Share

Bagian 6 Permainan dimulai.

Akhirnya tiba waktu yang telah ditentukan, Nadin mulai mengepak barangnya untuk pindah ke kost di ibu kota, ia tidak mungkin melakukan perjalanan dari rumah ke kantor setiap hari karena jaraknya cukup jauh, jadi ia menyewa kost yang dekat dengan perusahaan Bramasta.

Ia begitu bersemangat masuk kerja di hari pertamanya. Begitu tiba di pelataran kantor ia berhenti untuk mengamati sekitar, ia takjub melihat bangunan bersusun yang menjulang tinggi di hadapannya, jika melihatnya dari bawah, bangunan itu seperti menyentuh langit, mengingat dirinya akan bekerja di dalam bangunan itu membuatnya merasa gugup.

Ia mengambil nafas panjang lalu membuangnya perlahan, setelah itu ia melangkah dengan bangga memasuki pintu utama, beberapa satpam berdiri di sekitar pintu utama tersebut, pakaian mereka tampak elegan, tidak seperti satpam dengan seragam putih hitamnya disertai tongkatnya di perusahaan sebelumya.

Sepertinya mereka tau kalau Nadin adalah orang baru yang memasuki kantor, sebab salah satunya datang menghampiri Nadin.

"Selamat pagi, Kalau boleh tau anda siapa dan apa tujuan anda?" Ucap satpam itu. Nadin memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuannya, Nadin juga memperlihatkan beberapa lembar kerja sama dan berkas kepindahannya. Sekuriti itu tampak mengerti.

"Anda pasti belum bisa masuk karena tidak memiliki ID card perusahaan kami, karena itu saya akan membantu anda" ucap satpam, ia membimbing Nadin.

"Keren sekali, berasa sedang main filem saja" ucap Nadin dalam hati, ia sungguh merasa takjub.

"Baik Pak" ucap Nadin, ia melihat satpam itu menempelkan kartu di pintu masuk, saat pintu terbuka ia mempersilahkan Nadin masuk.

Nadin masih bingung harus kemana, akhirnya ia bertanya kepada resepsionis, salah satu petugas di meja resepsionis menyuruhnya ke ruangan SDM, Nadin pun menurut, ketika ia menemukan ruangan SDM, ia kembali diminta langsung ke ruang CEO.

"Tidak mungkin, saya hanya karyawan biasa, tolong jelaskan saja apa yang harus saya lakukan dan dimana ruangan saya" ucap Nadin tidak percaya.

"Anda direkrut secara langsung oleh CEO kami, jadi pekerjaan anda akan diatur olehnya." Jelas kepala bagian SDM di perusahaan itu.

"Oh begitu" ucap Nadin sedikit bingung.

"Silahkan ikuti staf kami, dia akan menunjukkan ruangan CEO kami" ucapnya lagi, seseorang menyapa Nadin dengan ramah, ia meminta Nadin mengikutinya.

Nadin mengikuti orang itu yang sedang menuju lift, Nadin kembali kaget karena ia menuju lift khusus VIP, tapi Nadin tidak protes, ketika lift terbuka mereka memasuki lift, Nadin melihat orang itu menekan tombol paling akhir, itu artinya ruangan CEO terletak di lantai paling atas, mereka akhirnya sampai didepan ruangan CEO yang interiornya lebih mewah dari ruangan- ruangan yang ia temui sebelumnya, ia merasa gugup tapi ia lebih penasaran seperti apakah rupa orang yang bisa menempati ruangan semewah ini.

"Silahkan masuk, pintu sudah dibuka, tinggal memutar kenopnya saja" ucap orang yang membimbing Nadin, sebelumnya ia menemui petugas yang duduk di depan pintu CEO.

"Baik" ucap Nadin. Ia lalu membuka pintu, ia masuk dengan hati-hati, saat menoleh ke arah meja, betapa terkejutnya ia melihat orang yang sedang duduk di sana, sepertinya ia sudah menanti kedatangannya, ia menyambut Nadin dengan menyeringai tajam.

"Selamat datang, Nadin!" Sapanya tampak angkuh. Nadin diam tanpa berkedip di tempatnya, ia tidak pernah menyangka Ronald adalah seorang CEO perusahaan terbesar di kota itu, ia melihat papan pengenal yang tampak berkilau di meja kerja mewah di ruangan itu, tertulis nama Ronald Bramasta di sana.

Lalu untuk apa dia mengunjungi kantor kecil di kota kecilnya, yang jika dibaratkan seperti gajah dan semut. Ia juga teringat saat ia menamparnya, itu artinya ia menampar seorang CEO? Lengkap sudah, ia sudah memprediksi bencana apa yang akan menghampirinya. Harusnya ia menuruti saja ibunya. Berbagai pertanyaan dan penyesalan muncul di otaknya secara bersamaan.

