Share

Terbayang-bayang

Penulis: Asriaci16
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-29 14:05:50

Bukannya segera bersiap, Irgi malah merebahkan tubuhnya di atas ranjang di dalam kamar. Padahal, sebelumnya ia ditelepon oleh asisten rektor yang menginfokan bahwa dirinya diminta untuk hadir dalam rapat bulanan para dosen dan staf kampus.

Namun, setelah melepas kemejanya dan melemparnya ke dalam ranjang cucian, ia malah berbaring termenung dengan menjadikan satu lengannya sebagai bantal kepala.

"Emh ... ahh, enak banget."

Tanpa sadar, Irgi membayangkan wajah agresif Agnia saat sedang mendesah keenakan. Perlahan, kejadian tadi malam pun kembali Irgi tarik hingga berkelebatan jelas di benaknya.

"Ya ... ahh di situ, nikmat sekali." Racauan Agnia ketika sedang melakukan penyatuan semalam, rupanya benar-benar mengganggu kedamaian pikirannya.

Menyebabkan Irgi mendesis kesal, karena untuk kedua kalinya, Irgi merasa libidonya naik ke permukaan.

"Sial! Apa yang sebenarnya terjadi padaku," bisiknya mendecak.

Kemudian, ia lekas menarik diri dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus meredam hasrat yang terpancing karena bayangan yang ia hadirkan sendiri.

Setelah selesai dengan urusan kamar mandinya. Irgi yang sedang mengambil pakaian di walk in closet pun lagi-lagi malah bergeming karena bayangan Agnia yang tak berbusana pun malah mengelebat nyata di pelupuk mata.

"Damn!" Pria itu mengumpat.

Seolah tidak mau terus dihantui oleh bayangan panas yang terjadi semalam, Irgi pun buru-buru menyambar satu setel pakaian kerja dengan asal. Sesudahnya, ia segera memakai pakaian itu dan bergegas meninggalkan kamar tanpa lupa membekal ponselnya.

"Permisi, Tuan ..."

Irgi menoleh ke sumber suara tepat ketika ia baru selesai memakai pentofelnya.

"Ini ada telepon," ujar Minah menyodorkan telepon rumah tanpa kabel ke arah majikannya.

Sejenak, Irgi menatap telepon itu yang kemudian ia ambil dan ditempelnya ke telinga.

"Halo," sahut pria itu datar.

"Ya ampun, Mas ... kamu kemana aja? Dari semalam aku telpon kamu, kok, susah banget kamu dihubungi."

Memutar bola matanya malas, Irgi yang tidak tertarik bicara panjang lebar dengan si penelepon pun sontak menjawab, "Aku sibuk. Aku sudah ditunggu staf kampus untuk rapat."

"Tapi, Mas. Aku perlu bicara sama kamu. Apa bahkan kamu–"

Terlambat!

Irgi sudah lebih dulu memutuskan panggilan sebelum sempat mendengar kalimat si penelepon hingga selesai. Sesudah mengembalikan telepon itu ke pembantunya, Irgi langsung melengos tanpa kata.

***

Tidak membutuhkan waktu lama, Irgi akhirnya tiba di parkiran kampus. Setelah memastikan tidak ada yang lupa ia bawa serta, barulah pria itu beranjak turun dari mobil dan sigap melenggang meninggalkan areal parkir dalam langkah tegasnya.

Tiba-tiba, di tengah perjalanan menuju ke aula rapat, Irgi teringat sesuatu. Seharusnya, ia meminta nomor ponsel Agnia terlebih dahulu sebelum tadi ia melesatkan kemudinya. Membuatnya spontan mendecak, bersamaan dengan munculnya salah seorang dosen yang menyapa.

"Selamat pagi menjelang siang, Pak Irgi..."

Mengangguk kecil, Irgi lanjut berkata, "Anda ini dosen muda yang juga mengajar di kelasnya Agnia Kirana, kan?"

Untuk sesaat, Roni yang diberi pertanyaan pun tampak mengangguk dan menjawab, "Ya betul, Pak Irgi. Agnia Kirana yang mahasiswi berprestasi itu, kan, maksud Pak Irgi?"

Irgi mengangguk. "Dari siapa saya bisa mendapatkan nomor kontaknya?"

Mengerjap, Roni yang sedikit kurang paham pun lantas bertanya, "Nomor kontak gimana, Pak? Maksudnya, Pak Irgi membutuhkan nomor ponselnya Agnia?"

