Share

Bab 6. Pesona Kael

Author: White Rose
last update Last Updated: 2025-04-09 16:51:42

Dan sekarang, Alea sungguh merasa dirinya terjebak. Dia bahkan harus melangkahkan kaki ke sebuah klub malam yang dipenuhi dentuman musik, cahaya berwarna-warni, dan aroma parfum bercampur alkohol yang menyengat. Semua itu karena Kael, pria yang entah kenapa masih saja mengusik hidupnya, bertaruh dan kalah dalam permainan yang sama sekali tidak masuk akal.

Alea menatap Kael dengan pandangan tajam, tajam seperti pisau yang baru diasah. Tatapan itu seakan ingin melahap pria itu hidup-hidup, tanpa sisa.

"200 juta?" tanyanya dengan suara yang bergetar antara percaya dan tidak percaya. Sebagian dirinya merasa ini adalah mimpi buruk, sebagian lagi tahu betul ini nyata, terlalu nyata.

Bagaimana mungkin Kael bisa dengan mudah mempertaruhkan uang sebesar itu? Bukankah jumlah tersebut lebih dari gajinya selama satu setengah tahun? Alea mengerutkan kening, mencoba mencerna logika yang tak bisa dicerna.

Namun yang lebih membuat darahnya mendidih adalah ekspresi wajah Kael. Pria itu berdiri dengan tenang, wajahnya datar, tanpa dosa. Tidak ada penyesalan, tidak ada rasa bersalah, bahkan tidak ada rasa takut. Seolah-olah jumlah dua ratus juta itu tak lebih dari sekadar uang jajan, seperti receh yang bisa dibelanjakan Alea untuk membeli permen di pinggir jalan saja.

Kael mengangguk dengan santai, seperti sedang menjawab pertanyaan biasa.

"Iya, sayang..." ucapnya santai, dengan suara rendah yang terdengar terlalu manis untuk situasi seburuk ini.

"Apa katamu?" seru Alea, membentak setengah berbisik. Rasa tidak terima langsung memenuhi dadanya saat Kael memanggilnya seperti itu, apalagi di depan banyak orang yang tengah mengamati mereka dengan tatapan penuh hiburan.

Beberapa pria yang berdiri tidak jauh dari mereka, yang belakangan diketahui adalah teman-teman Kael, tertawa kecil. Mereka terkekeh pelan, menikmati tontonan langsung antara seorang pria penghibur dan seorang wanita yang tampak sangat tidak cocok berada di tempat seperti ini.

Kael, tanpa memperdulikan reaksi Alea, meraih tangan wanita itu. Dengan gerakan lembut namun penuh kendali, dia menarik Alea lebih dekat. Begitu dekat, hingga hanya satu sentimeter lagi, dada mereka akan saling bersentuhan. Jarak yang terlalu intim untuk dua orang dengan hubungan yang tak jelas.

"Sayang, mereka teman-temanku," katanya pelan, nyaris berbisik di telinga Alea. "Satu profesi denganku. Kamu jangan khawatir, mereka akan tutup mulut."

Ia menarik garis dari sudut bibir kanannya ke kiri dengan jari telunjuk dan ibu jari yang disatukan, memberi isyarat seolah bibir teman-temannya sudah terkunci rapat. Seolah semua ini hanyalah candaan yang bisa berlalu dengan mudah.

Alea mengernyitkan kening. Kepalanya mulai pusing, pikirannya penuh sesak.

'Oh, ya Tuhan... aku benar-benar terjebak oleh pria ini,' batinnya. 'Bisa-bisanya dia membawaku ke hadapan teman-teman satu profesinya. Apa yang akan mereka pikirkan tentang aku?'

Namun, setelah beberapa detik bergelut dalam pikiran, Alea menghela napas panjang.

'Hais, persetan dengan harga diri. Sudah hancur juga, bayar saja lalu pergi!' pikirnya pasrah.

"Baiklah," katanya dengan suara datar. "Aku akan bayar 200 juta. Berarti sisa 800 juta ya? Berikan saja rekeningmu. Aku akan lunasi semua!"

