MasukGery berlari keluar rumah sakit dan melihat orang aneh itu memasukkan tubuh Tiara kedalam mobil.
"Hey!" teriaknya yang berhasil menghadang pintu mobil. "Mau dibawa kemana wanita itu, ha!" Bugh! Orang aneh itu seketika memukul wajah Gery sampai terjatuh ke tanah beruntung Gery langsung bangkit dan masuk ke dalam mobil. Bugh! Gery memukul orang aneh itu bertubi-tubi. "Siapa kau!" "Beraninya kau menculik calon istri saya!" teriaknya sembari tangan membuka topi hitam itu. "Ampun Tuan." ucap orang aneh. "Kamu!" gumam Gery saat melihat wajah orang tersebut yang tak lain adalah anak buah ayahnya. "Apa Ayah yang memintamu menghabisi Tiara?" "JAWAB!" bentak Gery. "Iya, Tuan. Tuan Ryan yang meminta saya untuk membunuh sekertaris anda." jawabnya. "Sialan!" umpat Gery kemudian memukul preman itu sampai jatuh pingsan. Gery membawa Tiara keluar dari mobil dan meminta pertolongan suster. "Dia pingsan karena di pukul seseorang dari belakang." ucapnya kepada suster yang menangani Tiara. "Baik, saya akan obati wanita ini. Anda bisa tunggu di luar." pinta suster. Gery berjalan keluar ruangan. "Gery!" teriak Sindy yang di ikuti wartawan. "Apalagi!" gumam Gery frustrasi. "Untuk apa kamu bawa orang-orang tidak penting ini, ha!" geramnya. "Mereka semua penting. Mereka yang akan mengumumkan pernikahan kita dan menepis isu perselingkuhan kamu dengan sekertarismu yang gatal." jawab Sindy. "Wartawan semuanya, aku sengaja meminta kalian untuk kembali ke rumah sakit karena aku ingin mengumumkan kabar gembira. Pernikahanku dengan Gery akan di percepat dan isu perselingkuhan Gery dengan sekertarisnya itu tidak benar." ucap Sindy dengan lantang. "Kalian semua pergi dari sini!" teriak Gery kepada wartawan. "Dan kamu, ikut aku!" Gery menarik tangan Sindy menjauhi wartawan. "Gery, pelan-pelan jalannya." ucap Sindy yang terseret. Gery melepaskan genggaman tangannya setelah di taman rumah sakit. "Jadi, kamu yang mengundang wartawan itu?" tanyanya lalu menendang pot bunga di sampingnya. "Bukan aku. Aku bertemu mereka di depan rumah sakit." jawab Sindy. "Jangan mengelak lagi." ketus Gery. "Dan satu lagi, apa maksudmu bicara seperti itu di depan wartawan, ha?" "Bukankah, kita sudah sepakat untuk menunda pernikahan ini sampai aku benar-benar yakin kepadamu!" "Tapi aku tidak mau, Gery!" "Aku sudah mengumumkan acara pernikahan kita yang mewah itu ke teman-temanku. Mau di taruh mana muka ku saat mereka tahu kalau pernikahan kita batal. Aku malu, Gery!" kesal Sindy. "Apa jangan-jangan kamu sudah tidak mencintaiku?" tuduhnya. Gery mengusap wajahnya berulang kali, dia sejenak menatap langit yang cerah. "Jawab, Ger!" teriak Sindy sembari menggoyangkan lengan Gery. "Kamu masih cinta sama aku, kan?" "Maaf, Sindy. Aku tidak tahu." jawab Gery lirih. "Apa maksudmu, ha? APA!" bentak Sindy. "AKU TIDAK TAHU PERASAANKU KEPADAMU UNTUK SEKARANG INI, SIN!" teriak Gery. "Akhir-akhir ini, sikapmu berubah dan aku mulai meragukanmu." "Tidak mungkin. Ini tidak mungkin, Ger!" teriak Sindy frustrasi. "Apa kamu sudah mencintai wanita murahan itu?" "Tidak!" "Aku tidak mencintai Tiara." jawab Gery lantang. "Lalu, kenapa kamu membatalkan pernikahan kita kalau kamu tidak menyukai wanita itu, ha? KENAPA!" teriak Sindy sembari menyeka air matanya. "Aku hanya menundanya