Akhirnya tiba waktu yang telah ditentukan, Nadin mulai mengepak barangnya untuk pindah ke kost di ibu kota, ia tidak mungkin melakukan perjalanan dari rumah ke kantor setiap hari karena jaraknya cukup jauh, jadi ia menyewa kost yang dekat dengan perusahaan Bramasta.
Ia begitu bersemangat masuk kerja di hari pertamanya. Begitu tiba di pelataran kantor ia berhenti untuk mengamati sekitar, ia takjub melihat bangunan bersusun yang menjulang tinggi di hadapannya, jika melihatnya dari bawah, bangunan itu seperti menyentuh langit, mengingat dirinya akan bekerja di dalam bangunan itu membuatnya merasa gugup.Ia mengambil nafas panjang lalu membuangnya perlahan, setelah itu ia melangkah dengan bangga memasuki pintu utama, beberapa satpam berdiri di sekitar pintu utama tersebut, pakaian mereka tampak elegan, tidak seperti satpam dengan seragam putih hitamnya disertai tongkatnya di perusahaan sebelumya.Sepertinya mereka tau kalau Nadin adalah orang baru yang memasuki kantor, sebab salah satunya datang menghampiri Nadin."Selamat pagi, Kalau boleh tau anda siapa dan apa tujuan anda?" Ucap satpam itu. Nadin memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuannya, Nadin juga memperlihatkan beberapa lembar kerja sama dan berkas kepindahannya. Sekuriti itu tampak mengerti."Anda pasti belum bisa masuk karena tidak memiliki ID card perusahaan kami, karena itu saya akan membantu anda" ucap satpam, ia membimbing Nadin."Keren sekali, berasa sedang main filem saja" ucap Nadin dalam hati, ia sungguh merasa takjub."Baik Pak" ucap Nadin, ia melihat satpam itu menempelkan kartu di pintu masuk, saat pintu terbuka ia mempersilahkan Nadin masuk.Nadin masih bingung harus kemana, akhirnya ia bertanya kepada resepsionis, salah satu petugas di meja resepsionis menyuruhnya ke ruangan SDM, Nadin pun menurut, ketika ia menemukan ruangan SDM, ia kembali diminta langsung ke ruang CEO."Tidak mungkin, saya hanya karyawan biasa, tolong jelaskan saja apa yang harus saya lakukan dan dimana ruangan saya" ucap Nadin tidak percaya."Anda direkrut secara langsung oleh CEO kami, jadi pekerjaan anda akan diatur olehnya." Jelas kepala bagian SDM di perusahaan itu."Oh begitu" ucap Nadin sedikit bingung."Silahkan ikuti staf kami, dia akan menunjukkan ruangan CEO kami" ucapnya lagi, seseorang menyapa Nadin dengan ramah, ia meminta Nadin mengikutinya.Nadin mengikuti orang itu yang sedang menuju lift, Nadin kembali kaget karena ia menuju lift khusus VIP, tapi Nadin tidak protes, ketika lift terbuka mereka memasuki lift, Nadin melihat orang itu menekan tombol paling akhir, itu artinya ruangan CEO terletak di lantai paling atas, mereka akhirnya sampai didepan ruangan CEO yang interiornya lebih mewah dari ruangan- ruangan yang ia temui sebelumnya, ia merasa gugup tapi ia lebih penasaran seperti apakah rupa orang yang bisa menempati ruangan semewah ini."Silahkan masuk, pintu sudah dibuka, tinggal memutar kenopnya saja" ucap orang yang membimbing Nadin, sebelumnya ia menemui petugas yang duduk di depan pintu CEO."Baik" ucap Nadin. Ia lalu membuka pintu, ia masuk dengan hati-hati, saat menoleh ke arah meja, betapa terkejutnya ia melihat orang yang sedang duduk di sana, sepertinya ia sudah menanti kedatangannya, ia menyambut Nadin dengan menyeringai tajam."Selamat datang, Nadin!" Sapanya tampak angkuh. Nadin diam tanpa berkedip di tempatnya, ia tidak pernah menyangka Ronald adalah seorang CEO