Share

Episode 2: Seribu Pemikiran Akan Menuntut Satu Keputusan Andal.

Episode 2: Seribu Pemikiran Akan Menutut Satu Keputusan Andal. 

Pada tanggal 13, musim gugur, bintang Leo, dalam masa revolusi. Sosok pionir yang dipilih sejumlah masyarakat naik panggung politik dan mendapat atensi, juga simpati.

Telah berkali-kali perjuangannya yang bertumpah pengorbanan akhirnya mulai diberikan ruang di muka publik. Ia dinilai sukses menjadi calon tokoh revolusioner.

Hingga argumen-argumen yang beliau cetuskan acap kali kontroversial, tapi menggugah setiap pihak mengangguk menyepakatinya. Sebagai contoh:

“Kalian semua dininabobokan oleh suatu sistem yang masif, terstruktur dan terasa wajar, yang mengharuskan setiap lini masyarakat tunduk dalam sistem tersebut. Tampaknya bermanfaat dan memanjakan hasrat. Saking bermanfaatnya mayoritas individu menganggapnya wajar. Namun karenanya, benarlah, bahwa kalian telah dininabobokan oleh sistem tersebut ....”

Lalu dikesempatan lainnya, beliau mengimbuhkan:

“Izinkan aku beberkan satu premis yang begitu krusial ... tentang kehidupan layak yang diidamkan oleh kaum utopis ... yang secara tidak sadar kita juga mendambakannya ....”

”Adalah kenyataannya, kita tidak butuh sistem pemerintahan, kerajaan atau apapun itu yang ujungnya menyerahkan kekuasaan kita kepada segelintir manusia dengan dalih mewakili. Padahal hal demikian, rentan terjadinya penyelewengan, sementara efek yang ditimbulkannya merata, bersifat represif dan tidak adil ....“

”Tetapi, dewasa ini ... cobalah kita menyadari satu premis yang sederhana, begitu simpel, namun gamblang saat didengar ... yakni ... diri kita sendiri jualah adalah pemimpin bagi diri kita sendiri ... lantas, mengapa kita takut terhadap hukum dan aturan yang dibuat oleh sesama manusia?“

Agitasi tersebut faktanya sukses menggerakkan hati masyarakat. Beliau menang dalam 'pemilu revolusi'. Pemberontak yang sukses beralih peran menjadi tokoh patriot bangsa.

Lebih lagi, selepas penunjukannya menjadi pimpinan 'kelompok revolusi', perang saudara pada bangsa Selatan terjadi. Tanpa waktu yang lama, kerajaan Selatan dinasti ke 67 sampai-sampai berujung runtuh.

Rajanya dikuliti di depan publik. Ratunya dimutilasi di panggung penghakiman. Sedang para keturunan kerajaan kabur entah ke mana.

Panji-panji simbol identitas bangsa Selatan dirobek dan dirusak hingga tak berbentuk. Istana diledakan hingga rata. Pasukan militer pihak kerajaan dieksekusi sambil diadakan ingar-bingar pesta meriah.

Ketujuh panglima militer dibakar hidup-hidup. Puluhan jenderal ditenggelamkan. Para menteri kerajaan dibantai. Pihak pembela kerajaan Selatan dieksekusi secara massal.

Hari-hari yang begitu mencekam. Berminggu-minggu penuh ketegangan berdarah. Hanya saja, mengingat hal ini bagian dari keyakinan, prinsip dan masa revolusi, seluruh peristiwa hanyalah kausalitas yang lumrah adanya.

Ratusan tragedi berlangsung secara dramatis dan eksklusif. Dalam siklus demikian, takdir, nasib serta maut berkolaborasi tanpa terasa.

Dengan penuh percaya diri, pihak revolusioner mulai menguasai bangsa Selatan.

Peristiwa kelam, yang di mana media penyebar berita pun tidak sanggup lagi menerbitkan berita. Mereka mementingkan keselamatan nyawa, ketimbang menuliskan 'pemberontak kebenaran anarkis lagi'.

Bentuk kebangsaan yang semulanya monarki absolut nan totaliter, kini dengan adanya bantuan sang patriot yang mampu menggulingkan kerajaan (beserta bantuan dari tokoh-tokoh dibelakangnya), terbentuklah tatanan kebangsaan yang baru, sebagai suatu sistem presidensial.

Tentu sudah tak mengejutkan lagi, bahwa sang pionirlah yang serempak ditunjuk menjabat sebagai presiden pertama negara Bangsa Selatan.

Kendati apa yang beliau tawarkan begitu manis dan membuai sukma setiap pihak. Hingga mampu mengubah sistem kehidupan sebuah bangsa yang besar. Faktanya, beliau sama saja oportunisnya dengan para penguasa terdahulu. Hanya caranya saja yang membedakan sifat oportunis dan fasisnya.

