Share

Bab 4

Author: ShenShen
last update Last Updated: 2025-08-17 14:07:47

Dengan senang hati Peyton mengantarkan Jim dan Elise menuju hotel Rosemont Castle. Rencananya Jim yang akan menangani transaksi besar dengan pelanggan misterius kaya raya, sedangkan ia tetap berada di rumah bordil untuk memastikan para tamu mendapatkan pelayanan memuaskan dari para gadisnya.

Peyton tersenyum lebar mengetahui bisnisnya dengan Jim berjalan sangat baik. Tidak peduli bagaimana bisa Elise yang baru akan debut malam ini sudah diminati pelanggan kaya raya, yang terpenting adalah Elise sudah mendatangkan keuntungan untuknya.

“Apa kamu yakin ini tempatnya?” tanya Peyton saat tiba di depan hotel.

Rosemont Castle adalah hotel bintang tiga. Bagi orang kalangan atas, ini bukan pilihan terbaik. Dengan banyaknya uang yang dimiliki, mereka pasti akan lebih senang menginap di hotel mewah bintang lima.

“Tentu saja. Tuan Kaya Raya sudah mengirimkan alamatnya.”

“Tapi-”

Jim memotong ucapan istrinnya, “Peyton, orang kaya punya cara mereka sendiri. Jika yang dilakukan adalah hal terlarang, tentu hotel ini lebih tepat untuk menghindari sorotan publik.”

“Kamu benar, mungkinkah penyewa Elise adalah seorang tokoh ternama?”

“Bisa jadi! Tapi Peyton, siapa peduli? Bahkan jika seorang pria dengan gangguan kejiwaan membayar mahal Elise, aku akan memberikannya juga, hahaha!”

Suami istri itu terkekeh bersama, selagi Elise terdiam ketakutan. Tidak tahu apa yang akan menimpanya, ia mencoba mengendalikan diri. Setidaknya ini tidak lebih buruk daripada menari erotis tanpa busana di depan banyak orang, pikirnya menenangkan diri sendiri.

Sesuai rencana, Peyton kembali ke rumah bordil, sedangkan Jim menarik lengan Elise, membawanya masuk ke dalam hotel. 

Selama berjalan mengikuti pelayan yang memandu menuju kamar yang telah dipesan Tuan Kaya Raya, Jim tidak mengurangi pengawasannya terhadap Elise. Ia tidak akan membiarkan gadis itu mengambil kesempatan untuk melarikan diri.

“Sudah sampai, Tuan.” Pelayan pria menunjuk angka yang tertera di pintu kamar hotel, 119. 

Jim yang pelit menyuruh pelayan itu pergi, tanpa uang tips, tanpa ucapan ‘terima kasih’. Ia mengetuk pintu tiga kali dan berkata, “Jim Harris, dari HH.”

Rupanya itu adalah kode yang diminta Tuan Kaya Raya jika Jim sudah berdiri di depan kamar hotelnya. HH sendiri merupakan singkatan dari rumah bordil miliknya, Harris Heaven.

Seorang pria tinggi tegap dengan setelan jas hitam berdasi kupu-kupu warna merah keluar dari balik pintu. Ekspresi wajahnya sama dinginnya dengan tatapannya.

“Tuan Kaya Raya?” tanya Jim setelah menelan ludah.

Pria itu menggeleng. Ia menyerahkan kartu akses untuk kamar 120. “Anda bisa menunggu wanita ini di kamar sebelah. Tuan kami sudah menyiapkan jamuan mewah lengkap dengan anggur kuno premium.”

Mata Jim berbinar. Bagi penikmat anggur sepertinya, anggur kuno apalagi premium adalah sesuatu yang sulit diabaikan. Dengan bersemangat ia memastikan, “Benarkah itu, Tuan?”

“Tentu. Tuan kami sengaja menyiapkan itu agar anda tidak bosan menunggu selagi ia bersenang-senang.”

Ekspresi Jim menjadi serius saat bertanya, “Tapi bagaimana jika ini hanya penipuan? Aku tidak akan membiarkan siapa pun mencuri gadisku.”

Pria berjas hitam tetap tenang. Ia mengambil kartu nama untuk diserahkan kepada Jim. 

Jim membaca, “James Smith.” Mulutnya menganga mengingat nama marga di kartu itu adalah salah satu keluarga terkaya di kota ini. Kekagumannya bertambah setelah tahu bahwa klien barunya kali ini tinggal di perumahan elite yang hanya ditinggali orang-orang kelas atas.