"Ya." Irgi menjawab singkat.

"Ah, ya, ya, ya. Kebetulan saya punya, dulu ... Agnia pernah ikut les bimbingan saya di semester awal dia masuk ke kampus ini. Saya rasa, nomornya juga tidak pernah diganti."

"Boleh kirim ke saya?" Tatap Irgi datar. Namun, matanya sedikit berkilat ketika melihat lawan bicaranya mengangguk setuju.

Sesaat kemudian, ponsel Irgi bergetar. Dia tebak jika itu adalah pesan masuk dari Roni yang baru saja mengirimkan nomor Agnia. Tanpa perlu repot membukanya lebih dulu, Irgi lalu menepuk pundak Roni sambil berkata, "Terima kasih. Saya duluan."

Irgi merasa tidak perlu berbasa-basi lagi pada Roni. Setelah mendapatkan apa yang ia mau, tentu saja langkahnya dilanjut lagi. Meninggalkan Roni di belakang, bersama dengan setitik rasa penasaran yang kemungkinan besar mendera Roni.

Namun, Irgi peduli apa pada Roni. Yang jelas, sekarang ia sudah mengantongi nomor kontak Agnia. Nanti ketika luang, mungkin ia akan mencoba mengetesnya.

***

Pasca berseteru dengan Theo, rupanya sisa emosi di dalam diri Agnia masih membekas meski tak separah di awal. Demi Tuhan! Hati Agnia sakit seperti ditusuk ribuan jarum yang amat tajam. Masih tidak menyangka jika Theo akan sampai hati menyelingkuhinya.

Padahal, dulu saat masih SMA, dia terkategori sebagai laki-laki setia yang tahan godaan.

"Kamu yakin gak tertarik sama Nadia?"

Theo menggeleng. "Setelah ada kamu, perempuan lain gak begitu menarik lagi di mataku. Lagipula, kenapa sih nanya gitu terus? Kamu bosen ya pacaran sama aku?"

Agnia mendecak. "Aku gak ada bilang gitu ya, Theo! Cuma ngetes aja, kata orang, Nadia itu cantik dan menarik. Ya siapa tau kamu sependapat sama mereka," tukas Agnia nyengir.

Membuat Theo sontak mendengkus dan menjawil hidung bangir Agnia. "Mereka ya mereka, aku beda lagi. Udah ah, jangan overthinking! Nanti malem, kita jadi dinner, kan, sayang?"

Agnia memejamkan matanya pedih. Kembali teringat akan betapa manisnya Theo kala itu. Laki-laki yang dulu mencintainya dengan sangat besar, dan Agnia pun menyayanginya sepenuh hati. Justru, sekarang malah menjadi sosok yang paling Agnia benci.

"Enggak baik anak gadis ngelamun sendirian di belakang rumah. Ayo masuk! Lagian kamu gak ke kampus?"

Lamunan Agnia buyar seiring dengan munculnya sang nenek melayangkan teguran. Wanita itu menoleh ke arah neneknya, sejenak menggeleng, kemudian bangkit dan ikut berjalan mengekori Desi.

"Hari ini aku gak ada kelas, Nek." Agnia menjawab ketika sudah di dalam rumah.

"Pantes. Lalu, tidur di mana kamu semalam?" Desi kembali bertanya. Mengingat belum ada jawaban yang jelas perihal ini, maka Desi pikir tidak ada salahnya jika ia menanyakannya lagi.

Agnia menghela napas. "Di rumah temen," gumamnya bohong.

Andai saja neneknya tahu jika tadi malam ia tidur di hotel bahkan seranjang dengan pria matang yang adalah dosennya sendiri, maka dapat dipastikan jika penyakit jantung yang diderita sang nenek akan kembali kambuh.

"Kok, Nak Theo gak dikasih tahu? Berantem?"

Agnia diam. Sejujurnya, ia ingin sekali memberi tahu neneknya. Tapi apalah daya, Agnia takut kalau neneknya sampai unfall jika dia tahu tabiat Theo yang sebenarnya.

Di tengah diamnya Agnia, tiba-tiba ponsel yang dikantonginya terasa bergetar. Sepertinya ada telepon masuk, sehingga dengan segera Agnia merogohnya dan melihat nama pemanggil yang tertera.

Namun, saat tahu bahwa yang menghubunginya adalah Theo, tanpa segan Agnia pun mematikan panggilannya sebelum sempat ia jawab.

