“Bukan begitu Bu. Tapi, tolong hargai Bunga sebagai istriku. Apalagi disini juga ada Satrio.” Aku tercenung sejenak mendapat pembelaan dari Mas Ragil. Ada apa gerangan hingga suamiku yang biasa cuek ini membelaku di depan Ibunya?
Tanpa mempedulikan pertengkaran di antara Ibu dan anak itu, aku segera masuk ke dalam kamar. Begitu juga dengan Satrio. Ku raih hp yang tergeletak di atas tempat tidur. Sejak tadi siang, aku sudah mengunduh aplkasi Tik Tik. Tapi, bukan itu tujuanku sekarang. Melainkan mengirim pesan pada Satrio.
[Kenapa Mas Ragil bisa takut sama kamu Yo?] Sepuluh menit menunggu tidak ada pesan balasan dari Satrio. Anak itu pasti belum tidur. Kenapa pesanku tidak kunjung di balas?
Aku jadi teringat pada makanan yang aku bawa masuk ke dalam kamar. Tidak ada lagi suara Ibu dan Mas Ragil di depan kamar. Aku membuka pintu lalu mengetuk pintu kamar Satrio dengan cepat.
Tok.. tok.. tokkk
Ketukku berulang kali. Tidak lama kemudian Satrio sudah membuka pintu kamar. Satrio membuka pintu sambil celingukan melihat keadaan sekitar.
“Kenapa sih mbak? Baru mau aku balas.” Aku menerobos masuk ke dalam kamar tamu yang di gunakan Satrio lalu meletakan makanan yang ia bawa tadi.
“Aku taruh di kamar kamu dulu. Biar nggak di ambil pencuri. Jangan lupa kunci pintu kamar.”
“Iya mbak.”
Setelah keluar dari kamar tamu, aku penasaran kemana perginya Mas Ragil dan Ibu mertuaku. Aku lalu berjalan ke arah dapur. Rupanya mereka sedang mengobrol di teras belakang.
“Apa? Kamu meminjam uang pada Satrio?” Jerit Ibu mertua yang membuat Mas Ragil menjadi kelabakan. Aku segera sembunyi di balik pintu dapur yang sedikit terbuka.
“Iya Bu. Kita harus bersikap baik pada Bunga di depan Satrio. Jika tidak Satrio akan menagih hutangku. Bahkan dia juga akan menghampiriku ke sekolah. Bisa malu aku kalau ketahuan punya hutang ke adik ipar sampai di tagih ke sekolah sana. Bisa malu aku sama murid-murid dan guru yang lain.”
Buk.. buk… buk…
Aku kembali mengintip saat mendengar suara pukulan yang keras. Rintihan Mas Ragil terdengar memekakan telinga.
“Maaf Bu.” Ucap Mas Ragil berulang kali.
“Berapa uang yang kamu pinjam dari Satrio? Terus kenapa kamu harus minjam uang? Ibu kan tidak pernah menuntutmu untuk memberi uang lebih.”
Ucapan Ibu mertuaku memang benar. Meskipun Bapak mertua tidak kerja dan hanya mengandalkan uang dari kedua anak lelakinya, Mas Ragil dan Mas Budi. Tapi, Ibu mertua termasuk orang yang hemat. Ia lebih suka memasukan uang pemberian anak-anaknya ke dalam tabungan. Jika masih ada sisa untuk belanja kebutuhan rumah.
Tabungan itu nantinya akan di serahkan pada cucu-cucu kesayangannya. Tentu saja bukan Mawar cucu kesayangannya. Sedangkan anakku sering di abaikan oleh Ibu mertua.
“Sepuluh juta aja. Waktu itu alasannya karena aku ingin membelikan mainan dan makanan yang enak untuk Mawar. Lalu, sisanya untuk tambahan beli motor baru.” Jawaban Mas Ragil terhenti sejenak.
“Lalu, untuk apa kamu meminjam yang sepuluh juta itu? Nyatanya kamu tidak membeli kendaraan baru kan?”
