Bismillahirrahmanirrahim.Aku memelankan langkah, mau tahu apa yang diperbuat perempuan itu, setelah suaminya memergoki aksi rendahnya itu. Penasaran saja sih, sebenarnya. Apa dia mau memaafkan istrinya apa tidak. Jadi aku punya pertimbangan lain untuk menerima perbuatan Bang Jun. Aku rasa semua pasangan pasti kecewa dan sakit hati, bila pasangannya itu menduakannya. Lelaki itu juga pasti terluka hatinya, karena merasa dibodohi oleh istrinya sendiri. Saat dirinya sibuk bekerja untuk membiayai semua kebutuhan rumah tangga, istrinya sibuk dengan lelaki lain. Siapa yang sanggup memikul ujian yang begitu berat. “Pa, maafkan Mama, Mama khilaf. Mama janji ini tidak akan terjadi lagi.” Rintih perempuan itu menyayat hati.“Apa kamu bilang? Maaf, khilaf, kamu tidak salah bicara!” seru pria itu berjengit kaget. “Mana mungkin aku bisa memaafkan perbuatan rendahmu itu.” Tampik sang pria murka. Dadanya turun naik menelan pil kekecewaan yang begitu besar.Benarkan dugaanku, lelaki itu pasti mara
Bismillahirrahmanirrahim.Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Kini tiga bulan sudah terlampaui, semenjak aku memergoki perselingkuhan Bang Jun waktu itu. Saat itu juga, ia tidak pernah datang menampakkan diri dan pulang ke rumah. Aku memang tidak mengharapkan kehadirannya. Untuk apa, bila hanya menggoyak luka lama. Aku juga tidak berniat untuk membalas dendam padanya, biar saja Allah yang menghukum perbuatannya. Aku hanya kasihan dan harus mengarang cerita bohong pada Nisa dan Dio yang selalu menanyakan ayahnya. Aku juga tidak mungkin bilang dan terus terang, kalau ayahnya tidak akan pernah kembali. Itu bisa saja melukai hati mereka. Biarkan mereka tahu, ayahnya sedang sibuk bekerja mengumpulkan uang demi masa depan mereka. Apa aku salah membohongi mereka? Tidak! Tentu saja tidak salah. Mereka belum cukup umur untuk mengetahui kebenarannya. Aku selalu percaya dengan takdir Allah. Semua yang terjadi padaku, tentu tidak lepas dari takdirnya. Tidak perlu membalas dendam karena itu a
Bismillahirrahmanirrahiim.“Jangan khawatir, aku paham kok. Aku juga punya teman persis kayak kamu, tidak mau bersalaman dan bersentuhan dengan lelaki yang bukan muhrimnya. Bahkan ada yang bilang, perempuan yang seperti itu adalah perempuan sok suci. Meskipun banyak di luar sana gadis yang tanpa tahu malu bergelayut manja pada lelaki yang jelas bukan suaminya. Aku salut, kamu tidak terpengaruh."“Terima kasih.”“Sama-sama. Maaf aku harus pergi sekarang.” Aku mengangguk melepas kepergian lelaki itu. Pandanganku terus mengarah ke punggung lelaki berdasi itu, sampai ia hilang dari pandangan.“Cie, cie yang sedang kesemsem.” Goda Mita cekikikan.“Lagi kasmaran ya Bu, dipandangi terus, sampai berharap, bayangannya jangan ikut hilang,” goda Mita terkekeh ringan.“Eh ah, enggak kok, apaan sih! Kamu ngawur aja,” tangkisku dengan muka bersemu merah. Aku kayak anak ABG saja yang sedang dimabuk asmara.“Udah ngaku saja, kentara gitu kok mukanya, mana bersemu merah lagi, bak kepiting rebus!” kem
Bismillahirrahmanirrahim.“Ayah!” teriak Nisa dari ruang tamu.Aku yang sedang berada di dapur terkejut mendengar teriakan Nisa. Benarkah Bang Jun pulang, setelah sekian lama. Berani juga dia datang menampakkan batang hidungnya di sini.Tidak ada keinginanku untuk menemui pria itu, mending mengintip saja dari sini, bisikku dalam hati. Hatiku terlanjur sakit, perselingkuhannya, meninggalkan luka mendalam dalam hati. Tidak bisa secepat ini untuk move on. Melihat wajahnya saja membuat sakit hatiku makin terasa. Sebaiknya aku tidak bertemu dengannya. Dengan langkah pelan, aku berusaha lebih dekat dengan Nisa, supaya bisa mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan.“Akhirnya ayah pulang juga, ayah kemana aja sih! Kok baru pulang sekarang?” rengek Nisa manja seraya memeluk lelaki itu dengan perasaan teramat bahagia. Ya Tuhan, betapa Nisa sangat merindukan ayahnya. Betapa pelitnya bang Juna, aku tidak pernah menampakkan di depan anak-anaknya. “Maafkan ayah Nisa, ayah banyak pekerjaan. Mak
