Episode 4: Kesalahpahaman Berangkat Dari Peradaban Cara Pandang.
Seiring berlalunya waktu, persentase tenaga Aura Eriel mulai menyusut. Dengan kapabilitas teleportasi yang memakan banyak 'Tenaga Aura', tentu bukanlah hal aneh apabila dalam kurun waktu sejam saja 85% Tenaga Aura Eriel habis. Itu sudah diakumulasikan dengan teknik Aura lainnya. {Satu kali penggunaan teleportasi memakan Tenaga Aura berkisar 5%.} Atau artinya, Eriel hanya sanggup melakukan 13 kali kapabilitas Aura cahaya dalam waktu sejam—untuk tetap mengaktifkan kapabilitas Aura maka peserta wajib memancarkan Aura tersebut di luar fisik selama kapabilitasnya aktif, sementara penonaktifan kapabilitasnya sendiri cukup dengan melenyapkan Aura dari luar fisik. Pertarungan hanya menyisakan Eriel yang berjuang susah payah. Menyerang orang tuanya maju mundur. Menyajikan gaya kombat yang terbilang standar. Sekadar melakukan pukulan-pukulan lurus, atau tendangan-tendangan selayaknya seni beladiri fisik, ataupun kalau mentok ia melakukan gerakan akrobat yang berujung tendangan dan pukulan keras. Diikuti banyak teknik kombat yang sudah ia laksanakan. Walau lewat pandangan masyarakat awam sekalipun dapat menilai bahwa keunggulan masih dimiliki Mama-nya. 30 menit kemudian secara sepihak duel dihentikan Mama-nya. “Oke, cukup!” pinta sang jenderal tingkat A ini. Menampilkan gelagat ketidakpuasan. Eriel bernapas tersengal-sengal. Berdiri agak membungkuk empat meteran di hadapan ibunya. Tenaga Aura yang banyak dikurasnya telah menyematkan rasa lelah luar biasa. Hanya Kael yang sedari tadi betah bergeming di posisinya. Mematung. Tidak sekali pun menyerang. “El, mama harap kamu punya alasan efektif untuk pilihanmu yang cuman diam tak berguna.” Dengan menatap tajam putranya Jenderal Aldia menyindir. “Huh, kakak payah ... tak punya semangat juang!” timpal Eriel sembari berupaya menetralkan laju napasnya. ”Wajar saja diriku diam, lagian mama baru saja memutuskan untuk menghentikan pelatihannya ....“ Dinaungi ekspresi mengantuk Kael telah jujur bicara. Kendati jauh lebih jujur dikatakan ia memang malas bergerak. ”Oh ayolah ..., sebab dari sejam lebih kamu malah mematung! Hanya mematung!“ ketus Jenderal Aldia dengan berkacak pinggang. Geram akan sikap malas putranya. Mengetahui sikap malas semestinya bukanlah sesuatu yang layak diterima, dengan santai Kael menyelipkan dua tangannya ke saku depan jaket hoodie-nya dan saat mulutnya hendak memuntahkan kalimat advokasi, orang tuanya menyelang: ”Nilaimu tertinggal jauh dari adikmu sendiri, El. Kalau kemalasan yang selalu melandaskanmu untuk menunggu waktu yang tepat, maka selamanya kamu menunggu. Malah lawanmu yang sudah jauh mengunggulimu. Kau akan selalu kalah, El. Selalu kalah ....“ Berkumandang penuh penekanan kata bagaimana sang mama secara khusus mengkritik watak leha-leha Kael. Kael mengangguk, ia memang menanti waktu yang tepat. Bahkan untuk kedua kalinya ia harus menelan lagi argumen pembelaan begitu keputusan dari Mama-nya dicetuskan: “Cukup untuk hari ini. Kalian tetap mama nyatakan gagal!” ”Tapi Ma! Aku belum selesai! Jangan libatkan aku dengan tabiat kakak!“ Eriel protes. Ini bukanlah hasil yang pantas baginya dapatkan. ”Biar aku saja yang melawan mama. Kupastikan aku sanggup membuat mama jatuh!“ Orang tuanya menggelengkan kepala pelan. Tidak menemukan alasan brilian dalam menyetujuinya. ”Kalian adalah saudara kandung. Sehingga wajar kalian mama anggap sepaket; tim ....