Home / Pendekar / Sistem Aura (Infinity) / Episode 4: Kesalahpahaman Berangkat Dari Peradaban Cara Pandang.

Share

Episode 4: Kesalahpahaman Berangkat Dari Peradaban Cara Pandang.

Author: Radif
last update Last Updated: 2021-09-16 18:15:19

Episode 4: Kesalahpahaman Berangkat Dari Peradaban Cara Pandang.

Seiring berlalunya waktu, persentase tenaga Aura Eriel mulai menyusut. Dengan kapabilitas teleportasi yang memakan banyak 'Tenaga Aura', tentu bukanlah hal aneh apabila dalam kurun waktu sejam saja 85% Tenaga Aura Eriel habis.

Itu sudah diakumulasikan dengan teknik Aura lainnya.

{Satu kali penggunaan teleportasi memakan Tenaga Aura berkisar 5%.}

Atau artinya, Eriel hanya sanggup melakukan 13 kali kapabilitas Aura cahaya dalam waktu sejam—untuk tetap mengaktifkan kapabilitas Aura maka peserta wajib memancarkan Aura tersebut di luar fisik selama kapabilitasnya aktif, sementara penonaktifan kapabilitasnya sendiri cukup dengan melenyapkan Aura dari luar fisik.

Pertarungan hanya menyisakan Eriel yang berjuang susah payah. Menyerang orang tuanya maju mundur. Menyajikan gaya kombat yang terbilang standar. Sekadar melakukan pukulan-pukulan lurus, atau tendangan-tendangan selayaknya seni beladiri fisik, ataupun kalau mentok ia melakukan gerakan akrobat yang berujung tendangan dan pukulan keras.

Diikuti banyak teknik kombat yang sudah ia laksanakan. Walau lewat pandangan masyarakat awam sekalipun dapat menilai bahwa keunggulan masih dimiliki Mama-nya.

30 menit kemudian secara sepihak duel dihentikan Mama-nya.

“Oke, cukup!” pinta sang jenderal tingkat A ini. Menampilkan gelagat ketidakpuasan.

Eriel bernapas tersengal-sengal. Berdiri agak membungkuk empat meteran di hadapan ibunya. Tenaga Aura yang banyak dikurasnya telah menyematkan rasa lelah luar biasa.

Hanya Kael yang sedari tadi betah bergeming di posisinya. Mematung. Tidak sekali pun menyerang.

“El, mama harap kamu punya alasan efektif untuk pilihanmu yang cuman diam tak berguna.” Dengan menatap tajam putranya Jenderal Aldia menyindir.

“Huh, kakak payah ... tak punya semangat juang!” timpal Eriel sembari berupaya menetralkan laju napasnya.

”Wajar saja diriku diam, lagian mama baru saja memutuskan untuk menghentikan pelatihannya ....“ Dinaungi ekspresi mengantuk Kael telah jujur bicara. Kendati jauh lebih jujur dikatakan ia memang malas bergerak.

”Oh ayolah ..., sebab dari sejam lebih kamu malah mematung! Hanya mematung!“ ketus Jenderal Aldia dengan berkacak pinggang. Geram akan sikap malas putranya.

Mengetahui sikap malas semestinya bukanlah sesuatu yang layak diterima, dengan santai Kael menyelipkan dua tangannya ke saku depan jaket hoodie-nya dan saat mulutnya hendak memuntahkan kalimat advokasi, orang tuanya menyelang:

”Nilaimu tertinggal jauh dari adikmu sendiri, El. Kalau kemalasan yang selalu melandaskanmu untuk menunggu waktu yang tepat, maka selamanya kamu menunggu. Malah lawanmu yang sudah jauh mengunggulimu. Kau akan selalu kalah, El. Selalu kalah ....“

Berkumandang penuh penekanan kata bagaimana sang mama secara khusus mengkritik watak leha-leha Kael.

Kael mengangguk, ia memang menanti waktu yang tepat. Bahkan untuk kedua kalinya ia harus menelan lagi argumen pembelaan begitu keputusan dari Mama-nya dicetuskan:

“Cukup untuk hari ini. Kalian tetap mama nyatakan gagal!”

”Tapi Ma! Aku belum selesai! Jangan libatkan aku dengan tabiat kakak!“ Eriel protes. Ini bukanlah hasil yang pantas baginya dapatkan. ”Biar aku saja yang melawan mama. Kupastikan aku sanggup membuat mama jatuh!“

Orang tuanya menggelengkan kepala pelan. Tidak menemukan alasan brilian dalam menyetujuinya.

