Share

Keputusan Olivia

Author: Author Receh
last update Last Updated: 2024-10-10 16:16:44

Setelah menikmati teh dan obrolan yang menenangkan dengan Maya, Olivia merasa sedikit lebih ringan. Keputusan untuk mengambil jarak dari masalah yang selama ini membelenggunya mulai terasa seperti pilihan yang tepat. Langit di atas Udaipur mulai beranjak siang, dengan matahari yang menyinari jalanan penuh kehidupan.

“Kamu tahu, Liv, kadang yang kita butuhkan hanyalah jeda sejenak dari rutinitas,” kata Maya sambil memandang Olivia dengan penuh perhatian. “Hidup nggak selalu harus rumit. Kadang kita hanya perlu memutuskan kapan kita mau berhenti dan melanjutkan dengan cara yang berbeda.”

Olivia tersenyum lemah. “Iya, mungkin aku terlalu lama terjebak dalam satu masalah yang sama. Aku nggak tahu harus mulai dari mana untuk lepas dari semua ini.”

Maya menyentuh tangannya, memberinya dukungan yang tulus. “Kamu bisa mulai kapan saja. Bahkan mulai sekarang.”

Olivia terdiam sejenak, menatap cangkir tehnya yang hampir habis. Ia merenungkan kata-kata Maya, merasa ada kebenaran yang dalam di dalamnya. Mungkin memang ini saatnya untuk benar-benar berhenti berharap pada sesuatu yang tak pasti, seperti hubungan terlarangnya dengan Arjun.

Selesai dari kafe, mereka berdua memutuskan untuk berkeliling Udaipur lebih jauh. Kota itu dipenuhi dengan sejarah dan keindahan yang tampak menenangkan hati. Bentangan arsitektur kuno, suara-suara riuh dari orang-orang yang lalu lalang, serta aroma rempah-rempah khas India yang tercium di udara membuat Olivia merasa bahwa dunia di luar masalahnya masih terus berputar, masih penuh dengan kehidupan yang bisa ia nikmati.

Saat melewati sebuah kuil tua yang indah, Olivia berhenti. “Aku rasa aku butuh waktu untuk menyendiri sebentar,” katanya kepada Maya. “Terima kasih untuk hari ini. Kamu sudah banyak membantuku.”

Maya tersenyum, memberikan pelukan singkat. “Nggak masalah, Liv. Kapan pun kamu butuh teman, aku selalu ada. Ingat, kamu nggak sendirian.”

Setelah Maya pergi, Olivia berdiri sejenak di depan kuil. Ia merasa ada kedamaian yang mengalir dari tempat itu. Sebuah undangan untuk merenung dan mencari jawaban di dalam dirinya sendiri. Perlahan, ia melangkah masuk ke dalam kuil, disambut dengan aroma dupa yang menenangkan. Cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah kecil di dinding batu memberikan nuansa spiritual yang mendalam.

Di sudut kuil, Olivia duduk sendirian, membiarkan pikirannya tenang untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir. Suara hiruk-pikuk pasar dan kota terasa jauh, seakan teredam oleh ketenangan kuil. Ia menutup mata, merasakan keheningan di dalam dirinya.

“Apa yang sebenarnya aku inginkan dari hidup ini?” pikirnya. “Apakah hubungan dengan Arjun benar-benar yang terbaik untukku?”

Seiring dengan waktu, pertanyaan-pertanyaan itu terus muncul di benaknya, namun kali ini tanpa rasa cemas. Di dalam ketenangan ini, Olivia mulai menemukan secercah jawaban. Ia tahu bahwa cinta yang penuh rahasia dan kebohongan seperti hubungannya dengan Arjun tidak akan pernah memberinya kebahagiaan sejati. Mungkin sudah waktunya untuk melepaskan, meski sulit.

Setelah beberapa lama, Olivia membuka mata. Ia merasa ada ketenangan baru dalam hatinya, sesuatu yang belum ia rasakan selama ini. Dengan keputusan yang mantap, ia bangkit dari tempat duduknya, siap untuk melanjutkan hidup dengan cara yang lebih baik.

Ia keluar dari kuil, cahaya matahari menyambutnya dengan hangat. Langkah Olivia terasa lebih ringan saat ia berjalan kembali ke hotel. Kali ini, ia tidak lagi merasakan beban yang menghimpit setiap kali memikirkan Arjun. Ia tahu, perasaan itu akan tetap ada, tetapi ia juga tahu bahwa ia memiliki kekuatan untuk memilih jalannya sendiri.

Sesampainya di hotel, Olivia mengambil tasnya dan memeriksa ponsel. Tidak ada pesan dari Arjun—tidak ada kata-kata yang harus ia khawatirkan lagi. Ia menatap layar ponsel itu sejenak, lalu memutuskan untuk mematikan perangkat itu. Untuk sementara, pikirnya. Aku butuh ruang tanpa gangguan.

