Share

Sistem Keberuntungan Tanpa Batas
Sistem Keberuntungan Tanpa Batas
Author: ShenShen

Bab 1

Author: ShenShen
last update Last Updated: 2025-08-17 14:06:49

“Hei, kenapa kau tidak pergi saja ke rumah sakit dan menjual ginjalmu? Setidaknya itu lebih berguna daripada mengemis di sini!”

Di sebuah toko roti di pinggiran kota Skylight Grove, seorang pemuda berjaket biru tua menjadi pusat perhatian. Ia sedang berusaha keras mendapatkan diskon yang sudah tidak berlaku.

Orang-orang yang mengantri untuk membayar pesanan mulai geram dan beberapa bahkan mencibir tanpa sungkan. Namun, tampaknya pemuda itu memilih pura-pura tak mendengar omelan pelanggan di belakangnya. 

Dengan ekspresi serius, pemuda itu bahkan menyerahkan kartu identitasnya kepada gadis penjaga kasir.

“Nona, jika diskon di toko ini sudah habis, baiklah, kupercayakan kartu identitasku ini padamu. Aku akan membayar kekurangannya minggu depan,” ucap si pemuda tampak bersikukuh untuk membeli kue tart yang berada di luar jangkauan isi dompetnya.

Si penjaga kasir menerima kartu identitas pemuda itu sembari mengeja nama yang tertera di kartu itu. “Eric White…” ucapnya lirih lalu menyerahkan kembali kartu itu kepada si pemuda diiringi dengan helaan napas pelan. “Tampaknya kau sedang sangat membutuhkan kue tart ini. Tapi apa boleh buat, kartu identitasmu tak berguna di sini.”

Eric menampakkan gurat kecewa saat itu juga. Membuang rasa malunya, Eric mencoba menawarkan opsi lain. “Kalau begitu, bagaimana kalau aku tinggalkan jaket ini sebagai jaminan? Memang sedikit lusuh, tapi...”

“Sedikit lusuh katamu?!” sergah seorang perempuan di belakang Eric. “Apa matamu rabun? Itu sudah seperti kain lap! Oh, inilah mengapa aku benci orang miskin. Mereka benar-benar menyedihkan!”

Eric mengepalkan tangan, nyaris membalas, tapi si kasir mendahuluinya, “Mr. White,” ucap gadis itu, suaranya terdengar lebih lembut dari sebelumnya. “Kurasa aku bisa membayar kekurangannya. Kau tak perlu meninggalkan apa pun di toko ini.” Perempuan itu tersenyum ramah, meski awalnya ia juga kesal pada Eric, namun pada akhirnya ada rasa iba muncul di hatinya. 

Logikanya, jika Eric tidak berada dalam keadaan terdesak, tak mungkin pria muda setampan itu bersedia menahan malu di depan banyak pelanggan lain hanya demi sebuah kue tart yang tidak mahal.

“Mr. White, kau mendengarku?” tanya si penjaga kasir sesaat setelah Eric tampak diam membeku.

“Aku tak salah dengar? Kau akan membayarkan sisa kekuarangannya untukku? Luar biasa!” Eric memekik gembira. “Nona, aku akan datang lagi minggu depan dan membayar hutangku padamu, oke?”

Si penjaga kasir hanya tersenyum kecil, tak begitu berharap Eric akan menepati janji. “Baiklah, aku akan memproses pesananmu. Apakah ada request tulisan tertentu di atas kue tart ini?” tanya si penjaga kasir.

“Tentu! Happy Birth Day, My Beloved Elise, tulis saja begitu. Ngomong-ngomong, terima kasih.”

Beberapa saat ketika pesanan Eric telah selesai dibuat dan pembayarannya telah diproses, seorang perempuan di belakang barisan Eric melipat dua tangannya ke dada sembari memberi tatapan sinis.

“Aku merasa sangat beruntung kekasihku tak semiskin dirimu, Bung! Oh, pasti rasanya menyedihkan sekali mendapat kado kue tart dari hasil mengemis!”

Eric nyaris tersulut emosinya, namun, segera ia ingat bahwa di hari bahagia itu, ia tak perlu menanggapi dengan serius hinaan-hinaan dari orang lain. Eric tersenyum sinis lalu melirik perempuan yang baru saja mencibirnya, dengan membuat gerakan menutup hidung. 