“ Sang Mama menguraikan alasan. ”Jadi cukup. Kalian terpaksa harus menjalani lagi pelatihan mandiri. Sampai secara berbarengan kalian lulus. Di sana baru mama perkenankan kalian keluar dari tempat ini.“ Ketimbang meluangkan waktu memberontak marah, Eriel memilih membisu memendam kejengkelannya. Sedang Kael tampil tenang. Wanita necis di hadapan mereka lantas berpaling pergi. Tidak ada keterangan lebih lanjut perihal kapan pelatihan lagi dengannya. Atau dengan kata lain, mesti menunggu sang mama selesai dari dinas kemiliterannya dan mewajibkan Kael serta Eriel dididik kembali oleh guru membosankan yang sering debat kusir dengan orang tua mereka. Sejujurnya, Kael masa bodoh dan tidak berminat dengan semua ajaran atau idealisme Mama-nya. Eriel mencebik, bermuka masam. Teramat penat harus selalu menanggung kegagalan dari ulah kakaknya yang rajin seenaknya. Disamping itu, hari yang semakin mendekati petang semakin mendinginkan hawa di sekitar. Sementara kepergian mama mereka semakin jauh. Langkah kakinya mantap juga cepat. Waktu terkuras lama hingga menyisakan kesunyian aneh di antara adik kakak itu. Mereka kini berdiri berhadapan. ”Mengapa harus kembali seperti ini, sih? Mengapa kakak begitu malas?! Aku sudah berusah payah untuk peluang ini! Aku ingin bebas! Aku ingin melihat dunia luar!“ Nada suara Eriel yang meninggi jelas terdengar menghadirkan kegusaran dan kekecewaan mendalam. Bagaimana juga harapan yang kesekian kalinya untuk bebas ... pupus. ”Tapi kakak malah berleha-leha!“ Udara dingin menggerakkan tangan Kael menutup kepalanya oleh tudung jaket hoodie-nya, pun merespons, ”Maaf Ril, kalau diriku membuatmu kecewa, selalu ... itu juga tidak membuatku memiliki argumen tepat untuk menanggapi kekecewaanmu ....“ “Payah! Kakak payah ... berkali-kali keberhasilanku harus menanggung kegagalan karena engkau payah!” Eriel meradang. Meski begitu, ketidakpedulian Kael pilih sebagai menyikapinya. Di telinganya itu trivia. Justru dengan entengnya ia bertanya, ”Ril ... aku mau memancing di luar, apa kamu mau ikut?“ ”Semestinya kakak berlatih, bukan malah pergi memancing lagi! Ingat, kakak masih belum mampu merealisasikan kapabilitas Aura kakak! Kita harus lulus, sebab kita punya misi untuk masa depan!“ Eriel menyergah dan terbilang bodoh seumpama menyepakati ajakan kakaknya. Ia menyalang menatap muka kantuk kakaknya. Dibubuhi harapan agar kakaknya dapat berubah menjadi personal yang lebih baik. Tiada respons verbal dari Kael dalam menggubrisnya. Seolah tidak ada soal yang mesti dirisaukan. Dia dengan kalemnya melangkah meninggalkan saudarinya. Berniat menuju tempat favoritnya. Betapa Eriel menggemas emosi menghadapi lagi sikap cuek kakaknya yang acap-acap mengundang marah. Nyaris setiap ujian akhir pelatihan kemalasan kakaknya jadi beban terberat baginya. ”Aku akan terus berlatih! Berlatih, sampai kakak lihat aku mencapai impian mama! Dan membuat kakak menyesali perbuatan kakak sendiri!“ pekik Eriel dalam kesungguhan lebih dari yang dapat Kael duga. Kedengaran meyakinkan, kendati Kael terlihat hanya mengacungkan jempol kanannya ke atas kepala—sebatas respons menghormati. Juga langkah kakinya tidak dihentikan saat ia membalas, ”Semoga sukses, Ril!