Home / Pendekar / Sistem Aura (Infinity) / Episode 1: Kesepakatan Sepihak Dari Penghakiman Massal.

Share

Episode 1: Kesepakatan Sepihak Dari Penghakiman Massal.

Author: Radif
last update Last Updated: 2021-09-16 17:57:48

Episode 1: Kesepakatan Sepihak Dari Penghakiman Massal.

Berulang-ulang sudah perang dari generasi ke generasi terjadi.

Dari kepiluan, pengkhianatan, kebencian, sampai pengampunan mewarnai gegap gempita kehidupan.

Ilmu Aura yang sebagai sumber eksistensi seluruh makhluk di dunia ini. Pun, Aura sebagai kekuatan yang tidak hanya mematuhi hukum alam, sudah umat manusia manfaatkan Aura guna menciptakan kreasi magis dalam berbagai hal, bahkan sanggup memengaruhi hukum alam itu sendiri.

Ilmu tersebut memberikan potensi baru, konflik baru hingga realitas yang tak pernah diimajinasikan sebelumnya.

Umat manusia telah mampu memasuki suatu peradaban mutakhir dan pencapaian lain dalam segala bidang. Termasuk pencapaian imajiner yang hebatnya menjadi kenyataan.

Pertarungan demi kekuasaan, demi cinta, demi kehormatan, demi tanah kelahiran, atau pertarungan demi kebebasan, sudah tak lagi tabu, dan nyaris memberikan kenyataan yang paradoksal. Atau malah menjadi infinity: Tiada berkesudahan dan tanpa batas.

Kedamaian jelas menjadi perdebatan yang kontroversial. Di beberapa perkara, kedamaian justru dianggap kebodohan. Bukti implikasi terhadap penganut utopisme.

Umat manusia yang terlahir dengan ilmu tersebutlah dilabeli pewaris Aura.

Para pewaris Aura seketika dicap sebagai umat manusia paling pembawa petaka. Tetapi dengan demikian pula, merekalah yang mengatur sistem dan hukum-hukum tatanan dunia.

Dan semuanya berlangsung, sejak dahulu hingga saat ini ....

***

Perang dunia generasi ke 69 masih panas berlangsung. Empat dari delapan bangsa-bangsa Aura telah dikuasai bangsa Selatan.

Pemerintah bangsa Selatan menetapkan amendemen baru yang lebih otoriter. Dan seketika berlanjut menjadi sistem yang totaliter.

Salah satunya, wajib militer. Dan seandainya ditolak, maka jangan heran kalau nyawa dibadan sudah dilegalkan untuk dicabut.

Kala itu, udara bertiup lembut dengan hawanya yang mencekam.

Itu hal wajar, menegangkan malah. Betapa tidak, bukan hanya perang yang memengaruhi faktor suasana, tetapi, di sanalah, tepat di dalam ruang bawah tanah, seorang wanita muda tengah berjuang setengah mati demi melahirkan buah hati pertamanya.

Ruangan terang dan bersih. Layak untuk di sebut kamar salin. Dindingnya bercat biru dengan lantai dari marmer yang tampak mahal juga berkilau.

Wanita berambut hijau sebahu itu tentu tidak sendirian. Suaminya yang telah bersetelan zirah perang hadir menyemangati, lebih lagi ia mendoakan. Berdiri di samping kanan kasur istrinya seraya menggenggam tangannya begitu erat.

Sang bidan terus memotivasi dan memberikan instruksi krusial, supaya semua usaha ini berakhir manis.

Rintihan bergaung memenuhi seisi kamar, erang dari calon 'ibu' itu tidak terbendung lagi. Segala sesak dan rasa sakit bagaikan refleks membuatnya merintih susah payah.

Hingga akhirnya, perjuangan berjam-jam sang wanita serta-merta berujung manis. Ia menjadi seorang 'ibu' sekarang, sebab telah lahir buah hatinya ke dunia ini.

Lebih lagi secara mencengangkan dua bayi kembar terlahir darinya. Dua bayi yang uniknya tidak menangis sama sekali.

Kedua bayi yang memiliki iris bening bak berlian, berkilau nan jernih—pola iris mereka tidak bulat sempurna sebagaimana normalnya, lebih menyerupai bentuk wajik dan bening.

“Suatu berkat, dua anak Anda kembar dan sehat ....” Wanita dewasa—yang dalam kasus ini adalah bidan—membaringkan dua bayi kembar tersebut di samping ibunya. “Lihatlah, mereka punya manik mata berlian ... ini berkah dan anugerah ....”