Olivia tersenyum, merasa ada perubahan yang nyata dalam dirinya. Ia tahu perjalanan untuk menemukan kebebasan dan kedamaian tidak akan mudah, tapi ia siap menghadapinya. Dengan langkah penuh keyakinan, ia meninggalkan hotel, memulai babak baru dalam hidupnya—tanpa Arjun.

Udara Udaipur yang hangat menyambut Olivia saat ia melangkah keluar dari hotel. Langit biru bersih di atas kepalanya seolah menggambarkan lembaran baru dalam hidup yang sedang ia mulai. Setelah mematikan ponselnya tadi, Olivia merasa lebih tenang, seakan tali pengikat yang membuatnya terjebak dalam hubungan dengan Arjun mulai mengendur.

Ia berjalan tanpa tujuan, membiarkan kakinya menuntunnya ke arah mana pun. Olivia ingin merasakan kebebasan—sebuah kebebasan yang telah lama ia rindukan. Pikirannya sesekali kembali pada Arjun, pada hubungan terlarang mereka yang begitu penuh gairah, namun juga penuh kebohongan. Tapi kali ini, ada rasa lega yang mengiringi setiap kenangan itu. Olivia telah membuat keputusan: ia tidak akan kembali terjebak dalam lingkaran itu lagi.

Setelah beberapa waktu, Olivia menemukan dirinya di pinggir danau Pichola yang memukau. Air danau yang tenang memantulkan sinar matahari dengan indah, seolah mengajak Olivia untuk merenung lebih dalam tentang hidupnya. Ia berhenti di tepi danau, memandangi perahu-perahu yang melintas pelan. Dalam ketenangan itu, Olivia mulai merasakan sesuatu yang baru—sesuatu yang telah lama ia lupakan: perasaan nyaman dengan dirinya sendiri.

Saat berdiri di sana, suara langkah kaki yang mendekat membuyarkan pikirannya. Ia menoleh dan melihat sosok Arjun yang tengah mendekat dengan ekspresi yang tak terbaca di wajahnya. Olivia merasakan jantungnya berdegup lebih cepat, namun ia tidak lagi merasa panik seperti sebelumnya.

“Olivia,” panggil Arjun dengan suara rendah.

“Arjun…” Olivia menatapnya dengan tenang, berusaha menahan gejolak perasaan yang kembali muncul. Ia tak menyangka akan bertemu dengannya di tempat ini.

“Aku mencari kamu,” ucap Arjun dengan nada tegas. Ia melangkah lebih dekat, tatapannya serius. “Kenapa kamu nggak membalas pesan atau teleponku?”

Olivia menghela napas pelan, berusaha menenangkan diri. Ia menatap Arjun, merasa seperti inilah saatnya untuk berbicara jujur. “Aku butuh waktu untuk diriku sendiri, Arjun. Aku nggak bisa terus begini.”

“Kamu tahu aku mencintaimu, Olivia,” kata Arjun, suaranya terdengar tegas tapi juga mengandung rasa frustrasi. “Aku nggak bisa membayangkan hidup tanpa kamu.”

Olivia tersenyum tipis, tapi kali ini senyuman itu penuh kesadaran. “Aku tahu, Arjun. Tapi kita nggak bisa terus hidup dalam kebohongan. Ini nggak adil, buat aku, buat kamu… dan buat istrimu.”

Arjun terdiam, ekspresinya berubah. Dia seolah tahu bahwa Olivia sudah mengambil keputusan, tapi belum siap untuk menerimanya. “Apa ini berarti kamu ingin mengakhiri semuanya?”

Olivia mengangguk pelan. “Iya, Arjun. Aku harus melepaskan kita berdua dari situasi ini. Kamu punya kehidupanmu sendiri, dan aku juga pantas mendapat kebahagiaan tanpa harus menyakiti orang lain.”

Arjun mendekat, mencoba menggenggam tangan Olivia. “Tapi Olivia, kita bisa—”

Olivia mundur selangkah, menolak genggaman itu dengan halus tapi tegas. “Aku lelah, Arjun. Aku nggak bisa terus hidup dengan perasaan bersalah dan ketakutan akan rahasia kita terbongkar. Aku butuh hidup yang tenang, hidup yang bisa kujalani tanpa rasa takut atau khawatir.”

Arjun menatapnya dengan ekspresi yang penuh pergolakan, tetapi ia tidak bisa memaksa Olivia lagi. Keduanya terdiam untuk beberapa saat, hanya ditemani suara air danau yang tenang.