”Kalian adalah saudara kandung. Sehingga wajar kalian mama anggap sepaket; tim ....“ Sang Mama menguraikan alasan. ”Jadi cukup. Kalian terpaksa harus menjalani lagi pelatihan mandiri. Sampai secara berbarengan kalian lulus. Di sana baru mama perkenankan kalian keluar dari tempat ini.“

Ketimbang meluangkan waktu memberontak marah, Eriel memilih membisu memendam kejengkelannya. Sedang Kael tampil tenang.

Wanita necis di hadapan mereka lantas berpaling pergi. Tidak ada keterangan lebih lanjut perihal kapan pelatihan lagi dengannya. Atau dengan kata lain, mesti menunggu sang mama selesai dari dinas kemiliterannya dan mewajibkan Kael serta Eriel dididik kembali oleh guru membosankan yang sering debat kusir dengan orang tua mereka.

Sejujurnya, Kael masa bodoh dan tidak berminat dengan semua ajaran atau idealisme Mama-nya.

Eriel mencebik, bermuka masam. Teramat penat harus selalu menanggung kegagalan dari ulah kakaknya yang rajin seenaknya.

Disamping itu, hari yang semakin mendekati petang semakin mendinginkan hawa di sekitar. Sementara kepergian mama mereka semakin jauh. Langkah kakinya mantap juga cepat.

Waktu terkuras lama hingga menyisakan kesunyian aneh di antara adik kakak itu. Mereka kini berdiri berhadapan.

”Mengapa harus kembali seperti ini, sih? Mengapa kakak begitu malas?! Aku sudah berusah payah untuk peluang ini! Aku ingin bebas! Aku ingin melihat dunia luar!“ Nada suara Eriel yang meninggi jelas terdengar menghadirkan kegusaran dan kekecewaan mendalam. Bagaimana juga harapan yang kesekian kalinya untuk bebas ... pupus. ”Tapi kakak malah berleha-leha!“

Udara dingin menggerakkan tangan Kael menutup kepalanya oleh tudung jaket hoodie-nya, pun merespons, ”Maaf Ril, kalau diriku membuatmu kecewa, selalu ... itu juga tidak membuatku memiliki argumen tepat untuk menanggapi kekecewaanmu ....“

“Payah! Kakak payah ... berkali-kali keberhasilanku harus menanggung kegagalan karena engkau payah!” Eriel meradang.

Meski begitu, ketidakpedulian Kael pilih sebagai menyikapinya. Di telinganya itu trivia. Justru dengan entengnya ia bertanya, ”Ril ... aku mau memancing di luar, apa kamu mau ikut?“

”Semestinya kakak berlatih, bukan malah pergi memancing lagi! Ingat, kakak masih belum mampu merealisasikan kapabilitas Aura kakak! Kita harus lulus, sebab kita punya misi untuk masa depan!“ Eriel menyergah dan terbilang bodoh seumpama menyepakati ajakan kakaknya.

Ia menyalang menatap muka kantuk kakaknya. Dibubuhi harapan agar kakaknya dapat berubah menjadi personal yang lebih baik.

Tiada respons verbal dari Kael dalam menggubrisnya. Seolah tidak ada soal yang mesti dirisaukan. Dia dengan kalemnya melangkah meninggalkan saudarinya. Berniat menuju tempat favoritnya.

Betapa Eriel menggemas emosi menghadapi lagi sikap cuek kakaknya yang acap-acap mengundang marah. Nyaris setiap ujian akhir pelatihan kemalasan kakaknya jadi beban terberat baginya.

”Aku akan terus berlatih! Berlatih, sampai kakak lihat aku mencapai impian mama! Dan membuat kakak menyesali perbuatan kakak sendiri!“ pekik Eriel dalam kesungguhan lebih dari yang dapat Kael duga.

Kedengaran meyakinkan, kendati Kael terlihat hanya mengacungkan jempol kanannya ke atas kepala—sebatas respons menghormati. Juga langkah kakinya tidak dihentikan saat ia membalas, ”Semoga sukses, Ril!“

Bergigit kesal dan mendekus Eriel di sana. Sepuluh jemarinya saja dikepal seperti menahan ketidakberdayaannya menghadapi kekonyolan kakaknya.

Itu semua sudah biasa terjadi. Kael memang tidak begitu berbakat dalam ilmu Aura sebagaimana adik dan Mama-nya. Ketika normalnya pewaris Aura sanggup merealisasikan kapabilitas Aura mereka diumur 10 tahun ke atas, tidak sebagaimana Kael yang bahkan hingga detik ini selalu gagal. Sedangkan adiknya mencapai keberhasilan semenjak umur 9 tahun.

