"Kamu lucu sekali Nazwa. Siapa yang dengan berani memecat kamu maka saya akan memecatnya juga. Saya akan mengantarkan kamu sampai di ruangan kamu bekerja."
Nazwa pun tak menghiraukan ucapan dari Erland. Ia memilih untuk segera beranjak dari tempat itu."Tunggu Nazwa! Keningmu berkeringat." Erland hendak menyapu keringat dingin di kening Nazwa, namun wanita itu menghindar dan bergerak mundur. Hingga tak sengaja kakinya menyentuh sesuatu."Nazwa, awas!" Dengan cepat Erland menopang tubuh Nazwa. Kedua mata mereka saling bertemu. Seakan detik waktu berhenti, mereka terdiam dengan pikirannya masing-masing."Kamu sangat cantik, Nazwa." Erland tidak bisa menahan ucapannya. Kalimat itu ke luar begitu saja dari mulutnya.Nazwa yang tersadar segera berdiri tegak. Melepaskan diri dari dekapan tangan Erland."Sebaiknya saya segera kembali." Nazwa langsung berlari meninggalkan Erland yang masih terdiam kaku menatapnya."Ya, Tuhan. Seharusnya saya tidak mengatakannya."Nazwa telah berhasil kembali ke ruangannya. Benar saja. Tidak ada yang memarahinya. Bahkan semua terlihat fokus bekerja di tempat masing-masing. Wanita itu berjalan pelan hendak kembali ke meja kerjanya."Nazwa, kamu sudah kembali? Silahkan dilanjutkan pekerjaannya," ucap manager pemasaran itu dengan santai."Baik, Pak." Nazwa mengangguk pelan. Kemudian segera duduk kembali di kursinya.Mila yang duduk di dekat Nazwa terlihat sangat penasaran. Ia sengaja menyenggol bahu wanita itu."Nazwa, ke mana aja? Terus ngapain sama Pak Erland? Hayoo, jangan-jangan kalian—" belum sempat Mila menyelesaikan kalimatnya Nazwa sudah bergerak cepat.Wanita dengan bibir mungil itu langsung menutupi mulut Mila. Sungguh teman barunya itu tidak melihat situasi dan kondisi. Berbicara cukup keras hingga mengganggu rekan kerja yang lainnya."Bagaimana kalau Pak Manager dengar? Nanti saja aku jelaskan di chat ya? Pekerjaanku masih banyak Mila. Aku tidak mau mengecewakan atasan di hari pertamaku bekerja." Nazwa mencoba menjelaskan. Cara kerjanya juga masih lembar dibandingkan pekerja lainnya.Mila menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Eh, iya. Maaf ya Nazwa. Semangat kerjanya."Mila kembali ke tempat duduknya. Pekerjaannya juga belum selesai. Bagaimana tidak, ia lebih sering bercermin dan mengolesi bibirnya dengan lipstik tebal dibandingkan bekerja dengan sungguh-sungguh.Beberapa jam telah berlalu. Nazwa dan Mila sibuk di depan komputer dengan pekerjaannya masing-masing. Hingga tanpa mereka sadari, jam pulang kantor telah tiba.Nazwa bersyukur di hari pertamanya bekerja tidak ditugaskan untuk over time atau lembur. Ia bisa cepat sampai ke rumah kosnya lalu merebahkan diri sejenak karena badannya pegal-pegal akibat insiden di lantai atas beberapa waktu yang lalu."Nazwa, aku duluan ya? Atau mau barengan?" tawar Mila yang membawa mobil saat bekerja."Terima kasih Mila. Mungkin lain kali saja," balas Nazwa tidak enak hati."Baiklah. Hati-hati ya?" Mila pun berlalu pergi dengan mobilnya.Sedangkan Nazwa menunggu kendaraan umum lewat. Wanita itu mengecek ponselnya. Ternyata banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Raka—suaminya."Mas Raka, mencoba menghubungiku? Ada apa?" lirih Nazwa seorang