“ Bergigit kesal dan mendekus Eriel di sana. Sepuluh jemarinya saja dikepal seperti menahan ketidakberdayaannya menghadapi kekonyolan kakaknya. Itu semua sudah biasa terjadi. Kael memang tidak begitu berbakat dalam ilmu Aura sebagaimana adik dan Mama-nya. Ketika normalnya pewaris Aura sanggup merealisasikan kapabilitas Aura mereka diumur 10 tahun ke atas, tidak sebagaimana Kael yang bahkan hingga detik ini selalu gagal. Sedangkan adiknya mencapai keberhasilan semenjak umur 9 tahun. Ketimpangan talenta yang sebetulnya lumayan mengherankan terlebih bagi Jenderal Aldia, dan membebani tentunya bagi Eriel. Eriel bersungut-sungut. Ia tidak beranjak dari sana, melainkan rasa penatnya membuat ia terduduk di rerumputan yang dingin. Entah sudah berapa puluh, atau bisa jadi ratusan kali dirinya lagi-lagi terpaksa berpasrah diri. Bersama pernapasan yang perlahan stabil. Ia duduk bersila dengan menegapkan tubuh serta menautkan dua tangannya pada muka lutut. Pun kelopak mata yang terkatup supaya konsentrasi terpenuhi. Bukan hanya merehatkan fisik, Eriel sekalian mengisi kembali 'Tenaga Aura-nya'. Wanita berambut hijau sebahu yang dipanggil Mama sudah masuk ke dalam rumah. Guna merenggut apa yang dicita-citakannya, lumrah wanita itu kukuh mempertahankan idealismenya.Sementara itu ....“... kami selalu siap dalam mendukung penuh tatanan dunia Aura baru besutan bangsa Utara-Daya. Demi dunia Aura yang lebih baik dan maju bangsa Selatan-Putih pasti di barisan bangsa Utara-Daya!”Kira-kira begitulah penggalan pidato yang disampaikan oleh Presiden Haven atas kunjungannya di negara Utara-Daya dalam rangka kunjungan kenegaraan dan hubungan bilateral, yang sekaligus merupakan berita teratas menyaingi peristiwa lain di negeri bersalju ini. Beliau memperjelas posisi negerinya yang siap mematuhi rancangan cara main Utara-Daya dan senantiasa siap pula diperangi jika sewaktu-waktu dia beserta bangsanya mendurhakainya.Dan, tidak kalah gemparnya ialah progres gerakan reformasi ekosistem dunia Aura di bangsa Timur-Utama kalau itu telah sampai pada pagelaran acara paling fenomenal yang hendak melangsungkan pertarungan antara Eriel De Atria melawan Presiden Orian La Belatrix. Maka sehubungan dengan itu, buku Eriel beserta agendanya sendiri sudah menyelusup ke desa
Saat langit tak lagi cerah ....Dan, sinar mentari diselundupkan awan-awan warna perunggu ....Juga ketika para nelayan hanya bekerja untuk mencari kerang-kerang salju dan makhluk-makhluk ajaib sebagai konsumsi di musim yang paling dingin ini ....'BOOMMM' ....Ledakan pecah di atas air, di laut Maram. 'BOOMMM' ....Ledakan lainnya pecah di sisi lain, di atas lautan yang dalam. Ada kapal lain tidak jauh dari lokasi. Ada aktivitas tidak normal di sana. Pun ada teriakan yang kesannya tidak menghibur.Sebuah kapal hancur. Barang-barangnya ikut terhanyut. Tenggelam. Hilang. Ada orang yang tampak berenang buru-buru seraya memanfaatkan ilmu Aura-nya, tapi itu dengan getaran yang mencekam. Ada pula orang yang sangat waspada seolah lautan hendak melahapnya mentah-mentah. Pun ada juga kapal perang yang berlayar seakan tidak sabar menghancurkan semua musuhnya. Sepertinya, ada tragedi yang bukan kali pertama terjadi.Oleh karena itu, dilaporkanlah lagi kepada pemimpin tertinggi desa Aswad Niraj
Telah diperingatkannya Eriel untuk tidak mengunjungi bangsa Timur-Laut yang sangat berbahaya menyebabkan yang bersangkutan dan rombongannya mengirimkan surat pada Presiden Algol La Nashir. Surat yang berisikan topik perdamaian dan kerja sama pada pihak Presiden Algol, termasuk mewanti-wanti akan adanya operasi intelijen untuk menyingkirkannya dari panggung dunia buat selama-lamanya, bahkan mengirimkan cakram-data berisi video detik-detik kematian Presiden pertama bangsa Selatan-Putih (Azael De Canopus) yang dihakimi rakyatnya sendiri sebagai cerminan sekaligus 'tanda-tanda'—walau cenderung seperti serangan mental—teruntuk Presiden Algol yang akan bernasib sama jika nekat melawan pemimpin dunia Aura dizaman ini. Andai kata taktik diplomasi Pangeran Nein gagal, maka Eriel yang akan masuk. Bersaing langsung dengan kaum Kardemonian dan kaum Timur-Utama. Sementara mengetahui rencana operasi Pembebasan Oxydia yang direncanakan jajaran Pangeran Nein, Eriel sebetulnya ikut serta dalam opera
