"Ini perintah! aku ingin menikah denganmu karena suatu alasan, ini tidak melibatkan perasaan yang membuatmu berdebar-debar, kamu pikir kamu siapa?" ucap Ronald, terdengar serius dan memaksa sekaligus meremehkan. "Pernikahan tidak bisa disamakan dengan pekerjaan, Pak. Anda tidak bisa memerintah sesenaknya untuk alasan apapun agar orang menikah, apalagi anda tidak benar-benar mengenal saya" Nadin masih bisa protes. "Jadi kau tidak mau?" Ronald berdiri dan menghampiri Nadin. "Iya, Pak. lagi pula alasan apa yang membuat anda tiba-tiba ingin menikah dengan saya, Pak?" Tanya Nadin, meski ia sudah bisa membaca alasannya, ia hanya ingin mengulur waktu. "Karena aku ingin melihatmu menderita setiap hari di depan mataku" ucap Ronald tepat di hadapan Nadin, itu seperti sebilah pisau yang menggerogoti lehernya, rasanya Nadin ingin menangis mendengarnya, tapi tidak semudah itu membuang-buang air mata untuk orang yang sedang emosi. 'kejam sekali! Harus semenderita inikah, anak dari wanita yang berselingkuh?' ucapnya dalam hati, ia menelan ludahnya dengan kesal. "Maaf, Pak. Saya tidak bisa!" Ucap Nadin tegas, tak ingin diganggu gugat.
View MoreNadin begitu terkejut mengetahui berita dari ibunya sendiri, ternyata Nadin adalah anak yang terlahir dari istri kedua ayahnya, yaitu Pak Dion, hancur hatinya saat mendengar berita itu, ia tidak menyangka ibunya adalah istri simpanan yang hanya menikah siri dengan ayahnya, kebahagiaan yang ia rasakan selama dua puluh tiga tahun ternyata hanya kebohongan belaka.
Nadin tahu itu ketika mendengar sebuah kabar tentang ayahnya yang sedang dirawat di rumah sakit karena sakit parah, anehnya ibunya, yaitu Bu Sinta, malah sama sekali tidak peduli dengan itu, bahkan tidak ada tanda- tanda atau niatan untuk menjenguk Pak Dion, padahal laki-laki itu adalah suaminya sendiri."Ibu, bukankah ayah sedang sakit? Kenapa kita tidak menjenguk? Siapa yang mengurus ayah kalau bukan kita, meskipun ada perawat pasti ayah tetap merasa kesepian? siapa pun yang berada di posisi ayah pasti butuh keluarga." Tanya Nadin, ia merenteti Bu Sinta dengan pertanyaan yang banyak karena sudah tidak tahan dengan diamnya Bu Sinta."Tidak usah khawatir Nad, ada banyak orang di sisi ayah, lagi pula kita tidak bisa kesana, jaraknya terlalu jauh" ucapnya terdengar dingin. Membuat dahi Nadin mengernyit tidak paham."Tapi tetap saja, Bu. Kita sebagai keluarga ayah, harusnya kita yang mendampinginya kan?" Nadin kekeh, berharap Bu Sinta mau mengajaknya bertemu Pak Dion yang sedang sakit itu, kabarnya Pak Dion sedang sakit tipes.Bu Sinta tidak menjawab, ia malah tersenyum miris sambil berdiri, hendak meninggalkan ruang tamu di mana mereka berada saat ini, Nadin hanya mengamati tingkah ibunya, melihatnya tidak mau peduli seperti itu, Nadin akhirnya memutuskan sendiri."Kalau ibu tidak mau, biar Nadin saja yang menemui ayah, Nadin bisa kok, Bu" Ucap Nadin menantang ibunya. Ucapan Nadin membuat Bu Sinta tidak jadi melangkah, ia berpaling ke arah Nadin."Jangan pernah melakukan itu, Nad. Meskipun kamu bisa!" Ucap Bu Sinta dengan tegas."Kenapa Bu? Bukannya kita ini keluarga ayah, kenapa ibu malah bertindak seperti orang lain?" balas Nadin yang tidak mengerti dengan sikap ibunya, andai saja bukan ibunya, ia ingin sekali menegur dengan keras."Ayah punya keluarga selain kita, Nad" ucap Bu Sinta dengan lirih, ia tampak ragu mengatakan itu. Nadin masih mencerna kata-kata ibunya."Maksud ibu, Nenek?" Tanya Nadin asal, ia tidak ingin berpikir lebih