diri."Hai, Nazwa." Tiba-tiba suara Erland mengagetkan Nazwa. Wanita itu belum sempat membalas pesan ataupun menelepon balik suaminya."Kamu masih di sini?" tanya Erland kemudian.Nazwa hanya mengangguk pelan. Ia masih seorang diri menunggu di tempat itu. Sementara kantor sudah mulai sepi. Semua orang sudah pulang dengan kendaraan pribadi masing-masing.Erland turun dari mobilnya dan menghampiri Nazwa. Membuat wanita itu merasa heran. Namun Nazwa tetap berusaha bersikap tenang."Aku akan mengantarkanmu pulang, Nazwa. Aku khawatir kamu sendirian di sini. Sedangkan kantor sudah sepi. Bagaimana jika ada yang menyakitimu?" ungkap Erland sungguh-sungguh."Tapi Pak?" Nazwa menjadi galau. Haruskah ia menerima tawaran dari bos barunya itu? Wanita itu masih tampak berpikir."Ayolah. Tidak baik menolak sebuah bantuan. Aku tulus melakukannya." Erland kembali meyakinkan.Dengan perlahan Nazwa akhirnya mengangguk kembali. Sebenarnya ia ingin cepat-cepat sampai di rumahnya. Wanita itu berdiri dari duduknya. Menyusul Erland yang sudah di depan.Lelaki tampan itu membukakan pintu untuk Nazwa. "Masuklah," pintanya."Terima kasih, Pak Erland." Nazwa masuk ke dalam mobil. Wanita itu segera duduk dan memakai sabuk pengamannya. Namun sepertinya kesulitan.Tanpa aba-aba Erland mendekat ke arah Nazwa dan mencoba menolong Nazwa. Jemari mereka bersentuhan. Membuat Nazwa terkejut setelah menyadari Erland sudah sangat dekat dengannya."Aku bantu, ya?" lirih Erland. Bukannya segera mengerjakan apa yang ingin ia lakukan, Erland dan malah menatap wajah Nazwa sangat lama. Begitupun sebaliknya.Andai saja Nazwa masih single. Pasti bibirnya sudah tidak bisa terselamatkan dari terkaman bibir Erland."Manis," lirih Erland."Pak Erland?" Nazwa tidak mengerti apa yang sedang dilakukan Erland."Oh, iya. Aku lupa. Sorry, Nazwa." Lelaki itupun segera memasangkan sabuk pengaman untuk Nazwa.Mobil Erland berjalan dengan pelan. Duda tampan itu melajukan dengan santai. Ia senang jika bisa berlama-lama dengan Nazwa di dalam mobil.Nazwa yang merasa malu sejak dipasangkan sabuk pengamannya, memilih untuk terus diam hingga tiba di depan rumahnya."Mau mampir dulu?" ucap Nazwa berbasa-basi. Tidak disangka Erland mengiyakannya. Padahal Nazwa sudah merasa lelah ingin segera beristirahat.Tiba di depan pintu rumah, Nazwa terkejut melihat pintu di depannya tidak terkunci. "Mungkin ibu pemilik kos," pikirnya.Nazwa pun mengajak Erland untuk masuk. Dan ternyata di kursi ruang tamu sudah ada Raka yang menunggu dengan dua gelas teh di meja. Yang satu gelasnya sudah kosong. Sepertinya tadi Raka mengobrol dengan pemilik kos-kosan."Mas Raka?" ucap Nazwa terkejut. Ia tidak menyangka jika suaminya datang ke tempatnya. Wanita itu merasa menyesal belum sempat membalas pesan-pesan dari Raka."Nazwa, kamu sudah pulang sayang?" Lelaki itu segera berdiri dari duduknya dan mencoba menghampiri sang istri. Namun raut wajahnya seketika berubah setelah menyadari Erland berdiri di sampingnya."Siapa dia? Kenapa kamu pulang sama dia?" tanya Raka ketus. Hatinya merasa cemburu melihat Nazwa dekat dengan lelaki lain yang tak kalah tampan dengannya. Bahkan penampilan Erland masih seperti saat berangkat bekerja. Tetap rapi dan wangi.Nazwa menatap