perusahaan terbesar di kota itu, ia melihat papan pengenal yang tampak berkilau di meja kerja mewah di ruangan itu, tertulis nama Ronald Bramasta di sana.Lalu untuk apa dia mengunjungi kantor kecil di kota kecilnya, yang jika dibaratkan seperti gajah dan semut. Ia juga teringat saat ia menamparnya, itu artinya ia menampar seorang CEO? Lengkap sudah, ia sudah memprediksi bencana apa yang akan menghampirinya. Harusnya ia menuruti saja ibunya. Berbagai pertanyaan dan penyesalan muncul di otaknya secara bersamaan."Maaf, sepertinya saya salah masuk" hanya itu yang ia bisa katakan, otaknya berhenti berpikir tentang ide. Ia hanya ingin segera keluar dari tempat seram itu, bahkan kemewahan dan kemegahan tempat itu berubah menjadi ancaman."Kamu tidak salah masuk, Nadin. Tempat ini memang tujuanmu." Ucap Ronald melangkah mendekatinya."Kenapa kau terlihat seperti masuk ke dalam kandang harimau?" Ronald kembali menyeringai."Apa sekarang kau menyesal telah menamparku waktu itu?" Lanjut Ronald, kini ia tepat berada di depan Nadin, aromanya yang mewah bahkan tercium di hidung Nadin."Itu tidak seberapa Nadin, aku tidak serendah itu, aku tidak akan balas dendam hanya karena tamparan kecil dari seorang wanita sepertimu, tapi untuk kematian tunanganku aku tidak akan segan untuk melakukannya." Ia menatap tajam ke arah Nadin, tatapannya seperti akan membunuh Nadin. Ia selalu tampak kejam saat membahas tentang Tari."Lalu aku harus apa? Apapun yang aku lakukan tidak akan membuatnya kembali padamu." Lirih Nadin, ia sedikit takut mendengar gertakan Ronald."Harusnya kau dan ibumu tidak perlu ada di dunia ini, orang-orang seperti kalian ini yang membuat keluarga orang lain hancur" ucapnya menggerakkan gigi tepat di hadapan Nadin, kali ini Nadin tidak punya keberanian untuk membela diri, apalagi menyentuh wajahnya, ia sadar Ronald orang yang berkuasa, dia dan ibunya bisa dalam bahaya jika ia bertindak gegabah. Ia lebih baik menerima hukuman dari kesalahan yang ia sendiri baru tau sekarang."Kalau begitu, aku harus apa agar aku menebus kesalahanku itu?" Ucap Nadin menyerah, apapun keputusan Ronald ia akan menerimanya."Kamu sangat tidak sabaran ternyata. Baiklah mulai hari ini kau menjadi asistenku." Ucap Ronald, lalu kembali ke mejanya. Mendengar itu Nadin sedikit lega, tapi ia bersiap untuk kemungkinan terburuk yang akan dilakukan Ronald padanya. Tapi yang dimaksud Ronald adalah asisten kacung, karena asisten yang sebenarnya masih bekerja dengan sewajarnya namanya Selfi, sementara dirinya hanya dijadikan budak."Belikan kopi cold brew, kamu tidak boleh pake lift" Ucap Ronald tiba-tiba, Nadin segera memperhatikan apa yang diucapkannya. Nadin tau, Ronald sudah memulai permainannya, tapi kenapa memberi hukuman yang sungguh ke kanak-kanakn sekali, siksaan ini masih wajar, walaupun membutuhkan tenaga banyak, tapi Nadin masih sanggup melakukannya."Sekarang! Tunggu apalagi?" Ucap Ronald lagi, sedikit menggertak, Nadin segera berlalu, saat keluar ia menarik nafas panjang, sepanjang perjalanan yang akan ia lalui, ia menyerahkan tasnya pada petugas di depan ruangan CEO, setelah itu ia menyingsingkan lengan kemejanya lalu berjalan menuju tangga, untungnya ia memakai sepatu yang tidak berhak tinggi. Ia mengatur nafas lalu mulai berjalan melewati 70 tangga demi sebuah kopi, Ia hanya bisa berdoa semoga kakinya kuat. Sementara itu Ronald mengawasinya dari layar monitor."Ternyata kau wanita