"Nak Theo ya? Padahal angkat aja, mungkin ada hal penting yang mau dibicarakan," lontar neneknya menduga.

Agnia mendecak. "Lagi males ngomong. Udah ah, Nia ke kamar aja ya. Ngantuk," cetus wanita itu sambil beranjak. Meninggalkan Desi di ruang tengah, dan berjalan menuju kamarnya bersamaan dengan ponselnya yang kembali bergetar.

Agnia geram setengah mati. Daripada dipendam takutnya jadi penyakit hati, maka Agnia pikir tidak ada salahnya juga kalau dia menjawab panggilan tersebut. Lumayan, dia bisa memaki Theo lagi demi meluapkan rasa marahnya yang masih tersisa banyak.

Lalu tanpa sempat melihat lagi nama pemanggil yang tertera, gegas saja Agnia menekan tombol hijau di layar. Ditempelkannya ponsel itu di telinga, dan dengan cepat Agnia pun berseru, "Mau apa lagi sih lo?"

"Saya Irgi," ungkap si penelepon.

Hening sejenak, lalu mata Agnia terbelalak sempurna setelah sempat mengintip nama pemanggil dari layar ponsel yang ia jauhkan dari telinganya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Ajakan Bertemu

    Irgi baru tiba di halaman rumah sekitar pukul 18.00 wib. Untuk sesaat, pria itu melonggarkan dasinya di kerah kemeja. Guratan letih pun terpancar jelas di raut wajahnya yang tampan.Sejenak, Irgi menghela nafasnya panjang. "Ahh ... bibir lo kenyal banget kayak permen jelly." Sebelum beranjak turun dari mobil, Irgi memilih untuk memutar ulang rekaman yang sempat ia unduh dari CCTV mobilnya. Diam-diam, ia menikmati setiap apa yang terjadi dalam rekaman tersebut. Terutama, pada bagian Agnia yang tak henti menyosornya. "Agnia," desis Irgi bersuara berat. Dalam sekejap, menaikkan libidonya hingga menimbulkan sesuatu yang mengeras dari balik celananya. Untuk sesaat, Irgi mengumpat lirih. "Damn!"Kemudian, pria itu menghentikan tayangan rekaman pada ponselnya, dan bergegas mencari nomor kontak Agnia untuk dihubungi kembali.Siang tadi pun sebenarnya Irgi sudah siap menjemput. Namun mendadak, rektor memintanya ikut hadir dalam acara penting bersama para donatur kampus yang tak bisa ditola

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Kecurigaan Nenek

    "P-Pak Irgi?" Lontar Agnia tersendat. Merasa sangat kaget karena entah dari mana dosennya ini bisa tahu nomor ponselnya. "Kamu sedang sibuk?" Tanya Irgi kemudian.Agnia gelagapan. Belum tuntas rasa kagetnya, dia justru malah harus diterpa kebingungan dengan pertanyaan dosennya sekarang. Membuat Agnia memutar otak, hingga ia merasa harus bertanya lagi."Me-memangnya ada apa ya, Pak? Dan ... da-dari siapa Bapak tau nomor saya," tukas Agnia tergagap. Bahkan, jantungnya pun ikut bertalu saking terkejutnya ia ditelepon sang dosen. "Sore ini bisa bertemu?" Agnia mendesis. Alih-alih menjawab pertanyaan, dosennya ini malah seenak jidat terus bertanya. Menyebabkan emosi Agnia terpacu, di tengah usahanya menahan diri agar tidak keceplosan berkata kasar pada dosennya ini."Di-dimana, Pak?" Kali ini, Agnia menyerah. Biar saja nanti Agnia tanyakan lagi ketika mereka bertemu."Saya kirim lokasinya," ujar Irgi datar. Dalam sekejap, membuat Agnia menelan ludahnya kesat karena seolah baru sadar ba

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Terbayang-bayang

    Bukannya segera bersiap, Irgi malah merebahkan tubuhnya di atas ranjang di dalam kamar. Padahal, sebelumnya ia ditelepon oleh asisten rektor yang menginfokan bahwa dirinya diminta untuk hadir dalam rapat bulanan para dosen dan staf kampus. Namun, setelah melepas kemejanya dan melemparnya ke dalam ranjang cucian, ia malah berbaring termenung dengan menjadikan satu lengannya sebagai bantal kepala. "Emh ... ahh, enak banget." Tanpa sadar, Irgi membayangkan wajah agresif Agnia saat sedang mendesah keenakan. Perlahan, kejadian tadi malam pun kembali Irgi tarik hingga berkelebatan jelas di benaknya."Ya ... ahh di situ, nikmat sekali." Racauan Agnia ketika sedang melakukan penyatuan semalam, rupanya benar-benar mengganggu kedamaian pikirannya. Menyebabkan Irgi mendesis kesal, karena untuk kedua kalinya, Irgi merasa libidonya naik ke permukaan."Sial! Apa yang sebenarnya terjadi padaku," bisiknya mendecak. Kemudian, ia lekas menarik diri dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Benar-Benar Murka