Eric bertanya, “Nona, mengapa bicaramu busuk sekali? Apa kau makan tai sebelum datang ke sini?”

Perempuan itu terdiam seketika, tak mengira bahwa Eric akan membalas ejekannya dengan sindiran yang sarkas. Sementara itu, pelanggan lain yang mendengar percakapan tersebut berbisik satu sama lain, beberapa orang yang sebelumnya ingin melontarkan hinaan kepada Eric kini mengurungkan niatnya, khawatir jika mereka akan mendapatkan balasan menohok dari Eric.

Ting!

Eric yang baru saja keluar dari toko roti merasakan ponselnya bergetar, itu adalah notifikasi pesan masuk. Segera, Eric merogoh ponselnya menggunakan tangan kanan selagi tangan kirinya menenteng bingkisan kue tart.

[Eric, cepatlah kembali atau kita tak akan bertemu lagi!]

Itu adalah pesan dari Elise.

Tentu saja, Eric merasakan tubuhnya seperti disengat ribuan lebah. Jantungnya berdegup kencang saat ia berlari menyusuri trotoar di Magnolia Street. Napasnya terputus-putus namun ia tak membiarkan kakinya berhenti. 

Ia ingin segera tiba di tempat tujuannya.

Ring

Ring

Ring!

Ponsel Eric bergetar lagi, ia yakin itu adalah panggilan dari Elise. Untungnya, saat itu Eric telah tiba di lokasi tujuan, yaitu di rumahnya sendiri.

Saat itu, jantung Eric berdegup kian kencang saat ia melihat ada sebuah mobil terparkir di halaman rumahnya. Itu adalah mobil milik Paman Jim dan Bibi Peyton, kerabat jauh dari Eric White.

Seketika mata Eric merah padam saat ia membuat praduga tentang hal yang tak beres di dalam rumahnya. Eric berlari memasuki rumah dan mendapati Elise sedang duduk sendirian menungguinya.

Elise berdiri dengan senyum kaku demi menyambut sang kakak, namun bukannya menerima sambutan Elise, Eric berjalan mendekat lalu menghantamkan tamparan keras ke pipi gadis remaja itu.

Elise merintih sesaat tetapi tak berniat membela diri atau semacamnya. Ketika mata Elise menangkap sebentuk bingkisan yang terjatuh ke lantai, bibirnya tersenyum sendu, dengan nada bergetar ia bertanya, “Eric, apakah itu kado ulang tahunku?”

Mata Eric memerah dan sedikit berkaca-kaca. “Jawab pertanyaanku, mengapa ada mobil Paman Jim di depan rumah kita?” tanya Eric sembari menunjuk mobil yang sedang terparkir di halaman rumah mereka.

Yang membuat Eric marah dan sedih adalah kenyataan bahwa Bibi Peyton merupakan seorang mucikari dan sudah berkali-kali menawari Elise White untuk menjadi pelacur di rumah bordil miliknya.

“Mengapa kopermu ada di sini?” tanya Eric lagi seraya menunjuk ke arah koper milik Elise yang menyandar ke sofa.

Elise seolah tak mau merespon pertanyaan kakak kandungnya. Tubuhnya menunduk ke bawah dan tangan kanannya memungut bingkisan yang terjatuh di lantai, tampak sebentuk kue tart yang telah hancur namun Elise tetap tersenyum.

“Kue tart itu sepertinya sangat enak. Eric, boleh aku mencicipinya sekarang?” tanya Elise yang kali itu tanpa sadar air matanya jatuh ke lantai. Ia tahu ia telah membuat keputusan yang sulit, tapi, itu semua ia lakukan demi menyelamatkan Eric, kakak kandungnya.

“Elise!” Eric mencengkram dagu Elise lalu menghadapkan wajah adiknya ke wajahnya. “Katakan padaku, apa kau yang meminta Bibi Peyton datang ke sini?! Katakan padaku, apa kau menerima tawaran perempuan jalang itu?!”

Mata Elise White basah ketika ia berusaha untuk menganggukkan kepala. 

Melihat ekspresi rumit di wajah sang adik, cengkraman tangan Eric mengendur. Tubuhnya lemas lalu lututnya ambruk ke tanah.