“Aku mengerti,” akhirnya Arjun berkata dengan suara pelan, meskipun terlihat jelas ia kesulitan menerima kenyataan itu. “Kalau ini yang kamu inginkan…”

“Iya, ini yang terbaik untuk kita berdua,” Olivia menjawab dengan tegas. “Aku harap kamu bisa menemukan kebahagiaan dalam hidupmu. Dan aku juga akan berusaha untuk menemukan kebahagiaanku.”

Arjun menunduk sejenak, mencoba menata pikirannya. Kemudian, ia menatap Olivia untuk terakhir kalinya, dengan mata yang masih dipenuhi perasaan yang belum sepenuhnya terungkap. “Aku harap kamu bahagia, Olivia.”

Olivia hanya mengangguk. Ia tidak mengatakan apa-apa lagi, karena ia tahu bahwa ini adalah akhir dari kisah mereka—akhir dari cinta yang penuh rahasia, dan awal dari kebebasannya. Arjun perlahan melangkah mundur, lalu pergi meninggalkan Olivia sendirian di tepi danau.

Ketika sosok Arjun menghilang dari pandangannya, Olivia menarik napas dalam-dalam. Meskipun ada sedikit kesedihan yang menggelayut di hatinya, ia tahu ini adalah keputusan yang tepat. Tidak ada lagi kebohongan, tidak ada lagi rasa bersalah.

Ia menatap danau yang tenang, merasakan kedamaian perlahan-lahan merayapi hatinya. Olivia tahu, perjalanan untuk melanjutkan hidupnya masih panjang. Namun, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa siap untuk menghadapi semuanya. Dan kali ini, ia akan melakukannya dengan jujur—pada dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Dengan langkah mantap, Olivia berbalik dan meninggalkan tepi danau, melangkah menuju masa depannya yang baru.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Skandal Panas Sekretaris Seksi   Season 2 Part 34

    Beberapa waktu lalu, segalanya terasa jauh lebih rumit bagi Regan. Ia tahu, mencintai Nayla berarti juga harus menghadapi tembok tinggi bernama ibunya. Seorang wanita keras kepala yang sudah lebih dulu menyimpan luka dan prasangka terhadap laki-laki sepertinya—berduit, berpengaruh, dan dianggap tidak benar-benar tulus.Tapi Regan tidak menyerah. Ia datang berulang kali, berdiri di depan pintu rumah sederhana itu, dengan sabar menunggu dan menghadap tatapan tajam yang tak pernah menyambut hangat. Ia tidak membela diri dengan kata-kata manis, melainkan dengan sikap. Ia menunduk ketika disalahkan, meminta maaf atas sesuatu yang bahkan belum ia lakukan, dan tetap datang esok harinya.Dan pada satu sore yang hujan, saat ibu Nayla membuka pintu dengan wajah lelah, Regan menyerahkan payungnya dan berkata dengan suara yang tenang namun mantap, “Saya mungkin bukan pria sempurna, Bu. Tapi saya mau belajar. Untuk Nayla, untuk Ibu juga.”Entah bagaimana, ketulusan itu perlahan meluruhkan kerasnya

  • Skandal Panas Sekretaris Seksi   Season 2 Part 33 Pergi dari rumah

    Begitu Regan pergi, ibunya Nayla langsung menutup pintu dengan keras. Napasnya memburu, matanya penuh amarah saat berbalik menatap putrinya. “Kamu ini sebenarnya maunya apa, Nayla?!” bentaknya tajam. Nayla mengepalkan jemarinya, berusaha menahan air mata. “Aku nggak melakukan apa-apa, Bu. Regan yang datang ke sini, aku nggak mengundangnya.” “Tapi kamu juga nggak mengusirnya!” sergah ibunya. “Apa kamu masih belum kapok berurusan dengan laki-laki kaya? Setelah Darren, sekarang Regan? Kamu pikir mereka itu tulus? Mereka hanya mempermainkanmu, Nayla!” Nayla menggeleng, mencoba membela diri. “Regan beda, Bu. Dia nggak seperti Darren.” “Beda? Beda apanya?!” suara ibunya meninggi. “Semua laki-laki seperti mereka sama saja. Mereka bisa mendapatkan segalanya dengan mudah, termasuk perempuan yang mereka mau. Dan kamu? Kamu cuma akan jadi korban lagi, Nayla! Aku nggak mau melihat kamu jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.” Nayla meremas jemarinya. “Bu, aku sudah dewasa. Aku