    Agnia menahan diri untuk tidak berlaku kasar pada lelaki di hadapannya. Paling tidak, sampai neneknya undur diri untuk memberi waktu pada cucunya berduaan dengan si lelaki. Walau sebenarnya Agnia merasa tak sudi jika harus berinteraksi lagi dengan Theo, tapi sepertinya ini adalah satu-satunya kesempatan yang Agnia punya sebelum mungkin nanti Agnia akan benar-benar memblokade lelaki itu agar tak lagi masuk ke hidupnya."Ya sudah, kalian kalau mau ngobrol silahkan. Kebetulan nenek mau ke warung dulu buat beli sayuran. Kalau ada yang harus diselesaikan ... selesaikan dengan cara baik-baik. Kalian, kan, sudah sama-sama dewasa juga," tukas Desi memberi nasehat. Walau tidak tahu pasti permasalahan yang menimpa kedua sejoli itu, tapi neneknya ini cukup peka bahwa sang cucu diduga sedang berselisih paham dengan pacarnya itu.Theo mengangguk kikuk. Sempat menyahut sedikit, agak berbasa-basi. Lain hal dengan Agnia, sejak diajak masuk ke dalam oleh neneknya, ia memilih untuk diam di tengah per

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Tamu Tak Diundang

    Setelah menyelesaikan urusan sarapannya di kafe yang tadi mereka kunjungi, akhirnya Irgi memutuskan untuk mengantarkan Agnia pulang sebelum aktivitas hariannya kembali dimulai.Selama di perjalanan, keduanya memilih diam. Lebih tepatnya, Irgi seolah membatasi Agnia untuk banyak bicara apalagi jika harus membahas soal permintaan Agnia sebelumnya. Setidaknya, sampai Irgi siap kembali membuka topik pembicaraan tersebut."Bapak turunin saya di depan aja," celetuk si wanita memecah sunyi. Sejenak, Irgi menaikkan sebelah alisnya di tengah ia yang melirik ke sumber suara. "Kenapa?" Tanyanya datar.Mendecak pelan, Agnia yang balas melirik pun menjawab, "Ya gak kenapa-kenapa, Pak! Saya cuma gak mau aja kalo sampe nenek saya liat saya diantar sama bapak.""Alasannya?" Irgi menoleh singkat.Sedikit membuat Agnia jengkel, tapi tetap saja ia harus memberi jawaban. "Nenek saya galak," ujarnya bohong. Padahal, Agnia hanya tidak mau jika sampai neneknya banyak bertanya mengenai siapa dan kenapa Agn

  • Skandal Satu Malam Bersama Pak Dosen   Sebuah Permohonan

    PLAK.Satu tamparan telak telah mendarat sempurna di pipi Beni. Agnia menatap marah seakan ingin menelannya hidup-hidup. "Kenapa lo lakuin itu ke gue, Ben?" Beni menunduk. Disaksikan oleh Irgi yang anteng melipat kedua tangannya di dada."JAWAB, BENI!" raung Agnia kesal. Lelaki itu tampak ragu bahkan untuk sekadar menaikkan pandangan. Akan tetapi, Agnia terus mendesak hingga akhirnya Beni terpaksa buka suara."Maafin gue, Nia. Gue khilaf," gumam Beni setia menunduk. Namun, sepertinya Agnia tidak cukup puas dengan jawaban yang Beni layangkan."Saya sudah melaporkan perbuatanmu pada pemilik bar di mana kamu bekerja."Mendengar itu, Agnia yang berniat untuk meluapkan lagi kekesalannya pada Beni pun turut menoleh ke sumber suara."Karena itu merupakan tindakan kejahatan, saya juga akan melaporkan temanmu ini pada pihak berwajib. Itupun, jika kamu mau …." ucap Irgi memberi akses. Tentu saja, hal itu membuat Beni ketakutan hingga tanpa diduga, ia sigap bersimpuh di kaki Agnia. "Jangan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status