"Maaf, sepertinya saya salah masuk" hanya itu yang ia bisa katakan, otaknya berhenti berpikir tentang ide. Ia hanya ingin segera keluar dari tempat seram itu, bahkan kemewahan dan kemegahan tempat itu berubah menjadi ancaman.

"Kamu tidak salah masuk, Nadin. Tempat ini memang tujuanmu." Ucap Ronald melangkah mendekatinya.

"Kenapa kau terlihat seperti masuk ke dalam kandang harimau?" Ronald kembali menyeringai.

"Apa sekarang kau menyesal telah menamparku waktu itu?" Lanjut Ronald, kini ia tepat berada di depan Nadin, aromanya yang mewah bahkan tercium di hidung Nadin.

"Itu tidak seberapa Nadin, aku tidak serendah itu, aku tidak akan balas dendam hanya karena tamparan kecil dari seorang wanita sepertimu, tapi untuk kematian tunanganku aku tidak akan segan untuk melakukannya." Ia menatap tajam ke arah Nadin, tatapannya seperti akan membunuh Nadin. Ia selalu tampak kejam saat membahas tentang Tari.

"Lalu aku harus apa? Apapun yang aku lakukan tidak akan membuatnya kembali padamu." Lirih Nadin, ia sedikit takut mendengar gertakan Ronald.

"Harusnya kau dan ibumu tidak perlu ada di dunia ini, orang-orang seperti kalian ini yang membuat keluarga orang lain hancur" ucapnya menggerakkan gigi tepat di hadapan Nadin, kali ini Nadin tidak punya keberanian untuk membela diri, apalagi menyentuh wajahnya, ia sadar Ronald orang yang berkuasa, dia dan ibunya bisa dalam bahaya jika ia bertindak gegabah. Ia lebih baik menerima hukuman dari kesalahan yang ia sendiri baru tau sekarang.

"Kalau begitu, aku harus apa agar aku menebus kesalahanku itu?" Ucap Nadin menyerah, apapun keputusan Ronald ia akan menerimanya.

"Kamu sangat tidak sabaran ternyata. Baiklah mulai hari ini kau menjadi asistenku." Ucap Ronald, lalu kembali ke mejanya. Mendengar itu Nadin sedikit lega, tapi ia bersiap untuk kemungkinan terburuk yang akan dilakukan Ronald padanya. Tapi yang dimaksud Ronald adalah asisten kacung, karena asisten yang sebenarnya masih bekerja dengan sewajarnya namanya Selfi, sementara dirinya hanya dijadikan budak.

"Belikan kopi cold brew, kamu tidak boleh pake lift" Ucap Ronald tiba-tiba, Nadin segera memperhatikan apa yang diucapkannya. Nadin tau, Ronald sudah memulai permainannya, tapi kenapa memberi hukuman yang sungguh ke kanak-kanakn sekali, siksaan ini masih wajar, walaupun membutuhkan tenaga banyak, tapi Nadin masih sanggup melakukannya.

"Sekarang! Tunggu apalagi?" Ucap Ronald lagi, sedikit menggertak, Nadin segera berlalu, saat keluar ia menarik nafas panjang, sepanjang perjalanan yang akan ia lalui, ia menyerahkan tasnya pada petugas di depan ruangan CEO, setelah itu ia menyingsingkan lengan kemejanya lalu berjalan menuju tangga, untungnya ia memakai sepatu yang tidak berhak tinggi. Ia mengatur nafas lalu mulai berjalan melewati 70 tangga demi sebuah kopi, Ia hanya bisa berdoa semoga kakinya kuat. Sementara itu Ronald mengawasinya dari layar monitor.

"Ternyata kau wanita yang gigih, ini baru pemanasan Nadin" Gumam Ronald sambil tersenyum angkuh, ia melihat Nadin sudah berhasil menjejaki tangga di lantai 30, tampak Nadin sedang beristirahat sebentar.

Beberapa saat kemudian Nadin tiba di lobi kantor dengan nafas ngos-ngosan disertai kucuran keringat yang hampir membasahi seluruh tubuhnya. Ia melihat ada sofa, ia duduk sebentar di sofa itu demi memulihkan tenaganya.

"Kekanak-kanakan sekali, jabatan CEO tapi otaknya sangat tidak keren" lirihnya sambil mengusap peluh di keningnya dengan punggung tangannya. Setelah merasa lebih baik, ia segera ke kantin untuk menunaikan perintah Ronald. Ia kembali ke ruangan CEO menggunakan lift ia bisa mati menyusul Tari kalau harus naik melewati tangga lagi. Untungnya Ronald tampak sibuk mengurus pekerjaan dengan asistennya, Selfi, jadi ia tidak sempat mengintrogasi dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status