ke arah Erland. Ia jadi merasa bersalah. Padahal Erland terlihat santai saja. Lelaki tampan itu memang pandai sekali menutupi perasaannya."Pak Erland atasan saya di tempat kerja, Mas. Mas Raka jangan salah paham." Nazwa mencoba memberitahukan yang sebenarnya agar tidak terjadi pertengkaran di antara mereka."Em, lebih baik saya segera pulang," pamit Erland merasa tidak dibutuhkan lagi di tempat itu."Tapi, Pak?" Nazwa bertambah galau."Tidak apa-apa, Nazwa. Saya tidak ingin suami kamu marah.""Baguslah. Harusnya memang kau pergi sejak tadi." Raka menyahut.Nazwa terdiam tanpa bersuara. Bahkan untuk berucap terima kasih saja ia belum sempat.Erland segera kembali ke mobilnya. Lelaki itu termenung sejenak. Andai saja waktu itu ia bisa menolak perjodohan dari mamanya, pasti Erland lebih dulu menikahi Nazwa daripada lelaki yang bernama Raka tersebut.Setelah kepergian Erland, Nazwa segera mengunci pintu dan menghampiri suaminya."Mas Raka, seharusnya Mas tidak berbicara keras seperti tadi. Pak Erland hanya mengantarkan Nazwa pulang karena belum ada kendaraan yang lewat. Tadi suasana mendung," ungkap Nazwa.Setelah mengucapkan kalimat itu hujan turun dengan derasnya. Akhirnya Raka memilih untuk bermalam di tempat Nazwa. Padahal niatnya menjemput Nazwa pulang ke rumah."Maafkan aku, Nazwa." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Raka. Namun sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang ingin ia sampaikan kepada istrinya tersebut. Lelaki tampan itu memberikan waktu istrinya untuk beristirahat sejenak.Nazwa mengangguk pelan. Kemudian pamit untuk masuk ke kamarnya. "Nazwa mandi dulu ya, Mas?"Raka memberikan sebuah anggukan. Kemudian ikut masuk ke kamar setelah beberapa menit lamanya Nazwa belum juga menampakkan diri.Suami Nazwa tersebut menanti di ranjang kamar dengan tidak sabar. Ia sudah sangat merindukan sosok sang istri yang telah menemaninya hingga delapan tahun lamanya.Nazwa yang baru keluar dari kamar mandi merasa terkejut kala melihat sang suami tersenyum manis dan menghampirinya. Wanita itu masih terlihat canggung setelah kepergiannya malam itu. Meski dalam hati kecilnya pun sangat merindukan Raka."Mas, Raka? Mas mau mandi, juga?" tanya Nazwa salah tingkah. Sebenarnya bukan hal itu yang ingin ia tanyakan. Tentu saja Nazwa tahu jika Raka pasti sudah mandi saat memutuskan untuk menemuinya. apaTanpa menjawab pertanyaan dari sang istri, Raka semakin mendekat. "Aku sangat merindukanmu, Nazwa." Sekejap saja bibir Raka telah menempel di bibir Nazwa. "Nazwa belum pakai baju Mas," ucap Nazwa setelah berhasil menghentikan penyatuan bibir mereka."Untuk, apa?" Dengan c
"Maaf, ya Mas, kalau Nazwa masih kepikiran tentang ucapan Mama malam itu. Nazwa juga ingin memberikan seorang cucu untuk Mama. Tetapi Tuhan belum berkehendak."Raka menangkup kedua pipi sang istri agar menatapnya. "Cukup, sayang. Tidak perlu kamu memikirkan suatu hal yang membuatmu sakit hati. Yang penting kita sudah berusaha. Dan Mas janji, tidak akan menuntut hal itu kepadamu.""Makasih ya Mas," ucap Nazwa seraya memeluk Raka.Keduanya saling berpelukan cukup lama. Nazwa merasa lega karena Raka masih setia mendukungnya.Setelah Raka mampu menenangkan hati istrinya. Ia pun benar-benar menolong Nazwa untuk memasak dan menyiapkan sarapan di atas meja makan."Pelan-pelan saja, Mas. Tidak usah buru-buru." Nazwa memandangi suaminya sambil tersenyum. Raka terlihat sangat antusias berada di dapur. Padahal biasanya ia hanya duduk manis di kursi dan menunggu kedatangan Nazwa dengan semua masakannya.Pagi itu terasa sangat indah bagi Nazwa. Ia berangkat ke kantor diantarkan oleh sang suami. Dan
