, tapi beberapa orang terus berdatangan. Terlihat jajanan pasar dan gorengan yang di jajakan tinggal sedikit. Anak-anak juga bermain di teras ruko atau di halaman rumah tempat beberapa permainan berada.Tina turun dari motor lalu melepaskan helm yang di pakai. Ia masih memakai masker untuk menutup wajah saat melangkah
Hp yang ada di tangan Tina terjatuh saat ia melihat semua pesan yang di kirim pada Arum sudah berubah menjadi centang biru. Kelopak matanya mengerjap tidak percaya dengan apa yang sudah ia lihat. Buru-buru Tina meraih hpnya lagi. Memang benar nomor telpon Arum sudah aktif pagi ini. Hanya saja dari banyaknya pesan yang sudah ia kirim pada sang putri, tidak ada satu pun yang di balas. Tina kembali mengirim pesan untuk anak bungsunya itu. Sayangnya nomor telpon Arum sudah mati lagi. Membuat hatinya kembali merasa sedih. Sedetik kemudian Tina sudah menggelengkan kepalanya.“Tidak masalah. Dengan aktifnya hp Arum, aku bisa meminta bantuan untuk melacak lokasi terakhirnya.” Tina lalu memasukan hp dan dompet ke dalam tas. Ada tempat yang ia ingin kunjungi hari ini.Siang ini ia hanya sendirian saja di rumah. Budi sedang pergi bekerja. Sedangkan Pak Harto pergi bersama Arga entah kemana. Menghabiskan waktu berduaan dengan Kakungnya lalu pulang dengan membawa banyak barang. Padahal Arga bukan
"Ap, apa yang sedang kamu lakukan disini? Kenapa satpam mengijinkan orang lain masuk tanpa seijin dariku dulu. Aku akan complain pada manajemen gedung ini." Arum hendak segera menutup pintu kamarnya. Tapi, sudah di tahan oleh satpam sehingga Sinta bisa masuk dengan lebih leluasa. Meninggalkan Arum yang masih berdiri di belakang pintu apartemen itu."Jawabannya gampang. Karena hotel ini milik pamanku. Apa Mas Andi tidak pernah memberi tahu tentang harta kekayaan keluargaku? Apa dia hanya menyombongkan tentang gajinya yang di gunakan untuk membayiai kebutuhanku sebagai istri sahnya?" Tanya Sinta dengan nada sombong yang bisa mengatakan dengan tepat apa yang selalu di ucapkan oleh Andi padanya selama ini.Badan langsingnya melenggang santaidengan suara sepatu hak tinggi yang terdenagr keras. Sinta lalu duduk di sofa. Sama sekali tidak terlihat jika Sinta baru melahirkan satu minggu yang lalu. Karena badannya terlihat sangat ramping. Membuat Arum merasa sedikit iri dengan bentuk tubuh pro