Draco melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Sebentar lagi, pria itu akan memiliki jadwal meeting bertemu dengan salah satu client-nya, tapi entah kenapa hati dan pikirannya tertuju pada Luna. Draco seperti merasakan terjadi sesuatu hal yang terjadi. Namun, dia tak tahu apa yang terjadi itu. Sebelumnya dia meninggalkan rumah dalam keadaan baik-baik saja. Pun Luna tak akan mungkin berani pergi darinya.Embusan napas panjang terdengar. Draco kesal karena sekarang perasaannya sedang tidak baik-baik saja. Sialnya, hari ini dirinya memiliki meeting di malam hari, dan pastinya pulang akan terlambat.“Tuan?” Nigel menghampiri Draco.Draco menatap Nigel yang mendekat. “Hari ini apa jadwal meeting berubah?” tanyanya memastikan. Dia berharap bahwa adanya pembatalan meeting. Dalam kondisi hatinya tak nyaman, membuat Draco ingin segera pulang.“Tidak, Tuan. Meeting berjalan seperti rencana awal.” Nigel memberi tahu Draco.Draco menahan rasa kesal. Dia tetap terpaksa harus bersik
BrakkkDraco membanting kasar pintu mobilnya dan berlari menuju lift gedung apartemennya. Pria itu tinggal di penthouse—membuat dirinya harus berada di lantai tertinggi dari gedung mewah ini. Selama berada di dalam lift, perasaannya begitu campur aduk tidak menentu. Jantungnya sejak tadi berdebar. Sialnya, dia merasa bahwa pergerakan lift menuju lantai teratas dari gedung apartemen berjalan dengan sangat lambat.Draco tak henti meloloskan umpatan. Dia paling benci dalam kondisi yang tidak tenang seperti ini. Dia ingin segera tiba di penthouse-nya memeriksa sendiri. Dia bersumpah, tidak akan pernah memaafkan orang yang berani mengkhianatinya.Ting! Pintu lift terbuka. Draco keluar dari lift disusul dengan Nigel. Tampak jelas aura wajah kemarahan pria itu sangat menonjol dan seakan ingin meledak. Pria tampan itu telah terselimuti bara api kemarahan yang membakarnya. “Luna?” Draco masuk ke dalam penthouse. Pria itu menelusuri keberadaan Luna. Akan tetapi, sayangnya dia tak berhasil men
Draco tak bisa tenang menunggu Nigel menemukan keberadaan pelayan yang sudah lancang berani membawanya. Dia sudah berkeliling ke supermarket di area apartemen, guna mencari keberadaan Luna, tapi hasilnya tetap dia tidak berhasil menemukan keberadaan Luna.Draco sudah mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari Luna di setiap sudut supermarket, dan tetap hasil juga masih nihil. Itu menandakan bahwa Luna sudah tidak ada lagi di supermarket. Draco mengumpat kasar. Emosi di dalam dirinya seolah ingin meledak.Akan tetapi, meledakan kemarahan bukanlah hal yang tepat saat ini. Jika pengkhianat itu sudah berada di depannya, baru dia bisa meledakan kemarahan. Marah sekarang hanya akan membuang-buang energy, dan tak bisa membuat dirinya berpikir jernih. Sekarang fokus utamanya adalah menemukan keberadaan Luna. Dia yakin bahwa ada yang telah merencanakan ini semua.“Tuan…” Nigel berjalan cepat menghampiri Draco.Draco mengalihkan pandangannya, menatap Nigel dengan sorot mata tegas, dan penu
Darco tiba di sebuah tempat di mana terdapat kapal pesiar pribadi milik pria Arab yang membeli Luna. Pria tampan itu melangkah dengan hati-hati mengendap-endap agar tidak memancing anak buah dari pria Arab yang membeli Luna. Darco tidak hanya sendiri. Ada Nigel dan anak buahnya yang sudah menyebar. Dia hanya ditemani oleh Nigel saja. Anak buahnya yang lain sengaja menyebar demi melindungi dan mengawasi dari jarak jauh.“Tuan, sepertinya kita akan kesulitan masuk. Pengawal di sini banyak sekali.” Nigel menatap begitu banyak pengawal bersenjata di kapal pesiar. “Tidak ada yang sulit. Luna di dalam. Aku tidak akan membiarkan siapa pun berani menyentuhnya.” Draco menggeram penuh emosi membayangkan Luna di dalam sana.Nigel mengangguk patuh merespon ucapan Tuannya. Apa yang sudah diperintah oleh tuannya itu, tak akan mungkin bisa dibantahkan. Draco melangkah masuk duluan dan Nigel tetap berada di belakang. Tepat di kala sudah masuk—ada tiga penjaga yang melihat. Mereka langsung menyeran
