Episode 1: Kesepakatan Sepihak Dari Penghakiman Massal.
Berulang-ulang sudah perang dari generasi ke generasi terjadi.Dari kepiluan, pengkhianatan, kebencian, sampai pengampunan mewarnai gegap gempita kehidupan.Ilmu Aura yang sebagai sumber eksistensi seluruh makhluk di dunia ini. Pun, Aura sebagai kekuatan yang tidak hanya mematuhi hukum alam, sudah umat manusia manfaatkan Aura guna menciptakan kreasi magis dalam berbagai hal, bahkan sanggup memengaruhi hukum alam itu sendiri.Ilmu tersebut memberikan potensi baru, konflik baru hingga realitas yang tak pernah diimajinasikan sebelumnya.Umat manusia telah mampu memasuki suatu peradaban mutakhir dan pencapaian lain dalam segala bidang. Termasuk pencapaian imajiner yang hebatnya menjadi kenyataan.Pertarungan demi kekuasaan, demi cinta, demi kehormatan, demi tanah kelahiran, atau pertarungan demi kebebasan, sudah tak lagi tabu, dan nyaris memberikan kenyataan yang paradoksal. Atau malah menjadi infinity: Tiada berkesudahan dan tanpa batas.Kedamaian jelas menjadi perdebatan yang kontroversial. Di beberapa perkara, kedamaian justru dianggap kebodohan. Bukti implikasi terhadap penganut utopisme.Umat manusia yang terlahir dengan ilmu tersebutlah dilabeli pewaris Aura.Para pewaris Aura seketika dicap sebagai umat manusia paling pembawa petaka. Tetapi dengan demikian pula, merekalah yang mengatur sistem dan hukum-hukum tatanan dunia.
Dan semuanya berlangsung, sejak dahulu hingga saat ini ....***Perang dunia generasi ke 69 masih panas berlangsung. Empat dari delapan bangsa-bangsa Aura telah dikuasai bangsa Selatan.Pemerintah bangsa Selatan menetapkan amendemen baru yang lebih otoriter. Dan seketika berlanjut menjadi sistem yang totaliter.Salah satunya, wajib militer. Dan seandainya ditolak, maka jangan heran kalau nyawa dibadan sudah dilegalkan untuk dicabut.Kala itu, udara bertiup lembut dengan hawanya yang mencekam.Itu hal wajar, menegangkan malah. Betapa tidak, bukan hanya perang yang memengaruhi faktor suasana, tetapi, di sanalah, tepat di dalam ruang bawah tanah, seorang wanita muda tengah berjuang setengah mati demi melahirkan buah hati pertamanya.Ruangan terang dan bersih. Layak untuk di sebut kamar salin. Dindingnya bercat biru dengan lantai dari marmer yang tampak mahal juga berkilau.Wanita berambut hijau sebahu itu tentu tidak sendirian. Suaminya yang telah bersetelan zirah perang hadir menyemangati, lebih lagi ia mendoakan. Berdiri di samping kanan kasur istrinya seraya menggenggam tangannya begitu erat.Sang bidan terus memotivasi dan memberikan instruksi krusial, supaya semua usaha ini berakhir manis.Rintihan bergaung memenuhi seisi kamar, erang dari calon 'ibu' itu tidak terbendung lagi. Segala sesak dan rasa sakit bagaikan refleks membuatnya merintih susah payah.Hingga akhirnya, perjuangan berjam-jam sang wanita serta-merta berujung manis. Ia menjadi seorang 'ibu' sekarang, sebab telah lahir buah hatinya ke dunia ini.Lebih lagi secara mencengangkan dua bayi kembar terlahir darinya. Dua bayi yang uniknya tidak menangis sama sekali.Kedua bayi yang memiliki iris bening bak berlian, berkilau nan jernih—pola iris mereka tidak bulat sempurna sebagaimana normalnya, lebih menyerupai bentuk wajik dan bening.“Suatu berkat, dua anak Anda kembar dan sehat ....” Wanita dewasa—yang dalam kasus ini adalah bidan—membaringkan dua bayi kembar tersebut di samping ibunya. “Lihatlah, mereka punya manik mata berlian ... ini berkah dan anugerah ....”Dua bayi mungil itu kini terbaring manis di samping kiri-kanan mamanya. Tampak pulas tertidur. Kebahagiaan serta rasa syukur tentulah bernaung pekat dalam sukma pasutri yang kini resmi menjadi 'ibu' dan 'ayah'.Ada sentuhan lembut penuh afeksi dari suami istri itu pada wajah putra putri mereka. Benar-benar menjadi momen haru di antara mereka. Sebagai hadiah istimewa dari cinta dan kehidupan yang akhir-akhir ini suram.