yang gigih, ini baru pemanasan Nadin" Gumam Ronald sambil tersenyum angkuh, ia melihat Nadin sudah berhasil menjejaki tangga di lantai 30, tampak Nadin sedang beristirahat sebentar.Beberapa saat kemudian Nadin tiba di lobi kantor dengan nafas ngos-ngosan disertai kucuran keringat yang hampir membasahi seluruh tubuhnya. Ia melihat ada sofa, ia duduk sebentar di sofa itu demi memulihkan tenaganya."Kekanak-kanakan sekali, jabatan CEO tapi otaknya sangat tidak keren" lirihnya sambil mengusap peluh di keningnya dengan punggung tangannya. Setelah merasa lebih baik, ia segera ke kantin untuk menunaikan perintah Ronald. Ia kembali ke ruangan CEO menggunakan lift ia bisa mati menyusul Tari kalau harus naik melewati tangga lagi. Untungnya Ronald tampak sibuk mengurus pekerjaan dengan asistennya, Selfi, jadi ia tidak sempat mengintrogasi dirinya.Hari-hari berikutnya kehidupan Ronald dan Nadin berkembang lebih baik, Ronald tidak usil lagi dan Nadin merasa lebih aman dari sebelumnya. Nadin sedang bekerja di kantor seperti sebelumnya, kali ini pekerjaannya lebih banyak karena produk baru dari Mega Food ditambah tuntutan target Marketing dari Bramasta. Di awal bergabung dengan perusahaan Bramasta ia senagaja diberi tugas lebih banyak oleh Ronald dan masih berlangsung hingga sekarang. Ia pikir hubungan mereka sudah lebih baik sekarang jadi ia berniat meminta pada Ronald agar pekerjaannya dikurangi. Saat ia sedang sibuk-sibuknya, seorang wanita paruh baya tiba-tiba mendekatinya dengan tatapan jijik, ia mengenal wanita itu, ia menegang seketika. "Jadi kamu putri perempuan itu? Bisa-bisanya dia menipuku selama bertahun-tahun." Mata Bu Ratih berkaca-kaca. Nadin diam saja karena ia sudah mengerti segalanya, selain Bu Ratih ada ayahnya juga. Ayahnya mencoba menenangkan Bu Ratih tapi sia-sia. Pak Dion malah melihat Nadin dengan ta
Malam semakin larut, Nadin sudah masuk ke kamarnya tanpa mengajak Ronald, akhirnya Ronald pergi ke kamar tamu. Ia tidak bisa memejamkan matanya, ia mengingat saat pertama kali ke rumah itu dan memaksa Nadin melayaninya, dan itu kesalahan paling fatal yang ia lakukan pada Nadin. Ia bangun dari pembaringannya, ia merasa tidak nyaman dengan pakaian formal yang ia gunakan tapi ia lupa membawa baju ganti karena buru-buru ingin mendahului Nadin tiba lebih dulu. Ia hanya menggulung kemejanya hingga siku, ia lalu keluar dari kamar Karena merasa begitu bosan. Ternyata ada Nadin di dapur sedang membuat mie rebus, Nadin merasa penampilan Ronald yang paling terbaik adalah saat ia menggulung lengan kemejanya seperti saat pertama kali ia melihatnya waktu itu. Tapi ia abaikan lalu berkata, "Kenapa belum tidur?" Tangannya sibuk mengaduk panci di atas kompor. "Belum ngantuk," jawab Ronald seadanya. Ia lalu melanjutkan, "Buatkan untukku juga." "Kamu tidak boleh memakan makanan cepat saji,"
Nadin membelah jalan raya menuju kota kecil tempat kelahirannya untuk menemui ibunya. Ketika tiba di tujuan ia dikagetkan oleh sebuah mobil yang ia kenal, sedang terparkir di depan rumah ibunya. Ia panik dan buru-buru keluar dari mobilnya dan ingin segera masuk ke rumah, saat ia mencoba membuka pintu ternyata tidak terkunci, tidak biasanya ibunya tidak mengunci pintu, suasana semakin mencekam karena ruangan gelap dan ia tidak menemukan siapa-siapa. "Bu..!" seru Nadin tapi tidak ada jawaban. Ia ke kamar ibunya dan tidak juga menemukannya. Ia melihat lampu kamarnya menyala, biasanya lampu kamarnya tidak pernah dinyalakan saat ia tidak ada. Ia membuka pintu kamarnya dan menemukan Ronald sedang membaca buku miliknya. "Kenapa kamu bisa ada di sini? Dimana ibuku? Apa yang kamu lakukan padanya?" Teriak Nadin hampir dengan perasaan campur aduk, Ia menuduh Ronald karena ia tahu betul niat Ronald yang selama ini ingin menghancurkan keluarga kecilnya untuk membalas Tari. Kalau bukan karen