Eric tahu alasan Elise memilih untuk menjadi pelacur. Eric menderita kanker darah dan membutuhkan tindakan operasi dengan segera, namun, karena sepanjang hidup Eric bekerja keras untuk membiayai sekolah Elise, Eric membiarkan penyakitnya begitu saja sebab memang tak ada dana lebih untuk melakukan operasi.

“Elise, ketahuilah, aku tak sudi berobat ke dokter menggunakan uang hasil kau menjual tubuhmu! Sadarlah itu menyakiti hatiku!” Eric tertunduk, ia merasakan kemarahan, kekecewaan, dan kesedihan melebur menjadi satu di hatinya.

“Eric, kau adalah satu-satunya keluarga yang kupunya, tolong jangan keras kepala, aku ingin kau hidup dan menemukan kebahagiaan.”

Mendengar ucapan sang adik, kepala Eric terasa seperti terhantam palu. 

Elise tampak gelisah saat ia memandangi jam di pergelangan tangannya. “Eric, Paman Jim akan segera datang, aku memintanya untuk pergi sebentar agar aku bisa berpamitan denganmu dengan layak. Kumohon, berikan aku senyuman manismu, aku sangat ingin melihatnya…”

Mata eric kian basah saat ia menggeleng-gelengkan kepala. Beberapa detik berikutnya, Eric melakukan sesuatu yang berada di luar prediksi Elise.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 23

    Kepala Jurusan memberikan senyum lebar untuk pertama kalinya pada Eric. Tidak hanya itu, ia juga merangkul pundak Eric, menuntunnya untuk duduk kembali di kursi. Yang pasti tidak ada yang lucu dari situasi itu, tetapi Kepala Jurusan tertawa keras ketika duduk kembali ke kursinya. Ia berusaha menyembunyikan kegugupan dan kecemasan di hatinya.“Eric White, aku meremehkanmu. Aku salah besar. Baiklah, kamu lebih suka teh atau kopi? OB di sini mahir membuat minuman. Kamu harus mencobanya.” Kepala Jurusan memegang gagang telepon, akan menghubungi OB agar datang ke ruangan itu membawa minuman yang mereka inginkan.Namun, setelah Kepala Juursan menekan nomor telepon, Eric berkata, “Aku tidak suka keduanya.”Wajah Kepala Jurusan yang dipaksa tersenyum sempat berubah menjadi kesal mendengar perkataan Eric. Ia menutup telepon, lalu memaksa untuk tersenyum lagi. “Aku mengerti, tidak semua orang suka teh atau kopi. Kamu mungkin lebih suka air putih. Kalau itu, aku bisa mengambilkannya untukmu. Se

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 22

    Kerutan muncul di kening Eric. Ia hampir tidak percaya dengan telinganya sendiri. Pernyataan itu sulit diterima akal sehat; terlalu subjektif dan sepihak.Ini kali pertama Eric bertemu Kepala Jurursan. Mereka bahkan belum saling kenal, tapi pria di depannya itu berbicara seperti orang serba tahu. Eric belum dimintai keterangan tentang apapun, belum mendapat penjelasan gamblang tentang keperluannya dipanggil ke ruangan Kepala Jurusan, dan belum pernah mendapat teguran apapun sebelumnya. Ini hari pertama Eric kuliah, tapi Kepala Jurusan sudah mau memulangkannya saja. Betapa lucunya!Melihat dengan jelas protes dari wajah Eric, Kepala Jurusan segera berkata, “Jangan khawatir, kamu akan menerima uangmu kembali, setelah dipotong 10% untuk administrasi. Walau bagaimanapun kamu sudah menerima beberapa fasilitas dari kami dan mengambil satu kuota di jurusan dari banyaknya calon mahasiswa yang tertolak.” Ia menyerahkan selembar kertas kepada Eric. “Kamu tanda tangani surat ini dan uangmu akan