Janji hanyalah janji; hilang saat gelar tersemat pada identitasnya. Politik hanyalah politik; dusta menjadi wajar kala tujuannya mengendalikan sekelompok manusia. Sosok naif yang dengan ide cemerlangnya telah menaklukan umat manusia bangsa Selatan.

Bukankah dengan kata lain, tanpa sadar umat manusia hanya mengulang-ulang konteks zaman yang pernah ada? Pastilah dengan hanya tokoh dan takdir yang membedakannya.

Demikianlah bagaimana sejarah baru demi mengimplementasikan keadilan, kedamaian, kebebasan dan kebenaran tercipta.

Tetapi dibalik kontroversial sang presiden pertama Bangsa Selatan, keajaiban telah terjadi pada dunia, bahwa selang beberapa waktu perang dunia pun berakhir. Saat Tetua Pewaris Aura dunia sudah gugur. Perang generasi ke 69 akhirnya disudahi.

Dengan demikian pula Tetua Pewaris Aura ke 70 segera naik takhta, dan oleh sebab itu, kini tibalah masanya generasi ke 70 memimpin dunia ....

***

***

***

Dua tahun pasca-perang dunia. Atau lima belas tahun semenjak kelahiran Kael dan Eriel ....

Telah ditempa dan dididik anak kembar ini cukup keras oleh sang mama. Dua anak kembar yang langsung diasingkan dari lingkup kemasyarakatan.

Dengan ekspektasi agar putra serta putrinya mendapat pengetahuan yang serupa, sebagaimana pengetahuan yang telah diturunkan dari nenek moyang mereka.

Tidak ada yang lebih diutamakan kecuali mencapai kulminasi keilmuan Aura.

Pada kota Aurania mereka tinggal di bagian Barat. Di balik pegunungan yang berselimput mantel salju. Tapi, kediaman mereka terasa hangat, dengan panorama hijau dedaunan yang memanjakan pandangan mata.

Udaranya bersih, burung-burung kenari setiap waktu berkicau merdu, padang rumput ini dihiasi warna-warni ribuan bunga. Dan sungai berair jernih yang mengular dari kota Aurania menuju kawasan hutan.

Dan langitnya yang sering kali terbentang biru cerah.

Udara bersiur lembut. Tempat ini sesungguhnya sejuk. Pun di sanalah tiga manusia berdiri dalam suasana serius.

“Biar mama beri tahu kalian satu perkara penting ....” Wanita berambut hijau, dengan busana perlente—kemeja putih yang dibungkus jas hitam dengan celana panjang hitamnya—menerangkan;

“Untuk mencapai nilai destruktif Aura yang mumpuni, dibutuhkan minimal level enam ... yang artinya sama dengan, lima puluh satu hingga enam puluh persen daya destruktif dibutuhkan ....”

”Iya Ma! Sudahlah ... aku sudah paham!“ Antusiasme yang Eriel tampilkan seolah benar-benar sudah memahami aktivasi ilmu Aura. Dan memang ia telah paham.

Tapi, sang kakak sendiri hanya berdiri kalem dengan tatapan malasnya di sana. Lelaki berambut hitam bergelombang sebahu, bermata bening bak mengantuk ini tak bicara sedari tadi.

Jarak di antara Kael serta Eriel dengan sang mama hanya berkisar tiga meteran.

”Oke! Pancarkan Aura kalian! Dan serang mama sekarang juga!“ titah wanita beriris krem, sekaligus memancarkan Aura merah darah pada dua pergelangan tangannya—rupa Aura-nya seperti asap yang terhimpun secara terstruktur.

Terang benderang dua tangan Kael dan Eriel. Berpancar cahaya putih laksana sinar sebuah lampu. Memekat seiring waktu, menyaput dua tangan mereka.

Eriel itu punya watak ambisius dan pantang menyerah. Gadis berumur 15 tahun inilah yang dengan gairah mudanya maju lebih awal. Melompat hingga tiga meter lebih seraya melesatkan tinjuan Aura pada mamanya.

'Tap'. Hanya dengan satu tepisan dari tangan kanan sang mama tinjuan Eriel terpatahkan. Yang otomatis gadis tersebut mendarat sempurna di rerumputan. Di samping mamanya.

Untuk Kael sendiri, sang kakak yang lahir beberapa detik lebih dulu ketimbang Eriel, baru maju menyerang manakala adiknya sudah berani memberondongi mamanya dengan pukulan-pukulan Aura.

Itu salah satu teknik ofensif fundamental dari 'seni beladiri Aura': Menyerang secara berkesinambung, lewat tinjuan-tinjuan Aura yang menargetkan ulu hati atau kerongkongan lawan.

Dan begitulah, Kael tanpa ragu menyerang mamanya secara cermat. Melesatkan tinjuan Aura, atau menembakkan bola-bola Aura. Sehingga serangan dua anak kembar itu tampak memojokkan orang tua mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status