“Emm…” Mas Ragil terlihat sekali kebingungan menjawab pertanyaan Ibunya.
Aku jadi mencurigai sesuatu. Nanti aku harus memeriksa riwayat pesan Arum dengan Mas Ragil lagi.
“Untuk investasi saham Bu. Tapi, sayangnya gagal.”
“Gagal. Kok bisa?” Seru Ibu mertua tertahan.
“Ya bisalah Bu. Karena itu aku nggak bisa bayar hutang ke Satrio. Kan semua gajiku sudah aku berikan pada Ibu setelah mengambil uang jatah untuk Bunga.”
‘Pembohong.’
Padahal uang itu di berikan pada Arum. Aku masih bisa mendengar suara omelan Ibu mertua pada Mas Ragil. Daripada nanti aku ketahuan sedang menguping. Lebih baik aku masuk ke dalam saja.
Pagi harinya, aku sudah sibuk seperti biasa. Bedanya kali ini aku dan Mawar bisa menikmati sarapan yang enak berkat uang dari Satrio. Mas Ragil juga masih bersikap acuh seperti biasanya. Hanya saja pria itu kini lebih waspada dengan kehadiran Satrio.
Tiga hari kemudian, Satrio sudah pindah ke rumah salah satu warga yang di kontrakan. Aku juga mulai sibuk membuat konten Tik Tik. Konten pertama yang aku upload adalah cerita tentang awal perkenalanku dengan Mas Ragil.
Butuh waktu dua jam bagiku untuk merekam empat karakter dengan berganti kostum. Aku memerankan diriku sendiri, Mas Ragil, Ibu mertua dan Ibuku. Setelah mengedit video itu, aku menguploadnya di akun Tik Tik.
“Bismilahhirahminarrahim. Mudah-mudahan bisa dapat follower yang lumayan banyak.” Aku lalu mengungah video itu.
Siang harinya Satrio datang ke rumah. Dia memberikan bukti baru pesan yang di kirm Mas Ragil dan Arum. Saat pertama kali datang kesini, aku memang memberikan hp kedua Mas Ragil untuk di bajak Satrio. Lalu, malam harinya, giliran hp pertama suamiku yang di bajak.
“Ya Allah. Astaghfirullahalazdim.” Aku hanya bisa terus mengucap istighfar.
Ternyata hubungan mereka memang sudah sejauh itu. Air mataku tetap tidak bisa di bendung saat membaca pesan yang di kirim Arum pada suamiku itu.
[Te** Mbak Bunga sudah kendor ya mas.]
[Memang. Ngeselin banget. Mana anaknya perempuan.]
[Ya udah kita bertemu di kota besok yuk.]
“Sudah lega mbak?” Aku menganggukan kepala pada Satrio.
“Sudah. Aku pasti terlihat seperti wanita bodoh ya Yo. Karena mempertahankan pernikahan yang seperti neraka ini.” Satrio tidak menjawab pertanyaanku. Tangannya mengusap bahuku hingga aku merasa tenang.
“Jika aku mau sejak kemarin aku sudah meminta Mbak Bunga untuk berpisah dari si Ragil itu. Aku bahkan bersedia membiayai Mawar sampai Mbak Bunga bisa mandiri. Tapi, keputusan Mbak untuk bertahan saat ini bukan berarti Mbak Bunga wanita bodoh.” Aku menatap tidak mengerti ke arah Satrio.
“Anggap saja saat ini Mbak Bunga sedang mengumpulkan banyak bukti. Dari rekaman CCTV kecil yang aku pasang di rumah ini. Hingga bukti chat di antara Mas Ragil dan Arum. Jika Mbak Bunga sudah siap ke pengadilan, semua itu bisa di ajukan agar memperlancar proses perceraian. Dengan status Mas Ragil sebagai abdi negara akan membuat kalian sulit untuk bercerai. Karena itulah Mbak Bunga harus punya bukti yang kuat.”
“Kamu benar Yo.” Aku menatap Mawar yang sedang menggambar di buku gambar besar yang di belikan juga oleh Satrio.
