Share

Simpan Saja Uangmu Mas
Simpan Saja Uangmu Mas
Penulis: Firdawati

SSUM Part 1

Bismillahirrahmanirrahim.

Mohon dukung karyaku dengan menekan tombol berlangganan sebelum membaca. 

“Dek! Ini uang belanja bulan ini ya,” ucap Bang Jun menyodorkan amplop putih ke tanganku. Lelaki itu tampak senang menyerahkan sebuah amplop ke tanganku. Tanpa ada keraguan sedikitpun terlihat di mataku. Ia pikir aku akan seneng menerima seperti biasanya.

Saat itu aku tengah melipat pakaian di kamar. Aku teruskan saja melipat tanpa berniat menghentikan kegiatanku. Hanya menoleh sekilas. 

Aku amati amplop itu dengan sebelah mata menyipit. Sudah bisa kuterka isinya. Kubiarkan saja tangan itu mengantung di udara. Tak ada lagi mata berbinar saat menerima amplop gaji seperti dulu, saat ia memberi penuh gajinya ke tanganku. Tak ada lagi wajah ceria menunggu tiap awal bulan tiba.Tak ada lagi hari istimewa, semua hari sama saja, kini terasa hampa. Semakin ke sini semakin terasa memuakkan dan menyesakkan dada.

“Kok diam saja Dek, harusnya kamu seneng. Ini-kan yang selalu kamu tunggu tiap awal bulan tiba.” Ucapnya percaya diri, saat aku diam saja tidak meraih amplop yang disodorkannya. Aku hanya mencibir masam dan kecut. Menghela napas panjang yang bisa kulakukan, mendesah kecewa. Lalu melanjutkan melipat pakaian yang sebenarnya sudah selesai kukerjakan. 

Senang katanya, gaji yang tak seberapa itu membuatku gembira. Membuatku jingkrak-jingkrak meluapkan rasa. Kamu mengigau Bang, mimpi disiang bolong. Dengusku dalam hati.

“Ini Dek, kalau kelamaan mengambilnya aku simpan lagi nih, nanti kalian bisa kelaparan,” seru Bang Jun dengan yakinnya, menurunkan tangannya, lalu menyodorkan kehadapanku, tepat dibagian wajah.

Apa? Kelaparan katanya, kata siapa? Takkan kubiarkan perut anakku kosong tanpa asupan. Akan kupenuhi semua keinginannya. Termasuk jajannya sekalipun yang kamu tahan-tahan. Mana ada orang tua di dunia ini memberi jajan anaknya hanya 2.000 perak setiap harinya.

“Maaf Bang, simpan saja uangmu, aku tidak butuh lagi.” Sahutku seraya berdiri dan bergegas ke belakang, meneruskan merapikan pekerjaan yang  sempat terbengkalai tadi di dapur.

Duk.

"Aww... Aduh sakit," lirihku tertahan.

Karena berjalan tidak hati-hati, kepalaku sampai menubruk lemari hingga perih terasa. Kini bukan saja hatiku yang sakit tapi kepalaku kena imbasnya juga. Mungkin didoakan lelaki bergelar suamiku itu karena lancang menolak uang pemberiannya. Biarlah derita ini kutanggung sendiri, daripada anakku menderita lebih lama lagi.

Bang Jun mengikuti dari belakang, kemudian menahan langkahku.

"Kamu kualat itu karena menolak pemberianku.

“Sekarang jelaskan, apa maksudmu!! menolak uang yang aku berikan, kamu punya uang?” tanya Bang Jun menelisik wajahku, dengan berbagai kecurigaan mungkin muncul di hatinya. Apa peduliku, biarkan saja  ia berpikiran buruk sekalipun.

Aku mengusap kepalaku perlahan-lahan. Nyeri masih terasa, tapi tak kalah nyeri dihatiku.

“Tidak ada maksud apa-apa.”

“Lalu kenapa uang ini kamu tolak.”

“Untuk apa? Membiayai semua kebutuhan keluarga ini! Mana cukup segitu, Bang. Mending Abang simpan saja uang itu sendiri. Cari sendiri dan habiskan sendiri, kami tidak butuh lagi.”

“Sombong kamu, lalu bagaimana caramu membiayai semua kebutuhan kalian, kalau aku jangan pikirkan, aku bisa cari sendiri di kota.”

Aku mengedikkan bahu, “Ya udah Bang! Kamu simpan dan pakailah uang itu untukmu sendiri. Jangan pikirkan kami, dari pada aku bingung membaginya, apa lagi bila dikatakan boros menggunakannya. Mending tidak usah.”

"Kalau terjadi apa-apa dengan kedua anakku, maka kamulah orang pertama yang aku cari." Sambung Bang Jun mulai tampak marah dan kesal, karena aku  tak kunjung  mengambil amplop itu.

"Ini ambil," titahnya lagi.

"Jangan khawatir Bang, aku bisa mengurus mereka dengan uangku sendiri."

"Bagaimana caramu mengurus mereka, sedangkan kamu tidak bekerja. Dapat uang dari mana untuk membiayai semua kebutuhan kalian."

"Nanti aku akan bekerja."

"Kamu pikir cari kerja itu gampang, apalagi hanya mengandalkan ijazah SMA."

"Tidak ada yang sulit Bang, asal mau berusaha." Sanggahku cepat.

"Jadi benar kamu menolak uang ini," pungkas Bang Jun memastikan.

Aku mengangguk. 

"Bagaimana kamu biayai hidup mereka."

"Ada Allah, serahkan saja padanya."

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status