Share

Bagian 7 Rencana gila.

Penulis: Zizizaq
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-22 23:32:57

Esoknya Nadin merasakan nyeri hampir di seluruh tubuhnya, ia bangun dan merasakan kepalanya pening, setelah memeriksa keadaan tubuhnya sendiri, sepertinya ia demam. Ia ingin kembali berbaring di tempat tidurnya tapi dering ponsel membuatnya urung.

"Halo!" ia menjawab panggilan dari nomor yang tidak dikenalnya.

"Saya Selfi, kenapa sudah jam segini tapi anda belum ke kantor?" ucap Selfi di seberang sana.

"Maaf Bu, saya sedang sakit demam" ucap Nadin terdengar lemah.

"Jangan banyak alasan, segera datang ke kantor, sekarang juga" suara di seberang berubah, ia tahu itu Ronald.

"Tapi saya sedang sakit, Pak. Bolehkah saya...." Ucapan Nadin terpotong.

"Saya tidak akan menerima alasan apapun." ucapnya sarkas, bunyi Tut tiga kali mengakhiri obrolannya.

Dengan terpaksa ia pergi ke kantor, sebelum berangkat ia memaksakan diri menelan beberapa suap makanan untuk sarapan lalu dalam perjalanan ia mampir ke apotek untuk membeli beberapa butir obat penurun panas dan pereda nyeri

Tiba di pelataran kantor, ia kembali memandang gedung yang menjulang tinggi di depannya, rasa kagum seperti sebelumnya sudah mati, kini ia merasa akan memasuki neraka.

Ia menyeret kakinya menuju pintu utama, tidak lupa ia menyapa satpam yang menjaga di sana, hari ini ia tidak lagi membutuhkan bantuan sekuriti karena ia sudah memiliki id card-nya sendiri. Ia menuju lift yang terlihat sangat jauh di matanya, padahal hanya berjarak lima meter saja, mungkin efek dari sakitnya.

"Kamu pikir, hukumanmu sudah selesai?" Gertak Ronald dengan angkuhnya, begitu melihat Nadin memasuki ruangannya, tapi saat melihat kondisi Nadin ada sedikit rasa iba yang membuatnya sedikit berkompromi.

"Maaf, Pak. Saya sedang kurang sehat karena itu saya terlambat." Ucapnya lemah. Ronald tidak melanjutkan untuk menghakimi keterlambatannya lagi.

"Aku tidak peduli, tunggu di luar sampai aku memberi perintah" ucapnya sedikit menurunkan suaranua, ia lalu menekuri layar ponselnya. Nadin menurutinya. Untungnya di luar ada sofa empuk milik sultan, ia mengistirahatkan tubuhnya disana.

Beberapa saat kemudian tubuhnya menjadi lebih baik, mungkin efek dari obatnya sudah bekerja. Ia mendapat telpon dari ibunya, ia buru-buru ke toilet agar bisa berbicara dengan nyaman.

"Halo Bu!" Ucapnya setelah menyentuh ikon berwarna hijau dilayar ponselnya.

"Bagaimana kabarmu, Nad?" Ucap Bu Sinta terdengar khawatir.

"Aku baik-baik saja Bu, aku sedang menikmati kemewahan kantor Bramasta" ucapnya tidak ingin membuat ibunya khawatir.

"Kamu di toilet ya, Nad?" selidik Bu Sinta, ia mengamati ruangan di belakang Nadin.

"Iya, Bu. Nadin takut mengganggu yang lain, kalau Nadin mengangkat telpon di meja kerja" ucap Nadin berbohong.

"Kenapa kamu kelihatan pucat? kamu sedang sakit, Nad?" Bu Sinta menyadari keadaan Nadin, dengan cepat Nadin menggeleng, ia sengaja tidak memakai apa-apa di bibirnya agar Ronald memberinya keringanan, dan itu berhasil.

"Tidak, Bu. Nadin baik-baik saja, mungkin karena Nadin tidak memakai make up, makanya kelihatan pucat" Nadin membuat alasan seadanya, yang penting ibunya percaya.

"Oh begitu? Syukurlah kalau kamu tidak apa-apa, tapi kau harus tetap berhati-hati ya, Nad. Jangan sampai ketahuan keluarga ayahmu" ucap Bu Sinta.