Alea merasa ini harus diakhiri. Sudah cukup semua kebodohan ini. Semakin lama dia berada di dekat Kael, semakin lemah pertahanannya. Ia tahu, berurusan dengan pria seperti Kael bukanlah keputusan yang baik untuknya, juga untuk keluarganya. Malam itu, malam di mana segalanya bermula, dia memang yang salah. Dia mabuk, dia merayu, dan dia kehilangan kontrol. Sangat memalukan sebenarnya, dan lebih memalukan lagi karena dia masih ingat betul bagaimana liarnya dirinya malam itu.

Namun, terus berurusan dengan pria penghibur... itu sama saja dengan bunuh diri sosial.

Kael hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum, seolah tidak ada hal besar yang terjadi. Tapi dari sorot matanya, jelas terlihat bahwa ia tidak berniat untuk melepaskan Alea dalam waktu dekat.

"Ini nomor rekening Sam!" katanya ringan, menyerahkan sebuah catatan kecil berisi angka.

Tanpa pikir panjang, Alea segera mentransfer uang dua ratus juta itu. Jarinya menari cepat di layar ponsel.

"Sudah," ucapnya setelah selesai.

Tiga pria yang sejak tadi mengawasi mereka pun langsung beranjak pergi, menghilang dari ruangan itu seperti bayangan yang tidak diharapkan.

Setelah mereka pergi, Alea kembali menatap Kael dengan tajam.

"Mana rekeningmu?" tanyanya, berharap bisa segera menyelesaikan semua ini. Dia ingin melunasi semuanya dan mengakhiri keterikatannya dengan pria ini.

Kael mendadak memegang kepalanya dan meringis kecil, pura-pura seperti orang yang sedang sakit kepala.

"Aduh! Aku lupa," katanya sok polos.

Alea mendengus, tidak percaya dengan tingkah Kael yang begitu menyebalkan.

"Lihat di ponselmu!" katanya tak mau kalah.

Kael segera menunjukkan ponselnya dengan layar yang benar-benar gelap.

"Habis baterai!" ujarnya sangat enteng, seperti itu bukan masalah besar.

Alea semakin kesal.

"Ya sudahlah! Sudah selesai kan? Aku akan pergi!" katanya cepat, ingin segera angkat kaki dari tempat penuh dosa ini.

Namun baru saja dua langkah, tangannya ditarik Kael dengan lembut namun tegas.

"Sayang, kamu sudah mengeluarkan 200 juta untukku. Apa kamu mau pergi begitu saja?" ucap Kael dengan suara yang dibuat-buat manja, seolah mereka pasangan kekasih yang sedang bercanda.

Dan tangannya... tangan pria itu terlalu nakal. Ia menggenggam tangan Alea, lalu menariknya ke arah dadanya yang bidang dan keras.

Mata Alea melebar, detik itu juga rasa tergoda merambat pelan di tubuhnya. Masalahnya, pria yang ada di hadapannya ini memang terlalu tampan. Bahkan untuk ukuran pria penghibur. Wajahnya, tubuhnya, dan auranya... seakan memiliki magnet yang tak bisa dihindari oleh wanita manapun.

Kael tak berhenti di situ. Tangan kanannya membawa jari-jari Alea menjelajahi dadanya, merasakan otot-otot keras di balik kemejanya. Tangan kirinya dengan nakal mulai membuka kancing satu per satu dari bajunya sendiri. Udara di antara mereka semakin panas, menyengat, menggoda.

Tubuh Alea mulai bereaksi. Tapi dalam waktu yang nyaris bersamaan, ia menarik tangannya cepat-cepat. Otaknya mulai bekerja kembali, mengingat tanggungannya, mengingat jumlah uang yang belum ia lunasi.

"Tidak... tidak! Aku rasa sudah cukup. Mungkin kamu lihat aku seperti orang kaya. Tapi sebenarnya tidak. Sudahlah, aku akan pergi..." katanya terbata, mencoba mengakhiri semua ini.

Namun ucapannya terjeda. Kael tidak melepaskan tangannya. Pria itu masih menggenggam erat, seperti tidak mau kehilangan kesempatan.