Ketimpangan talenta yang sebetulnya lumayan mengherankan terlebih bagi Jenderal Aldia, dan membebani tentunya bagi Eriel.

Eriel bersungut-sungut. Ia tidak beranjak dari sana, melainkan rasa penatnya membuat ia terduduk di rerumputan yang dingin. Entah sudah berapa puluh, atau bisa jadi ratusan kali dirinya lagi-lagi terpaksa berpasrah diri.

Bersama pernapasan yang perlahan stabil. Ia duduk bersila dengan menegapkan tubuh serta menautkan dua tangannya pada muka lutut. Pun kelopak mata yang terkatup supaya konsentrasi terpenuhi. Bukan hanya merehatkan fisik, Eriel sekalian mengisi kembali 'Tenaga Aura-nya'.

Wanita berambut hijau sebahu yang dipanggil Mama sudah masuk ke dalam rumah. Guna merenggut apa yang dicita-citakannya, lumrah wanita itu kukuh mempertahankan idealismenya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sistem Aura (Infinity)   Episode 388: Apakah Yang Membiarkan Perilaku Penyimpangan Sama Menyimpangnya?

    Dunia Aura, tempat di mana bangsa-bangsa hidup dan berinteraksi, baik terhadap alam maupun terhadap penghuninya. Di dalam dunianya yang penuh parodi dan tragedi ini mereka hidup bersama untuk suatu keperluan yang alami atau untuk yang mereka ciptakan sendiri ....Hadirlah bangsa Kardemon yang menarasikan diri sebagai Anak-Anak Utama Empat Manusia Terpilih. Mereka meyakini pengaruh kekuasaan mereka terhadap tatanan dunia Aura selalu dibutuhkan di setiap zaman. Dalam pengaruh dunia Aura mereka banyak mencetak inovasi keuangan dan militer. Ibu kota mereka dinamakan Tinolog dan visualnya sangat menggambarkan kemampuan pengelolaan kemiliteran mereka. Tempat yang maju sekaligus bersih. Mereka menamakan mata uang mereka dengan Liner-A dan bendera kenegaraan mereka berwarna dasar putih bergambar bunga matahari nuansa merah berkelopak tujuh.Bangsa Timur-Laut menarasikan diri sebagai Rakyat Penyelamat Dunia. Mereka meyakini bahwa dunia Aura akan kehilangan kebaikan di dunia ini jika tidak diba

  • Sistem Aura (Infinity)   Episode 387: Dan Senyumanmu Yang Menghanyutkan Pandanganku.

    Bangsa Awan dan bangsa Mahgota dan organisasi yang merepresentasikan persatuan dunia Aura berikut dengan para pengelolanya telah Eriel De Atria kunjungi. Pun telah berdialog dan saling bertukar pandangan. Memberinya suplai informasi dan relasi yang mengantarkan Eriel kepada kesempatan emas melakukan pertemuan dengan Tetua-Aura Alara Nun'Um. Media populer pun turut menjadwalkan jumpa pers. Dengan judul; 'Sang Auranias Cahaya Akhirnya Berkolaborasi Dengan Tetua-Aura Alara' ....3471-17-Scorpio (Musim Lembab). 15:11. Di suatu pulau di benua Utara ....Eriel dan Tetua-Aura Alara mengadakan pertemuan secara tertutup dan hanya empat mata. Ini adalah perjumpaan kali pertama bagi keduanya, dan tidak kecil kemungkinan untuk melakukan pertemuan lagi. Dalam ruangan bertema flora yang didominasi hijaunya dedaunan keduanya duduk bersimpuh di atas karpet bulu domba. Dikelilingi rak-rak buku dan furnitur minimalis yang memanjakan mata. Ditemani camilan wafer Fafer, susu kedelai dan kacang-kacangan

  • Sistem Aura (Infinity)   Episode 386: Kadangkala Kami Butuh Hiburan Buat Meringankan Mental.

    Jadi, selama Eriel De Atria bekerja keras keliling dunia Renaus De Atria sang ketua kelompok Deinity sibuk mengumpulkan kekuatan massa untuk mencelakakannya. Banyak penyerangan terhadap keluarga Eriel De Atria sebenarnya terafiliasi dengannya—tapi, bukan berarti semuanya. Persona Auranias yang paling bertanggungjawab atas kematian putra satu-satunya Eriel masih belum puas untuk menyiksa sang Pewaris-Aura Cahaya itu. Dia bersama kedua loyalisnya (Eru Oum Nun'um dan Ezu De Rigel) sekarang mulai lebih agresif mengacak-acak keluarga Eriel dan eksperimen ilmiah yang dilakukan ketiga murid Eriel.3471-15-Scorpio (Musim Semi). 14:11. Bangsa Selatan-Kelabu ....Lautan berkabut nan dingin ini kelihatan tidak setenang biasanya. Ombak-ombak yang bergerak sangat ekstrem. Keheningan terusik oleh suatu keributan. Keributan wajar karena Renaus hari ini bersama kedua loyalisnya berada di sana untuk suatu misi penting.Mengincar makhluk ajaib dari laut selatan. Binatang sejenis kadal air yang fisikn

  • Sistem Aura (Infinity)   Episode 385: Berikan Kami Kekayaan Untuk Mengatakan Kalau Uang Bukan Segalanya.

