Mag-log inDengan senang hati Peyton mengantarkan Jim dan Elise menuju hotel Rosemont Castle. Rencananya Jim yang akan menangani transaksi besar dengan pelanggan misterius kaya raya, sedangkan ia tetap berada di rumah bordil untuk memastikan para tamu mendapatkan pelayanan memuaskan dari para gadisnya.
Peyton tersenyum lebar mengetahui bisnisnya dengan Jim berjalan sangat baik. Tidak peduli bagaimana bisa Elise yang baru akan debut malam ini sudah diminati pelanggan kaya raya, yang terpenting adalah Elise sudah mendatangkan keuntungan untuknya.
“Apa kamu yakin ini tempatnya?” tanya Peyton saat tiba di depan hotel.
Rosemont Castle adalah hotel bintang tiga. Bagi orang kalangan atas, ini bukan pilihan terbaik. Dengan banyaknya uang yang dimiliki, mereka pasti akan lebih senang menginap di hotel mewah bintang lima.
“Tentu saja. Tuan Kaya Raya sudah mengirimkan alamatnya.”
“Tapi-”
Jim memotong ucapan istrinnya, “Peyton, orang kaya punya cara mereka sendiri. Jika yang dilakukan adalah hal terlarang, tentu hotel ini lebih tepat untuk menghindari sorotan publik.”
“Kamu benar, mungkinkah penyewa Elise adalah seorang tokoh ternama?”
“Bisa jadi! Tapi Peyton, siapa peduli? Bahkan jika seorang pria dengan gangguan kejiwaan membayar mahal Elise, aku akan memberikannya juga, hahaha!”
Suami istri itu terkekeh bersama, selagi Elise terdiam ketakutan. Tidak tahu apa yang akan menimpanya, ia mencoba mengendalikan diri. Setidaknya ini tidak lebih buruk daripada menari erotis tanpa busana di depan banyak orang, pikirnya menenangkan diri sendiri.
Sesuai rencana, Peyton kembali ke rumah bordil, sedangkan Jim menarik lengan Elise, membawanya masuk ke dalam hotel.
Selama berjalan mengikuti pelayan yang memandu menuju kamar yang telah dipesan Tuan Kaya Raya, Jim tidak mengurangi pengawasannya terhadap Elise. Ia tidak akan membiarkan gadis itu mengambil kesempatan untuk melarikan diri.
“Sudah sampai, Tuan.” Pelayan pria menunjuk angka yang tertera di pintu kamar hotel, 119.
Jim yang pelit menyuruh pelayan itu pergi, tanpa uang tips, tanpa ucapan ‘terima kasih’. Ia mengetuk pintu tiga kali dan berkata, “Jim Harris, dari HH.”
Rupanya itu adalah kode yang diminta Tuan Kaya Raya jika Jim sudah berdiri di depan kamar hotelnya. HH sendiri merupakan singkatan dari rumah bordil miliknya, Harris Heaven.
Seorang pria tinggi tegap dengan setelan jas hitam berdasi kupu-kupu warna merah keluar dari balik pintu. Ekspresi wajahnya sama dinginnya dengan tatapannya.
“Tuan Kaya Raya?” tanya Jim setelah menelan ludah.
Pria itu menggeleng. Ia menyerahkan kartu akses untuk kamar 120. “Anda bisa menunggu wanita ini di kamar sebelah. Tuan kami sudah menyiapkan jamuan mewah lengkap dengan anggur kuno premium.”
Mata Jim berbinar. Bagi penikmat anggur sepertinya, anggur kuno apalagi premium adalah sesuatu yang sulit diabaikan. Dengan bersemangat ia memastikan, “Benarkah itu, Tuan?”
“Tentu. Tuan kami sengaja menyiapkan itu agar anda tidak bosan menunggu selagi ia bersenang-senang.”
Ekspresi Jim menjadi serius saat bertanya, “Tapi bagaimana jika ini hanya penipuan? Aku tidak akan membiarkan siapa pun mencuri gadisku.”
Pria berjas hitam tetap tenang. Ia mengambil kartu nama untuk diserahkan kepada Jim.
Jim membaca, “James Smith.” Mulutnya menganga mengingat nama marga di kartu itu adalah salah satu keluarga terkaya di kota ini. Kekagumannya bertambah setelah tahu bahwa klien barunya kali ini tinggal di perumahan elite yang hanya ditinggali orang-orang kelas atas.