"Iya, Bu. Nadin akan berhati-hati, Nadin bisa jamin tidak akan bertemu dengan keluarga ayah.." ucap Nadin, ingin meyakinkan ibunya, ia tidak akan bercerita tentang Ronald, lagi pula ibunya tidak mengenal Ronald.

"Ya sudah, nanti ibu telpon lagi" ucap Bu Sinta ingin mengakhiri obrolannya.

"Iya Bu" Balas Nadin.

"Oke Sayang!" Bu Sinta melambai sebelum wajahnya menghilang dari layar ponsel Nadin.

Selama Nadin melakukan panggilan dengan ibunya melalui video call, ia tidak tahu ada yang memperhatikan dan menguping pembicaraannya.

"Jadi kamu tidak ingin membuat ibumu khawatir? Sayang sekali, rasanya tidak seru kalau pemeran utama tidak merasakan hukuman juga" Gumam Ronald menyeringai tajam, ia tidak puas hanya menyiksa Nadin, ibunya juga harus merasakan penderitaan, karena kesalahan sebenarnya disebabkan oleh Bu Sinta, juga Pak Dion, Nadin hanyalah korban.

"Dari mana saja kamu? Bukannya sudah kubilang tunggu sampai aku memberi perintah?" tanya Ronald, pada kenyataannya itu hanya basa basi, ia sedang berdiri sambil melipat tangan di depan pintu ruangannya. Sebenarnya itu pemandangan yang sangat bagus, tapi mengingat perlakuannya yang tidak manusianya membuat Nadin lebih baik mengutuk orang itu dari pada memujinya.

"Saya habis dari toilet, Pak" ucap Nadin.

"Ikut saya" titah Ronald, sambil melangkah masuk ke ruangannya, Nadin mengekor di belakangnya, ia memandang punggung Ronald yang kokoh dengan tatapan bengis.

Ronald melangkah melewati mejanya, ia berhenti tepat di depan beberapa brankas besar yang berisi dokumen lama.

"Di dalam brankas ini adalah dokumen-dokumen lama, isinya cukup brantakan, aku mau kamu menyortirnya dan susun kembali sesuai tahun bulan dan tanggalnya, paham? Semuanya merupakan dokumen penting, jadi cukup lihat sampulnya saja di situ sudah tertera tanggal hingga tahunnya." Jelas Ronald, Nadin melongo dibuatnya, ia menghitung dalam hati, di depannya ada 12 brangkas. Ronald menyerahkan semua kunci brankas padanya, Nadin menerima itu dan mencoba membuka satu brankas, beberapa isinya berjatuhan ke lantai.

"Itu yang aku maksud, rapikan semuanya. Aku memberimu pekerjaan yang cukup ringan hari ini, karena aku tau kamu sedang sakit" ucapnya tampak menjengkelkan di mata Nadin.

"Ringan katamu? Semoga kau mati disambar petir" ucap Nadin, tentu saja dalam hati.

"Ada apa, cepat kerjakan" seru Ronald, kemudian melangkah ke mejanya, ia duduk lalu bersantai dengan ponselnya. Nadin ingin sekali benar-benar berteriak menyumpahinya.

Sebenarnya Ronald tidak benar-benar memainkan ponselnya, ia sedang memikirkan cara untuk menghukum orang tua Nadin.

Waktu terus berputar, Nadin masih setia dengan tugasnya, sementara Ronald terlihat masih santai, beberapa kali Selfi masuk mengantar dokumen untuk ditanda tangani olehnya, atau Selfi datang karena ada laporan penting yang harus ia sampaikan, begitu terus hingga waktu berlalu begitu saja, sampai tiba waktunya makan siang, Selfi datang lagi, kali ini ia menghampiri Nadin yang sedang sibuk di antara tumpukan kertas yang sebagian Sudah tertata rapi, ia membawa jatah makan siang untuk Nadin.

"Makanlah, aku sengaja meminta Selfi mengantarkan makan siangmu karena kamu sedang sakit. Oh iya, jangan lupa selesaikan tugasmu setelah makan" ucap Ronald tersenyum mengejek. Nadin ingin sekali menimpuknya dengan gulungan kertas.

"Baik, Pak. Terima kasih" ucap Nadin sambil tersenyum palsu. Ronald melihat itu, senyuman Nadin membuatnya kembali memikirkan Tari, ia melihat Tari di wajah Nadin, tapi itu wajar karena mereka adalah saudara,

Tiba-tiba sebuah ide terlintas di otaknya.