jauh, ia juga tidak tau siapa nenek yang ia bicarakan ini, selama hidupnya, ia tidak pernah bertemu dengan nenek manapun. Entah itu nenek dari ayah maupun ibu, Ia sempat bertanya pada ibunya tapi ibunya bilang, dia hidup sebatang kara, ia tidak punya orang tua sejak kecil. Sementara ayah, ia tidak pernah sempat bertanya pada ayahnya, bisa bercanda beberapa saat saja, ia sudah bersyukur."Bukan hanya nenek, Nad" Bu Sinta kembali duduk, sepertinya ia akan mengatakan sesuatu yang sangat serius."Ibu bukan satu-satunya istri ayahmu, Nad" Ucap ibunya membuat dada Nadin bergemuruh hebat."Karena itu kita tidak perlu ke sana, keberadaan kita tidak boleh terlihat oleh mereka, ini semua salah ibu" Lanjut Bu Sinta. Mata Nadin memanas mendengarnya, ibunya sendiri sudah mengusap pipinya dengan lembut, pertanda ia sudah menangis."Maksud ibu apa, kenapa ibu bukan satu-satunya? Kenapa ibu selalu berkata kita tidak boleh terlihat, memangnya kita tidak boleh terlihat oleh siapa? " Akhirnya Nadin mengeluarkan segala pertanyaan yang selalu ingin di tanyakannya sejak dulu, ia selalu merasa aneh, kenapa keluarganya berbeda dengan teman- temannya? mereka selalu bepergian saat liburan sekolah bersama keluarga, sementara ia tidak kemana-mana, kalaupun bepergian tidak boleh ke ibu kota."Mungkin sudah saatnya kamu mengetahui ini," ucap Bu Sinta kembali mengusap kedua pipinya."Kamu adalah anak dari istri kedua ayahmu, Nadin. Ibumu ini seorang istri simpanan, ibu memberitahumu karena, ibu merasa kau sudah bisa paham sekarang." ucap Bu Sinta tersedu begitu selesai mengakui statusnya yang hina kepada anaknya sendiri, perasaan Nadin juga tidak menentu apakah harus mengasihani ibunya atau membencinya, satu hal yang pasti, hatinya sakit mendengar pengakuan ibunya, ia tidak bisa berkata-kata, ia langsung memindai statusnya sendiri, kalau begitu dirinya adalah anak haram? Ia pun menangis memikirkan itu."Tapi kamu anak kami yang lahir secara sah, Sayang. kamu ada di perut ibu setelah kami melangsungkan pernikahan, walaupun secara siri" ucap ibunya seperti mengetahui isi pikiran Nadin, itu membuat hati Nadin sedikit lega, meski begitu tidak lekas membuat air matanya surut. Sudah dua puluh tiga tahun ia hidup di dunia, tidak pernah sekalipun ia curiga tentang hubungan Bu Sinta dan Pak Dion yang sebenarnya memang tidak normal."Sudah saatnya kamu keluar dari kebahagiaan semu keluarga kita ini, ayahmu adalah suami orang lain, ayah dari orang lain, kamu bukan satu-satunya anak ayah, kamu punya sseorang kakak perempuan dan seorang adik laki-laki, meski kau punya saudara jangan pernah menunjukkan diri dihadapan mereka, kalian tidak akan bisa bersatu, mereka tidak akan menerima kita, karena ibumu ini telah menyakiti mereka dengan merebut ayahnya, kalau mereka tau keberadaan kita, ibu takut kamu bisa berada dalam bahaya." Jelas Bu Sinta, tidak ingin membohongi Nadin lagi."Kenapa ibu memberitahu Nadin sekarang, setelah Nadin segede ini? Ibu dan ayah sudah mempermainkan Nadin selama 23 tahun lamanya, seandainya ayah tidak sakit parah, pasti ibu masih menyembunyikannya kan?" Nadin belum bisa terima."Ibu minta maaf Nad, ibu tidak memberitahu sejak dini, karena ibu merasa kamu juga tidak akan paham, ketika kamu beranjak remaja ibu sempat ingin memberitahumu tapi ibu takut mentalmu belum siap, ibu rasa sekarang waktu yang tepat, walaupun kenyataannya tetap saja membuatmu sakit hati," jelas Bu Sinta."Satu lagi, kalau kamu mau marah, marah saja pada ibu, ibulah yang