Hanya boleh ada satu 'jenderal' di dunia ini. Hanya ada satu penguasa pasar dunia. Hanya ada satu matahari. Satu raja—terlepas dari sejarah tata kelola dunia Aura yang pernah hadir satu hingga tiga kerajaan yang dipimpin oleh dua raja sekaligus atau disebut 'dwikuasa'.Kokoh berdaulat. Begitulah kaum Timur-Laut persisten melestarikan kebijakan isolasionismenya dan pada saat yang sama hidup dalam tekanan embargo internasional. Bahkan tidak mengindahkan banyaknya kecaman global atau isu miring yang menyudutkan mereka. Masih meyakini kebanyakan bantuan yang disodorkan kaum Utara sebatas kedok menguasai semata. Sebagaimana peternak ayam yang rutin dan konsisten dalam merawat ayam-ayamnya, difasilitasi makanan, minuman, kesehatan, tempat tinggal, dengan maksud dan tujuan supaya dikemudian hari ayam-ayam itu dapat disantapnya, dipermainkannya atau diperdagangkannya, maka akan sangat keliru kalau-kalau sang peternak dengan naifnya akan menyerahkan kebebasan apalagi memperkenankan ayam-ayamny
“... AYYOOO ERRRIIIEEELLLLLL ...!”'Wush'.Lesatan demi lesatan gelembung cairan menerjang di udara. Termuntah memberondongi seorang cewek berambut hijau. Tepat di atas arena stadion Rouran Kota La'Tanta, provinsi La-Fartan. 'BOOMMM'.Ledakan cahaya pecah yang berdampak pada kehancuran seekor binatang ajaib yang barusan memuntahkan gelembung cairan beracun.'BOOMMM'.Ledakan cahaya lainnya pecah dan kesekian kalinya menghancurkan binatang ajaib yang tersisa. Hewan-hewan ajaib yang dikhususkan untuk pementasan ilmu Aura kali ini dan yang setipenya telah dibereskan oleh sang Ouran Cahaya. Selain itu membuktikan kepiawaian dirinya yang dibawah batasan, sekarang Eriel De Atria mendominasi pertarungan.Lawannya adalah Penyihir-Warna. Alina La Adhara. Figur cewek 35 tahunan berbusana jubah agak rumit dengan rambut hitam keriting yang terselubung topi pesulap warna merah muda. Spesialis 'Slime' atau lilin. Menguasai tongkat sihir-Paladium. Artinya, mayoritas ilmu sihirnya terfokus pada sli
Sebagaimana yang diketahui, dunia Aura kembali diramaikan akan ketegangan bangsa Utara-Daya dan Oxydia. Korban perang kembali bertambah antara masyarakat sipil dan tentara revolusi Oxtara. Belum lagi surat perjanjian perdamaian dan kesepakatan yang bangsa Utara-Daya kirim kepada pihak Oxtara telah ditolak dengan cara yang mendiskreditkan kaum Utara. Tiga kali sudah itu ditolak dan direndahkan. Bahkan kelompok Oxtara memberi ancaman yang berbahaya bagi kestabilan dunia Aura. Mereka telah membuat konflik kian meluas. Sebab itulah, Pangeran Nein telah mengajak seluruh masyarakat dunia Aura, terkhusus penduduk sipil bangsa Oxydia guna mendukungnya dalam menyelamatkan kedaulatan bangsa Oxydia dari kekejaman petinggi partai Oxtara.Pangeran Nein telah mengangkatnya ke Mahkamah Internasional PDO sebagai kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang yang sepatutnya segera ditindaklanjuti. Pemerintah pusat bangsa Oxydia didesak oleh Yang Mulia Yang Mengetahui Segalanya Raja Neziah Al-Manamah atas