    Dan, di sinilah sang Pewaris-Aura Cahaya Eriel De Atria, tepat pada Realita Tengah dimensi kreasinya sendiri. Konsolidasi dengan kaum Utara mengantarkannya tidak hanya pada tingkatan kerja sama, tapi telah sampai kepada pengenalan dan pengetahuan. Mengenal bangsa-bangsa manusia yang akhirnya memercikkan kesadarannya. Mendengar banyak aspirasi, permintaan, harapan hingga kebencian. Memperbanyak referensi dari beragam perspektif. Itu mengondisikannya untuk tidak bisa lagi bertindak untuk satu golongan manusia, untuk satu negara, untuk hal-hal yang bersifat pengelompokan tanpa landasan hukum yang benar. Dari sanalah dirinya sudah sampai pada memikirkan bagaimana caranya peradaban umat manusia terbangun tanpa intervensi kelompok-kelompok otoritatif yang saling berambisi membinasakan satu sama lain. Eriel sekarang tidak lagi berpikir negara asalnya, tidak lagi berpikir memajukan negaranya, tidak dalam arti yang sempit. Sekarang dia memang datang untuk dunia, untuk umat manusia.Sebelum d

  • Sistem Aura (Infinity)   Episode 384: Aku Suka Perang, Selama Itu Tidak Melibatkanku Dan Keluargaku.

    Sehubungan dengan program pola pendidikan desa Aswad yang baru, Avana Nun'Ruas selaku Niraja 18 mulai menginspeksi akademi Aura di desanya, sekalian menyuntikkan 'ide' pada para pelajar agar terbangun pemahaman kolektif. Ditemani oleh pihak jurnalis, dua personel Militer-Adat dan Tetua-Aswadan Altan.“... karena kita menciptakan nilai kita sendiri, kita hidup untuk suatu angan-angan ideal. Kemajuan kaum Aswadian tidak persis sama dengan kaum-kaum lain yang menitikberatkan pada teknologi atau suatu kompetisi materialistis, melainkan pada kualitas esensi individunya. Ya, kita punya tujuan dalam pendidikan desa Aswad yang prosesnya merupakan pengkajian secara tajam terkait potensi setiap manusia Aswadian sedang segala sesuatu materialistis seperti yang tadi kubilang tidak lain cuman alat-alat atau bahkan hanya buah dari perjalanan individunya ....”3471-10-Scorpio (Musim Semi). 11:12.Sekarang siapa yang tidak mengenal sang tokoh nomor satu kaum Aswadian itu, Niraja ke-18 Avana Nun'Ruas,

  • Sistem Aura (Infinity)   Episode 383: Kenyangkan Perut Kami Dan Limpahkan Penghasilan Kami Pasti Kami Tidak Akan Berisik.

    Senandung lagu bergenre gotik dari band asal bangsa Utara-Daya terputar merdu dari sebuah benda seukuran korek api gas yang dinamakan M3 dan dibeli dari desa Abyad—produk impor bangsa Laturnia. Sekarang pukul 08:11 pagi yang cerah—cerah menurut iklim Selatan-Putih. Segelas cokelat panas tersedia di atas meja. Buku-buku penting turut di sana. Seorang cewek berparas jelek yang terlalu sibuk untuk pekerjaannya kelihatan sibuk pula untuk hobinya mengumpulkan data soal serangga-serangga. Sayang, konsentrasinya sesekali terdistraksi lantaran telah mengetahui fakta Ketua El terjangkit virus Amutas. Mengetahuinya setelah menanyakannya langsung. Termasuk semua kerabat telah mengetahuinya. Ikatan emosional dengan Ketua El sudah terbangun dan soal wajar mengapa sebabnya Cyka makin mengkhawatirkan keadaan sang ketua. Para kerabat sampai-sampai banyak menyarankan pengobatan alternatif dan memiliki keresahan yang sama. Sangat enggan kehilangan Kael De Rigel apalagi dengan tujuan kelompok yang bel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status