“Apa kiranya nama yang cocok?”Maka dengan sukarela sang suami mencetuskan nama putranya dengan; Kael De Atria. Dan sang istri sendiri menamai putrinya Eriel De Atria. Dua anak kembar yang begitu sehat.Namun demikian, momen emosional yang mengharukan ini harus segera pupus, saat suaminya sengaja membeberkan suatu fakta penting.“Seperti yang sudah kita bicarakan sebelumnya, Sayang ... hari ini, aku hanya datang untuk pergi.”Kendati pernyataan yang digaungkannya berkonotasi ironis, ekspresi yang ia tampilkan justru nampak begitu tegar.”Suamiku, itu misi bunuh diri yang ditetapkan kerajaan .... Sia-sialah usahamu. Sebab kita semua tahu, bahwa kita sesungguhnya bukanlah berjuang demi bangsa! Dirimu dan kita semua hanyalah diperalat demi para penguasa!“ Dan lazim bila sang istri berupaya menahan kepergian suaminya.Ia tahu segala manipulasi politik bangsa Selatan. Sadar akan segala aturan kerajaan yang diktatorial.Tapi pria ini merasa bertanggung jawab atas perintah atasannya. Ia berani menyunggingkan senyuman penuh ketenangan malah. Dan belum membalas secara lisan.”Jangan! Aku tidak sudi kalau dirimu mati sia-sia! Mati hanya demi kesewenang-wenangan para penguasa adalah kebodohan!“ Istrinya memohon dengan kesan memaksa.Sayangnya itu tidak mengubah apapun. Sekalipun istrinya telah bersikeras untuk membuat suaminya menolak perintah. Tetap tidak akan mengubah pendirian sang suami.Pria berambut hitam itu mendadak menegapkan badan. Memasang gestur tubuh seolah berhadapan dengan tokoh pimpinannya. Dan memang istrinya punya pangkat lebih tinggi, adalah seorang jenderal muda—tapi bukan karena alasan demikian sikapnya berubah formal.Ia hanya menaruh hormat yang besar pada istrinya. Pasalnya, apa yang hendak dirinya kali ini sampaikan amat urgensi. Yang merupakan harapan dan penyerahan sebuah tanggung jawab.”Sayang... maaf kalau dirimu pada akhirnya mesti menanggung semua beban perpisahan ini ... tetapi dengan tulus ... saya memang seyogianya pergi ... tidak punya pilihan lain, ini hukum kerajaan ... dan saya mau tak mau wajib turut andil karenanya ....“Pria ini sukses mengubah segala hawa dalam pengaruh sikapnya; genting dan berat.”Saya ... memohon dengan sangat, atas bantuannya untuk merawat dua buah hati kita secara tulus, dengan keberanian dan juga pantang menyerah! Maaf telah memberikan beban tanggung jawab ini pada dirimu. Maaf karena saya lebih memilih membela tanah air ketimbang hidup sebagai sosok ayah. Maaf dan sekali lagi maaf!“Tandas ia bicara, lugas dan terdengar meyakinkan di telinga sang istri. Tatapannya yang begitu mendalam merangkum segala perasaan yang sulit dijelaskan. Tiada yang diucapkan sama sekali dari istrinya, meski faktanya, banyak hal yang hendak ia sampaikan dan tiba-tiba buyar dalam kepala.Tetapi di sinilah, momentum haru bergumul tak bagus dalam sentimental. Terlalu lelah untuk sang istri meratapi kenyataan. Dan tak dapat lagi menolak keputusan suaminya.Pria yang baru saja menjadi seorang ayah ini pun bernamaskara penuh hormat pada istrinya. Kecupan lembut pada dua buah hatinya pun ia berikan sebagai representasi kasih sayangnya. Dan pada akhirnya, maka dengan gagah berani, dirinya bergegas beranjak pergi.Ada satu kalimat yang lelaki berzirah baja itu cetuskan, tepat sebelum dirinya benar-benar lenyap dari ruangan ini.”Kalau memang aku tidak akan pernah kembali ... bilang saja pada Kael dan Eriel tentang kepahitan ini. Jujur dan jangan menutupi apapun pada anak kita ....