Pria penjaga merogoh kembali jasnya. Sebuah cek senilai $20,000 diberikan pada Jim.

“Sisanya akan diberikan secara tunai. Jika Tuan kami puas, anda pasti akan mendapatkan uang lebih dari yang disepakati.”

Jim tersenyum lebar memandangi cek itu. Senyumnya semakin lebar membayangkan bonus yang akan didapatkan. Lalu, dengan suara lembut ia berbicara pada Elise, “Elise, sebagai pamanmu, aku sudah menganggapmu seperti putriku sendiri. Maka, jangan kecewakan aku. Lakukan yang terbaik untuk memuaskan Tuan Smith.”

Elise tahu benar ucapan Jim hanya omong kosong. Seorang ayah tidak akan menjual putrinya sendiri!

“Silakan masuk.” Pria penjaga membukakan pintu untuk Elise.

Elise mencengkeram gaun putihnya sendiri, menelan ludah dengan susah payah, lalu menghela napas panjang untuk menstabilkan detak jantungnya.

Jim yang hilang kesabaran melihat Elise malah mematung saja, tanpa berkata apa, mendorong kuat-kuat gadis itu masuk ke kamar. Ia meringis ketika Elise yang hampir terjungkal menoleh melihatnya.

Pria penjaga menutup kamar 119 tanpa berkomentar. “Mari, Tuan,” katanya, lalu berjalan lebih dulu, mengantarkan Jim ke kamar 120.

Elise yang ditinggal sendiri sempat memegang gagang pintu untuk membukanya, tapi tidak bisa karena pintu otomatis terkunci saat tertutup.

Napas Elise menjadi tersengal. Membayangkan tindakan pelecehan yang akan dilakukan padanya membuat dadanya menjadi sesak.

Meski begitu, Elise menguatkan diri. Lagi-lagi bayangan wajah Eric berhasil memantik keberaniannya. Walaupun keberanian itu sangat sedikit kadarnya, Elise memaksa berjalan, lebih masuk ke dalam.

“Happy Birth Day, My Beloved Elise.” Alis Elise bertaut membaca susunan balon alfabet berwarna emas yang tertempel di dinding kamar hotel. Ia merasa familier dengan kalimat itu.

Kerutan di keningnya menjadi semakin kentara ketika ia menggeser pandangan, mengamati dekorasi di hadapannya. 

Ada banyak kotak kado warna-warni lengkap dengan pita-pita bermotif lucu di atas ranjang putih. Lalu di sampingnya, di atas meja, terdapat sebuah kue tart coklat dua tingkat dengan lilin angka 15 di puncaknya. Dan ada banyak balon beragam bentuk dan warna yang bertebaran di ruangan itu.

Elise berjalan perlahan mendekati ranjang, membuat balon-balon yang memenuhi lantai terpelanting ke samping. Air lolos begitu saja dari matanya, tapi kali ini diikuti senyum. 

Elise sampai ragu, apakah ia sedang bermimpi atau tak sadarkan diri. Mungkin tadi saat Jim mendorongnya, ia terjatuh dan membentur lantai sampai pingsan. Pasalnya, ini terlalu indah. Jika memang semua ini disiapkan untuk memperingati hari kelahirannya, maka ini adalah perayaan terindah selama hidupnya.

Ia duduk di ranjang, mengambil sebuah kado yang lebih kecil dibandingkan yang lainnya. Perlahan menarik pita untuk membuka kado, Elise tersentuh dengan yang ada di dalamnya.

“Elise.” 

Suara yang menyerupai suara Eric terdengar memanggil, tapi Elise mengabaikan. Karena terlalu memikirkan dan mencemaskan kakaknya, ia sampai berhalusinasi, seolah-olah Eric ada di sana bersamanya. 

Elise tersenyum getir, bahkan di dalam ketidaknyataan saja ia masih membayangkan yang tidak nyata. 

Maka, sebelum ia bangun dari pingsan ataupun mimpi indah ini, Elise memilih untuk tetap memandangi potret keluarganya di masa lalu, ketika ia dan Eric masih kanak-kanak, dan kedua orang tuanya masih hidup.

“Apa kamu sangat menyukai foto itu sampai tidak sempat menoleh padaku?”

Elise terkesiap. Suara Eric terdengar sangat jelas kali itu. 