Pria penjaga merogoh kembali jasnya. Sebuah cek senilai $20,000 diberikan pada Jim.
“Sisanya akan diberikan secara tunai. Jika Tuan kami puas, anda pasti akan mendapatkan uang lebih dari yang disepakati.”
Jim tersenyum lebar memandangi cek itu. Senyumnya semakin lebar membayangkan bonus yang akan didapatkan. Lalu, dengan suara lembut ia berbicara pada Elise, “Elise, sebagai pamanmu, aku sudah menganggapmu seperti putriku sendiri. Maka, jangan kecewakan aku. Lakukan yang terbaik untuk memuaskan Tuan Smith.”
Elise tahu benar ucapan Jim hanya omong kosong. Seorang ayah tidak akan menjual putrinya sendiri!
“Silakan masuk.” Pria penjaga membukakan pintu untuk Elise.
Elise mencengkeram gaun putihnya sendiri, menelan ludah dengan susah payah, lalu menghela napas panjang untuk menstabilkan detak jantungnya.
Jim yang hilang kesabaran melihat Elise malah mematung saja, tanpa berkata apa, mendorong kuat-kuat gadis itu masuk ke kamar. Ia meringis ketika Elise yang hampir terjungkal menoleh melihatnya.
Pria penjaga menutup kamar 119 tanpa berkomentar. “Mari, Tuan,” katanya, lalu berjalan lebih dulu, mengantarkan Jim ke kamar 120.
Elise yang ditinggal sendiri sempat memegang gagang pintu untuk membukanya, tapi tidak bisa karena pintu otomatis terkunci saat tertutup.
Napas Elise menjadi tersengal. Membayangkan tindakan pelecehan yang akan dilakukan padanya membuat dadanya menjadi sesak.
Meski begitu, Elise menguatkan diri. Lagi-lagi bayangan wajah Eric berhasil memantik keberaniannya. Walaupun keberanian itu sangat sedikit kadarnya, Elise memaksa berjalan, lebih masuk ke dalam.
“Happy Birth Day, My Beloved Elise.” Alis Elise bertaut membaca susunan balon alfabet berwarna emas yang tertempel di dinding kamar hotel. Ia merasa familier dengan kalimat itu.
Kerutan di keningnya menjadi semakin kentara ketika ia menggeser pandangan, mengamati dekorasi di hadapannya.
Ada banyak kotak kado warna-warni lengkap dengan pita-pita bermotif lucu di atas ranjang putih. Lalu di sampingnya, di atas meja, terdapat sebuah kue tart coklat dua tingkat dengan lilin angka 15 di puncaknya. Dan ada banyak balon beragam bentuk dan warna yang bertebaran di ruangan itu.
Elise berjalan perlahan mendekati ranjang, membuat balon-balon yang memenuhi lantai terpelanting ke samping. Air lolos begitu saja dari matanya, tapi kali ini diikuti senyum.
Elise sampai ragu, apakah ia sedang bermimpi atau tak sadarkan diri. Mungkin tadi saat Jim mendorongnya, ia terjatuh dan membentur lantai sampai pingsan. Pasalnya, ini terlalu indah. Jika memang semua ini disiapkan untuk memperingati hari kelahirannya, maka ini adalah perayaan terindah selama hidupnya.
Ia duduk di ranjang, mengambil sebuah kado yang lebih kecil dibandingkan yang lainnya. Perlahan menarik pita untuk membuka kado, Elise tersentuh dengan yang ada di dalamnya.
“Elise.”
Suara yang menyerupai suara Eric terdengar memanggil, tapi Elise mengabaikan. Karena terlalu memikirkan dan mencemaskan kakaknya, ia sampai berhalusinasi, seolah-olah Eric ada di sana bersamanya.
Elise tersenyum getir, bahkan di dalam ketidaknyataan saja ia masih membayangkan yang tidak nyata.
Maka, sebelum ia bangun dari pingsan ataupun mimpi indah ini, Elise memilih untuk tetap memandangi potret keluarganya di masa lalu, ketika ia dan Eric masih kanak-kanak, dan kedua orang tuanya masih hidup.
“Apa kamu sangat menyukai foto itu sampai tidak sempat menoleh padaku?”
Elise terkesiap. Suara Eric terdengar sangat jelas kali itu.
