Share

Bab 7

Author: Zoro
Julianti mengepalkan jari-jarinya erat.

Baru saja dia hendak berdiri, beberapa orang sudah mencengkeram lengannya dan dengan kasar mendorongnya masuk ke sebuah kamar dalam kabin kapal.

Salah satu dari mereka mengeluarkan ponsel, lalu menunjukkan sebuah kalimat di layar. [Angin di luar terlalu kencang, nanti kamu masuk angin. Tunggu di sini saja, Kak Juli. Kak Surya sebentar lagi datang.]

Saat pintu tertutup, Julianti dengan jelas mendengar tawa rendah Suryanto dari dalam kamar sebelah, "Nakal banget kamu, sebenarnya yang nggak enak itu bagian mana? Sini, atau sini?"

Napas Yulia langsung jadi kacau, manja dan menggoda di saat bersamaan, "Jangan ... pelan-pelan ... "

Perut Julianti terasa mual seketika.

Dia ingin kabur, tapi gagangnya tak bisa digerakkan. Pintu sudah dikunci dari luar.

Tubuhnya membeku di tempat, darah terasa membeku di seluruh tubuh.

Suara-suara memalukan yang terdengar dari balik dinding seperti jarum-jarum halus yang menusuk telinganya, menyiksa setiap sarafnya tanpa ampun.

Entah sudah berapa lama dia berdiri di sana. Akhirnya, pintu kamar belakang terbuka.

Suryanto keluar lebih dulu, diikuti Yulia yang wajahnya masih merah dan pakaian berantakan.

Melihat Julianti berdiri di luar, wajah Suryanto seketika menegang. Dia refleks memberi penjelasan dengan bahasa isyarat, "Bahunya Yulia tadi pegal, aku cuma bantu pijat."

Julianti menunduk, tak berkata apa-apa.

Tapi ekspresinya yang terlalu tenang, nyaris mati rasa, membuat Suryanto entah kenapa merasa tak nyaman.

Berusaha bersikap biasa, Suryanto menggandeng Julianti keluar dari kamar, lalu menyeret dalang di balik insiden itu dan bertanya dingin, "Siapa yang suruh kalian bawa dia ke kabin dalam?"

Sahabatnya tertegun lalu berkata, "Cuma main-main, Kak Surya. Toh kamu juga bakal ninggalin dia, masih peduli ini?"

"Kapan aku bilang mau buang dia?" jawab Suryanto.

Suryanto mengerutkan kening dan berkata, "Aku memang menikahinya supaya dia bisa menggantikan Yulia hadapi bahaya, tapi dia sudah menunaikan tugasnya. Aku akan tetap memberi dia tempat tinggal dan kehidupan yang layak setelah ini."

"Kak Surya, ini nggak seperti kamu biasanya," goda sahabatnya sambil menyikut lengan Suryanto. "Jangan-jangan ... Kamu mulai ada rasa sama dia?"

Suryanto tidak menjawab, dia hanya melirik tajam dan dingin berkata, "Jaga ucapanmu. Hal yang tak perlu ditanya, jangan ditanya."

Setiap kata dari percakapan itu masuk ke telinga Julianti tanpa terlewat satu pun.

Julianti menggigit bibir, lalu tersenyum samar, senyum pahit yang nyaris tak terlihat.

Ternyata Suryanto sudah menyiapkan masa depan untuknya.

Tapi perlindungan seperti itu, dia sudah tidak membutuhkannya lagi.

Julianti mengeluarkan ponselnya, melirik waktu di layar.

Dua puluh menit lagi, Paman Hendra akan menjemputnya.

Pada saat kembang api pertama meledak di langit malam nanti, dia akan melompat ke laut, memalsukan kematian demi benar-benar lepas dari semua ini.

Suryanto yang melihat Julianti menatap ponsel terus-menerus mengira dia sedang menunggu pertunjukan kembang api. Dia mengusap kepalanya dan tersenyum, "Jangan khawatir, sebentar lagi pertunjukannya mulai."

Julianti menghindar dari sentuhan itu, dengan alasan ingin ke kamar mandi, dia berjalan ke tempat penyimpanan barang dan memeluk kotak abu jenazah.

Namun baru kembali ke geladak, dia langsung berpapasan dengan Yulia.

Begitu melihat kotak abu jenazah itu, wajah Yulia seketika pucat dan berkata, "Kamu, kamu kenapa bawa benda sialan itu ke atas kapal?"

Baru sadar Julianti tak bisa mendengar, dia langsung berusaha merebutnya, "Buang saja! Jangan bawa-bawa benda sialan itu di hadapan aku!"

Julianti dengan cepat menghindar, lalu mendorong Yulia ke samping.

Tubuh Yulia terpental ke pagar kapal dan menjerit, "Aaaah!"

Suryanto segera datang setelah mendengar suara itu.

Melihat Yulia terduduk di lantai, dia buru-buru menolong, nada suaranya penuh cemas, "Yulia, kamu nggak apa-apa? Sakit nggak?"

Yulia langsung menyender manja di pelukannya, matanya memerah dan berkata, "Dia gila, Suryanto! Dia bawa kotak abu jenazah ke atas kapal, aku cuma suruh dia buang, malah didorong!"