ingin merahasiakan ini darimu, jangan pernah marah pada ayah, dia laki-laki yang baik dan bertanggung jawab, pada kita dan semua keluarganya, ayah sangat menyayangimu, Nad. Ia mau mengikuti saran ibu untuk menyembunyikan keberadaan kita bukan karena dia benci, itu karena ayah mau menyelamatkan semua keluarganya, ia hanya tidak ingin ada yang terluka," lanjut Bu Sinta sambil mengusap air matanya lagi, kemudian menatap Nadin dengan tatapan sendu. Nadin sendiri hanya bisa diam, mau bagaimana lagi, ia tidak bisa mengulang waktu."Maafkan ibu, Nad. Kamu mau kan, memaafkan ibumu ini?" Ucap Bu Sinta. Nadin masih tidak bisa berkata-kata tapi ia bisa menanggapi ibunya dengan anggukan, Bu Sinta pun menghambur ke arahnya lalu memeluknya erat seraya membisikkan maaf lagi di telinga Nadin. Nadin kembali mengangguk dengan samar."Terima kasih, Sayang" ucapnya lirih, lagi- lagi Nadin hanya menanggapinya dengan anggukan. Ia tidak punya kekuatan untuk bicara."Kenapa tidak memberitahu kami?" Bu Mary merasa menyalahkan sikap Nadin yang tidak mengabari keadaan putranya. Nata melirik dengan ekspresi senang dan licik. "Maaf, Mah. Ronald bilang tidak perlu memberitahu kalian, dia tidak mau Mamah dan yang lainnya khawatir," Nadin membela diri. "Terus kenapa kamu baru datang sekarang? Suamimu sedang butuh kamu." Bu Mery sangat menyayangkan kelakuan Nadin. Ia tampak kecewa. "Tadi ada urusan di rumah," Hanya itu yang bisa ia katakan, ia tidak mungkin jujur kalau Ronald yang tidak menginginkannya, untungnya Pak Bram menengahi. " Tapi tetap saja kau harusnya tidak meninggalkan rumah sakit," Bu Mery belum merasa puas. "Sudahlah, Mah. Sekarang kita fokus mendoakan agar operasinya bisa berjalan lancar." Bu Mery menurut. Pak Bram menuntun Bu Mery duduk, sedang Nadin memilih duduk di kursi paling ujung. beberapa saat telah berlalu, tiba-tiba ada dua perawat berlari tergesa-gesa menuju pintu ruang operasi sambil membawa berbagai macam benda. Se
Setelah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, Ronald harus menjalani operasi, karena ada bagian dari lambungnya yang sudah mengalami kerusakan, jika dibiarkan bisa merambat dan merusak keseluruhan lambung. Untungnya tubuhnya memberikan alarm dan ada Nadin yang memaksanya, dia begitu cuek dengan penyakit yang sudah lama bersarang di dalam tubuhnya itu, dan semakin tidak peduli saat Tari sudah pergi meninggalkannya. Operasi dilakukan keesokan harinya, Selfi belum juga datang, Nadin juga tetap setia menemani, hanya saja ia sempat pulang ke rumah untuk mandi dan berganti pakaian, setelah itu langsung kembali lagi ke rumah sakit. "Apa pendapatmu tentang penyakitku sekarang? Apakah kamu senang?" Tanya Ronald, ia hanya iseng ingin tahu apa yang dipikirkan Nadin. "Aku senang, akhirnya alam yang membalaskan penderitaanku.karena perbuatanmu," ucapnya dengan nada bercanda. "Kau tidak berdoa agar aku mati 'kan?" "Aku tidak sejahat itu Ronald," kali ini dia cemberut. Tidak suka dengan
Seorang dokter muda sudah menunggu Ronald di depan pintu pemeriksaan, ia menyambut Ronald dengan ramah, mereka juga terlihat akrab. "Ada apa lagi?" tanya dokter itu. "Aku merasa penyakit ini semakin parah saja," Ia sedikit mengomel sambil masuk ke ruangan seolah itu miliknya. dokter itu hanya tersenyum lalu berkata, "Itu akibatnya kalau tidak mau mendengarkan nasihatku," dokter sudah mengingatkannya untuk melakukan pemeriksaan rutin tapi Ronald tidak pernah datang. Ia datang saat tidak mampu lagi menahan rasa sakitnya. Sebelum dokter itu masuk, Ia tidak lupa menyapa Nadin yang ikut membersamai Ronald. "Asisten baru?" Tanyanya, sepertinya Selfi yang biasanya datang menemani Ronald. "Bukan, Dok," jawab Nadin tanpa ingin menjelaskan identitasnya lebih lanjut. Dokter itu hanya manggut-manggut kemudian menyusul Ronald. Denny nama dokter itu, ia teman dekat Ronald dan Nata. ia mulai memeriksa keadaan Ronald sambil bertanya apa saja yang terjadi dengan tubuhnya dan apa yang ia