"Pak Erland? Saya sedang menunggu suami saya. Katanya Mas Raka mau jemput ke sini dan makan siang bersama Nazwa. Tetapi sampai sekarang belum ada kabar sama sekali," ungkap Nazwa.Wanita itu terlihat sedih. Demi Raka ia rela menahan rasa laparnya. Ia tidak ingin mengecewakan suaminya.Namun kenyataannya, justru Raka yang kembali mengecewakan hatinya. Tanpa memberi kabar sama sekali. Membuatnya hampir putus asa."Saya tidak mau jika nanti kamu, sakit. Makanlah ini." Erland memberikan nasi kotak lauk ayam panggang kepada Nazwa.Wanita itu masih terdiam. Ia ragu-ragu untuk menerima makanan itu. Bukan apa, hanya saja Nazwa takut suaminya nanti marah.'Bagaimana jika nanti Mas Raka ke sini dan mengetahui aku sudah makan dahulu," batin Nazwa. Masih saja ia berpikir bahwa suaminya akan datang menemuinya."Apa perlu saya suapi, agar kamu mau memakannya?" tanya Erland lagi. Ia tidak habis pikir dengan Nazwa. Masih setia menanti kehadiran suaminya. Jelas-jelas waktu semakin berlalu. Sudah pasti
Beberapa menit telah berlalu. Tidak ada balasan pesan dari Raka. Lelaki itu juga tidak terlihat online kembali.Sebenarnya Nazwa masih setia menunggu, namun ia sudah merasa lelah. Wanita itu memutuskan untuk naik taksi saja. Tidak peduli jika nanti Raka mencarinya.Tak butuh waktu lama taksi yang ditumpangi Nazwa sudah tiba di depan rumahnya."Terima kasih ya Pak," ucap Nazwa kepada sopir taksi dan dibalas dengan sebuah anggukan.Nazwa berdiam diri sejenak. Menarik nafas dalam-dalam karena perasaannya tiba-tiba menjadi tidak tenang."Semoga Mas Raka baik-baik saja." Nazwa melihat jam di tangan. Mungkin Raka masih sibuk di kantor, pikirnya.Dengan perlahan Nazwa berjalan menuju pintu rumah. Saat melewati halaman rumahnya, ia dikejutkan dengan dua mobil yang sudah berada di sana. Satu mobil milik Raka dan satu lagi mobil milik mama mertua Nazwa."Itu kan?" Nazwa terlihat kesulitan melanjutkan kalimatnya.DEG !Hati Nazwa semakin merasa tidak enak. Ia gelisah tiba-tiba. Namun wanita itu
Ternyata Rosalia yang membuka pintu dan masuk ke kamar mereka. Sejak tadi ia telah menguping pembicaraan Raka dengan menantunya.Dengan berjalan santai wanita paruh baya itu mulai mendekati Nazwa dan Raka yang masih bersiteru.Rosalia sangat senang akhirnya Nazwa sendiri yang meminta ceria kepada Raka. Rencana berjalan sempurna."Raka! Ceraikan saja dia. Wanita ini tidak bisa memberikan keturunan. Apakah selamanya dia akan menumpang hidup kepada kita?" teriak mama Raka dengan sebuah tatapan mata yang sangat tajam.Raka terperanjat mendengarkan ucapan mamanya. Padahal bukan itu yang diharapkannya. Ia masih memiliki rencana lain agar Nazwa bisa hamil.Nazwa melirik ke arah suaminya yang hanya diam saja. Hatinya semakin terasa sakit. Sakitnya seperti disayat-sayat oleh benda tajam dan semakin sakit saja.Tidak ada gunanya lagi ia mempertahankan rumah tangganya yang sedang diambang batas kehancuran. Sang suami yang plin plan dan mertua yang sangat egois.Sepertinya jalan terbaik adalah ber