Mendengar itu, wajah Suryanto langsung menggelap.

Dia memerintahkan Julianti lewat isyarat, "Juli, letakkan kotak abu jenazahnya."

Julianti bahkan tidak mengangkat kelopak matanya sedikit pun. Lengannya yang menggendong kotak abu jenazah itu justru semakin erat.

"Suryanto, itu abu siapa sih? Serem sekali ... "

Yulia mulai memperkeruh suasana, suaranya dipenuhi kepanikan palsu.

"Itu abu anjing tua di rumah. Entah kenapa belakangan dia terus membawanya ke mana-mana." Suryanto mengusap pundak Yulia dengan lembut dan berkata, "Tenang, aku akan segera singkirkan, biar kamu nggak terganggu."

Dia melangkah maju, mencoba merebut kotak abu jenazah dari pelukan Julianti.

Dalam pergulatan itu, kepala Julianti membentur keras salah satu baut pagar kapal, darah mengucur deras.

Angin laut yang asin menyapu luka itu, serta rasa perih dan asin yang membuat matanya perih. Kabut darah mulai mengaburkan pandangannya, seolah seluruh dunia berubah menjadi merah tua yang berdenyut sakit.

"Juli, kamu ini keras kepala sekali." Suryanto menunduk menatapnya dengan tatapan dingin. "Anjing itu sudah mati. Kamu harus belajar melepaskannya."

Bersamaan dengan itu, kembang api meletus megah di cakrawala, membanjiri langit malam dengan cahaya warna-warni yang sempurna.

Kembang api menyala terang, menghiasi langit dan menyorot jelas tatapan putus asa di mata Julianti.

Waktunya telah tiba. Sesuai janji dengan Paman Hendra, detik-detik penentuan akhirnya menjelang.

Tanpa ragu, Julianti berlari ke tepi geladak, seperti burung yang akhirnya bebas dari sangkar, dan melompat ke laut yang dingin.

Hubungan mereka dimulai di lautan.

Kini, berakhir di lautan juga.

"Juli!"

Teriakan dari belakang tenggelam ditelan gemuruh kembang api.

Saat air laut yang membekukan membanjiri rongga hidungnya, akhirnya Julianti merasakan rasa pembebasan yang pernah dicapainya dalam hidup.

Dalam hati, Julianti berbisik,

‘Suryanto ... selamat tinggal.

Bukan, maksudku ... selamat tinggal untuk selamanya.’
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sinar di Balik Pengkhianatan   Bab 20

    Setelah mendengar kata-kata Julianti, Amelia tidak melanjutkan untuk membujuk, hanya berkedip dan berkata dengan nada penuh rahasia, "Urusan perasaan itu paling nggak masuk akal, kamu tunggu saja, Gerry pasti akan bertindak."Julianti saat itu hanya menganggap Amelia bercanda, tidak terlalu dipikirkan.Namun, siapa sangka, setengah bulan kemudian, dia benar-benar menerima pesan WhatsApp dari Gerry.Gerry bilang ada film baru yang mendapat ulasan bagus, dan ingin mengajak Julianti menonton bersama.Julianti ragu sejenak menatap layar, memikirkan sebelumnya sudah banyak dibantu olehnya, menolak rasanya terlalu dingin, akhirnya dia membalas dengan satu kata. [Baik.]Tak disangka saat sampai di bioskop, dia mendapati bahwa di seluruh ruang pemutaran hanya ada mereka berdua.Yang lebih mengejutkan, saat film hampir selesai, teks berjalan tiba-tiba hilang, gambar berpindah ke sudut pandang asing dan aneh.Kamera tampak dipasang di lantai, sudutnya pas mengarah ke celah sebuah pintu kayu."Ap

  • Sinar di Balik Pengkhianatan   Bab 19

    Setelah Julianti dibawa pergi oleh Gerry, dia menghilang tanpa jejak, seolah menguap dari dunia. Seberapa keras pun Suryanto mencarinya, tetap tak ada satu pun jejak yang bisa ditemukan.Suryanto terjebak dalam kesedihan yang dalam. Setiap hari dia menenggelamkan diri dalam alkohol, bahkan tak sanggup lagi mengurus urusan perusahaan.Keadaan mentalnya yang kacau menjadi celah bagi para pengkhianat internal untuk mulai beraksi.Tak butuh waktu lama, Perusahaan Pradana pun jatuh ke dalam krisis besar. Sementara Perusahaan Ananda, yang selama ini selalu menjadi pendukung kuatnya, juga sudah tak sanggup memberikan bantuan.Sejak rahasia internal perusahaan bocor, saham Perusahaan Ananda anjlok tajam, dan tak lama kemudian, perusahaan itu pun nyaris bangkrut.Yulia dikhianati dan kehilangan segalanya dalam satu malam. Hidupnya runtuh, pikirannya kacau, dan dia berubah menjadi sosok yang nyaris kehilangan kewarasan.Pernah suatu kali, dia keluar rumah dalam keadaan telanjang dan berlarian se

