Share

Bab 4. Kesepakatan.

Keduanya makan malam dalam diam. Seakan canggung dan ragu untuk memulai sebuah percakapan. Sesekali Ayumi melirik lelaki dihadapannya. Dilihat dari penampilannya dia memang bukan orang sembarangan. Terbukti dari sebuah jam tangan yang melingkar di tangannya. Ayumi yakin jika itu seharga ratusan juta rupiah. Hanya untuk sebuah jam tangan. Mengapa Ayumi bisa mengetahui harga dari jam tangan itu? Karena Miranda pernah merengek kepada mamanya hanya untuk mempunyai jam tangan itu. Untuk itulah, terkadang Ayumi iri kepada saudara tirinya.

"Tuan, bi-bisakah and mengantar saya pulang?" tanya Ayumi dengan takut-takut setelah mereka semua telah selesai makan malam.

"Apa perkataanku sebelumnya tidak kau dengarkan dengan baik-baik?" tanya Smith dengan nada yang sedikit kesal.

"Ta-tapi besok saya harus ke kampus, Tuan," elak Ayumi dengan terbata.

"Kau tidak akan pergi kemanapun tanpa izin dariku." Smith menatap tajam kearah Ayumi. Membuat gadis itu menundukkan wajahnya dalam-dalam. Smith bangkit dari duduknya dengan geram lelaki itu menarik tangan Ayumi.

"Tu-tuan, lepaskan saya. Ini sakit." Rintihan dari Ayumi diabaikan oleh Smith. Saat mereka telah sampai dikamar Smith, dengan kasar Smith melemparkan tubuh mungil Ayumi ke atas ranjang. "Ah."

"Aku sudah bilang, kau tidak akan keluar dari rumah ini. Katakan saja apapun keinginanmu. Maka aku akan menurutimu. Akan aku kabulkan semua keinginanmu. Tapi jngan harap aku akan berbaik hati untuk membiarkanmu pergi dari rumah ini. Susah payah aku mencarimu, tak akan semudah itu kau pergi dari rumahku!"

Setelah mengatakan hal itu, Smith berlalu meninggalkannya. Membuat Ayumi mematung seorang diri. Sepertinya akan mustahil untuk membujuk lelaki angkuh itu.

"Jika aku tidak bisa lepas dari genggamannya, maka aku hanya bisa memanfaatkannya. Aku sudah memiliki apapun untuk kupertahankan. Harga diriku telah hancur saat kejadian malam itu. Jika dia menginginkan tubuhku, maka aku akan meminta kekuasaan. Setidaknya pekerjaan yang mapan. Jika suatu saat dia menendangku keluar dari kehidupannya, maka aku akan memiliki simpanan yang lebih banyak. Tapi … bukankah itu berarti aku adalah seorang simpanan? Baiklah siapa yang peduli, aku harus membalaskan dendamku. Aku merasa sepertinya kematian bunda juga disengaja oleh dua ular itu. Mengingat mereka tak berlas kasih dalam menjebakku. Kalau begitu aku harus menemui laki-laki itu sekarang."

Ayumi bangkit bediri. Kemudian membuka pintu kamarnya. Kedua netra hitamnya melebar. Diluar pintu kamar itu terlihat ada 5 orang lelaki berpakaian serba hitam dengan tubuh yang kekar. Membuat nyali Ayumi semakin menciut saja.

"Ada apa, Nona?" tanya salah seorang dari mereka kepada Ayumi dengan nada yang ramah.

"Dimana tuan kalian? Ada yg ingin aku katakan," jawab Ayumi.

"Mari ikut dengan saya, Nona. Tuan sedang berada di ruang kerja miliknya." Bodyguard itu mempersilahkan Ayumi untuk berjalan dengannya menuju ruang kerja milik Smith.

****

Tok tok tok. Smith segera mengangkat kepalanya tak kala sebuah suara ketukan di pintu. Lelaki itu melepaskan kacamata miliknya dan kemudian mempersilahkan masuk.

"Masuk."

Kedua iris mata abu-abu milik Smith melebar. Gadis yang sejak tadi keras kepala kepadanya justru datang mencarinya. Lelaki itu menghela nafas beratnya.

"Jika kau ingin aku mengantarmu pulang, lebih baik kembalilah ke kamarmu. Aku tak akan membiarkanmu pergi dari rumah ini."

"Tuan, saya akan menuruti perintah Tuan," kata Ayumi dengan menundukkan kepalanya. Sejenak Smith merenung. Bukankah gadis itu sejak tadi memintanya untuk mengantarnya pulang? Lalu mengapa tiba-tiba mengatakan jika akan menuruti perintah darinya?

