“APA!!!??”
Tuan Fandi langsung berdiri dari duduknya begitu mendengar ucapan Nyonya Emilia. Wajah pria paruh baya itu menegang, matanya melebar dengan mulut setengah terbuka menatap tajam Nyonya Emilia.
“Apa maksud Mama? Ini … ini namanya pemaksaan, Ma.”
Nyonya Emilia berdecak sambil berjalan menjauhi Tuan Fandi dan duduk di salah satu kursi.
“Pemaksaan apa? Toh, cepat atau lambat pada akhirnya Ghalib akan menikah dengan Deasy. Jadi apa salahnya jika kupercepat sekarang juga, Fandi.”
Tuan Fandi menggelengkan kepala beberapa kali mendengar ucapan Nyonya Emilia.
“Ma, harusnya Mama bertanya dulu ke Ghalib juga Deasy. Mereka pastinya menginginkan sesuatu yang istimewa dengan pernikahan mereka. Bukan dadakan seperti ini.”
“Deasy sudah tahu tentang ini. Semua persiapan pesta atas persetujuannya. Hanya putramu saja yang tidak tahu dan aku sengaja merahasiakannya.”
&ldq
“APA!!!”Seketika semua yang hadir terkejut dengan permintaan Ghalib, apalagi Deasy yang berada di atas panggung. Matanya melotot menatap Ghalib penuh amarah.“Apa maksudmu, Ghalib?”Ghalib segera bangkit dari bersimpuh dan meminta Tuan Fandi untuk naik ke panggung. Nyonya Emilia yang duduk di samping Tuan Fandi hanya diam, tapi wajahnya merah padam. Urat wajahnya menegang dan tampak sedang menahan amarah.“Aku memang hendak melamarmu untuk ayahku, Deasy. Kasihan beliau sudah terlalu lama sendiri. Benar kan, Yah?”Tuan Fandi yang sudah berada di panggung langsung mengangguk dan tersenyum.“Iya, Deasy. Yang dikatakan Ghalib benar. Jadi, apa jawabanmu sekarang?”Deasy tampak marah, wajahnya menegang dengan rona merah padam menatap Nyonya Emilia yang duduk terdiam di posisinya.Semua tamu undangan yang hadir tampak bingung, banyak suara yang berdengung di sana membuat kesibukan sendi
“Menggodanya? Aku gak menggodanya,” sangkal Ghalib.Nyonya Emilia berdecak sambil menggelengkan kepala.“Bukannya tadi kamu mengedipkan matamu ke arahnya. Kamu sedang menggodanya, Ghalib.”Ghalib tertawa kemudian mengucek matanya.“Astaga, Nek. Mataku gatal, makanya berulang kali mengedip. Sama sekali tidak bermaksud menggoda.”“Iya kan, Mbak?” Ghalib kini bersuara sambil menatap gadis WO itu.Tanpa suara, gadis itu mengangguk, kemudian sudah berpamitan menjauh dari sana. Nyonya Emilia hanya diam sambil menghela napas panjang.Tuan Fandi berdiri kemudian menghampiri Nyonya Emilia dan membimbingnya duduk kembali.“Mama mungkin tegang makanya berpikir aneh-aneh tentang Ghalib.”Nyonya Emilia terdiam, mendengkus sambil menganggukkan kepala. Kemudian ia menoleh ke Tuan Fandi dan tersenyum lembut.“Iya, kamu benar, Fandi. Mama sepertinya terlalu tegang m
Pukul lima sore, kesibukan terlihat semakin rapat di apartemen Ghalib. Tuan Fandi tampak sudah bersiap dan berjalan menuju kamar Ghalib. Putranya sedang bersama MUA dan penata busana pesanan Nyonya Emilia.“Apa Ghalib sudah selesai?” tanya Tuan Fandi.“Masuklah, Yah!! Aku sudah siap,” sahut Ghalib dari dalam kamar.Seorang penjaga langsung menyilakan Tuan Fandi masuk. Pria paruh baya itu terdiam menatap putra semata wayangnya sedang berdiri di depan cermin.Tubuh tinggi tegap Ghalib sudah terbalut oleh jas berwarna putih dengan sebuah selipan bunga di sakunya. Tuan Fandi memperhatikan keadaan kamar Ghalib. Beberapa orang tampak sibuk merapikan peralatan make up.