"Sayang," katanya lirih, "aku tidak akan minta bayaran lagi. Anggap saja bonus dariku."

Grepp.

Tanpa peringatan, Kael menarik pinggang Alea dengan cepat. Tubuh mereka bertabrakan. Begitu rapat, begitu panas.

Alea panik, mendorong dada Kael. Tapi pria itu seolah tidak memiliki niat sedikitpun untuk melepaskannya.

Dan sebelum Alea bisa memprotes lebih jauh, bibir Kael sudah menempel pada bibirnya. Menekan dengan lembut namun penuh gairah. Menyesap bibir atas dan bawahnya, mencuri napas dan kata-kata Alea sebelum sempat terlontar.

Alea sempat ingin menolak, tapi seiring waktu detik demi detik berlalu, tubuhnya menyerah. Ia kembali tenggelam dalam permainan ciuman yang panas dan mendebarkan itu. Seakan semua logika dan kesadaran luruh, digantikan oleh satu hal, pesona Kael yang tak tertahankan.

To be continued...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 38. Alea Mulai Jengah

    Alea tertawa miring. Dia menatap Adrian dengan tidak senang."Pikirkan dulu kekasihmu dan calon masa depanmu yang ada di perutnya. Jika dia mendengar hal ini keluar dari mulutmu, aku yakin dia akan marah dan muntah darah!"Suasana pagi itu dingin dan mencekam, seolah udara pun enggan bersentuhan dengan ketegangan yang menggantung di antara mereka. Sorot mata Alea tajam, menusuk seperti pisau yang diasah dengan kemarahan dan kejengkelan yang lama dipendam.Alea mencoba menggertak Adrian. Tapi memang itu benar. Jika Larissa tahu, Adrian sedang merayu Alea, sudah pasti wanita itu akan kebakaran jenggot. Larissa bukan tipe perempuan yang bisa menelan pengkhianatan dengan senyuman.Yang calon istri Adrian, dan yang telah bertunangan dengan Adrian itu memang Alea. Tapi wanita yang merasa memiliki Adrian adalah Larissa. Sebuah ironi menyakitkan yang selama ini Alea coba telan dalam diam.Adrian, dengan segala pesona dan kebanggaannya, tidak pernah berubah. Mendengar ucapan Alea, dia hanya me

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 37. Nyaris Ketahuan

    Kael sama sekali tidak membiarkan Alea jauh darinya. Pria itu terus memeluknya erat, seolah takut kehilangan. Lengannya yang kekar menyelimuti tubuh Alea seperti perisai yang melindungi dari dunia luar. Helaan napasnya stabil dan hangat, menyapu lembut kulit Alea yang sudah berkeringat. Mereka telah melewati malam yang panas, penuh gairah, dan sentuhan yang tak terbendung. Bukan hanya sekali, tapi beberapa kali mereka larut dalam hasrat yang tak tertahan. Hingga akhirnya, tubuh mungil Alea menyerah pada kelelahan. Dia tertidur dalam pelukan Kael, dengan rambut acak-acakan menempel di pipinya yang masih merah karena sisa-sisa hasrat tadi malam.Kael menatap wajah Alea yang tertidur dengan damai. Dalam diam, ia menyentuh pipi Alea, mengusap perlahan dengan ibu jarinya. Wajahnya menyiratkan pergolakan batin yang dalam. Ada hal besar yang belum ia ungkapkan, sesuatu yang selama ini ia pendam sendiri. Dan malam itu, keyakinannya bulat untuk mengakhiri misteri itu."Aku sudah caritahu semua