“Oh iya. Coba buka akun Tik Tik mbak. Sudah dapat berapa follower?”
Aku segera mengeluarkan hp dari dalam saku. Ku buka video yang baru aku upload tiga jam lalu. Mataku seketika membulat saat melihat jumlah follower, like dan komentar di video itu.
“Alhamdulillah. Aku sudah dapat tiga ratus follower Yo.”
“Alhamdulillah. Kalau Mbak Bunga rajin upload hingga dapat ribuan follower, pasti banyak brand yang mau jasanya Mbak Bunga buat mengiklankan produk mereka.”
Sejak mendaftar hingga membuat konten, aku memang sudah di arahkan oleh Satrio. Meskipun ada beberapa hal yang belum aku pahami, setidaknya aku bisa mendulang sedikit pundi-pundi rupiah. Untuk tabungan sebelum aku resmi berpisah dengan Mas Ragil.
Kami bertiga lalu makan siang bersama. Sejak tadi Mawar terus berseru senang karena Satrio membelikan kami nasi padang. Makanan yang belum pernah aku coba lagi sejak menikah dengan Mas Ragil.
“Enak banget Bu.” Aku ikut tertawa mendengar tawa renyah Mawar.
“Mbak. Tolong ambil amplop ini.” Setelah makan siang kami selesai, Satrio memberikan sebuah amplop padaku.
Mataku membulat saat melihat uang dengan jumlah yang cukup banyak di dalam amplop. “Kenapa kamu kasih mbak uang sebanyak ini Yo?”
“Pakai saja untuk memeriksakan Mawar ke rumah sakit di kota mbak. Jangan lupa beli vitaminya juga. Besok aku yang nganterin.” Aku memeluk Satrio karena terharu. Pertolongan dari Allah memang bisa datang dari mana saja.
“Ngapain di bawa ke rumah sakit. Mahal tahu. Mendingan di bawa ke puskesmas saja.” Perkataan Ibu mertua itu sukses menguraikan pelukan kami.
“Aku mau bawa ke rumah sakit juga pakai uangnya Satrio. Bukan pakai uang Mas Ragil yang selalu pelit sama keluarganya sendiri. Sampai Mawar mungkin mengalami stunting.” Balasku tidak mau kalah. “Pakai uang orang lain kok bangga. Lagian kamu sendiri yang gagal merawat Mawar. Jangan menyalahkan Ragil terus.” Raut wajah Ibu mertua sudah berubah menjadi marah. “Jelas aku menyalahkan Mas Ragil. Buat makan empat sehat lima sempurna saja Mawar tidak bisa. Karena apa, karena semua uang Mas Ragil di berikan pada orang tuanya.” “Aku ini Ibunya Ragil. Selamanya Ragil wajib menafkahiku dan Bapaknya. Sedangkan kamu itu hanya orang lain yang kebetulan menjadi istrinya. Mentang-mentang sudah di bantu sama adik kamu, jadi berani melawan sekarang.” Rasanya sangat sakit mendengar balasan Ibu mertua. Namun, aku tetap berusaha tetap tegar. Tidak akan aku biarkan Ibu mertua merasa menang karena melihatku menangis lagi. “Lalu, kenapa Ibu mengijinkan Mas Ragil menikah denganku? Seharusnya sejak awal Ibu
Dengan langkah perlahan aku mundur dari balik pintu. Sudah tidak kuat lagi mendengar kata-kata mesra yang di lontarkan oleh Mas Ragil pada keponakannya sendiri. Air mataku kembali turun tanpa tertahankan. Ku usap air mata dengan cepat lalu nenggendong Mawar masuk ke dalam kamar. Untunglah Mawar bisa cepat tertidur setelah aku baringkan di atas tempat tidur. Air mata terus meleleh di pipi. Padahal aku sudah berjanji pada Satrio untuk tidak menangisi Mas Ragil lagi. Rasanya aku ingin berpisah sekarang juga. Tapi, di sisi lain aku tidak ingin menambah beban Ibu dengan kehadiranku dan Mawar. “Ya Allah. Kuatkanlah hamba. Mudah-mudahan Mas Ragil bisa berubah agar rumah tangga kami bisa bertahan selamanya. Tapi, jika tidak bisa mudah-mudahan suatu saat nanti hamba bisa sukses saat berpisah dari Mas Ragil.” Doaku sebelum memejamkan mata. Masih dapat aku dengar suara Mas Ragil yang masuk ke dalam kamar lalu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Keesokan harinya aktivitas di mulai sepe