"Kau keluarlah dulu." Mengibaskan tangannya menyuruh bodyguardnya pergi. Setelah lelaki itu pergi Smith meneruskan kata-katanya kembali. "Jadi kau bersedia untuk tinggal kemari?"

"Ya. Tapi aku ingin Tuan memberikan pekerjaan untukku," jawab Ayumi dengan tegas.

"Pekerjaan? Tidak!"

"Apa? Mengapa kau tak mengizinkan ku kerja? Kalau begitu pulangkan aku!" teriak Ayumi.

"Tidak! Kau cukup berdiam diri di rumahku. Itu pasti hanya alasanmu saja bukan? Kau sebenarnya ingin kabur dariku dengan mengatakan akan bekerja bukan? Tidak!" Smith berkeras hati.

"Bagaimana jika kita membuat kesepakatan?" tawar Ayumi.

"Kesepakatan?" kedua alis Smith mengerut. 

"Benar. Tuan kan tidak mengizinkan saya pergi dari rumah ini. Sedangkan saya ingin bekerja supaya saya bisa mendapatkan uang. Tapi Tuan yang memberikan saya pekerjaan di perusahaan milik Tuan. Bukankah itu adil?" tanya Ayumi dengan sebuah senyum yang merekah dibibirnya.

"Kau tidak perlu bekerja. Setiap bulan aku akan memberimu uang. Pergilah ke kamarmu sekarang. Setelah ini semua selesai, aku akan menemuimu kembali." Smith kembali mengenakan kacamata miliknya.

"Kalau begitu jangan harap aku akan duduk.manis di rumah ini. Aku akan mencoba berbagai cara untuk bisa lepas darimu. Meskipun aku harus bunuh diri sekalipun!" Ayumi segera berbalik menuju pintu. Membuat Smith semakin geram.

"Selangkh lagi kau akan mendapat hukuman! Aku sudah berbaik hati padamu. Tapi kau keras kepala!"

"Aku hanya ingin bekerja. Itu saja, Tuan. Bagaiman jika kita membuat kesepakatan terlebih dahulu. Aku berjanji padamu, aku tak akan kabur darimu. Asal aku bisa bekerja. Hanya itu keinginanku. Karena jika kau sudah bosan padaku, bukankah aku harus memiliki tabungan untukku hidup nantinya?" tanya Ayumi dengan kedua sudut mata yang telah basah. Smith yang melihatnya pun tak tega kepada Ayumi. Lelaki itu menghela nafasnya dalam-dalam.

"Kita buat secara tertulis." Smith mengambil gagang telpon rumahnya. "Panggilkan Kei untukku."

Smith kembali mendudukkan bokongnya dikursi. Menatap tajam gadis mungil di hadapannya. Selama ini dia tak pernah ditolak sekalipun oleh seseoeang. Tapi lihatlah gadis bertubuh mungil dihadapannya itu justru menolak dengan keras apa yang berusaha dia berikan kepadanya. Jika para wanita diluar sana mendekatinya hanya untuk mendapatkan kekuasaan dan hidup mewah, tapi tidak dengan Ayumi. Gadis berparas cantik dan bertubuh mungil ini hanya ingin hidup yang sederhana. Sepertinya memang dia tak salah dalam memilih.

Ceklek.

"Tuan." Lelaki bernama Kei itu melirik Ayumi. Sungguh dalam hati lelaki itu membatin kagum karena hanya Ayumilah satu-satunya gadis yang bisa memasuki ruang kerja Smith dengan keadaan yang baik.

"Ambilkan bulpoin dan kertas. Aku dan gadis itu akan membuat kesepakatan."

Setelah Ayumi maupun Smith mengatakan apa saja keinginan mereka, kini akhirnya semua kesepakatan itu telah diketik oleh Kei. Kemudian dua orang pihak saling membubuhkan tanda tangan diatas matrai.

"Tuan, anda jangan melanggar kesepakatan ini ya. Jika tidak, aku juga akan melanggarnya."

"Sudah malam, kembalilah tidur," bujuk Smith seakan mengusir secara halus keberadaan Ayumi.

"Tentu saja! Selamat malam, Tuan!"

Setelah kepergian Ayumi, sebuah senyum terbit di bibir Smith. Sepertinya lelaki itu sangat bahagia mengetahui Ayumi akan berada di dekatnya secara suka rela.

"Kei, ingatlah. Dia akan menjadi tuan kedua untukmu."

"Baik Tuan."

Jika tuan sudah berbicara seperti itu, maka aku bisa pastikan. Gadis itu adalah hal terpenting dalam hidup tuanku. Karena hanya orang tertentulah yang bisa menjadi tuanku. Meskipun itu adalah kedua orangtua tuanku sekalipun, mereka tidak memiliki hak atas diriku. Sepertinya memang hidup tuan akan berubah mulai detik ini. Batin Kei dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status