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 36. Menjadi Simpanan

    Pada akhirnya, Alea harus kembali ke hotel. Kael menahannya cukup lama, sebelum dia bisa menghindar dari pria itu.Masalah yang sedang dia hadapi, bukan masalah ringan yang bisa dia selesaikan sendiri atau bahkan dengan bantuan Kael. Bukan Alea meremehkan Kael, tapi pria itu juga bukan seseorang yang bisa membantunya untuk keluar dari masalah keluarganya dan perusahaan ayahnya.Terlebih lagi, Alea tidak ingin Kael terlibat. Pikir Alea, Kael itu bekerja di klub malam, sebagai seorang pria penghibur. Pasti karena dia benar-benar sangat butuh uang. Mungkin ada masalah besar yang dia alami dalam hidupnya. Alea juga tidak mau menambah beban Kael. Alea pikir, dia hanya ingin bersenang-senang, sebelum kehidupannya akan berakhir di tangan Adrian. Menjadi istri yang hanya sebatas status, bahkan harus menerima anak haram Adrian itu sebagai anaknya.Langkah Alea terasa berat menyusuri lorong hotel yang tampak sepi. Cahaya lampu-lampu gantung berwarna kuning temaram menambah kesan sunyi dan dingi

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 35. Terjerat

    "Kondisinya tidak parah, lebih ke lelah sebenarnya daripada alergi atau semacamnya!" jelas dokter yang memeriksa Larissa.Larissa yang memang tidak bisa bahasa Prancis tampak terdiam dan memperhatikan ekspresi wajah Adrian. Ia mencoba membaca raut wajah kekasihnya itu, berharap bisa menangkap sedikit saja makna dari setiap kata yang diucapkan dokter. Namun semakin ia mencoba, semakin kabur semuanya.'Sial, aku tidak mengerti lagi apa yang dokter ini katakan!' batin Larissa, sambil menelan ludah. Ketidaktahuannya terhadap bahasa itu membuat kepalanya semakin pusing, entah karena kecemasan atau karena sugesti semata.Alea yang sejak tadi memperhatikan wajah Larissa yang tampak bingung, langsung menghampiri wanita itu. Tanpa perasaan bersalah, bahkan dengan nada ringan dan nada yang nyaris seperti bercanda, ia mendekatkan wajahnya ke telinga Larissa lalu berbisik, "Ck, tidak disangka. Ternyata umurmu tinggal sebentar lagi."Suara lirih Alea itu terdengar seperti dentuman petir di telinga

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 34. Fitnah Larissa

    Mata Alea mencoba untuk tidak menoleh ke arah dua sejoli yang sedang dimabuk asmara di depannya itu. Atau mungkin lebih tepatnya, Adrian yang menjadi bucin pada wanita yang sudah jelas-jelas hanya terpikat padanya karena uangnya itu. Tapi yang namanya bucin, Adrian sama sekali tidak bisa melihat dengan jelas apa yang Alea dan Wulan, ibunya Adrian sendiri, lihat pada Larissa. Restoran mewah itu dipenuhi Kilauan cahaya yang terpantul dari lampu gantung kristal yang terkena sinar matahari dari luar, yang berkilau indah di atas kepala mereka. Aroma masakan kelas atas menguar samar dari dapur terbuka di sudut ruangan, diselingi suara piano lembut yang dimainkan live oleh seorang pria tua berjas putih. Tapi semua suasana itu tak mampu membuat hati Alea nyaman. Bahkan alunan musik romantis yang harusnya menenangkan, malah terasa seperti siksaan tambahan. Kedua orang itu sedang makan dengan begitu romantis. Adrian memotongkan daging untuk Larissa, dan Larissa memandang Adrian dengan sangat

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 33. Jadi Obat Nyamuk?

    Dan setelah semua kekesalan Alea, dia kembali harus dibuat darah tinggi dengan permintaan tidak masuk akal Adrian. "Aku tidak mau ikut!" ujar Alea kesal. Nada suaranya meninggi, penuh penolakan yang sudah tidak bisa ditawar. Matanya memancarkan amarah yang sudah berusaha ia tahan sejak tadi pagi. Sudah cukup hari ini dipenuhi kejengkelan dan kini Adrian datang dengan ide gila yang benar-benar membuat darahnya mendidih. Lagian ada-ada saja, masa iya Adrian jalan-jalan dengan Larissa, dia harus ikut. Yang ada dia jadi obat nyamuk. Mending jadi obat nyamuk saja? Larissa si genit itu pasti akan melakukan hal-hal yang membuatnya hipertensi nanti. Alea memeluk tubuhnya sendiri, menahan emosi. Pikirannya dipenuhi skenario menyebalkan. Dia bisa membayangkan Larissa akan merangkul Adrian setiap lima menit, tertawa genit, lalu memamerkan barang-barang yang dibelikan Adrian seperti sedang pamer trofi. Dan dia? Alea akan jadi saksi mata dari hubungan yang menurutnya menjijikkan. Namun, A