Dengan pandangan nanar ia menoleh. Mata Elise terbelalak. Ia berkata lirih, “Eric, bagaimana bisa?” kalimat Elise tertahan.
Wajah Elise semakin kesulitan. Terakhir bersama, ia melihat Eric terluka parah akibat dihajar oleh dua bodyguard Jim. Tapi Eric yang berdiri di hadapannya kini tampak bugar, tanpa luka sedikitpun.
“Apa kita berdua sudah mati?”
Belum sempat Eric menjawab, terdengar erangan kesakitan yang sangat keras dari kamar 120.
“I-itu … Bukankah itu jeritan Paman Jim?” Elise terbelalak. Ia menutup mulutnya dengan tangan. “Apa ia masuk neraka?”
Eric tersenyum atas pertanyaan adiknya. Ia memegang kedua lengan Elise. “Sepantasnya Jim Harris disiksa di neraka, tapi kali ini ia sekadar mendapat pemanasan dengan harus merasakan siksaan dari…. Teman-temanku.”
Elise memukul-mukulkan genggaman tangannya ke kening, “Apakah saat ini aku sedang mabuk dan berhalusinasi? Aku memang sangat berharap Paman Jim mendapat balasan yang setimpal, tapi, bukankah ini terdengar mustahil?”
Eric melebarkan senyum senang melihat kebingungan di wajah adiknya. “Hmm… Anggap saja ‘menyiksa Paman Jim’ adalah kado spesial dariku untuk ulang tahunmu kali ini!”
‘Tentu saja, ini baru permulaan…’
Setelah resmi menjadi anggota baru klub dayung kampus, nama Eric semakin populer, tidak hanya di jurusannya, tetapi juga di jurusan lain, bahkan di fakultas yang berbeda. Ia memiliki lebih banyak penggemar, baik laki-laki maupun wanita, dari mahasiswa satu angkatan dengannya maupun mahasiswa senior. Bahkan, ada juga penggemar dari kalangan staf dan dosen.Di sela-sela kesibukannya dalam menjalani rutinitas perkuliahan dan juga latihan di klubnya, Eric selalu berusaha untuk menjaga hubungannya dengan Violet. Hanya saja, tidak dipungkiri, para fans yang terkadang datang menghampiri dan bergerombol, membuat Violet perlahan mundur untuk memberi mereka ruang.Meski begitu, Violet sepenuhnya mengerti. Ia tahu benar kalau pacarnya itu semakin bersinar, hingga membuat banyak orang mengidolakannya. Dan ia sendiri mengakui bahwa Eric memang lebih dari pantas untuk dikagumi, bahkan jauh sebelum pemuda itu tergabung dalam klub dayung.Seperti saat ini, ketika keduanya sedang makan bersama di kant
Namun, tampaknya musik itu masih belum cukup ampuh. Pada akhirnya, kekesalan Chloe mencapai puncaknya. Kesabarannya sudah habis.Dengan sengaja Chloe menyandarkan punggungnya ke kaca jendela bus, lantas meluruskan kakinya di atas kursi. Ia memenuhi dua kursi sendirian. Tidak hanya itu, Chloe juga memasang wajah malas dan memberikan tatapan mengintimidasi pada siapa saja yang melewati kursi itu.Sementara itu, Lily memang belum membuka percakapan lagi dengan Eric. Ia menunggu sampai semua orang masuk ke dalam bus dan mereka berangkat kembali ke kampus. Lily akan membicarakan hal penting itu setelah suasananya kondusif."Maaf aku terlambat," seru Richard dengan senyum segan. Ia baru keluar dari toilet.Melihat Richard yang baru muncul, sembuah napas keluar dari mulut Chloe. Ia tahu, Richard akan menjadi pria terakhir yang mencoba untuk duduk di sampingnya. Wajahnya menjadi sangat masam.Hal itu berbanding terbalik dengan Richard yang sangat bersemangat saat melihat kursi di sisi Chloe m