bukan membatalkan. Aku hanya ingin mengetahui perasaanku yang sesungguhnya. Apakah aku mencintaimu atau hanya menganggapmu sebagai adikku." jawab Gery. Plak! "Enak sekali bicaramu, Ger!" "Kamu pikir, aku mainan yang bisa kamu memainkan kapan saja, ha?" bentak Sindy. Gery mengusap pipinya yang bekas tamparan Sindy. "Maafkan aku," ucap Gery kemudian pergi keluar rumah sakit. "Gery, kamu mau kemana?" "Kita belum selesai bicara!" teriak Sindy. Gery masuk kedalam mobilnya, dia mengendarai mobilnya menuju rumahnya. Setelah sampai di rumah, Gery menemui Ayahnya di ruang kerja. "Mas Gery, cari siapa?" tanya Bryan saat melihat Gery keluar dari ruang kerja ayahnya. "Dimana Ayah?" tanya Gery yang menampilkan kerutan di keningnya. "Tunggu dulu, Mas. Tenangkan hatimu, jangan bertindak dengan emosi." pinta Bryan. "Memangnya ada masalah apa?" tanyanya lagi. "Katakan, dimana Ayah." bentak Gery. "Ayah ada di kamarnya, dia sedang beristirahat. Sebaiknya, Mas Gery jangan ganggu ayah dulu." pinta Bryan. Gery bergegas menuju kamar ayahnya, dia membuka paksa pintu kamar yang tertutup rapat. Ryan yang sedang berdiri di dekat jendela pun melihat kedatangan putranya. "Apa ada yang ingin kamu bicarakan, Gery?" tanyanya dengan santai. Gery menghampiri ayahnya. "Kenapa Ayah tega kepada Tiara, KENAPA!" "Apa yang kamu maksud, Gery?" tanya Ryan. "Jangan berpura-pura, aku sudah tahu semuanya. Ayah yang meminta orang untuk membunuh Tiara, kan?" cecar Gery. "Bunuh?" gumam Ryan. "Sudah sepantasnya ayah menyingkirkan sekertaris rendahan itu. Dia sudah berani merusak nama baikmu." ucap Ryan menatap wajah Gery. "Dia tidak pernah merusak nama baik ku. Dan satu lagi, Ayah jangan pernah ikut campur urusan pribadiku." tegas Gery. Ryan berjalan menuju sofa. "Kamu itu anak Ayah. Dan Ayah hanya ingin yang terbaik untukmu. Sekertarismu bukan wanita baik-baik, dia sudah menghancurkan hubunganmu dengan Sindy. Ayah sudah mendengar skandal mu dengan sekertarismu di hotel." "Oh, pasti Sindy yang menceritakan semuanya?" tanya Gery. "Gery, ayah tidak mau mempunyai menantu selain Sindy." tegas Ryan. "Pernikahan kalian tidak boleh dibatalkan." ucap Gery lagi. "Aku tidak bisa menikahi Sindy." tegas Gery. "Aku akan menikahi Tiara dan aku sudah berjanji pada ibunya. Jadi, jangan coba-coba membunuh calon istriku!" "Apa kamu sudah gila, Gery?" ejek Ryan. "Kamu mau menikahi wanita yang tidak tahu asal usulnya? Bisa saja, dia sengaja merencanakan kejadian di hotel itu dan ingin menguasai semua hartamu." kesal Ryan. "Dia sekertarisku dan dia sudah bekerja cukup lama di perusahaanku. Dia wanita baik-baik. Aku dan dia di jebak oleh seseorang." ucap Gery lalu mengingat percakapan Juna dan Tiara tadi. "Memangnya, apa yang kamu lakukan kepada sekertaris sialan itu, ha? Kamu tinggal beri dia uang yang banyak tanpa perlu menikahinya. Dan kamu bisa melanjutkan pernikahanmu dengan Sindy. Ayah yakin, dia tidak akan menolak uang." ketus Ryan. "Jangan mengorbankan masa depanmu, Ger! Kamu dan Sindy saling mencintai." "Aku sudah berjanji mau menikahi Tiara. Dan—" "Ibu tidak setuju kamu menikah dengan sekertaris itu, Gery!" ucap Natalia yang tiba-tiba masuk ke kamar dengan membawa tas belanjaan. Gery menatap sinis Natalia. "Aku tidak perduli, mau kalian setuju atau tidak, itu