Share

Bab 6 Bantuan

“Bukan begitu Bu. Tapi, tolong hargai Bunga sebagai istriku. Apalagi disini juga ada Satrio.” Aku tercenung sejenak mendapat pembelaan dari Mas Ragil. Ada apa gerangan hingga suamiku yang biasa cuek ini membelaku di depan Ibunya?

Tanpa mempedulikan pertengkaran di antara Ibu dan anak itu, aku segera masuk ke dalam kamar. Begitu juga dengan Satrio. Ku raih hp yang tergeletak di atas tempat tidur. Sejak tadi siang, aku sudah mengunduh aplkasi Tik Tik. Tapi, bukan itu tujuanku sekarang. Melainkan mengirim pesan pada Satrio.

[Kenapa Mas Ragil bisa takut sama kamu Yo?] Sepuluh menit menunggu tidak ada pesan balasan dari Satrio. Anak itu pasti belum tidur. Kenapa pesanku tidak kunjung di balas?

Aku jadi teringat pada makanan yang aku bawa masuk ke dalam kamar. Tidak ada lagi suara Ibu dan Mas Ragil di depan kamar. Aku membuka pintu lalu mengetuk pintu kamar Satrio dengan cepat.

Tok.. tok.. tokkk

Ketukku berulang kali. Tidak lama kemudian Satrio sudah membuka pintu kamar. Satrio membuka pintu sambil celingukan melihat keadaan sekitar.

“Kenapa sih mbak? Baru mau aku balas.” Aku menerobos masuk ke dalam kamar tamu yang di gunakan Satrio lalu meletakan makanan yang ia bawa tadi.

“Aku taruh di kamar kamu dulu. Biar nggak di ambil pencuri. Jangan lupa kunci pintu kamar.”

“Iya mbak.”

Setelah keluar dari kamar tamu, aku penasaran kemana perginya Mas Ragil dan Ibu mertuaku. Aku lalu berjalan ke arah dapur. Rupanya mereka sedang mengobrol di teras belakang.

“Apa? Kamu meminjam uang pada Satrio?” Jerit Ibu mertua yang membuat Mas Ragil menjadi kelabakan. Aku segera sembunyi di balik pintu dapur yang sedikit terbuka.

“Iya Bu. Kita harus bersikap baik pada Bunga di depan Satrio. Jika tidak Satrio akan menagih hutangku. Bahkan dia juga akan menghampiriku ke sekolah. Bisa malu aku kalau ketahuan punya hutang ke adik ipar sampai di tagih ke sekolah sana. Bisa malu aku sama murid-murid dan guru yang lain.”

Buk.. buk… buk…

Aku kembali mengintip saat mendengar suara pukulan yang keras. Rintihan Mas Ragil terdengar memekakan telinga.

“Maaf Bu.” Ucap Mas Ragil berulang kali.

“Berapa uang yang kamu pinjam dari Satrio? Terus kenapa kamu harus minjam uang? Ibu kan tidak pernah menuntutmu untuk memberi uang lebih.”

Ucapan Ibu mertuaku memang benar. Meskipun Bapak mertua tidak kerja dan hanya mengandalkan uang dari kedua anak lelakinya, Mas Ragil dan Mas Budi. Tapi, Ibu mertua termasuk orang yang hemat. Ia lebih suka memasukan uang pemberian anak-anaknya ke dalam tabungan. Jika masih ada sisa untuk belanja kebutuhan rumah.

Tabungan itu nantinya akan di serahkan pada cucu-cucu kesayangannya. Tentu saja bukan Mawar cucu kesayangannya. Sedangkan anakku sering di abaikan oleh Ibu mertua.

“Sepuluh juta aja. Waktu itu alasannya karena aku ingin membelikan mainan dan makanan yang enak untuk Mawar. Lalu, sisanya untuk tambahan beli motor baru.” Jawaban Mas Ragil terhenti sejenak.

“Lalu, untuk apa kamu meminjam yang sepuluh juta itu? Nyatanya kamu tidak membeli kendaraan baru kan?”

“Emm…” Mas Ragil terlihat sekali kebingungan menjawab pertanyaan Ibunya.

Aku jadi mencurigai sesuatu. Nanti aku harus memeriksa riwayat pesan Arum dengan Mas Ragil lagi.

“Untuk investasi saham Bu. Tapi, sayangnya gagal.”

“Gagal. Kok bisa?” Seru Ibu mertua tertahan.

“Ya bisalah Bu. Karena itu aku nggak bisa bayar hutang ke Satrio. Kan semua gajiku sudah aku berikan pada Ibu setelah mengambil uang jatah untuk Bunga.”

‘Pembohong.’

Padahal uang itu di berikan pada Arum. Aku masih bisa mendengar suara omelan Ibu mertua pada Mas Ragil. Daripada nanti aku ketahuan sedang menguping. Lebih baik aku masuk ke dalam saja.

Pagi harinya, aku sudah sibuk seperti biasa. Bedanya kali ini aku dan Mawar bisa menikmati sarapan yang enak berkat uang dari Satrio. Mas Ragil juga masih bersikap acuh seperti biasanya. Hanya saja pria itu kini lebih waspada dengan kehadiran Satrio.