Sejak awal Eric memahami apa yang ditanyakan Lily. Hanya saja, ia merasa tidak perlu berkomentar. Namun, karena selama ini Lily bersikap baik padanya, bahkan ketika dulu dua sahabatnya begitu menyebalkan, Eric menjadi segan untuk langsung menolak."Eric, ini adalah foto tanteku. Namanya Grace Porter. Aku sangat menyayanginya, dan seluruh keluargaku juga. Tapi, sudah bertahun-tahun ia pergi, tanpa kembali pulang, tanpa memberi kabar apapun. Kami benar-benar kehilangan kontak dengannya. Aku sangat mencemaskannya. Apa di luar sana ia baik-baik saja, atau mengalami masalah. Ini membuatku gelisah setiap waktu saat mengingatnya.""Aku turut prihatin atas hal itu," ujar Eric."Eric, aku tidak tahu pasti mengapa tanteku pergi. Ibuku tidak mengatakan apapun, dan aku tidak peduli. Maksudku, mungkin masalah besar terjadi, dan waktu itu aku masih remaja, tidak ada yang menjelaskan padaku. Tapi, aku benar-benar sedih karena tidak bertemu tanteku lagi sesudahnya. Itu menyesakkan." Lily tidak bisa m
Dengan hasil tes dayung yang sangat memuaskan, jelas mampu mengantarkan Eric untuk lolos menjadi anggota baru klub tersebut. Tidak hanya lolos, tapi ia juga berhasil menjadi peserta terbaik, diikuti Richard Brown di posisi kedua.Para peserta yang gagal di tes terakhir ini tentu merasa kecewa. Namun, mereka akan mencoba lagi tahun depan. Belajar dari Richard yang gagal di tahun lalu, dan lolos di tahun ini.Dengan sopan Eric meminta izin kepada pelatih dan panitia untuk menemui para pendukungnya. Meski hanya memiliki waktu lima menit, Eric sangat berterima kasih.Chloe mengamati Eric yang berlari menuju belakang rumahnya dengan wajah cemberut. Tentu akan sangat menyenangkan jika wanita yang hendak ditemui Eric adalah dirinya, kenyataannya yang menjadi pacar pemuda itu adalah Violet. Dan kini dalam hatinya Chloe mengumpat karena harus melihat kedekatan Eric dan Violet."Hai cantik, apa kamu tidak ingin memberikan ucapan selamat padaku?" Richard datang mendekat pada Chloe dengan senyum
Penampilan Eric dalam tes terakhir itu sungguh membuat semua orang terkesima. Banyak di antara mereka yang terbelalak, mengusap-usap mata untuk memastikan tidak salah lihat, dan banyak pula yang sampai mengungkapkan kekagumannya.Apa yang ditunjukkan Eric benar-benar terlihat profesional. Kemampuannya dalam mendayung sudah seperti para atlet olimpiade. Para pelatih yang menilai penampilan para peserta bahkan juga tidak bisa menahan rahang mereka untuk tidak jatuh."Wow, apa yang baru saja aku saksikan!" "Ini benar-benar sejarah!""Aku bisa melihat masa depan klub dayung yang cerah!"Eric mengungguli semua peserta. Baik dari segi kecepatan, teknik, maupun kekuatan, ia memperoleh nilai tertinggi.Para panitia ataupun peserta yang telah tampil sebelumnya berdiri dan bersorak, bertepuk tangan atas penampilan Eric.Di antara mereka yang terkagum-kagum itu, jelas ada Chloe yang merasa semakin sulit untuk mengabaikan Eric."Katakan, bagaimana aku bisa pura-pura tidak terpesona melihatnya?"
Tes mendayung dilakukan secara bergantian. Jarak tempuh tidak terlalu jauh, hanya sekitar 500 meter. Para peserta mendayung dengan menaiki perahu dayung tunggal.Penilaian tes mendayung ini dilihat dari segi kecepatan, kekuatan, dan teknik yang digunakan sejak garis start hingga finish. Peserta dengan nilai tertinggi pertama hingga kesepuluh akan otomatis lolos menjadi anggota baru klub dayung, sementara yang lainnya akan gugur. Itu artinya, dari 20 peserta seluruhnya yang lolos dari tes fisik kemarin, hanya separuhnya saja yang akan mendapat kartu anggota klub dayung University of Grand Houston.Eric mendapat giliran di kloter terakhir. Ia merasa sedikit gugup, meski yakin akan mampu menjalani tes dengan baik, sebab sebelumnya ia sudah rajin latihan mendayung. Selain perihal hasil tesnya nanti, satu hal yang membuat Eric was-was juga adalah terkait pesan System semalam, bahwa ia akan segera mendapatkan hadiah dari misi yang berhasil ia jalankan sebelumnya."Kloter terakhir akan se