Nazwa masih terdiam. Ia merasa galau. Antara ingin bercerita atau tidak tentang masalah rumah tangganya.Nazwa tidak ingin membuka aib keluarganya. Tetapi ia ingin mengurangi kesedihannya dengan bercerita kepada Erland yang notabenenya adalah sahabat lamanya."Kamu sedang ada masalah? Baiklah. Kalau kamu tidak mau cerita. Aku tidak akan memaksa. Untuk sementara, kamu bisa tinggal di sini sampai kapanpun kamu mau," terang Erland bersungguh-sungguh.Meski lelaki itu berkata demikian, sebenarnya ia ingin wanita itu bercerita apapun masalah Nazwa kepadanya.Erland ingin membuat Nazwa tersenyum kembali. Lelaki itu tidak rela jika melihat wanita itu terus-menerus bersedih."Tapi Erland—" Nazwa merasa tidak enak hati.Selama ini Erland sudah sangat baik kepadanya. Ia tidak mau selalu menyusahkan lelaki itu. Membawa Erland masuk ke dalam permasalahannya yang tak kunjung selesai."Tidak perlu sungkan. Segala keperluan sudah aku sediakan. Aku tulus menolongmu, Nazwa. Aku tidak ingin melihatmu te
"Iya Erland .... Aku tidak pernah menyangka, semudah itu Mas Raka mau dinikahkan kembali dengan perempuan lain oleh mamanya," lirih Nazwa yang air matanya sudah mengalir dengan sangat deras."Bahkan perempuan itu adalah seseorang yang pernah disukai Mas Raka saat dia masih kuliah." Nazwa semakin terisak dalam tangisnya sampai terasa sesak di dadanya.Erland berusaha menghibur cinta pertamanya itu. Dengan perlahan ia menyandarkan kepala Nazwa pada dada bidangnya.Nazwa hanya menurut. Ia tidak sadar jika Erland sudah membawanya ke dalam dekapannya. Wanita itu berusaha keras untuk tidak menangis lagi."Kamu sabar ya, Nazwa. Aku yakin akan ada hikmah dibalik semua peristiwa ini," ucap Erland yang khawatir akan kesehatan wanita itu.Beberapa menit telah berlalu. Nazwa baru sadar bahwa ia terlalu nyaman di dekat Erland. Ia segera mengusap air matanya dan menarik kepalanya. Sedikit menjaga jarak dengan lelaki tampan itu."Maaf," lirih Nazwa.Erland semakin tidak tega dengan keadaan Nazwa. Ia
Nazwa pikir seseorang yang di belakangnya itu adalah Erland. Namun ternyata dugaannya salah. Mungkin harapannya terlalu berlebihan."Mila? Kamu mengagetkanku saja," ucap Nazwa. Wanita itu berusaha untuk menutupi segala kegundahan hatinya."Aku lihat dari kejauhan kamu hanya sibuk melamun. Mikirin apa?" tanya Mila penasaran. Sepertinya ia tahu apa yang dipikirkan wanita itu. Hanya saja Mila ini jawaban langsung dari Nazwa.Nazwa masih terdiam di tempatnya. Ia seperti kesulitan untuk mengatakan yang sebenarnya. Apakah ia nanti akan ditertawakan oleh Mila? Nazwa mendadak galau dibuatnya."Nah kan malah diem. Biar aku tebak deh! Jangan-jangan kamu mikirin Pak Erland yang tidak datang ke kantor ya? Hayo, ngaku!" tebak Mila yang semakin yakin akan dugaannya.Nazwa tampak tersenyum kecut. Tidak mungkin ia mengakuinya. Ia akan berusaha untuk mengelak."Kamu apaan sih, Mila. Buat apa aku mikirin Pak Erland? Aku tidak berhak mengkhawatirkannya. Kalau begitu aku ke sana dulu ya, perutku sudah san