bukan urusan aku. Dan stop ganggu Tiara lagi atau aku akan beri kalian pelajaran!" gertak Gery. "Gery!" bentak Ryan. "Kamu harus memikirkan perasaan Sindy!" ucap Natalia. "Aku akan bicarakan hal ini kepada Sindy dan keluarganya." jawab Gery yang berjalan keluar kamar. "Gery, ibu tidak setuju!" teriak Natalia yang diabaikan Gery. "Mas, kamu kejar Gery, jangan sampai dia bicara sesuatu yang menyakiti hati keluarga Sindy." pinta Natalia menggoyangkan lengan suaminya. "Mas Gery mau kemana?" tanya Bryan yang menghadangnya di dekat pintu rumah. "Gantikan aku menikahi Sindy!" pinta Gery.Di sisi lain.Tiara baru saja mengunci pintu rumahnya, dia melangkahkan kakinya dengan sesekali menghapus air matanya.Tangannya melambai saat melihat taksi online yang melewatinya."Pak, tolong antarkan saya ke rumah sakit." titah Tiara."Baik, Pak." jawab supir taksi online.Tak memakan waktu lama, taksi online yang ditumpangi oleh Tiara sudah terparkir di depan lobby rumah sakit."Ini uangnya, Pak!" ucap Tiara kemudian keluar dari mobil. Dia masuk kedalam rumah sakit. "Saya mau periksa kehamilan." ucapnya ke tempat pendaftaran."Baik, silahkan tunggu. Nanti kami akan panggil nomer antrian." jawab suster yang menyodorkan nomer antrian kepada Tiara.Tiara melihat kertas yang bertuliskan 10. Dia duduk di bangku yang sudah disediakan.Sembari menunggu nomernya dipanggil, Tiara menyempatkan diri untuk membuka ponselnya dan dia melihat notifikasi pesan masuk dari mantan kekasihnya.'Untuk apa kamu di rumah sakit?' ucap Tiara yang sedang membaca pesan dari Juna."Juna tahu kalau aku lagi
Gery masuk kedalam kantor tanpa mendengarkan ucapan Sindy."Please Gery, kita perlu bicara!" pekik Sindy menarik lengan Gery.Gery menghentikan langkahnya, ekor matanya melirik ke sekitar ruangan yang ramai."Ini masalah penting. Ini masalah pernikahanmu dengan Tiara." ucap Sindy.'Kenapa dia bisa tahu tentang pernikahanku. Atau jangan-jangan Tiara yang membongkar semua atau wanita bayarannya yang memberitahunya?' batin Gery."Aku sudah tahu semuanya dan aku butuh penjelasan darimu. Bisa-bisanya kamu menikah dengan wanita gila harta dan haus belaian itu. Padahal, sebentar lagi kita akan menikah!" ucap Sindy emosi.Gery menghembuskan napasnya panjang, dia membawa Sindy masuk kedalam ruangannya."Kenapa, kamu malu kalau semua karyawanmu tahu tentang pernikahanmu dengan Tiara?" sindir Sindy."Kamu tidak tahu apa-apa. Jadi, jangan ikut campur urusan pribadiku." tegas Gery."Jelas aku harus ikut campur. Kita mau menikah, Gery. Bahkan, persiapan pernikahan kita hampir selesai. Aku tidak ter
"Apa? Saya di pecat? Ta-tapi apa alasannya, Pak? Saya tidak pernah melanggar peraturan atau perintah dari anda?" tanya Renata syok. "Jangan pecat saya, Pak. Saya butuh pekerjaan ini. Saya mohon." pinta Renata memohon. "Jangan pecat Renata. Kamu bisa menegurnya kalau dia buat kesalahan." titah Tiara. "Diam. Tidak ada yang mengajakmu bicara." ketus Gery. Renata bersujud dihadapan Gery. "Pak, saya mohon, jangan pecat saya. Saya tidak tahu lagi, harus mencari pekerjaan kemana lagi." Gery memicingkan matanya. "Kau sudah bolos kantor." "Tapi saya tidak bolos kantor. Saya hanya ingin mengecek kondisi Tiara. Bukankah Pak Gery yang meminta saya untuk memantau keadaan Tiara?" jawab Renata sembari mengatupkan tangannya di dada. "Itu dulu." ketus Gery. "Untuk sekarang dan seterusnya, dia bukan tanggung jawabmu!" ujar Gery. Tiara menundukkan wajahnya sembari menghapus air mata yang hampir saja menetes. "Ta-tapi, Pak—" "Saya tidak mau mendengar apapun lagi. Kalau kamu masih m