BUGHPukulan keras Draco layangkan ke wajah Mangar. Pria bertubuh gempal itu terjatuh ke atas meja—hingga membuat meja menjadi roboh. Pukulan Draco tak main-main. Dia mampu melayangkan pukulan keras pada musuhnya.Saat Mangar terjatuh, anak buah pria bertubuh gempal itu hendak menyerang Draco, namun dengan cepat anak buah Draco muncul dari belakang melawab anak buah Mangar. Perkelahian terjadi cukup hebat. Beberapa anak buah Mangar menyerang Draco, tapi dengan mudah Draco melumpuhkan anak buah Mangar—dengan beberapa kali pukulan keras. Delcy terperanjat terkejut di kala Draco mampu menghabisi anak buah Mangar dengan mudah. Pun Luna yang berdiri tak jauh dari Draco memilih untuk duduk bersembunyi akibat rasa takutnya.Draco menghampiri Mangar yang masih kini berdiri di hadapannya. Kilat mata pria itu menajam melihat pria berbadan gempal itu. Kemarahan menguasai, membuatnya menjadi lepas kendali. “Berani sekali kau menyerangku! Kau tidak mengenal siapa aku!” bentak Mangar dengan nada
Luna tidak bisa tidur. Gadis itu terus memikirkan apa yang dia lihat sebelumnya. Tubuhnya bergetar ketakutan membayangkan begitu banyak darah yang dia lihat. Ya, dia tentu senang dan lega karena berhasil selamat, tapi melihat secara langsung Draco membunuh membuatnya semakin takut.Perasaan dan pikiran Luna sekarang sedang tidak baik. Dia masih tetap terguncang akibat keterkejutannya. Semua kejadian yang menimpanya sangatlah membuat mental Luna tidak baik-baik saja. Akan tetapi, lepas dari semua rasa takut yang menyelimutinya—Luna sangat bersyukur Draco menyelamatkannya lolos dari Mangar. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya jika sampai harus menyerahkan tubuh pada pria lain.Luna pasti akan merasa sangat jijik pada tubuhnya. Dia tidak pernah ingin menjadi seorang pelacur. Bibinya bagaikan iblis yang tega menjualnya hanya demi uang. Untungnya Luna memiliki Draco. Walaupun pada awalnya, dia selalu takut pada Draco, tapi sekarang dia merasakan kenyamana di sisi Draco.Luna dudu
Saat pagi menyapa, Draco melihat Luna masih tertidur pulas dalam pelukannya seperti kucing kecil yang membutuhkan perlindungan. Tampak senyuman di wajah Draco terlukis. Pria itu menyukai melihat Luna tertidur bagaikan bayi yang terlelap.Draco menyingkirkan rambut Luna yang menutupi wajah gadis itu. Dia memberikan kecupan lembut di pipi Luna. Tatapannya hanyut akan wajah polos gadis itu. Paras cantik dan lemah lembutnya, membuat dirinya merasakan ketenangan dan kedamaian yang menyejukan hati. Suara ketukan pelan pintu terdengar. Refleks, Draco menyingkirkan penuh hati-hati tubuh Luna—dan membaringkan kepala gadis itu ke bantal empuk. Berikutnya, dia turun dari ranjang dan melangkah ke arah pintu. Dia membuka pintu kamar secara perlahan.“Tuan…” Pelayan menundukkan kepala di hadapan Draco.Draco menatap dingin pelayan yang ada di hadapannya. “Ada apa kau menggangguku?” serunya dengan nada pelan dan penuh peringatan. Dia tak bisa mengeraskan suara, karena Luna sedang tidur. Dia tidak m
Jantung Luna seakan ingin berhenti berdetak mendengar apa yang dikatakan oleh Draco. Manik mata gadis itu melebar bersamaan dengan bibirnya yang juga menganga. Bulu kuduk merinding ketakutan melihat singa berukuran besar berada di samping Nigel. Jemari lembut Luna meremas pelan kaus Draco.Ya, gadis itu sangat takut. Bukan hanya dia saja yang ketakutan, tapi Delcy dan Elsa yang berada di dalam kurungan besi juga ketakutan. Ancaman Draco terdengar sangat tidak main-main. Singa jantan besar itu tampak sangat buas dan mengerikan. Delcy dan Elsa yang berada di dalam kurungan sampai bergetar ketakutan.“T-Tuan Draco … a-ampuni saya, Tuan. Saya tidak bermaksud mengkhianati Anda.” Elsa menatap Draco dengan penuh permohonan. Matanya memelas belas kasihan, agar Draco mau mengasihaninya. Senyuman samar di wajah Draco terlukis mendengar permohonan Elsa. “Nigel, buka kurungan itu.”“Baik, Tuan.” Nigel patuh dengan apa yang Draco katakan. Pria itu langsung membuka kunci di kurungan besi itu.Delc