"Nadin, menikahlah denganku" Ucap Ronald tiab-tiba, ia terdengar serius, Nadin terlongo bingung dibuatnya. Ronald akan menikahi Nadin untuk menggantikan Tari, ia akan menjadikan Nadin sebagai umpan untuk membalas orang tuanya.

"Anda baik-baik saja, Pak?" Tanya Nadin memastikan keadaan Ronald. Bahkan Selfi yang masih berada di ruangan itu terheran-heran dibuatnya.

"Aku serius, menikahlah denganku!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Siksaan Dari Tunangan Kakakku   Bab 36 kritis

    "Kenapa tidak memberitahu kami?" Bu Mary merasa menyalahkan sikap Nadin yang tidak mengabari keadaan putranya. Nata melirik dengan ekspresi senang dan licik. "Maaf, Mah. Ronald bilang tidak perlu memberitahu kalian, dia tidak mau Mamah dan yang lainnya khawatir," Nadin membela diri. "Terus kenapa kamu baru datang sekarang? Suamimu sedang butuh kamu." Bu Mery sangat menyayangkan kelakuan Nadin. Ia tampak kecewa. "Tadi ada urusan di rumah," Hanya itu yang bisa ia katakan, ia tidak mungkin jujur kalau Ronald yang tidak menginginkannya, untungnya Pak Bram menengahi. " Tapi tetap saja kau harusnya tidak meninggalkan rumah sakit," Bu Mery belum merasa puas. "Sudahlah, Mah. Sekarang kita fokus mendoakan agar operasinya bisa berjalan lancar." Bu Mery menurut. Pak Bram menuntun Bu Mery duduk, sedang Nadin memilih duduk di kursi paling ujung. beberapa saat telah berlalu, tiba-tiba ada dua perawat berlari tergesa-gesa menuju pintu ruang operasi sambil membawa berbagai macam benda. Se

  • Siksaan Dari Tunangan Kakakku   Bab 35 Operasi

    Setelah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, Ronald harus menjalani operasi, karena ada bagian dari lambungnya yang sudah mengalami kerusakan, jika dibiarkan bisa merambat dan merusak keseluruhan lambung. Untungnya tubuhnya memberikan alarm dan ada Nadin yang memaksanya, dia begitu cuek dengan penyakit yang sudah lama bersarang di dalam tubuhnya itu, dan semakin tidak peduli saat Tari sudah pergi meninggalkannya. Operasi dilakukan keesokan harinya, Selfi belum juga datang, Nadin juga tetap setia menemani, hanya saja ia sempat pulang ke rumah untuk mandi dan berganti pakaian, setelah itu langsung kembali lagi ke rumah sakit. "Apa pendapatmu tentang penyakitku sekarang? Apakah kamu senang?" Tanya Ronald, ia hanya iseng ingin tahu apa yang dipikirkan Nadin. "Aku senang, akhirnya alam yang membalaskan penderitaanku.karena perbuatanmu," ucapnya dengan nada bercanda. "Kau tidak berdoa agar aku mati 'kan?" "Aku tidak sejahat itu Ronald," kali ini dia cemberut. Tidak suka dengan

  • Siksaan Dari Tunangan Kakakku   Bab 34 Dia istriku.

    Seorang dokter muda sudah menunggu Ronald di depan pintu pemeriksaan, ia menyambut Ronald dengan ramah, mereka juga terlihat akrab. "Ada apa lagi?" tanya dokter itu. "Aku merasa penyakit ini semakin parah saja," Ia sedikit mengomel sambil masuk ke ruangan seolah itu miliknya. dokter itu hanya tersenyum lalu berkata, "Itu akibatnya kalau tidak mau mendengarkan nasihatku," dokter sudah mengingatkannya untuk melakukan pemeriksaan rutin tapi Ronald tidak pernah datang. Ia datang saat tidak mampu lagi menahan rasa sakitnya. Sebelum dokter itu masuk, Ia tidak lupa menyapa Nadin yang ikut membersamai Ronald. "Asisten baru?" Tanyanya, sepertinya Selfi yang biasanya datang menemani Ronald. "Bukan, Dok," jawab Nadin tanpa ingin menjelaskan identitasnya lebih lanjut. Dokter itu hanya manggut-manggut kemudian menyusul Ronald. Denny nama dokter itu, ia teman dekat Ronald dan Nata. ia mulai memeriksa keadaan Ronald sambil bertanya apa saja yang terjadi dengan tubuhnya dan apa yang ia

