Masuk"A-aku menggantikan Mas Gery?" ucap Bryan tak percaya.
"Gery!" teriak Ryan. "Kamu tidak bisa meminta adikmu menggantikanmu menikahi Sindy. Pernikahan ini bukan main-main. Jangan bersikap kekanak-kanakkan." ucap Ryan lagi. "Apa bedanya aku dengan Bryan? Kita sama-sama anak keluarga Alveric. Dan Bryan mau menggantikanku." jawab Gery lalu melihat jam di pergelangan tangannya. "Aku tidak bisa menggantikanmu, Mas. Orang yang dicintai Mba Sindy itu Mas Gery bukan aku. Dan … rasanya aneh sekali kalau aku menggantikanmu. Pasti Mba Sindy juga tidak akan setuju. Orang yang dicintai Mba Sindy bukan aku." tolak Bryan halus. "Dan keluarga kita juga memiliki hubungan baik dengan keluarga Sindy. Bahkan almarhum ibumu bersahabat dengan ibunya Sindy. Kamu tidak bisa mengecewakan ibunya Sindy dengan meminta Bryan menggantikanmu." tegas Ryan. Gery terdiam lalu pergi menuju mobilnya. Rya mendengus kesal saat melihat kepergian Gery. "Bryan, kalau Gery memaksamu menikahi Sindy, kamu jangan mau." tegas Ryan. "Baik, Yah. Tapi kenapa Mas Gery sangat keras kepala ingin membatalkan pernikahannya padahal dulu dia sangat bersemangat menikahi Mba Sindy. Aku rasa, penyebabnya bukan hanya di skandal hotel itu tapi ada yang lain. Bisa saja, Mba Sindy melukai hati Mas Gery? Ayah tidak boleh menyalahkan Mas Gery terus-terusan." tebak Bryan yang menatap lekat Ryan. "Kamu tidak perlu ikut campur urusan Gery. Lebih baik, kamu fokus menyelasaikan pekerjaanmu. Kamu sudah tertinggal jauh oleh Gery. Dia mampu menakhlukan banyak tender besar. Dan kamu mana, hem?" ucap Ryan lalu kembali ke kamarnya. Di sisi lain. "Apakah anda teman dekat dari pasien bernama Tiara?" tanya suster kepada Sindy. "Aku? Teman dekat? Apa anda tidak salah bicara?" ucapnya sembari menunjuk dirinya sendiri. 'Tapi tunggu dulu. Kelihatannya, aku bisa memanfaatkan kesempatan ini.' batinnya. "Em, iya, Sus. Tiara teman dekatku. Bagaimana keadaannya?" tanya Tiara memasang raut wajah sedihnya. "Kondisi pasien sudah jauh lebih baik. Pasien hanya mengalami luka ringan dan tidak ada luka dalam. Pasien juga sudah sadar dan di perbolehkan pulang." jawab suster. "Oh, syukurlah. Apa aku boleh masuk menjenguk Tiara? Aku sangat cemas dengan keadaannya." tanya Sindy lagi. "Silahkan, tapi dilarang membuat keributan." jawab suster membuat Sindy bergegas masuk kedalam. Di dalam ruangan Tiara. Tiara yang sudah sadar melihat kedatangan Sindy. "Ka-kamu." gumam Tiara terbata. "Kenapa? Kok terkejut saat melihatku masuk?" ucap Sindy dengan senyum mengejeknya. "Mau apa kamu?" tanya Tiara. "Dan dimana Pak Gery?" ucapnya lagi. "Hahaha …." Sindy berkacak pinggang. "Kamu berharap Gery ada disini menemanimu?" ucapnya lagi. "JANGAN MIMPI!" "Saya …." Tiara mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. "Bukan seperti itu, tapi saya—" "Ingat, ya! Gery sudah punya pacar dan sebentar lagi Gery mau menikah. Jadi, stop genit ke calon suami orang. Atau kamu memang sengaja ingin merebut Gery dari aku karena kamu tahu kalau harta Gery sangat banyak?" "Saya tidak pernah berpikir untuk merebut Pak Gery dari siapapun dan saya bukan wanita gila harta." jawab Tiara. "Ya sudah, buktikan ucapanmu. Jauhi Gery dan minta Gery untuk tidak menunda pernikahannya denganku!" teriak Sindy. "Bisa tidak, ha!" teriaknya lagi. Drt … Drt …. Ponsel Tiara bergetar. Dia melihat notifikasi pesan masuk dari Juna. 'Pasti itu pesan dari pacarnya.' batin Sindy yang merebut paksa ponsel Tiara. Tiara terkejut saat ponselnya di ambil paksa. Dia berusaha merebut ponselnya kembali. "Kembalikan ponselku." pinta Tiara. "Pasti ini pesan masuk dari pacarmu, kan? Aku hanya ingin pacarmu tahu kondisimu yang sekarang. Jadi, kamu tidak perlu mengharapkan kedatangan Gery. Biar pacarmu yang jelek dan miskin itu yang mengurusmu disini." ucap Sindy yang mundur tiga langkah. Dia membuka pesan dari Juna. Tiara memijakkan kedua kakinya ke lantai, dengan langkah gontai, dia berusaha menghampiri Sindy. "Tolong kembalikan ponselku." pinta Tiara. Sindy terkejut saat membaca pesan dari Juna. "Hah!" teriak Sindy. Tiara merebut paksa ponselnya dan berhasil. Dia melihat isi pesan Juna. "Jadi, setelah bermalam dengan Gery, kamu juga memberikan tubuhmu untuk pacarmu juga? Astaga, benar-benar wanita murahan. Oh bukan, kamu bukan hanya murahan tapi haus belaian." sindir Sindy dengan tatapan jijiknya. "Kamu tidak tahu kejadiannya seperti apa. Jadi, stop bicara yang tidak benar!" geram Tiara. "Haha … tapi semua itu fakta. Kamu adalah wanita yang haus belaian. Ada ya, di dunia ini wanita sepertimu. Tapi tunggu dulu, kalau Gery sampai tahu masalah ini, apa mungkin dia mau seperhatian ini denganmu?" ucap Sindy dengan senyum sinisnya. "Kamu salah paham. Saya—" "Ada apa ini?" tanya Gery yang baru saja datang dan melihat Sindy. "Bukankah aku sudah memintamu pergi tapi kenapa kamu masih disini, Sin?" "Gery, akhirnya kamu datang juga. Aku punya berita panas dan terbaru. Pasti kamu terkejut sama seperti aku." ucap Sindy merangkul mesra lengan Gery. Gery menatap wajah Tiara yang panik. "Kamu sudah sadar?" "Untuk apa kamu bertanya seperti itu, sayang? Dia sudah berdiri di depan kita, bahkan matanya sudah terbuka lebar. Itu artinya, dia sudah sadar." ucap Sindy menyenderkan kepalanya di lengan Gery. "Maafkan saya, Tiara." pinta Gery. "Maaf untuk apa, Pak? Anda tidak bersalah." jawab Tiara. "Justru saya yang seharusnya berterimakasih karena anda sudah menyelamatkan saya dari orang tak dikenal itu." ucap Tiara. 'Maafkan saya, karena saya tidak bisa berkata jujur kalau orang tadi itu preman suruhan ayah saya.' batin Gery. Tiara menatap sekilas Sindy yang bergelayut manja kepada Gery. "Saya permisi, Pak. Saya mau memastikan kondisi ibu saya." "Saya temani." jawab Gery. "Sayang, untuk apa kamu menemani wanita murahan dan haus belaian itu, ha? Buang-buang waktumu saja." ucap Sindy sembari menghentakkan kedua kakinya bergantian. "Jaga ucapanmu, Sindy." pinta Gery. "Loh, kenapa aku harus jaga ucapanku, sayang? Semua yang aku ucapkan itu memang benar apa adanya. Dia wanita yang haus belaian. Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa tanyakan sendiri ke orangnya. Setelah bermalam denganmu, dia langsung melayani pacarnya. Aku lihat sendiri pacarnya mengirim pesan ke ponselnya. Bahkan, mereka punya foto saat di atas ranjang. Hebatkan?" sindir Sindy. 'Ya Tuhan, kenapa semua masalah ini semakin rumit. Pak Gery sudah tahu masalahku dengan Juna dan pastinya, dia tidak akan percaya kalau suatu saat nanti aku hamil anaknya, tapi jangan sampai aku hamil anak Pak Gery. Aku harus mencegahnya.' batin Tiara. "Tuh kan, Tiara diam saja, dan itu artinya semua ucapanku benar. Kamu harus hati-hati sama wanita yang modelannya seperti Tiara. Bisa jadi, dia sudah tidur dengan banyak pria dan dia sengaja menjebakmu di hotel karena dia tahu, kamu orang yang sangat kaya raya." ujar Sindy membuat Gery menatap Tiara lekat. 'Kali ini, Gery pasti akan ilfil dengan Tiara.' batin Sindy dengan senyum kemenangannya.Di sisi lain.Tiara baru saja mengunci pintu rumahnya, dia melangkahkan kakinya dengan sesekali menghapus air matanya.Tangannya melambai saat melihat taksi online yang melewatinya."Pak, tolong antarkan saya ke rumah sakit." titah Tiara."Baik, Pak." jawab supir taksi online.Tak memakan waktu lama, taksi online yang ditumpangi oleh Tiara sudah terparkir di depan lobby rumah sakit."Ini uangnya, Pak!" ucap Tiara kemudian keluar dari mobil. Dia masuk kedalam rumah sakit. "Saya mau periksa kehamilan." ucapnya ke tempat pendaftaran."Baik, silahkan tunggu. Nanti kami akan panggil nomer antrian." jawab suster yang menyodorkan nomer antrian kepada Tiara.Tiara melihat kertas yang bertuliskan 10. Dia duduk di bangku yang sudah disediakan.Sembari menunggu nomernya dipanggil, Tiara menyempatkan diri untuk membuka ponselnya dan dia melihat notifikasi pesan masuk dari mantan kekasihnya.'Untuk apa kamu di rumah sakit?' ucap Tiara yang sedang membaca pesan dari Juna."Juna tahu kalau aku lagi
Gery masuk kedalam kantor tanpa mendengarkan ucapan Sindy."Please Gery, kita perlu bicara!" pekik Sindy menarik lengan Gery.Gery menghentikan langkahnya, ekor matanya melirik ke sekitar ruangan yang ramai."Ini masalah penting. Ini masalah pernikahanmu dengan Tiara." ucap Sindy.'Kenapa dia bisa tahu tentang pernikahanku. Atau jangan-jangan Tiara yang membongkar semua atau wanita bayarannya yang memberitahunya?' batin Gery."Aku sudah tahu semuanya dan aku butuh penjelasan darimu. Bisa-bisanya kamu menikah dengan wanita gila harta dan haus belaian itu. Padahal, sebentar lagi kita akan menikah!" ucap Sindy emosi.Gery menghembuskan napasnya panjang, dia membawa Sindy masuk kedalam ruangannya."Kenapa, kamu malu kalau semua karyawanmu tahu tentang pernikahanmu dengan Tiara?" sindir Sindy."Kamu tidak tahu apa-apa. Jadi, jangan ikut campur urusan pribadiku." tegas Gery."Jelas aku harus ikut campur. Kita mau menikah, Gery. Bahkan, persiapan pernikahan kita hampir selesai. Aku tidak ter
"Apa? Saya di pecat? Ta-tapi apa alasannya, Pak? Saya tidak pernah melanggar peraturan atau perintah dari anda?" tanya Renata syok. "Jangan pecat saya, Pak. Saya butuh pekerjaan ini. Saya mohon." pinta Renata memohon. "Jangan pecat Renata. Kamu bisa menegurnya kalau dia buat kesalahan." titah Tiara. "Diam. Tidak ada yang mengajakmu bicara." ketus Gery. Renata bersujud dihadapan Gery. "Pak, saya mohon, jangan pecat saya. Saya tidak tahu lagi, harus mencari pekerjaan kemana lagi." Gery memicingkan matanya. "Kau sudah bolos kantor." "Tapi saya tidak bolos kantor. Saya hanya ingin mengecek kondisi Tiara. Bukankah Pak Gery yang meminta saya untuk memantau keadaan Tiara?" jawab Renata sembari mengatupkan tangannya di dada. "Itu dulu." ketus Gery. "Untuk sekarang dan seterusnya, dia bukan tanggung jawabmu!" ujar Gery. Tiara menundukkan wajahnya sembari menghapus air mata yang hampir saja menetes. "Ta-tapi, Pak—" "Saya tidak mau mendengar apapun lagi. Kalau kamu masih m
"Aku tidak tahu tapi kita tidak boleh menuduh orang tanpa bukti." jawab Tiara.Di sisi lain.Juna menjatuhkan pantatnya di warung makan pinggir jalan."Es teh satu!" ucapnya kepada ibu penjual."Huh, dasar wanita pengkhianat. Bisa-bisanya dia hamil dengan Bos nya sendiri. Mentang-mentang, aku tidak sekaya bos nya, jadi dia tidak mau hamil anakku. Awas saja, Tiara. Sampai kapanpun aku akan tetap menerormu. Kamu harus menerima pembalasanku." gumam Juna sembari memainkan ponselnya.Sindy menghentikkan mobilnya di perempatan. Tak sengaja dia melihat Juna yang sedang bersantai."Kebetulan, ada pria itu." gumamnya lalu memarkirkan mobilnya di depan warung makan.Juna melototkan matanya saat melihat seorang wanita turun dari mobil."Dia … bukankah dia wanita—" ucapan Juna terhenti saat melihat Sindy berdiri di hadapannya."Es teh nya, Mas." ucap ibu pemilik warung."Oh iya," jawab Juna lalu menyeruput es teh nya.Sindy tersenyum sinis, "Tolong bersihkan tempat duduk itu!" pintanya sembari me
"Itu—" Tiara mengambil tespek yang dilempar Juna dan tak sengaja dia melihat gari dua di tespek. "Astaga." ucapnya terkejut."Perselingkuhanmu yang menyebabkan kematian ibumu, dan sekarang kamu sampai hamil anak dia. Dasar wanita gatal dan pengkhianat!" teriak Juna."A-aku hamil?" ucapnya tak percaya. "Ta-tapi bagaimana bisa?""Jangan pura-pura syok, Tiara!" bentak Juna lalu mendorong tubuh Tiara sampai terbentur tembok."Ta-tapi aku—" Tiara tiba-tiba merasakan perutnya yang sakit. "Perutku tiba-tiba sakit, Jun. Tolong aku.""Jangan sandiwara." ketus Juna. "Aku tahu, kau berbohong.""Aw … a-aku tidak sandiwara. Perutku benar-benar sakit. Perutku sangat sakit." lirih Tiara yang memegang perutnya."Aku tidak perduli. Sekarang, buatkan aku jus mangga. Aku haus!" pinta Juna memaksa."Aw … sakit, Jun. Tolong!" pinta Tiara dengan mata berkaca-kaca. "Juna, tolong antarkan aku ke rumah sakit. Aku mohon. Aku sudah tidak tahan lagi, Jun."Bugh!"Urusan kita belum selesai. Aku akan datang lagi."
"Ju-juna. Untuk apa kamu datang kemari, ha?" tanya Tiara lalu berusaha menutup pintu rumah. "Pergi, kita sudah tidak ada urusan lagi. Jangan ganggu aku lagi." "Kamu tidak bisa menghindar dariku, Tiara." jawab Juna yang menahan pintu rumah. Dia berjalan masuk dan duduk di ruang tamu.Tiara memegang dadanya. "Huh, untuk apa kamu datang kemari!" ucapnya lalu menutup pintu rumah. "Cepat pergi dari rumahku. Aku tidak mau, tetangga memergoki kamu disini." usirnya."Aku tidak akan pergi dari sini, Tiara. Jangan memaksaku." jawab Juna yang meluruskan kakinya di sofa. "Jun, please! Jangan membuat masalah lagi. Aku—""BERISIK!" bentak Juna membuat Tiara terdiam sejenak. "Apa kamu lupa, aku punya fotomu di hotel. Apa kamu mau, aku sebar luaskan fotomu ke tetangga rumahmu, ha?"'Ya Tuhan, mau sampai kapan Juna mengancamku?' batin Tiara."Buatkan aku jus mangga, Cepat, aku haus!" teriak Juna."A-aku tidak punya stok mangga." jawab Tiara ketakutan."Astaga, Tiara. Kalau tidak ada stok mangga itu