  • Skandal Panas Sekretaris Seksi   Season 2 Part 32

    Malam itu, setelah Regan pergi, Nayla duduk termenung di kamarnya. Hatinya terasa berat, meski ia sudah memutuskan untuk tetap tinggal bersama ibunya. Ia tahu ibunya hanya menginginkan yang terbaik, tapi mengapa ia merasa seperti burung dalam sangkar? Ibunya masuk ke kamar, membawa secangkir teh hangat. "Kamu udah makan malam?" tanyanya lembut. Nayla tersenyum kecil. "Udah, Bu." Sang ibu duduk di tepi ranjang, menatap putrinya penuh kasih. "Ibu tahu ini berat buat kamu, Nak. Tapi percayalah, keputusan ini yang terbaik. Pria kaya seperti Regan sama saja seperti mantan suamimu. Mereka punya kuasa untuk mengendalikan perempuan sepertimu." Nayla terdiam. Ia tahu ibunya berbicara berdasarkan pengalaman. Tapi Regan... ia berbeda, kan? "Kamu nggak perlu memikirkan dia lagi. Fokuslah pada hidupmu. Ibu hanya ingin kamu bahagia," lanjut sang ibu, mengelus punggung tangan Nayla. Nayla mengangguk pelan. "Iya, Bu..." Tapi saat ia berbaring di tempat tidur malam itu, pikirannya tetap

  • Skandal Panas Sekretaris Seksi   Season 2 Part 31

    Malam itu, setelah makan malam selesai, Regan kembali ke kamarnya. Ia berdiri di dekat jendela besar yang menghadap ke taman belakang mansion. Hatinya gelisah. Kata-kata ibunya terus terngiang di kepalanya. Ia sadar Nayla butuh waktu. Tapi, apakah ia bisa menunggu? Atau lebih tepatnya, apakah ia bisa membiarkan Nayla terus berada di bawah tekanan ibunya? Regan menghela napas panjang, lalu meraih ponselnya. Ia mencoba menghubungi Nayla, tapi seperti yang sudah ia duga, nomor itu tidak aktif. Pasti ponsel Nayla masih disita oleh ibunya. Ia mengepalkan tangannya, merasa frustasi. Tak lama kemudian, pintu kamarnya diketuk. Sean masuk dengan ekspresi santai. “Kak, masih kepikiran Nayla?” Regan menoleh dan tersenyum tipis. “Apa kelihatannya?” Sean tertawa kecil, lalu berjalan mendekat. “Aku nggak nyuruh Kakak buat nyerah, ya. Tapi coba deh, jangan cuma fokus buat rebut Nayla dari ibunya. Kakak harus yakinin dia kalau dia butuh Kakak juga.” Regan terdiam. Ada benarnya. Ia bisa

  • Skandal Panas Sekretaris Seksi   Season 2 Part 30 Nasehat Keluarga

    Di kediaman keluarga Regan, suasana terasa tegang. Olivia duduk di ruang keluarga dengan ekspresi khawatir, sementara Arjun berdiri di dekat jendela dengan tangan terlipat di dada. Mereka baru saja menerima kabar bahwa Regan diusir dari rumah Nayla, dan itu membuat mereka tak habis pikir. Regan masuk dengan langkah cepat, masih dengan wajah dingin dan rahangnya mengeras. Olivia langsung berdiri dan menghampiri putranya. "Apa yang sebenarnya terjadi, Regan? Kenapa ibunya Nayla sampai bersikap seperti itu?" tanya Olivia cemas. Regan melepas jasnya dan melemparkannya ke sofa. “Dia membenci pria kaya. Dia pikir aku nggak lebih baik dari Darren.” Arjun menghela napas panjang. “Dan kamu hanya menerima begitu saja? Seharusnya kamu bicara baik-baik dengan wanita itu.” Regan mendengus sinis. “Sudah. Tapi ibunya tetap bersikeras. Bahkan menyita ponsel Nayla agar aku nggak bisa menghubunginya.” Olivia menatap putranya dengan iba. Ia tahu betapa Regan mencintai Nayla. “Jadi, kamu mau

  • Skandal Panas Sekretaris Seksi   Season 2 Part 29

    Pagi itu, Nayla baru saja selesai bersiap ketika ibunya tiba-tiba masuk ke kamarnya tanpa mengetuk. “Ponselmu!” suara ibunya tegas, tangannya terulur meminta. Nayla mengernyit. “Kenapa, Bu?” Sang ibu tak mau menjawab dan langsung merebut ponsel Nayla dari meja rias. “Ibu tahu kamu masih berhubungan dengan pria kaya itu! Ibu sudah bilang, jangan ulangi kesalahan yang sama!” ujar ibunya dengan nada tinggi. “Ibu, Regan tidak seperti Darren! Dia tidak akan menyakitiku—” “Omong kosong!” Ibunya memotong kasar. “Mereka semua sama! Uang mereka membuat mereka berpikir bisa memiliki segalanya, termasuk dirimu!” Nayla menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata. “Ibu, aku yang menjalani hidupku. Aku berhak memilih siapa yang aku cintai.” Tatapan ibunya mengeras. “Kalau begitu, jangan tinggal di rumah ini. Kalau masih keras kep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status