Dua bayi mungil itu kini terbaring manis di samping kiri-kanan mamanya. Tampak pulas tertidur. Kebahagiaan serta rasa syukur tentulah bernaung pekat dalam sukma pasutri yang kini resmi menjadi 'ibu' dan 'ayah'.

Ada sentuhan lembut penuh afeksi dari suami istri itu pada wajah putra putri mereka. Benar-benar menjadi momen haru di antara mereka. Sebagai hadiah istimewa dari cinta dan kehidupan yang akhir-akhir ini suram.

“Apa kiranya nama yang cocok?”

Maka dengan sukarela sang suami mencetuskan nama putranya dengan; Kael De Atria. Dan sang istri sendiri menamai putrinya Eriel De Atria. Dua anak kembar yang begitu sehat.

Namun demikian, momen emosional yang mengharukan ini harus segera pupus, saat suaminya sengaja membeberkan suatu fakta penting.

“Seperti yang sudah kita bicarakan sebelumnya, Sayang ... hari ini, aku hanya datang untuk pergi.”

Kendati pernyataan yang digaungkannya berkonotasi ironis, ekspresi yang ia tampilkan justru nampak begitu tegar.

”Suamiku, itu misi bunuh diri yang ditetapkan kerajaan .... Sia-sialah usahamu. Sebab kita semua tahu, bahwa kita sesungguhnya bukanlah berjuang demi bangsa! Dirimu dan kita semua hanyalah diperalat demi para penguasa!“ Dan lazim bila sang istri berupaya menahan kepergian suaminya.

Ia tahu segala manipulasi politik bangsa Selatan. Sadar akan segala aturan kerajaan yang diktatorial.

Tapi pria ini merasa bertanggung jawab atas perintah atasannya. Ia berani menyunggingkan senyuman penuh ketenangan malah. Dan belum membalas secara lisan.

”Jangan! Aku tidak sudi kalau dirimu mati sia-sia! Mati hanya demi kesewenang-wenangan para penguasa adalah kebodohan!“ Istrinya memohon dengan kesan memaksa.

Sayangnya itu tidak mengubah apapun. Sekalipun istrinya telah bersikeras untuk membuat suaminya menolak perintah. Tetap tidak akan mengubah pendirian sang suami.

Pria berambut hitam itu mendadak menegapkan badan. Memasang gestur tubuh seolah berhadapan dengan tokoh pimpinannya. Dan memang istrinya punya pangkat lebih tinggi, adalah seorang jenderal muda—tapi bukan karena alasan demikian sikapnya berubah formal.

Ia hanya menaruh hormat yang besar pada istrinya. Pasalnya, apa yang hendak dirinya kali ini sampaikan amat urgensi. Yang merupakan harapan dan penyerahan sebuah tanggung jawab.

”Sayang... maaf kalau dirimu pada akhirnya mesti menanggung semua beban perpisahan ini ... tetapi dengan tulus ... saya memang seyogianya pergi ... tidak punya pilihan lain, ini hukum kerajaan ... dan saya mau tak mau wajib turut andil karenanya ....“

Pria ini sukses mengubah segala hawa dalam pengaruh sikapnya; genting dan berat.

”Saya ... memohon dengan sangat, atas bantuannya untuk merawat dua buah hati kita secara tulus, dengan keberanian dan juga pantang menyerah! Maaf telah memberikan beban tanggung jawab ini pada dirimu. Maaf karena saya lebih memilih membela tanah air ketimbang hidup sebagai sosok ayah. Maaf dan sekali lagi maaf!“

Tandas ia bicara, lugas dan terdengar meyakinkan di telinga sang istri. Tatapannya yang begitu mendalam merangkum segala perasaan yang sulit dijelaskan. 

Tiada yang diucapkan sama sekali dari istrinya, meski faktanya, banyak hal yang hendak ia sampaikan dan tiba-tiba buyar dalam kepala.

Tetapi di sinilah, momentum haru bergumul tak bagus dalam sentimental. Terlalu lelah untuk sang istri meratapi kenyataan. Dan tak dapat lagi menolak keputusan suaminya.

Pria yang baru saja menjadi seorang ayah ini pun bernamaskara penuh hormat pada istrinya. Kecupan lembut pada dua buah hatinya pun ia berikan sebagai representasi kasih sayangnya. Dan pada akhirnya, maka dengan gagah berani, dirinya bergegas beranjak pergi.

Ada satu kalimat yang lelaki berzirah baja itu cetuskan, tepat sebelum dirinya benar-benar lenyap dari ruangan ini.