Dengan pandangan nanar ia menoleh. Mata Elise terbelalak. Ia berkata lirih, “Eric, bagaimana bisa?” kalimat Elise tertahan.

Wajah Elise semakin kesulitan. Terakhir bersama, ia melihat Eric terluka parah akibat dihajar oleh dua bodyguard Jim. Tapi Eric yang berdiri di hadapannya kini tampak bugar, tanpa luka sedikitpun.

“Apa kita berdua sudah mati?”

Belum sempat Eric menjawab, terdengar erangan kesakitan yang sangat keras dari kamar 120.

“I-itu … Bukankah itu jeritan Paman Jim?” Elise terbelalak. Ia menutup mulutnya dengan tangan. “Apa ia masuk neraka?”

Eric tersenyum atas pertanyaan adiknya. Ia memegang kedua lengan Elise. “Sepantasnya Jim Harris disiksa di neraka, tapi kali ini ia sekadar mendapat pemanasan dengan harus merasakan siksaan dari…. Teman-temanku.”

Elise memukul-mukulkan genggaman tangannya ke kening, “Apakah saat ini aku sedang mabuk dan berhalusinasi? Aku memang sangat berharap Paman Jim mendapat balasan yang setimpal, tapi, bukankah ini terdengar mustahil?”

Eric melebarkan senyum senang melihat kebingungan di wajah adiknya. “Hmm… Anggap saja ‘menyiksa Paman Jim’ adalah kado spesial dariku untuk ulang tahunmu kali ini!”

‘Tentu saja, ini baru permulaan…’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 23

    Kepala Jurusan memberikan senyum lebar untuk pertama kalinya pada Eric. Tidak hanya itu, ia juga merangkul pundak Eric, menuntunnya untuk duduk kembali di kursi. Yang pasti tidak ada yang lucu dari situasi itu, tetapi Kepala Jurusan tertawa keras ketika duduk kembali ke kursinya. Ia berusaha menyembunyikan kegugupan dan kecemasan di hatinya.“Eric White, aku meremehkanmu. Aku salah besar. Baiklah, kamu lebih suka teh atau kopi? OB di sini mahir membuat minuman. Kamu harus mencobanya.” Kepala Jurusan memegang gagang telepon, akan menghubungi OB agar datang ke ruangan itu membawa minuman yang mereka inginkan.Namun, setelah Kepala Juursan menekan nomor telepon, Eric berkata, “Aku tidak suka keduanya.”Wajah Kepala Jurusan yang dipaksa tersenyum sempat berubah menjadi kesal mendengar perkataan Eric. Ia menutup telepon, lalu memaksa untuk tersenyum lagi. “Aku mengerti, tidak semua orang suka teh atau kopi. Kamu mungkin lebih suka air putih. Kalau itu, aku bisa mengambilkannya untukmu. Se

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 22

    Kerutan muncul di kening Eric. Ia hampir tidak percaya dengan telinganya sendiri. Pernyataan itu sulit diterima akal sehat; terlalu subjektif dan sepihak.Ini kali pertama Eric bertemu Kepala Jurursan. Mereka bahkan belum saling kenal, tapi pria di depannya itu berbicara seperti orang serba tahu. Eric belum dimintai keterangan tentang apapun, belum mendapat penjelasan gamblang tentang keperluannya dipanggil ke ruangan Kepala Jurusan, dan belum pernah mendapat teguran apapun sebelumnya. Ini hari pertama Eric kuliah, tapi Kepala Jurusan sudah mau memulangkannya saja. Betapa lucunya!Melihat dengan jelas protes dari wajah Eric, Kepala Jurusan segera berkata, “Jangan khawatir, kamu akan menerima uangmu kembali, setelah dipotong 10% untuk administrasi. Walau bagaimanapun kamu sudah menerima beberapa fasilitas dari kami dan mengambil satu kuota di jurusan dari banyaknya calon mahasiswa yang tertolak.” Ia menyerahkan selembar kertas kepada Eric. “Kamu tanda tangani surat ini dan uangmu akan