“ Lalu, ia menutup kalimatnya dengan senyuman lebar dan sebuah acungan jempol—sebatas improvisasi atas dukungan pada istrinya.Tidak ada air mata dari sang istri selepas pria penuh semangat itu benar-benar hengkang. Rasanya sudah habis tercurah setiap air mata demi putra dan putrinya. Ia melamun dalam senak untuk beberapa waktu. Bagai membeku karena ketidakberdayaannya.Bangsa Selatan berlatar belakang di bagian Selatan bumi yang dingin. Bahkan beberapa provinsinya terselimuti salju abadi.Rezim yang totaliter, dan warganya yang fasisme. Kala publik telah menyerahkan aspek kuasa pada pihak lain, demi menentukan keputusan, baik langsung atau tidak langsung, maka telah mereka berikan pula segalanya pada rezim tersebut.Sehingga tak terpungkiri lagi, bahwa semua sektor kehidupan berhasil dikendalikan oleh rezim yang totaliter.Lantas, ayah Kael dan Eriel memang tidak pernah kembali lagi semenjak penugasannya. Tidak ada kabar, tidak sama sekali. Hilang seakan tak pernah terjadi apapun.Karena dalam kitab Aura Kelabu sendiri menyatakan bahwa hukum adalah wadah yang mengakomodasi segala sesuatu. Dikatakan bahkan di dalam baitnya bahwa barangsiapa yang mengenal hukum tentulah mengenal ilmu, maka barangsiapa yang mengenal ilmu sudah semestinya mengenal hukum.20:22. Malam yang agak terang dengan awan-awan bersanding bersama bintang-bintangnya.Kota La-Ounia. Tempat berdirinya bangunan-bangunan tinggi yang menyerupai huruf alfabet, mulai dari A, U, H dan M memancarkan cahaya lampunya, putih atau keemasan. Pepohonan kurma hingga pepohonan palem terpancang di hampir tiap-tiap halaman bangunan. Bentuk-bentuk bangunan tertentu malah membentuk serangkaian mesin dan saling terhubung antar bangunan lainnya. Air di kota ini telah layak konsumsi tanpa perlu diolah lagi. Fasilitas umum yang memadai. Kota yang padat dan seperti tidak ada libur dari rutinitasnya yang menumpuk.Dalam perjalanan teknologinya sendiri dunia Aura telah didahului dengan mengenali 'gelombang elektromagneti
Maka siapa sangka apa yang terjadi berikutnya adalah kenyataan yang tidak Eriel prediksi sebelumnya. Bersama dengan kehebohan penonton yang rasa penasarannya makin bergolak karena segmentasi kali ini menjauh dari ekspektasi.“Oh, eci{+ era huxer popzecek anhar poquteh rezah riji';! (Oh, ayolah aku tidak membayar untuk melihat kabut kosong!)”“Ya, lemparkan saja naganya, atau buaya, atau ular purbanya, atau apapun sehingga kami bisa menyaksikan kematian tragis di sini!”“Eme ce'; hoksexu? (Apa yang terjadi?)”“Apa itu?”Di dalam kabut yang lebih memvisualisasikan asap pembakaran alih-alih kabut yang alami Eriel telah kehilangan target. Seluruh arah yang dapat dirinya amati tidak lebih dari serbuk-serbuk kabut yang hampa. Membungkusnya dengan suasana mencekam nan sunyi. Seperti membawanya ke tempat lain yang asing. Aneh, tapi demikian adanya. Pun Eriel yang mengetahui efek yang dapat ditimbulkan kabut ini telah memantik nalurinya mengaktifkan [Pemancar Aura] sekaligus [Deteksi Aura]. Si