Mas Ragil langsung menggelengkan kepalanya. Ya ampun ternyata hanya masalah hutang pada Satrio bisa membuat Mas Ragil sangat ketakutan. Harga diri suamiku sebagai PNS memang sangat tinggi. Tidak heran jika dia tidak ingin nama baiknya tercoreng. “Ayo kita kesana mas. Sekalian beli baju buat Mawar. Kasihan sama anak sendiri. Masa bajunya lusuh seperti itu.” perkataan Satrio seketika membuat semua orang yang ada di sekitar kami menolehkan kepala mereka. Dari sudut mata dapat kulihat Arum yang berjalan pergi meninggalkan Omnya bersama kami. Walaupun awalnya tidak setuju, namun aku sangat puas dengan pertunjukkan yang di suguhkan oleh Satrio. “Oke. Ayo kita ke beli baju buat Mawar sayang.” Mas Ragil merangkul bahuku erat. Seolah menyalurkan kemarahannya padaku. “Ayo mas. Tapi, jangan peluk terlalu keras dong. Kasihan Mawar jadi ketakutan.” Tangan Mas Ragil seketika terlepas dari bahuku. Aku tidak bisa melihat ekspresi wajah Mas Ragil saat harus membayar semua barang belanjaan itu untu
“Apa? Kamu nuduh Ragil selingkuh? Jangan sembarangan ya Yo.” Seru Ibu mertua penuh amarah. “Iya. Saya nggak cuma nuduh. Saya punya buktinya kalau Mas Ragil sudah selingkuh sama orang lain. Karena saya tidak sengaja melihat mereka berdua berjalan di mall sambil bergandengan tangan mesra. Sayang sekali, saya tidak bisa memotret wajah selingkuhan Mas Ragil.” Kenapa Satrio justru membeberkan hal itu sekarang? Padahal kami sudah sepakat untuk tidak membiarkan Mas Ragil dan keluarganya tahu tentang perselingkuhan di antara Mas Ragil dan Arum. “Baik. Aku tidak akan pernah menagih gaji Ragil yang di berikan untuk membeli barang-barang Bunga dan Mawar hari ini. Kamu harus hapus foto itu sekarang juga.” Satrio mengambil hpnya. Kedua mataku membulat saat Satrio memperlihatkan foto Mas Ragil dengan seorang wanita. Tapi, aku tidak yakin jika itu bukan foto suamiku karena bentuk badannya yang berbeda. “Saya hapus sekarang. Puas kan Bude?” Foto itu sudah terhapus dari hp Satrio. “Sekarang silah
“Jangan bohong kamu Bunga. Memangnya kamu beli apa saja buat uang dua ratus ribu bisa habis kurang dari satu hari? Ibu saja bisa mengatur uang itu untuk dua hari.” Aku mengambil dompet dari dalam tas lalu menyerahkan tiga kertas struk pada Mas Ragil. “Tadi aku beli vitamin dan persediaan obat di apotek. Itu sudah habis delapan puluh ribu. Terus beli susu buat Mawar di salah satu toko habis delapan puluh ribu. Sisanya buat beli buah yang sudah aku masukan ke dalam kulkas.” ‘Selain itu, aku juga beli make up buat diriku sendiri. Untung saja masih ada sisa uang dari Satrio kemarin.’ Sambungku di dalam hati. “Berat badan Mawar kan sudah naik. Kenapa juga kamu masih harus beli vitamin dan susu. Mawar itu bukan bayi lagi.” Ibu mertua merebut kertas struk dari tangan Mas Ragil lalu merobeknya tanpa ampun. “Ibu benar Nga. Kalau bukan untuk membayar hutang pada Satrio aku tidak akan meminjam uang padamu.” Hardik Mas Ragil hingga membuat Mawar menangis. Aku menggendong Mawar lalu menepuk pun