  • Siksaan Dari Tunangan Kakakku   Bab 33 Tidak mau berutang budi

    Nadin akhirnya pulang setelah seharian bekerja, ia melangkah menuju kamarnya sendiri, saat membuka pintu, ruangan itu sudah kosong melompong sejak tadi pagi. "Ah, lagi-lagi aku lupa kalau kamarku sudah pindah, " gumamnya dengan ekspresi malas. Ia berjalan menuju tangga lalu diam sambil berpikir, apakah Nata masih di sana atau sudah pergi. Takut mengganggu, ia mengubah haluan menuju dapur untuk mengambil minum lalu membawanya ke ruang tengah yang selalu sunyi. Ia menyalakan TV untuk mengusir keheningan dan kesepian. Tidak menunggu berapa lama ia tertidur di sana. Ia bangun kembali saat mendengar suara dari luar. Ia menoleh dan melihat Ronald yang masih terlihat pucat. "Dari mana saja, bukannya masih sakit?" Tanya Nadin "Bukan urusanmu, " jawab Ronald acuh tak acuh. "Padahal tinggal dijawab saja, " gerutu Nadin sembari membawa dirinya kembali ke depan TV. "Apakah Nata sudah pergi?" Tanya Nadin lagi "Banyak tanya," balas Ronald tanpa melihatnya, ia kemudian berlalu b

  • Siksaan Dari Tunangan Kakakku   Bab 32 Jangan berpisah lagi.

    Bu Mary berhasil menyulap Nadin menjadi sangat cantik yang pada dasarnya memang sudah cantik. "Sekarang ganti baju, di dalam paper bag ada baju dan sepatu, mamah mau kau memakainya," untungnya Nadin membawa pemberian mertuanya itu bersamanya, tadi ia tidak sempat menyimpannya. Ia mengambilnya lalu mengeluarkan isinya, ternyata Bu Mary memberinya barang branded. "Nah, pakai itu sekarang dan buang baju kedodoran yang kau pakai itu" "Iya, Mah" balasnya dengan kikuk. "Cantik sekali, ini baru menantu mamah" puji Bu Mary mengagumi menantunya. "Beginilah harusnya penampilanmu sehari-hari," sambung Bu Mary. Diperlakukan sedemikian baik oleh mertuanya membuatnya berfikir, 'Seandainya putranya juga bisa sebaik ini?' suara Nadin di dalam hati. Setelah semuanya selesai, mereka turun ke bawah untuk meminta penilaian Ronald yang sedang menunggu mereka untuk sarapan, Bu Mary sangat bersemangat menanti pujian dari putranya. "Bagaimana penampilan istrimu? Cantik 'kan?" Seru Bu Mary saat ti

  • Siksaan Dari Tunangan Kakakku   Bab 31 Jangan salahkan aku.

    "Ada apa denganku?" Nadin berucap dengan lirih merenungi apa yang terjadi pada dirinya. Ronald tampak tidak peduli."Ah, kenapa aku tiba-tiba merasa panas begini?" Nadin membuka blezer yang menutupi dress yang ia kenakan sambil mengipas tubuhnya menggunakan tangan."Kau sedang apa?" Ronald menoleh ke arahnya dan memindai keadaannya. "Aku tidak tau, aku merasa sangat tidak nyaman dan seluruh tubuhku seperti akan mengeluarkan aliran listrik." Nadin mulai tidak sabar dan ingin menurunkan tali dress yang menggantung di bahunya."Hentikan itu! kamu mau telanjang di sini?" Ronald berkata sambil menurunkan kecepatan laju mobilnya, Nadin masih bisa menurut di antara kesadarannya yang mulai samar."Sudah kubilang, aku kepanasan, coba bantu aku meredakan ini." Ia menggigit bibirnya sambil mengacak rambutnya demi meredam gelanyar aneh yang hampir menguasai dirinya."Kau pasti salah meminum atau memakan sesuatu," Ronald mulai menebak apa yang terjadi pada Nadin. Ia kembali mempercepat laju mobil

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status