Dan, tibalah waktunya. Dikala dedaunan yang jingga mematuhi prinsip alam untuk berguguran di saat itulah warga bangsa Timur-Utama atau malahan hingga ke mancanegara mengalihkan perhatian pada satu kegiatan penting. Satu acara bombastis yang menyajikan duel bersejarah dalam kancah keilmuan Aura. Duel Presiden Orian La Belatrix melawan Eriel De Atria.3471-12-Sagitarius (Musim Gugur). 13:12.“HORREE HORREE ...!”Berbeda dengan pertarungannya melawan pemimpin tertinggi Utara-Daya, kali ini Eriel menghadapi langsung pemimpin tertinggi kaum Timur-Utama tanpa basa-basi menuntaskan beragam tantangan.“ERRRIIELL!”“ORRRIIAANN!”“ERRIIEL!”“ORRIIAANN!”Orang-orang sudah kegirangan. Berteriak mengekspresikan diri atas penampilan kedua peserta. Karena, iya, pertarungan telah dimulai sejak tadi bersama tensi suasana yang terus mendekati titik kulminasinya.'Poufh'.'Pluafh'.[Bola-Bola Aura] dipecahkan secara gampang oleh kedua Ouran. Nampaklah Aura Cahaya Eriel De Atria beradu bakat dengan Aura
Sementara itu ....“... kami selalu siap dalam mendukung penuh tatanan dunia Aura baru besutan bangsa Utara-Daya. Demi dunia Aura yang lebih baik dan maju bangsa Selatan-Putih pasti di barisan bangsa Utara-Daya!”Kira-kira begitulah penggalan pidato yang disampaikan oleh Presiden Haven atas kunjungannya di negara Utara-Daya dalam rangka kunjungan kenegaraan dan hubungan bilateral, yang sekaligus merupakan berita teratas menyaingi peristiwa lain di negeri bersalju ini. Beliau memperjelas posisi negerinya yang siap mematuhi rancangan cara main Utara-Daya dan senantiasa siap pula diperangi jika sewaktu-waktu dia beserta bangsanya mendurhakainya.Dan, tidak kalah gemparnya ialah progres gerakan reformasi ekosistem dunia Aura di bangsa Timur-Utama kalau itu telah sampai pada pagelaran acara paling fenomenal yang hendak melangsungkan pertarungan antara Eriel De Atria melawan Presiden Orian La Belatrix. Maka sehubungan dengan itu, buku Eriel beserta agendanya sendiri sudah menyelusup ke desa
Saat langit tak lagi cerah ....Dan, sinar mentari diselundupkan awan-awan warna perunggu ....Juga ketika para nelayan hanya bekerja untuk mencari kerang-kerang salju dan makhluk-makhluk ajaib sebagai konsumsi di musim yang paling dingin ini ....'BOOMMM' ....Ledakan pecah di atas air, di laut Maram. 'BOOMMM' ....Ledakan lainnya pecah di sisi lain, di atas lautan yang dalam. Ada kapal lain tidak jauh dari lokasi. Ada aktivitas tidak normal di sana. Pun ada teriakan yang kesannya tidak menghibur.Sebuah kapal hancur. Barang-barangnya ikut terhanyut. Tenggelam. Hilang. Ada orang yang tampak berenang buru-buru seraya memanfaatkan ilmu Aura-nya, tapi itu dengan getaran yang mencekam. Ada pula orang yang sangat waspada seolah lautan hendak melahapnya mentah-mentah. Pun ada juga kapal perang yang berlayar seakan tidak sabar menghancurkan semua musuhnya. Sepertinya, ada tragedi yang bukan kali pertama terjadi.Oleh karena itu, dilaporkanlah lagi kepada pemimpin tertinggi desa Aswad Niraj
Telah diperingatkannya Eriel untuk tidak mengunjungi bangsa Timur-Laut yang sangat berbahaya menyebabkan yang bersangkutan dan rombongannya mengirimkan surat pada Presiden Algol La Nashir. Surat yang berisikan topik perdamaian dan kerja sama pada pihak Presiden Algol, termasuk mewanti-wanti akan adanya operasi intelijen untuk menyingkirkannya dari panggung dunia buat selama-lamanya, bahkan mengirimkan cakram-data berisi video detik-detik kematian Presiden pertama bangsa Selatan-Putih (Azael De Canopus) yang dihakimi rakyatnya sendiri sebagai cerminan sekaligus 'tanda-tanda'—walau cenderung seperti serangan mental—teruntuk Presiden Algol yang akan bernasib sama jika nekat melawan pemimpin dunia Aura dizaman ini. Andai kata taktik diplomasi Pangeran Nein gagal, maka Eriel yang akan masuk. Bersaing langsung dengan kaum Kardemonian dan kaum Timur-Utama. Sementara mengetahui rencana operasi Pembebasan Oxydia yang direncanakan jajaran Pangeran Nein, Eriel sebetulnya ikut serta dalam opera