Kepalaku terasa sangat pusing saat berusaha untuk membuka mata. Dinding dan atap yang berwarna putih adalah hal pertama yang aku lihat. Aku berusaha bangun, tapi rasa sakit di kepalaku justru menjadi lebih parah. “Jangan bangun dulu, nduk.” Aku menoleh pada Ibu yang duduk di kursi samping tempat tidur. “Aku dimana Bu?” Tanyaku pelan. “Kamu sekarang di puskesmas. Satrio nelpon Ibu kalau kepala kamu berdarah tadi. Untung lukanya nggak parah.” “Mawar dimana?” Tanyaku saat mengingat putriku. Aku ingat saat mendudukan Mawar di kursi makan. Berdebat dengan Mas Ragil dan Ibu mertua. Aku mengambil hpnya saat Arum menelpon lalu Mas Ragil mendorong tubuhku hingga terantuk meja. Aku takut jika Mawar juga akan terluka sama seperti denganku. Ibu kembali menyuruhku untuk berbaring di tempat tidur. “Kamu tenang saja nduk. Mawar aman bersama dengan Satrio. Untung saja adikmu tadi datang ke rumah kalian. Karena suami dan Ibu mertua kamu justru saling berdebat tanpa memperdulikan Mawar yang sedang
Aku memutuskan untuk tidak membalas pesan dari Ibu mertua. Biarkan saja. Toh ini semua konten yang aku buat untuk memperlihatkan pada dunia tentang betapa kejamnya Ibu mertua. Akun yang aku gunakan juga tidak menyertakan akun pertama sehingga tidak ada yang tahu tentang kehidupan pribadiku. Entah bagaimana caranya Ibu mertua tahu tentang akun Tik Tik yang baru saja kubuat. Ini semua pasti ulah Mas Ragil. Dasar. Baru saja aku meletakan hp di atas tempat tidur, hpku kembali berbunyi dengan nyaring. Nama Ibu mertua tertera di layar ponselku. Aku mengambil kembali hp itu lalu menekan tombol hijau. "Halo Assalamualaikum." "Nggak usah basa-basi. Kenapa kamu harus membuat konten seperti itu? Pakai buat konten tentang Ibu yang menyuruh kamu mengerjakan pekerjaan rumah segala. Kamu sama sekali tidak bersyukur sudah di nikahi oleh Ragil." "Darimana Ibu tahu akun Tik Tikku?" Tanyaku secara langsung. "Kamu nggak perlu tahu. Aku cari akun Tik Tikmu juga untuk mengawasi kamu. Ternyata benar kat
“Ng. Mungkin Arum telpon karena tidak bisa menghubungi orang tuanya Bu.” Jawab Mas Ragil lalu berjalan ke ruang tengah dengan membawa hpnya. “Dasar pembohong. Aku ikutin dia dulu.” Satrio juga bangkit lalu berjalan keluar dari dapur. Aku tidak tahu apa yang terjadi karena beberapa menit kemudian terdengar perdebatan di antara Mas Ragil dan Satrio. Ibu segera mengambil alih Mawar dariku agar aku bisa menyusul mereka berdua. Di ruang tengah rupanya Mas Ragil berusaha menyembunyikan hpnya dari Satrio. Adik laki-lakiku itu secara terang-terangan menuduh Mas Ragil sudah selingkuh dengan Arum. “Apa kamu sudah gila Yo? Nggak mungkin aku selingkuh dengan keponakanku sendiri. Bahkan sebelum menikah dengan Bunga aku sudah pernah pacaran dengan beberapa perempuan lain.” “Lalu, kenapa kamu memanggil Arum dengan sebutan sayang? Kamu juga bilang mau pergi ke pernikahan adik sepupumu dengan Arum?” “Pernikahan adik sepupu?” Tanyaku dengan kening berkerut bingung. Pasalnya sama sekali tidak ada b