“Kamu tampan sekali, Ghalib.”Ghalib langsung tertawa mendengar pujian ayahnya.“Apa Ayah baru sadar jika aku tampan?”Tuan Fandi tersenyum kemudian berjalan mendekat dan menepuk bahu Ghalib. Mereka berdiri berhadapan sangat dekat, sehingga apa yang mereka bicarakan meski lirih terdengar dengan jelas satu sama lain.“Ayah suda
Lea terdiam saat menikmati makan pagi ini. Nyonya Danira hanya melirik sekilas mengamati cucunya.“Apa semuanya baik-baik saja, Lea?” tanya Nyonya Danira.Bukan jawaban yang didapat malah helaan napas panjang yang terdengar.“Tidak, Nek. Semua tidak baik-baik saja.”Seketika Nyonya Danira, Tuan Iwan dan Nyonya Santi terkejut mendengar jawaban Lea.“Apa maksudmu, Lea?” tanya Tuan Iwan.Lea menghela napas panjang kemudian menghembuskannya dengan perlahan.“Semalam Ghalib menelepon dan dia bilang Nyonya Emilia tidak hanya merencanakan pesta pertunangannya nanti malam, melainkan pesta pernikahan dia dan Deasy.”Seketika semua yang hadir di ruangan itu terkejut mendengarnya.“Sudah kuduga Emilia akan selicik itu. Dulu saat dia menjebak Kevin juga seperti itu. Bodohnya Kevin tidak bisa menolaknya,” ujar Nyonya Danira.Lea, Tuan Iwan dan Nyonya Santi hanya diam
Tuan Fandi hanya membeku di tempatnya. Ia tidak bisa berkata-kata. Ia akui, Ghalib lebih berani dan tegas dalam mengambil tindakan. Mungkin sifat ini juga yang membuat Lea begitu mencintainya.“Baik, terserah kamu, Ghalib. Ayah percaya padamu.”Ghalib mengangguk, kemudian sudah mengakhiri panggilannya. Ia urung terlelap malam ini, melainkan sudah menghubungi Lea kembali.“Sayang … kok telepon lagi. Katanya mau tidur tadi,” sapa Lea di seberang sana.Ghalib hanya tersenyum datar saat mendengar sapaan manis Lea.“Aku baru saja mendapat kabar dari Ayah. Jika besok bukan hanya pesta pertunangan yang akan dirayakan, melainkan juga pernikahan. Tepatnya pernikahanku dengan Deasy.”Lea terdiam, sambil beberapa kali menelan saliva usai mendengar ucapan Ghalib. Ghalib menyadari keterdiaman Lea. Ia yakin jika saat ini mereka berhadapan, pasti Ghalib bisa melihat raut kesedihan di wajah istrinya.&
“APA!!!??”Tuan Fandi langsung berdiri dari duduknya begitu mendengar ucapan Nyonya Emilia. Wajah pria paruh baya itu menegang, matanya melebar dengan mulut setengah terbuka menatap tajam Nyonya Emilia.“Apa maksud Mama? Ini … ini namanya pemaksaan, Ma.”Nyonya Emilia berdecak sambil berjalan menjauhi Tuan Fandi dan duduk di salah satu kursi.“Pemaksaan apa? Toh, cepat atau lambat pada akhirnya Ghalib akan menikah dengan Deasy. Jadi apa salahnya jika kupercepat sekarang juga, Fandi.”Tuan Fandi menggelengkan kepala beberapa kali mendengar ucapan Nyonya Emilia.“Ma, harusnya Mama bertanya dulu ke Ghalib juga Deasy. Mereka pastinya menginginkan sesuatu yang istimewa dengan pernikahan mereka. Bukan dadakan seperti ini.”“Deasy sudah tahu tentang ini. Semua persiapan pesta atas persetujuannya. Hanya putramu saja yang tidak tahu dan aku sengaja merahasiakannya.”&ldq