Bismillahirrahmanirrahim.Astagfirullah, apa benar yang dikatakan Pak Andra, kalau suamiku kena pelet. Ya Tuhan rasanya tidak percaya semua itu.“Apa? Maksud bapak suamiku kena ilmu pelet.”“Nah itu yang mau saya katakan. Berarti itu bukan murni kesalahan suamimu. Tapi ada andil dan campur tangan istriku, jadi kesalahan itu ada di pihak mantan istriku.”“Terima kasih informasinya Pak Andra, tapi tetap saja Bang Juna telah mematahkan hatiku. Aku tidak bisa memaafkannya. “Apa Pak Andra bisa memaafkan istri bapak sendiri.” Tanyaku balik.“Itu beda kasus Arini. Istri saya terbukti telah berbuat jahat. Karena perbuatannya, membuat Juna orang kepercayaanku jadi menaruh hati padanya. Karenanya juga membuat kalian jadi ribut dan berantem. Karenanya juga membuat Juna jauh dari anak-anaknya. Itu karena pengaruh obat pelet tadi.Aku spontan kaget dan terkejut. Pantas saja Bang Jun banyak berubah. Tidak sama lagi kayak dulu. Suami yang mencintai istri dan ayah yang menyayangi anak-anaknya.“Ok,
Bismillahirrahmanirrahim.Sekian bulan terpisah dengan Bang Juna, membuatku kembali belajar, bagaimana melayani semua keperluannya dengan baik. Aku harus mengulang lagi dari awal. Semenjak dirinya tak ada, aku terbiasa santai mengurus keperluanku, Nisa dan Dio. Tapi kini, setelah ia kembali, aku mulai lagi seperti dulu. Sibuk melayani dan mengurusnya. Tapi entah kenapa? Aku merasakan hal yang beda. Kadang timbul rasa penyesalan mendera. Apa aku salah memberinya kesempatan kedua? Aku rasa tidak, semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Begitu juga dengan bang Juna, semoga kesempatan kedua yang aku berikan tidak lagi disia-siakannya. Semoga saja.Terlebih awalnya hatiku sempat terluka. Tentu tidak akan sama lagi seperti sebelumnya. Ibarat gelas yang retak, tentu tidak akan sama lagi bentuknya. Begitu juga dengan hatiku yang terlanjur tersakiti. Tidak mudah memang menyatukan hati yang mulai retak dan hampir saja berserakan. Untung saja, pak Andra mengungkap kebenaran di waktu yan
Bismillahirrahmanirrahim.Aku mau tahu, apa Bang Juna mau menerima konsekuensi dari kesalahannya atau malah justru tak terima aku menolak keinginannya. Mungkin aku harus meyakinkan hatiku lebih dulu, bahwa dia layak menerima maafku. Aku juga ingin melihat perjuangannya, sejauh mana ia sanggup bertahan dengan syarat yang kuajukan, dan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan cintaku lagi. Aku butuh kepastian, agar maaf yang kuberikan tidak berakhir dengan kesia-siaan.Seberapa lama ia bisa sabar menunggu. Jika ia mampu melewati ujian ini, maka dengan senang hati aku akan menerimanya kembali, bahkan seutuhnya. Tanpa ada lagi penolakan terhadap keinginannya.Malam ini, entah malam yang ke berapa, Bang Juna menginginkan diriku. Aku masih dengan sikap seakan tidak peduli dan tidak mau tahu. Aku hanya ingin ia merasakan, seperti yang aku rasa saat ia bersikap tidak sewajarnya. Bukan untuk balas dendam, hanya saja untuk membuatnya menyadari kesalahannya, bagaimana kalau dia diperlakukan deng
Bismillahirrahmanirrahim."Bang! Jangan menuduhku sembarangan, mana mungkin aku berhubungan dengan pak Andra. Sejauh ini hubungan kami tidak lebih dari pesanan nasi box untuk karyawan saja. Hanya hubungan bisnis semata tak lebih.”“Apa omonganmu bisa dipercaya, apa lagi belakangan ini kamu selalu menolak keinginanku.” tanya Bang Juna dengan napas menderu kencang. Tatapannya semakin tajam seakan ia hendak menelanku hidup-hidup. Setelah menarik napas panjang Bang Juna kembali bicara.“Semakin kuat saja dugaanku, kamu telah memiliki seseorang untuk bersandar.” Sambung Bang Juna dengan wajah datar."Benarkan dugaanku, jangan menyangkal lagi, Arini. Bukti sudah di depan mata. Aku tak menyangka, begini caramu balas dendam padaku."“Jangan samakan diriku dengan dirimu Bang, aku wanita setia.” Hardikku, tak terima dengan tuduhannya. Aku segera merendahkan suara, ketika beberapa pelanggan mulai terpancing perhatiannya.Mita yang sedang melayani pelanggan di meja kasir sempat menoleh, mungkin