  • Sinar di Balik Pengkhianatan   Bab 18

    Suryanto merasakan sakit kepala yang nyaris pecah saat mendengar kata-kata itu.Dia pernah yakin, setelah sekian lama memperbaiki semuanya, Julianti benar-benar sudah memaafkannya.Dia bahkan diam-diam merencanakan untuk memiliki dua anak dengannya, lalu berkeliling dunia bersama, menikmati keindahan di seluruh penjuru.Namun pada akhirnya, dia sadar semua itu hanyalah khayalan sepihak dari dirinya sendiri.Suryanto menggeleng tanpa daya, suaranya serak sulit disembunyikan, "Nggak, bagaimana aku tega membunuhmu? Meskipun kamu telah menghianatiku, aku pantas menerimanya. Aku nggak peduli, Juli, kita pulang saja ... ""Ingin membawa Julianti pergi? Lewat aku dulu!"Pintu di belakang tiba-tiba terbuka dengan keras. Gerry bersama sekelompok pria berbaju hitam langsung menyerbu masuk.Hati Suryanto langsung berat ketika dia menatap Gerry.Dia sudah menduga urusan ini ada hubungannya dengan Gerry, tapi tidak menyangka Gerry berani membawa orang dan masuk ke wilayahnya secara terang-terangan.

  • Sinar di Balik Pengkhianatan   Bab 17

    "Tolong ... Uh!"Belum sempat suara minta tolong itu keluar sepenuhnya, tengkuk Yulia sudah kena sabetan telapak tangan, dan dia langsung pingsan.Julianti menoleh ke sekeliling, menemukan laptop di kamar itu, lalu segera mencolokkan flashdisk ke dalamnya.Hanya dalam beberapa detik, seluruh data berhasil dikirim.Kali ini, kabar tentang serangan terhadap sistem langsung sampai ke telinga Suryanto begitu kejadian terjadi.Perusahaan Ananda dan Perusahaan Pradana menjalin kerja sama yang sangat erat.Sekarang Perusahaan Ananda diserang, Perusahaan Pradana tentu tak bisa lepas dari imbasnya.Alis Suryanto langsung mengerut dalam. Awalnya Suryanto berniat memberitahu Julianti bahwa ada keadaan darurat di kantor, dan dia harus segera kembali untuk menanganinya.Namun begitu pintu kamar didorong terbuka, ternyata ruangan itu kosong. Di balkon, seutas tali tergantung dan menjulur ke bawah gedung!Tatapan Suryanto langsung menggelap, dia segera memberi perintah pada bawahannya, "Segera tutup

  • Sinar di Balik Pengkhianatan   Bab 16

    Data di komputer dengan cepat tersinkronisasi ke Gerry.Sementara itu, Julianti menerima pesan dari Gerry.[Bagus sekali, selanjutnya coba cari kesempatan untuk memasukkan flashdisk itu ke komputer yang selalu dibawa Yulia, maka tugasmu selesai.]Julianti mengeratkan bibirnya, tak bisa menahan diri bertanya pada Gerry, [Setelah rencana selesai, bagaimana kamu akan membantuku keluar dari masalah ini?]Gerry berkata jujur, [Aku akan memberimu identitas baru, dan kalau kamu masih khawatir, kamu bisa bekerja di Perusahaan Ananda. Selama kamu berada di wilayah kekuasaanku, dia tidak akan bisa menyentuhmu sedikit pun.]Membaca pesan itu, Julianti akhirnya merasa lega.... Pertama kali Julianti bertindak, Suryanto tidak menyadari ada sesuatu yang janggal.Saat dia sedang berpikir bagaimana mendekati Yulia, kesempatan justru datang dari langit.Suatu hari, Suryanto mendatangi Julianti dan berkata, "Juli, aku sudah menyiapkan makam terbaik untuk nenekmu di Pemakaman Sentosa terbesar di Kota B

  • Sinar di Balik Pengkhianatan   Bab 15

    "Hmm, aku sudah memaafkanmu." Suara Julianti sangat pelan, tak membawa sedikit pun kehangatan, yang tersisa hanya dingin yang senyap membeku di matanya.Namun Suryanto seolah tak menyadari keanehan itu, seluruh dirinya tenggelam dalam kegembiraan yang membuncah.Dia segera memerintahkan asistennya menyiapkan jet pribadi, tak sabar ingin membawa Julianti kembali ke Kota Beirus.Namun belum jauh dari penginapan, tiba-tiba sesosok wanita berbaju pengantin menerobos keluar dan menghadang mereka.Rambut Yulia berantakan, gaun pengantinnya kusut tak beraturan, dan tatapannya menusuk dingin ke arah Suryanto, seperti mata pisau yang menggores, "Suryanto, kamu nggak pikir harus kasih aku penjelasan?"Belum sempat Suryanto bicara, mata Yulia sudah berpaling tajam ke arah Julianti, suaranya dipenuhi rasa tak terima dan dendam, "Jadi kamu kabur dari pernikahan demi dia? Datang ke Kota Yale buat nemuin dia? Apa kamu mau bawa dia balik ke Kota Beirus dan balikan sama dia?"Suryanto jelas tak menyang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status