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 21

    Eric tidak mengira jika ia akan bertemu dengan gadis sombong itu lagi di kampus. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana mimik wajah gadis itu ketika memberikan tip padanya.Sekarang Eric diam di tempatnya, melihat gadis itu mendekat. Ia masih tenang, meski gadis tersebut melemparkan pandangan menelisik padanya, seolah ia adalah seorang kriminal.“Kamu! Aku ingat, kamu yang berjualan es krim keliling ‘kan? Minivanmu berwarna putih dengan gambar es krim besar. Ada ikon berbentuk es krim juga di atas minivan, tepat di atas pengeras suara. Apa yang kamu lakukan di sini?”Sudah pasti ocehan itu membuat para mahasiswa yang berkerumun mulai berbisik-bisik. Tidak ada dalam sejarah seorang penjual es krim keliling memiliki mobil super duper mewah dan langka sekelas Bugatti Centodieci. Mereka terbagi, ada yang berada di kubu si gadis sombong, tidak sedikit pula yang membela Eric.“Aku mahasiswa baru di sini, jurusan Manajemen Bisnis dan Investasi. Aku ada di kelas A.” Eric akan melangkah maju, b

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 20

    Setelah Edward terpaksa kembali ke dalam mobil masih dengan perasaan kesal, Violet secara resmi memperkenalkan dirinya pada Eric.Namanya Violet Jung, gadis terhormat dari keluarga terpandang di kota itu. Usianya sebaya dengan Eric. Paras Violet yang menawan, juga pembawaannya yang lembut dan elegan selalu berhasil menyita perhatian pria yang melihatnya. "Ini kartu namaku. Dan ini uang muka untuk perbaikan mobilmu. Tolong hubungi aku untuk sisa tagihan perbaikannya nanti. Sampaikan juga permohonan maafku pada atasanmu." Violet mengulurkan sejumlah uang, juga kartu namanya.Eric melihat Violet yang tersenyum. Ia berkata, "Tunggu sebentar. Aku tidak akan lama."Violet mengerutkan dahi, tidak tahu apa yang akan Eric lakukan. Tapi ia menurut, berdiri di sana menunggu Eric kembali.Sayup-sayup terdengar suara Edward dari arah depan, "Apa masih lama?""Sebentar." Violet menjadi panik, khawatir Edward akan turun dan kembali menemui Eric. Jika itu sampai terjadi, keributan akan dimulai lagi,

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 19

    Siang menjelang sore Eric menutup mobil minivan es krimnya. Ia akan berpindah lokasi ke dekat taman kota. Namun, saat mesin sudah menyala, dan Eric siap untuk melaju, seorang wanita mencegatnya."Aku mau satu cup besar es krim rasa vanila campur stroberi. Cepat buatkan untukku!" Wanita muda berambut pirang panjang menatap Eric dengan malas. Ia baru bertemu dengan Eric hari ini, tapi bersikap seolah Eric adalah orang yang menyebalkan dan layak dibentak-bentak.Eric tidak terpengaruh. Sebagai seseorang yang telah berpengalaman dalam menjual es krim, tentu ia sudah menemui para pelanggan dengan sikap yang bermacam-macam. Ia tidak mau ambil pusing, lebih memilih untuk menyiapkan pesanan."Apa kerjamu memang sangat lamban? Aku tidak punya banyak waktu. Cepatlah, kamu masih muda tapi kerjamu seperti kakek renta." Wanita itu mendesak dengan mencibir.Dengan ramah Eric menyampaikan maaf dan meminta agar sang pembeli berkenan untuk menunggu sebentar lagi. Tapi, wanita muda itu terus menggangg

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 18

    Di sebuah tempat parkir pusat perbelanjaan terkenal bernama Grand Arc Mall, Eric berdiri memandangi mobil barunya dari kejauhan. Ia baru saja selesai membeli perlengkapan untuk persiapan perkuliahannya. Di tangannya ada banyak paperbag, tapi ia menunda untuk meletakkannya ke dalam mobil.Saat ini ada empat wanita muda yang heboh berfoto dengan mobil Bugatti Centodieci miliknya. Ia pikir akan menunggu sejenak, memberi kesempatan pada para wanita itu untuk mengambil beberapa foto lagi. Lagipula mereka semua memiliki paras cantik dan bertubuh ideal. Sebagai pria normal dan masih jomblo, tentu ia tertarik pada mereka.Namun, setelah beberapa menit berlalu, para wanita itu masih bersemangat berfoto. Mereka bergonta-ganti gaya dan posisi, bersandar pada mobil, memeluknya, bahkan menciumnya juga. Di wajah mereka tidak terlihat rasa lelah atau bosan berpose, antusiasme mereka terhadap mobil itu tidak berkurang sedikitpun.Akhirnya, karena merasa wanita-wanita itu akan terus demikian meski men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status