”Kalau memang aku tidak akan pernah kembali ... bilang saja pada Kael dan Eriel tentang kepahitan ini. Jujur dan jangan menutupi apapun pada anak kita ....“ Lalu, ia menutup kalimatnya dengan senyuman lebar dan sebuah acungan jempol—sebatas improvisasi atas dukungan pada istrinya.

Tidak ada air mata dari sang istri selepas pria penuh semangat itu benar-benar hengkang. Rasanya sudah habis tercurah setiap air mata demi putra dan putrinya. Ia melamun dalam senak untuk beberapa waktu. Bagai membeku karena ketidakberdayaannya.

Bangsa Selatan berlatar belakang di bagian Selatan bumi yang dingin. Bahkan beberapa provinsinya terselimuti salju abadi.

Rezim yang totaliter, dan warganya yang fasisme. Kala publik telah menyerahkan aspek kuasa pada pihak lain, demi menentukan keputusan, baik langsung atau tidak langsung, maka telah mereka berikan pula segalanya pada rezim tersebut.

Sehingga tak terpungkiri lagi, bahwa semua sektor kehidupan berhasil dikendalikan oleh rezim yang totaliter.

Lantas, ayah Kael dan Eriel memang tidak pernah kembali lagi semenjak penugasannya. Tidak ada kabar, tidak sama sekali. Hilang seakan tak pernah terjadi apapun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sistem Aura (Infinity)   Bab 17: SISTEM AURA V.7.6 (Peserta Didik).

    'Tidak ada yang dirahasiakan sama sekali dalam akuarium semesta Aura ini, para peserta hanya belum atau enggan mengetahuinya, mencarinya.' 'Ding'. SISTEM: [Halo ... salam hangat Tuan, salam hangat. Bagaimana dengan perjalanannya? Adakah membosankan? Menjengkelkan? Tidak menarik? Membingungkan? Melelahkan? Ingatlah bahwa selagi MENYADARI manfaat dan maksud perjalanannya pasti akan selalu jadi mengasyikkan—jika tidak, tentu saja itu bukan urusan SISTEM, HAHAHAHA ....] 'Ding'. SISTEM: [Tes, tes ... diinformasikan kepada seluruh peserta Staf Ahli kelas Moderator-Spirit ... telah dimandatkan agar kalian tidak membantu semua peserta didik yang betah dalam sistem dunia lama, dan segera lakukan pembatasan bantuan pada peserta level Spirit dibawah 100. Beberapa dari para peserta level rendah hanya dapat dididik oleh skenario keadaan yang pelik nan merepotkan. Adapun para peserta yang sengaja menghalangi serta memerangi pembaharuan Sistem ini kalian telah diperkenankan melakukan prosedur 'pe

  • Sistem Aura (Infinity)   Episode 407: Buat Apa Perdamaian Kalau Keadilan Dilecehkan?

    Ramai. Gaduh. Monitor kesehatan desa Aswad telah menyajikan data dan informasi terkait segala polemik panas yang baru-baru ini menerjang. Tetapi, yang paling disoroti darinya ialah 'Polling' atau pemungutan suara mengenai penyelesaian konflik desa Aswad dengan pihak luar desa (utamanya dewan utama Selatan-Putih). Dapat diketahui kalau dari tiga opsi (perang, mengalah atau bernegosiasi) hanya satu opsi yang menanggung banyak suara. Perang. Itulah pilihan terbanyak yang dipilih warga desa. 55% untuk perang, 25% untuk negosiasi dan 20% untuk mengalah. Dengan catatan, belum semua warga desa berpartisipasi dan pilihan bisa berubah. Penggagas dari Polling tersebut tidak lain adalah Oshi. Lebih jauh, peluang perang makin besar karena Zeno berhasil melobi Tetua Militer-Adat Malham untuk melaksanakan operasi kemiliteran aktif demi melindungi kesehatan desa Aswad. Belum dengan negosiasi alot antara delegasi bangsa Eartheia dan Oshi untuk kesepakatan transaksi alat-alat kemiliteran. Termas

  • Sistem Aura (Infinity)   Episode 406: Tanpa Keadilan, Hukum Hanyalah Alat Perbudakan.