Tiga hari kemudian, Satrio sudah pindah ke rumah salah satu warga yang di kontrakan. Aku juga mulai sibuk membuat konten Tik Tik. Konten pertama yang aku upload adalah cerita tentang awal perkenalanku dengan Mas Ragil.

Butuh waktu dua jam bagiku untuk merekam empat karakter dengan berganti kostum. Aku memerankan diriku sendiri, Mas Ragil, Ibu mertua dan Ibuku. Setelah mengedit video itu, aku menguploadnya di akun Tik Tik.

“Bismilahhirahminarrahim. Mudah-mudahan bisa dapat follower yang lumayan banyak.” Aku lalu mengungah video itu.

Siang harinya Satrio datang ke rumah. Dia memberikan bukti baru pesan yang di kirm Mas Ragil dan Arum. Saat pertama kali datang kesini, aku memang memberikan hp kedua Mas Ragil untuk di bajak Satrio. Lalu, malam harinya, giliran hp pertama suamiku yang di bajak.

“Ya Allah. Astaghfirullahalazdim.” Aku hanya bisa terus mengucap istighfar.

Ternyata hubungan mereka memang sudah sejauh itu. Air mataku tetap tidak bisa di bendung saat membaca pesan yang di kirim Arum pada suamiku itu.

[Te** Mbak Bunga sudah kendor ya mas.]

[Memang. Ngeselin banget. Mana anaknya perempuan.]

[Ya udah kita bertemu di kota besok yuk.]

“Sudah lega mbak?” Aku menganggukan kepala pada Satrio.

“Sudah. Aku pasti terlihat seperti wanita bodoh ya Yo. Karena mempertahankan pernikahan yang seperti neraka ini.” Satrio tidak menjawab pertanyaanku. Tangannya mengusap bahuku hingga aku merasa tenang.

“Jika aku mau sejak kemarin aku sudah meminta Mbak Bunga untuk berpisah dari si Ragil itu. Aku bahkan bersedia membiayai Mawar sampai Mbak Bunga bisa mandiri. Tapi, keputusan Mbak untuk bertahan saat ini bukan berarti Mbak Bunga wanita bodoh.” Aku menatap tidak mengerti ke arah Satrio.

“Anggap saja saat ini Mbak Bunga sedang mengumpulkan banyak bukti. Dari rekaman CCTV kecil yang aku pasang di rumah ini. Hingga bukti chat di antara Mas Ragil dan Arum. Jika Mbak Bunga sudah siap ke pengadilan, semua itu bisa di ajukan agar memperlancar proses perceraian. Dengan status Mas Ragil sebagai abdi negara akan membuat kalian sulit untuk bercerai. Karena itulah Mbak Bunga harus punya bukti yang kuat.”

“Kamu benar Yo.” Aku menatap Mawar yang sedang menggambar di buku gambar besar yang di belikan juga oleh Satrio.

“Oh iya. Coba buka akun Tik Tik mbak. Sudah dapat berapa follower?”

Aku segera mengeluarkan hp dari dalam saku. Ku buka video yang baru aku upload tiga jam lalu. Mataku seketika membulat saat melihat jumlah follower, like dan komentar di video itu.

“Alhamdulillah. Aku sudah dapat tiga ratus follower Yo.”

“Alhamdulillah. Kalau Mbak Bunga rajin upload hingga dapat ribuan follower, pasti banyak brand yang mau jasanya Mbak Bunga buat mengiklankan produk mereka.”

Sejak mendaftar hingga membuat konten, aku memang sudah di arahkan oleh Satrio. Meskipun ada beberapa hal yang belum aku pahami, setidaknya aku bisa mendulang sedikit pundi-pundi rupiah. Untuk tabungan sebelum aku resmi berpisah dengan Mas Ragil.

Kami bertiga lalu makan siang bersama. Sejak tadi Mawar terus berseru senang karena Satrio membelikan kami nasi padang. Makanan yang belum pernah aku coba lagi sejak menikah dengan Mas Ragil.

“Enak banget Bu.” Aku ikut tertawa mendengar tawa renyah Mawar.

“Mbak. Tolong ambil amplop ini.” Setelah makan siang kami selesai, Satrio memberikan sebuah amplop padaku.

Mataku membulat saat melihat uang dengan jumlah yang cukup banyak di dalam amplop.  “Kenapa kamu kasih mbak uang sebanyak ini Yo?”

“Pakai saja untuk memeriksakan Mawar ke rumah sakit di kota mbak. Jangan lupa beli vitaminya juga. Besok aku yang nganterin.” Aku memeluk Satrio karena terharu. Pertolongan dari Allah memang bisa datang dari mana saja.

“Ngapain di bawa ke rumah sakit. Mahal tahu. Mendingan di bawa ke puskesmas saja.” Perkataan Ibu mertua itu sukses menguraikan pelukan kami.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wahyu Sudaryanti
knp satrio baru nongol skrng?? harusnya udah kroscek ke Bunga ketika suaminya pinjem duit tau satrio gajinya gede,suka ngirim ibunya,seharusnya ngirim buat ponakan jg kn?? wong pny rekening,pny hp bagus sampe kelaparan itu kn konyol temenqdikirimi adiknya lewat tetangga karena atm-nya dipegang suami
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status