"Aku tidak tahu tapi kita tidak boleh menuduh orang tanpa bukti." jawab Tiara.Di sisi lain.Juna menjatuhkan pantatnya di warung makan pinggir jalan."Es teh satu!" ucapnya kepada ibu penjual."Huh, dasar wanita pengkhianat. Bisa-bisanya dia hamil dengan Bos nya sendiri. Mentang-mentang, aku tidak sekaya bos nya, jadi dia tidak mau hamil anakku. Awas saja, Tiara. Sampai kapanpun aku akan tetap menerormu. Kamu harus menerima pembalasanku." gumam Juna sembari memainkan ponselnya.Sindy menghentikkan mobilnya di perempatan. Tak sengaja dia melihat Juna yang sedang bersantai."Kebetulan, ada pria itu." gumamnya lalu memarkirkan mobilnya di depan warung makan.Juna melototkan matanya saat melihat seorang wanita turun dari mobil."Dia … bukankah dia wanita—" ucapan Juna terhenti saat melihat Sindy berdiri di hadapannya."Es teh nya, Mas." ucap ibu pemilik warung."Oh iya," jawab Juna lalu menyeruput es teh nya.Sindy tersenyum sinis, "Tolong bersihkan tempat duduk itu!" pintanya sembari me
"Itu—" Tiara mengambil tespek yang dilempar Juna dan tak sengaja dia melihat gari dua di tespek. "Astaga." ucapnya terkejut."Perselingkuhanmu yang menyebabkan kematian ibumu, dan sekarang kamu sampai hamil anak dia. Dasar wanita gatal dan pengkhianat!" teriak Juna."A-aku hamil?" ucapnya tak percaya. "Ta-tapi bagaimana bisa?""Jangan pura-pura syok, Tiara!" bentak Juna lalu mendorong tubuh Tiara sampai terbentur tembok."Ta-tapi aku—" Tiara tiba-tiba merasakan perutnya yang sakit. "Perutku tiba-tiba sakit, Jun. Tolong aku.""Jangan sandiwara." ketus Juna. "Aku tahu, kau berbohong.""Aw … a-aku tidak sandiwara. Perutku benar-benar sakit. Perutku sangat sakit." lirih Tiara yang memegang perutnya."Aku tidak perduli. Sekarang, buatkan aku jus mangga. Aku haus!" pinta Juna memaksa."Aw … sakit, Jun. Tolong!" pinta Tiara dengan mata berkaca-kaca. "Juna, tolong antarkan aku ke rumah sakit. Aku mohon. Aku sudah tidak tahan lagi, Jun."Bugh!"Urusan kita belum selesai. Aku akan datang lagi."
"Ju-juna. Untuk apa kamu datang kemari, ha?" tanya Tiara lalu berusaha menutup pintu rumah. "Pergi, kita sudah tidak ada urusan lagi. Jangan ganggu aku lagi." "Kamu tidak bisa menghindar dariku, Tiara." jawab Juna yang menahan pintu rumah. Dia berjalan masuk dan duduk di ruang tamu.Tiara memegang dadanya. "Huh, untuk apa kamu datang kemari!" ucapnya lalu menutup pintu rumah. "Cepat pergi dari rumahku. Aku tidak mau, tetangga memergoki kamu disini." usirnya."Aku tidak akan pergi dari sini, Tiara. Jangan memaksaku." jawab Juna yang meluruskan kakinya di sofa. "Jun, please! Jangan membuat masalah lagi. Aku—""BERISIK!" bentak Juna membuat Tiara terdiam sejenak. "Apa kamu lupa, aku punya fotomu di hotel. Apa kamu mau, aku sebar luaskan fotomu ke tetangga rumahmu, ha?"'Ya Tuhan, mau sampai kapan Juna mengancamku?' batin Tiara."Buatkan aku jus mangga, Cepat, aku haus!" teriak Juna."A-aku tidak punya stok mangga." jawab Tiara ketakutan."Astaga, Tiara. Kalau tidak ada stok mangga itu