Nadin akhirnya pulang setelah seharian bekerja, ia melangkah menuju kamarnya sendiri, saat membuka pintu, ruangan itu sudah kosong melompong sejak tadi pagi. "Ah, lagi-lagi aku lupa kalau kamarku sudah pindah, " gumamnya dengan ekspresi malas. Ia berjalan menuju tangga lalu diam sambil berpikir, apakah Nata masih di sana atau sudah pergi. Takut mengganggu, ia mengubah haluan menuju dapur untuk mengambil minum lalu membawanya ke ruang tengah yang selalu sunyi. Ia menyalakan TV untuk mengusir keheningan dan kesepian. Tidak menunggu berapa lama ia tertidur di sana. Ia bangun kembali saat mendengar suara dari luar. Ia menoleh dan melihat Ronald yang masih terlihat pucat. "Dari mana saja, bukannya masih sakit?" Tanya Nadin "Bukan urusanmu, " jawab Ronald acuh tak acuh. "Padahal tinggal dijawab saja, " gerutu Nadin sembari membawa dirinya kembali ke depan TV. "Apakah Nata sudah pergi?" Tanya Nadin lagi "Banyak tanya," balas Ronald tanpa melihatnya, ia kemudian berlalu b
Bu Mary berhasil menyulap Nadin menjadi sangat cantik yang pada dasarnya memang sudah cantik. "Sekarang ganti baju, di dalam paper bag ada baju dan sepatu, mamah mau kau memakainya," untungnya Nadin membawa pemberian mertuanya itu bersamanya, tadi ia tidak sempat menyimpannya. Ia mengambilnya lalu mengeluarkan isinya, ternyata Bu Mary memberinya barang branded. "Nah, pakai itu sekarang dan buang baju kedodoran yang kau pakai itu" "Iya, Mah" balasnya dengan kikuk. "Cantik sekali, ini baru menantu mamah" puji Bu Mary mengagumi menantunya. "Beginilah harusnya penampilanmu sehari-hari," sambung Bu Mary. Diperlakukan sedemikian baik oleh mertuanya membuatnya berfikir, 'Seandainya putranya juga bisa sebaik ini?' suara Nadin di dalam hati. Setelah semuanya selesai, mereka turun ke bawah untuk meminta penilaian Ronald yang sedang menunggu mereka untuk sarapan, Bu Mary sangat bersemangat menanti pujian dari putranya. "Bagaimana penampilan istrimu? Cantik 'kan?" Seru Bu Mary saat ti
"Ada apa denganku?" Nadin berucap dengan lirih merenungi apa yang terjadi pada dirinya. Ronald tampak tidak peduli."Ah, kenapa aku tiba-tiba merasa panas begini?" Nadin membuka blezer yang menutupi dress yang ia kenakan sambil mengipas tubuhnya menggunakan tangan."Kau sedang apa?" Ronald menoleh ke arahnya dan memindai keadaannya. "Aku tidak tau, aku merasa sangat tidak nyaman dan seluruh tubuhku seperti akan mengeluarkan aliran listrik." Nadin mulai tidak sabar dan ingin menurunkan tali dress yang menggantung di bahunya."Hentikan itu! kamu mau telanjang di sini?" Ronald berkata sambil menurunkan kecepatan laju mobilnya, Nadin masih bisa menurut di antara kesadarannya yang mulai samar."Sudah kubilang, aku kepanasan, coba bantu aku meredakan ini." Ia menggigit bibirnya sambil mengacak rambutnya demi meredam gelanyar aneh yang hampir menguasai dirinya."Kau pasti salah meminum atau memakan sesuatu," Ronald mulai menebak apa yang terjadi pada Nadin. Ia kembali mempercepat laju mobil
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments