Share

BAB 3

Penulis: Ziajung
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-19 10:22:53

 

Irene membanting pintu mobilnya sebelum menarik napas panjang. Namun anehnya, sebanyak apa pun udara yang ia hirup, itu tidak membuat rasa sesak di dadanya berkurang. Justru rasanya semakin menghimpit, sampai Irene tidak menyadari bahwa telapak tangannya tergores oleh kukunya sendiri yang tergenggam erat.

Biasanya Irene adalah tipe yang sangat bisa mengendalikan diri. Mau sebesar apa gejolak emosinya, ia selalu bisa mempertahankan wajah tegas yang dihiasi senyum anggun. Namun tidak kali ini. Aura Ayudira mendominasi, ditambah Keenan yang sama sekali tak berkutik. Irene merasa dipojokkan walaupun faktanya bukan hanya dirinya yang salah di sana.

“Gila....” Irene menjedotkan dahinya ke setir berkali-kali, berharap itu bisa menghilangkan rasa sakitnya. “Kenapa....”

Kenapa ini harus terjadi padanya? Kenapa Keenan begitu jahat? Kenapa Tuhan tidak adil? Dan begitu banyak kenapa yang berputar di otaknya.

Irene pikir, Keenan adalah akhir penantiannya akan kebahagiaan. Namun ternyata, pria itu adalah awal segala petaka baru bagi Irene.

Padahal, baru sebentar ia merasakan bagaimana menjadi wanita paling bahagia di Bumi. Kariernya sedang berada di atas, dia mempunyai seorang pria yang—dia kira—mencintainya, dan sebentar lagi dia pun akan menyandang status baru sebagai ibu.

Irene masih menyandarkan dahinya di setir. Pandangannya turun ke arah perutnya yang mulai terasa nyeri sejak turun dari lift tadi. Apakah janin ini harus mengalami hal yang sama sepertinya? Tidak diinginkan, diabaikan, dan dikucilkan...

“Maaf....”

Entah kepada siapa Irene meminta maaf—apakah untuk si jabang bayi atau dirinya sendiri. Dia sangat mendambakan kebahagiaan, tapi pada akhirnya hanya membuat dirinya sendiri mengharapkan hal kosong. Dia merasa malu.

“Maaf....” Kali ini, suara Irene mulai bergetar. Setetes air mata meluncur sebagai pembuka, sebelum semakin deras dan mengaburkan pandangannya.

Tangis, kecewa, rasa sakit yang ditahannya sedari tadi pun tumpah. Untuk sekarang, tidak ada Irene Gabriella, seorang aktris papan atas yang disebut sebagai jenius akting. Sosok yang ada di dalam mobil hitam ini hanyalah seorang wanita rapuh dengan segala bebannya. Di balik semua gemerlapnya itu, Irene tidak lebih dari sebuah batu yang kesepian.

Hampir setengah jam Irene habiskan menangis keras di dalam mobil. Masih di tempat yang sama, parkir basemen Hotel Chandrika. Seluruh energinya sudah terkuras menjadi air mata, meski begitu perutnya masih terasa kram. Irene memang pernah membaca kalau kram adalah hal yang wajar dialami ibu hamil, tapi kalau sudah seperti ini... apakah masih wajar?

Dengan sisa kesadarannya, Irene menyalakan mesin mobil dan keluar dari area parkir. Ia bahkan tidak mau repot-repot memperbaiki riasan atau sekadar mengusap air matanya. Hal yang ia pikirkan hanyalah ingin cepat sampai ke apartemennya dan berbaring. Mungkin sebelum itu, ia bisa mampir ke apotek untuk membeli obat pereda nyeri.

Padahal jam makan sian sudah berlalu, tapi jalanan ibu kota masih sama padatnya. Irene semakin tersiksa di dalam mobil. Kepala dan perutnya berdenyut bergantian, menimbulkan rasa nyeri yang tak bisa ia deskripsikan. Sambil terus meringis, Irene berusaha mengendarai mobil, walaupun sesekali harus melepaskan satu tangan untuk mengusap perut bagian bawahnya.

Tiin!

Itu bukan klakson pertama yang Irene dapatkan hari ini. Beberapa kali mobilnya oleng dan hampir menabrak pengendara lain. Ia juga bisa melihat ekspresi kesal pengendara motor yang hampir disenggolnya.

Rasanya semakin menusuk. Irene tak tahan lagi. Entah di mana posisinya sekarang, ia pun membanting stirnya ke kiri dengan kasar. Masa bodoh dengan posisi mobil yang menghalangi jalan atau tidak. Fokusnya hanya berpusat pada perutnya yang sakit.

“Gak mungkin, kan....” Gak mungkin kalau aku harus kehilangan dia secepat ini, kan? Hati kecil Irene melirih.

Ini... baru sehari mereka berkenalan.

Please.... jangan....” Suara Irene bergetar. Satu tangannya menggenggam setir dengan erat sampai buku jarinya memutih, sedangkan tangan yang lain berusaha mencari ponselnya di tas untuk menghubungi sang manajer.

Di tengah kepanikan itu, tangan Irene menjadi gemetaran. Ponselnya meluncur bebas ke bawah sebelum ia menekan satu nomor pun. Rasa panik Irene bertambah besar, sehingga membuat dadanya berdebar keras. Sesak itu kembali muncul. Ia merasa seolah mobil ini menyempit dan mulai menghimpitnya dari segala arah.

“Sakit... t-tolong....”

Irene tidak tahu rasa sakit apa yang harus menjadi prioritasnya. Sakit di kepalanya, rasa sesaknya, atau kram di perutnya. Seluruh tubunya mendingin, seakan sedang menanti ajal menjemput. Bahkan ia sudah melihat sesosok tinggi berdiri di samping mobilnya.

Ah... jadi beginilah cara aku mati...

Tok! Tok!

“Permisi! Mas? Mbak? Mobilnya ada masalah?”

Dalam pandangannya yang memburam, samar-samar Irene mendengar suara dari luar. Sepertinya malaikat maut itu sedang berteriak sangat keras.

“Mas! Mobilnya ngalangin jalan, nih! Kalau mau parkir, parkir paralel aja, jangan begini!” Malaikat itu masih mengomel, kali ini sambil mengetuk-ketuk kaca jendelanya.

Baiklah... biarpun itu malaikat maut, setidaknya aku gak bakal mati membusuk di mobil ini sendirian..., itulah pikiran gila terakhir Irene sebelum mengulurkan tangannya yang gemetar, Ia menekan tombol untuk menurunkan kaca jendela.

“Mas, mobilnya—eh, mbak ternyata.”

Untuk ukuran malaikat maut, dia sopan juga dan... ganteng....

“E-eh, Mbak! Mbak! Kok, pingsan?! Mbak—“

Tiiiin!

Klakson panjang itu bersamaan dengan kepala Irene yang terjatuh di atas stir mobilnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Skandal Panas: Pernikahan Palsu Bersama Direktur   BAB 6

    Seminggu berlalu dengan damai, yang justru itu membuat Irene merasa sangat kosong. Ini terlalu normal dengan segala huru-hara yang terjadi hari itu. Keenan tidak menghubunginya sama sekali dan media juga tidak ada yang berisik. Sekarang, Irene seperti sedang diabaikan.Bukannya Irene berharap ada kejadian yang luar biasa, yang bisa membuat setidaknya Bu Kristin melempar asbak ke arahnya. Setidaknya, ia ingin mendengar satu penjelasan dari Keenan. Mual yang dirasakannya setiap pagi masih terjadi, seolah terus mengingatkan Irene bahwa janin ini masih hidup. Hubungan mereka masih terjalin, tetapi kenapa hanya dirinya yang menanggung?“Apa digugurin aja?”“Hah?”Irene mengerjap. Dia baru sadar kalau dirinya masih berada di dalam mobil bersama Maudy. Saat ini, ia sedang dalam perjalanan menuju lokasi syuting film terbarunya di daerah Bandung. Karena terlalu tenggelam dalam lamunannya, Irene tidak sengaja mengucapkan apa yang pikirannya.“Gak,” kilah Irene, sebelum menghela napas panjang da

  • Skandal Panas: Pernikahan Palsu Bersama Direktur   BAB 5

    Setelah mendapatkan persetujuan dari Maudy, Irene pun kembali ke brankarnya. Tidak lupa dia menutup rapat setiap sisi tirai. Beruntungnya dia sudah meminta Maudy mengosongkan satu hari dari jadwal apa pun. Dia sudah berpikir ingin menghabiskan waktunya dengan Keenan.Ah, pria itu. Untuk sesaat, Irene sempat melupakannya karena serangan panik dan rasa kekhawatirannya akan janin itu. Bukan diselingkuhi, tapi menjadi selingkuhan. Bukan sekadar berpacaran, tapi mereka sudah menikah. Tidak ada pembelaan, Keenan malah menciut di depan istrinya.Irene kehilangan harapan lagi.Namun entah kenapa, ia tidak bisa menangis. Apakah ini berarti perasaan yang sempat hidup karena Keenan, sudah mati seketika kembali?Irene menunduk dan meletakkan tangannya di perut. Tidak ada harapan lagi untuk janin ini. Dia harus—Srak!“Eh? Sudah siuman?”Irene menoleh dengan cepat ke arah pria yang tiba-tiba menyibai tirai brankarnya. Pria itu memakai kemeja berwarna hitam yang digulung sampai siku yang sisi bawah