Ronald dan Nadin mengakhiri perdebatan dengan diam, dalam diam Ronald berpikir tidak akan ada yang rugi jika ingin mempertahankan pernikahan karena Nadin tidak memiliki hubungan dengan siapapun sementara dirinya sudah tidak memiliki cinta lagi setelah kepergian Tari dan jika berpisah, justru kenangan pahit masa lalu yang membuatnya trauma akan ia lakukan sendiri. Sepertinya akan menjadi Boomerang baru dalam hidupnya, jadi apa salahnya melanjutkannya sebentar lagi sampai benar-benar tidak ada pilihan lagi. Menurutnya Ferdi maupun Nata bukan masalah baginya. "Bukannya kamu membuat sarapan untukku, aku ingin mencobanya," ucap Ronald memecah sunyi. "Iya benar," balas Nadin gelagapan karena ia juga sibuk dengan pikirannya sendiri. "Aku ingin mencobanya." Ronald bangkit dari tempat tidur lalu beranjak ke meja makan. Nadin sampai melongo dibuatnya, ia penasaran rencana busuk apalagi yang akan Ronald lakukan padanya. Tidak mungkin ia bisa berubah menjadi baik hanya dalam semalam, bahkan
Malam berlalu begitu cepat, Nadin mengangkat tubuhnya agar terbangun. Ia melihat Ronald masih tidur di atas kasur. Ia membawa selimut untuk menyelimutinya, ia lalu menatap suaminya itu sambil berkata dengan pelan, "Apakah kamu sudah menyerah dengan balas dendam? Bolehkah kita berpisah saja? Kalau begini terus bukankah kita hanya akan membuang-buang waktu untuk saling menyakiti?" Ia masih mengingat perkataan Ronald yang menyuruhnya balas dendam. Setelah mengutarakan isi hatinya ia bangkit lalu ke kamar mandi setelah itu ia ke dapur untuk membuat makanan yang cocok untuk Ronald, ia sempatkan diri mencari-cari olahan makanan yang bagus untuk orang yang baru selesai melakukan operasi lambung. Ronald sebenarnya sudah terjaga dari tadi dan berpura-pura tidur saat mengetahui Nadin sudah bangun, ia membuka mata begitu Nadin keluar dari kamar. Ia berpikir sejenak untuk merenungi ucapan Nadin barusan, ia sempat berpikir untuk melepaskan Nadin saja, artinya ia akan melakukan hal yang paling
Beberapa hari telah berlalu, Ronald sudah diperbolehkan pulang, Nata setia menemaninya. Namun pekerjaan membuatnya tidak bisa menemaninya lebih lama lagi, ia harus kembali berlayat sore itu juga. Ketika Ronald tiba di rumahnya, ia berhenti sebentar untuk mengamati sekitar, ia hanya melihat pelayan yang segera menyambutnya. Ronald membalas dengan senyuman singkat setelah itu pergi ke kamarnya. Begitu membuka pintu kamar ia melihat manusia yang ia cari sedang terbalut selimut di atas tempat tidurnya padahal sudah waktu masih menunjukkan pukul sembilan malam, sepertinya Nadin sangat menikmati kehidupan saat tidak ada dirinya. Ronald mendekat dan langsung menarik selimut dengan keras, membuat Nadin jatuh ke lantai. "Auhh," rintihannya kesakitan, ia memeriksa bagian tubuhnya yang terasa sakit lalu berkata, "Kukira aku sedang bermimpi jatuh dari tempat tidur ternyata ini nyata." ia mencari penyebabnya dan malah melihat Ronald sedang berkacak pinggang di belakangnya, Nadin tahu ia pa