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 21

    Eric tidak mengira jika ia akan bertemu dengan gadis sombong itu lagi di kampus. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana mimik wajah gadis itu ketika memberikan tip padanya.Sekarang Eric diam di tempatnya, melihat gadis itu mendekat. Ia masih tenang, meski gadis tersebut melemparkan pandangan menelisik padanya, seolah ia adalah seorang kriminal.“Kamu! Aku ingat, kamu yang berjualan es krim keliling ‘kan? Minivanmu berwarna putih dengan gambar es krim besar. Ada ikon berbentuk es krim juga di atas minivan, tepat di atas pengeras suara. Apa yang kamu lakukan di sini?”Sudah pasti ocehan itu membuat para mahasiswa yang berkerumun mulai berbisik-bisik. Tidak ada dalam sejarah seorang penjual es krim keliling memiliki mobil super duper mewah dan langka sekelas Bugatti Centodieci. Mereka terbagi, ada yang berada di kubu si gadis sombong, tidak sedikit pula yang membela Eric.“Aku mahasiswa baru di sini, jurusan Manajemen Bisnis dan Investasi. Aku ada di kelas A.” Eric akan melangkah maju, b

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 20

    Setelah Edward terpaksa kembali ke dalam mobil masih dengan perasaan kesal, Violet secara resmi memperkenalkan dirinya pada Eric.Namanya Violet Jung, gadis terhormat dari keluarga terpandang di kota itu. Usianya sebaya dengan Eric. Paras Violet yang menawan, juga pembawaannya yang lembut dan elegan selalu berhasil menyita perhatian pria yang melihatnya. "Ini kartu namaku. Dan ini uang muka untuk perbaikan mobilmu. Tolong hubungi aku untuk sisa tagihan perbaikannya nanti. Sampaikan juga permohonan maafku pada atasanmu." Violet mengulurkan sejumlah uang, juga kartu namanya.Eric melihat Violet yang tersenyum. Ia berkata, "Tunggu sebentar. Aku tidak akan lama."Violet mengerutkan dahi, tidak tahu apa yang akan Eric lakukan. Tapi ia menurut, berdiri di sana menunggu Eric kembali.Sayup-sayup terdengar suara Edward dari arah depan, "Apa masih lama?""Sebentar." Violet menjadi panik, khawatir Edward akan turun dan kembali menemui Eric. Jika itu sampai terjadi, keributan akan dimulai lagi,

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 19

    Siang menjelang sore Eric menutup mobil minivan es krimnya. Ia akan berpindah lokasi ke dekat taman kota. Namun, saat mesin sudah menyala, dan Eric siap untuk melaju, seorang wanita mencegatnya."Aku mau satu cup besar es krim rasa vanila campur stroberi. Cepat buatkan untukku!" Wanita muda berambut pirang panjang menatap Eric dengan malas. Ia baru bertemu dengan Eric hari ini, tapi bersikap seolah Eric adalah orang yang menyebalkan dan layak dibentak-bentak.Eric tidak terpengaruh. Sebagai seseorang yang telah berpengalaman dalam menjual es krim, tentu ia sudah menemui para pelanggan dengan sikap yang bermacam-macam. Ia tidak mau ambil pusing, lebih memilih untuk menyiapkan pesanan."Apa kerjamu memang sangat lamban? Aku tidak punya banyak waktu. Cepatlah, kamu masih muda tapi kerjamu seperti kakek renta." Wanita itu mendesak dengan mencibir.Dengan ramah Eric menyampaikan maaf dan meminta agar sang pembeli berkenan untuk menunggu sebentar lagi. Tapi, wanita muda itu terus menggangg

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 18

    Di sebuah tempat parkir pusat perbelanjaan terkenal bernama Grand Arc Mall, Eric berdiri memandangi mobil barunya dari kejauhan. Ia baru saja selesai membeli perlengkapan untuk persiapan perkuliahannya. Di tangannya ada banyak paperbag, tapi ia menunda untuk meletakkannya ke dalam mobil.Saat ini ada empat wanita muda yang heboh berfoto dengan mobil Bugatti Centodieci miliknya. Ia pikir akan menunggu sejenak, memberi kesempatan pada para wanita itu untuk mengambil beberapa foto lagi. Lagipula mereka semua memiliki paras cantik dan bertubuh ideal. Sebagai pria normal dan masih jomblo, tentu ia tertarik pada mereka.Namun, setelah beberapa menit berlalu, para wanita itu masih bersemangat berfoto. Mereka bergonta-ganti gaya dan posisi, bersandar pada mobil, memeluknya, bahkan menciumnya juga. Di wajah mereka tidak terlihat rasa lelah atau bosan berpose, antusiasme mereka terhadap mobil itu tidak berkurang sedikitpun.Akhirnya, karena merasa wanita-wanita itu akan terus demikian meski men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status