  • Skandal Panas: Pernikahan Palsu Bersama Direktur   BAB 4

    Bau antiseptik yang tercampur dengan bau pahit obat mengusik ujung hidung Irene. Kepalanya masih terasa nyeri, tetapi pernapasannya sudah lebih ringan. Irene juga merasa seperti ada aliran udara masuk melalui lubang hidungnya.Matanya bergerak perlahan dan akhirnya terbuka. Cahaya yang menyorot membuatnya sejenak berpikir, apakah aku sudah mati?. Namun, langit-langit tinggi berwarna kebiruan dan suara riuh-rendah di sekitar meyakinkan Irene kalau ini bukan surga, melainkan hanya Unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit.Irene menoleh. Di sekeliling ranjangnya ditutupi oleh tirai berwarna putih. Entah ini memang prosedur dari rumah sakit atau memang mereka menyadari siapa Irene. Oh, iya, omong-omong kenapa dia bisa berada di sini?Irene baru ingin mengangkat tangannya ketika tirai itu terbuka. Seorang dokter wanita terlihat sedikit terkejut ketika melihat Irene sudah sadar. Ia pun mendekati brankarnya.“Anda sudah sadar? Bagaimana keadaan Anda? Apa ada yang tidak nyaman?” tanya dokter itu

  • Skandal Panas: Pernikahan Palsu Bersama Direktur   BAB 3

    Irene membanting pintu mobilnya sebelum menarik napas panjang. Namun anehnya, sebanyak apa pun udara yang ia hirup, itu tidak membuat rasa sesak di dadanya berkurang. Justru rasanya semakin menghimpit, sampai Irene tidak menyadari bahwa telapak tangannya tergores oleh kukunya sendiri yang tergenggam erat.Biasanya Irene adalah tipe yang sangat bisa mengendalikan diri. Mau sebesar apa gejolak emosinya, ia selalu bisa mempertahankan wajah tegas yang dihiasi senyum anggun. Namun tidak kali ini. Aura Ayudira mendominasi, ditambah Keenan yang sama sekali tak berkutik. Irene merasa dipojokkan walaupun faktanya bukan hanya dirinya yang salah di sana.“Gila....” Irene menjedotkan dahinya ke setir berkali-kali, berharap itu bisa menghilangkan rasa sakitnya. “Kenapa....”Kenapa ini harus terjadi padanya? Kenapa Keenan begitu jahat? Kenapa Tuhan tidak adil? Dan begitu banyak kenapa yang berputar di otaknya.Irene pikir, Keenan adalah akhir penantiannya akan kebahagiaan. Namun ternyata, pria itu

  • Skandal Panas: Pernikahan Palsu Bersama Direktur   BAB 2

    Irene yakin telah mendengar sesuatu, tapi entah kenapa kepalanya mendadak kosong. Apakah benar dirinya sudah menjadi bodoh—seperti yang Ayudira katakan?“Apa?” Di antara ribuan pertanyaan di kepalanya, hanya itu yang bisa Irene ucapkan.“Apa kamu baru paham kalau Keenan sendiri yang bilang?”Mendengar nama Keenan, Irene refleks menoleh ke arah pria yang terus diam sedari tadi. Tidak seperti biasanya, Keenan hanya duduk kaku di kursinya dengan punggung yang tegak. Kedua tangannya berada di atas paha dan kepalanya tertunduk. Aura dominan yang biasanya kental itu sirna sudah, seolah telah tersedot oleh Ayudira yang duduk di sebelahnya. Irene menggeleng, semua sikapnya itu sudah cukup menjadi jawaban.Namun tetap saja, Irene butuh penjelasan.“Mas... ini gak benar, kan?”Irene melihat Keenan menelan air liurnya. “Maaf, Rene.”Napas Irene tercekat di tenggorokannya. Matanya sudah panas, tapi ia menahan diri agar tidak menangis. “Sejak kapan?”“Dua tahun yang lalu.”Dan mereka bertemu setah

  • Skandal Panas: Pernikahan Palsu Bersama Direktur   BAB 1

    Positif.Tangan Irene bergetar melihat satu garis yang muncul samar di sebelah garis lainnya. Ia menghela napas panjang, lalu menjatuhkan benda itu ke lantai—membuatnya ikut bergabung dengan 3 benda serupa lainnya di sana. Irene mengusap wajahnya dengan kedua tangan, seharusnya ia sudah menduga ini akan terjadi.Hari itu, Irene memang merasa seperti bukan dirinya. Ya, dirinya yang penuh perhitungan, perhatian cermat, dan agak keras. Malam itu, Irene terbuai oleh bujuk rayu kekasihnya untuk menyerahkan pengalaman pertamanya. Ditambah dengan pengaruh alkohol, lengkap sudah kebodohan Irene.Irene menurunkan tangannya dan melihat kembali empat testpack yang berserakan di lantai. Ketika merasa tubuhnya ada yang aneh, hal pertama yang ia lakukan adalah memeriksa jadwal menstruasinya. Benar saja, itu sudah telat sembilan hari. Dengan implusif, Irene pun segera pergi ke apotek yang berada di depan apartemennya, dan membeli lima buah testpack sekaligus.Kali ini, tatapan Irene berpindah pada s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status