    Tengah malam itu ....Saat malam terasa mencekam ....Debu-debu salju bertaburan mengotori lingkungan perkotaan ....Keheningan alam yang meninabobokan anak-anak ....Hingga pencarian naga legendaris pria bertopi caping (Auranias Pingai, Nitze De Canopus) kini menuntunnya pada momen yang tidak pernah diduga sebelumnya. Di sebuah hunian berarsitekturkan kapal terbalik yang terbengkalai, tepat di pinggir pantai yang sepi dia kedapatan tergesa-gesa bersama seseorang.Diterangi petromaks pada sebuah ruangan lantai satu yang tidak terawat dengan pintu dan beberapa bagian rusak parah rupa-rupanya Nitze berhasil mengumpulkan kembali sebuah keluarga kecil. Karena untuk sampai ke titik ini dia tidak main-main, ada uang, waktu, tenaga dan pikiran yang dikorbankan tanpa dapat utuh kembali.Pria berkumis (Aryan Diprana) kini bisa kembali menyentuh istrinya. Apalagi kedua anaknya (Arsien De Antares serta Thiara Lue Mall) yang untuk sekian lama memikul keresahan pelik sangat bersyukur mendapati ked

  • Sistem Aura (Infinity)   Episode 405: Bukankah Tanpa Perang Kehidupan Bernegara Ini Membosankan?

    Tidak ada salahnya menerima saran dan opini dari orang yang bahkan tidak dikenal. Selagi itu menguntungkan tentu saja.Maka tidak salah pula kalau Presiden Orian La Belatrix bukan sebatas terpengaruh oleh pemahaman sang Ouran Cahaya Eriel De Atria, tapi juga 'tercerahkan' dan menambah referensi politiknya.Beberapa persepsinya terkait gerakan Eriel yang dinilainya utopis atau sesuatu yang mencurigakan dan berbahaya telah batal dipatahkan realita. Setelah menyelidiki langsung tujuan dan maksud reformasi ekosistem dunia Aura dari sumbernya, Presiden Orian bersyukur bisa mencapai kesimpulan. Bahwa sejatinya apa yang Eriel dan jajarannya lakukan betul-betul tindakan yang mulia dan baik demi kesehatan peradaban manusia. Logis dan pantas mengapa sang Ouran Cahaya itu kemudian memiliki banyak pengikut dan dukungan dari hampir seluruh negara-negara dunia. Termasuk dukungan segelintir warga negara Timur-Utama yang besar kemungkinan terus bertambah.Hanya saja, posisinya sebagai pemimpin terti

  • Sistem Aura (Infinity)   Episode 404: Demi Mendirikan Proyek Tatanan Kepemimpinan Manusia Total.

    00:00.Salju bahkan giat berguguran malam itu. Begitu melimpah. Menghiasi gelapnya malam yang mengaburkan pandangan mata, menghadirkan suasana yang lengang nan hening sepanjang tempat. Sementara intensitas suhu dingin yang ekstrem mendorong orang-orang untuk tidak gegabah berkeliaran di luar ruangan. Kesunyian malam itu juga seolah berkolaborasi dengan penyakit Ketua El hanya untuk membuat malamnya menyakitkan. Diperparah oleh sinyal radio yang tidak mendukung untuk menyiarkan siaran musik, termasuk kanal berita.Selesai memenuhi dahaga hobi memancingnya, di kamarnya dia kerepotan menangani dirinya sendiri. Seorang diri di markas timnya bersama kesunyian yang kental dan tuntutan keadaan yang menempatkannya pada pertanggungjawaban atas kasus yang membelit desa Aswad. Sementara seluruh koleganya sibuk dengan tugasnya.”... penyakit sialan. Sialan memang.“ Obat-obatan yang dikonsumsinya sudah meredakan sesaknya dada dan sekalipun belum menyelesaikan semuanya dia setidaknya aman di sana

  • Sistem Aura (Infinity)   Episode 403: Haruskah Kebenaran Divalidasi Lewat Perang?

    Lalu, apalagi yang disenangi anak-anak selain sesuatu yang manis di mulut kalau bukan bermain sebebas mungkin?Di sanalah anak-anak bermain perang bola salju dan bersama hewan-hewan ajaib mengekspresikan beragam kesenangannya. Diiringi suasana desa Aswad yang masih mencekam lantaran tekanan sosial terbilang berdampak pada sebagian orang. Bukan hanya secara mental, tapi sudah mencakup hingga ke sendi-sendi penghidupan.Lebih lanjut, kabar perseteruan desa Aswad dan Dewan Utama Selatan-Putih telah lebih banyak ditekankan pada bagian perangnya. Itu dianggap lebih krusial.“Terus terang, sebagai pramuniaga aku tidak keberatan jika akhirnya terjadi perang. Selama peperangan itu hanya melibatkan anggota militer tanpa melibatkanku juga tidak menggangu kesehatan finansialku maka itu tidak pernah jadi masalah.”“Tapi, kedengarannya mustahil ada perang tanpa mengusik stabilitas finansial.”“Dan, membiarkan para tentara melaksanakan fungsi keberadaan mereka merupakan langkah tepat, jangan sampai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status