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 32. Kesempatan dalam Kesempitan

    Belum hilang rasa kesal Alea, dia harus kembali kehilangan ketenangan gara-gara Adrian mengetuk pintu kamarnya dengan kasar. Bahkan ketika Alea pura-pura tidak mendengarnya, Adrian tetap tidak menyerah. Laki-laki itu bahkan mengganggunya lewat pintu dari balkon, membuat Alea hampir melemparkan bantal ke arah pintu saking jengkelnya."Alea, buka! Ibuku telepon!" pekiknya, sambil menggoyangkan gagang pintu balkon dengan penuh tekanan. Suaranya yang berat dan mendesak membuat Alea semakin geram. Ia menutup matanya rapat-rapat, berusaha keras menahan diri agar tidak berteriak.Menghela napas panjang dengan kasar, akhirnya Alea pun bangkit dari duduk manisnya. Langkahnya berat dan penuh ketidaksukaan ketika ia membuka pintu balkon itu. Udara dingin langsung menerpa kulitnya, seolah ikut memperburuk suasana hati Alea."Sayang..."Tatapan Adrian segera teralihkan ke arah lain. Di sana, Larissa tampak sudah berdandan rapi. Rambut panjangnya digerai sempurna, bajunya yang mahal memeluk tubuhn

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 31. Kegagalan Adrian

    Adrian masih tampak begitu kesal, ia menunggu Alea di dalam kamar Alea. Ia bilang pada Larissa bahwa dirinya akan mengurus reservasi restoran untuk makan malam romantis mereka berdua di salah satu restoran terbaik di Paris. Para pria memang pandai merangkai kata-kata manis. Bahkan ketika berbohong, rasanya sulit bagi wanita untuk tidak mempercayainya. Ucapan-ucapan mereka begitu meyakinkan, seakan-akan kebenaran ada di setiap nadanya, padahal semua itu hanya permainan kata semata.Tangannya mengepal kuat, seolah menahan gejolak amarah yang sudah membuncah di dadanya. Napasnya memburu, matanya merah menahan emosi. Masalahnya, dia bahkan tidak bisa menemukan ke mana perginya Alea sejak semalam. Ia sudah mencari ke berbagai penjuru hotel, memeriksa satu per satu kemungkinan yang ada. Bahkan, untuk mengetahui lebih lanjut, Adrian mengeluarkan banyak uang demi mendapatkan akses ke rekaman kamera pengawas di seluruh koridor hotel. Ia berpikir, setidaknya rekaman itu bisa memberinya sedikit

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 30. Mulai Simpati

    Alea merasa kepalanya masih sedikit pusing, tapi gangguan yang lebih mengusik datang dari silaunya cahaya terang yang menembus kelopak matanya. Ya, seperti itulah saat sinar matahari pagi menyusup dari celah-celah tirai dinding kaca kamar hotel itu. Hangatnya menelusup ke kulit, namun menyakitkan di mata yang masih lelah."Kael."Begitu Alea membuka mata, nama itu langsung meluncur dari bibirnya. Suaranya parau dan pelan, seolah hanya ingin memastikan dirinya sendiri bahwa malam tadi bukan sekadar mimpi.Dengan tubuh yang masih berat, Alea mengubah posisinya menjadi duduk, bersandar pada sandaran tempat tidur yang empuk. Tangannya terangkat, mengusap wajah yang masih kusut oleh sisa-sisa tidur dan ingatan semalam yang menghantui pikirannya. Matanya menelusuri seisi kamar, menelisik setiap sudut, namun tak ada tanda-tanda keberadaan Kael di sana. Hanya keheningan dan aroma samar parfum pria yang masih tertinggal di udara.Alea menarik napas panjang dan berat. Ia ingat apa yang terjadi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status