Dengan gerakan cepat Alvarendra mengecup singkat bibir Aretha.
Aretha tampak terkejut matanya membulat sempurna jantungnya berdegup kencang menyadari sesuatu yang kenyal menempel di bibirnya walaupun hanya sebentar. Senyum merekah di bibir Alvarendra melihat ekspresi wajah Aretha. "Mas pergi ke kantor dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi mas!" Pamit Alvarendra berjalan keluar dari Villa Grand Luxury. "Aretha sadar, Mas Alvarendra baik kepadamu karena saat ini status kalian masih suami istri, cepat atau lambat dia pasti akan menceraikan_mu. Jadi jangan sampai berharap lebih darinya, apalagi sampai menaruh perasaan kepadanya." Batin Aretha mengingatkan dirinya sendiri. Aretha membuka hpnya, dia membuka beranda akun sosial medianya. Dia tampak terkejut melihat foto dirinya yang sedang digendong oleh Alvarendra menjadi trending topik. Serta dibubuhi dengan caption "CEO FR Group Alvarendra menggendong seorang wanita masuk ke dalam rumah sakit, ini merupakan pertama kalinya Alvarendra menggendong seorang wanita dengan cara bridal style". Beruntung foto tersebut diambil dari belakang dengan jarak agak jauh sehingga wajah Aretha tidak terlihat. Dalam waktu singkat foto tersebut sudah mendapat beragam komentar. "Posisi Alisa akhirnya tersingkir sebagai kekasih Alvarendra." "Aku yakin wanita tersebut merupakan seseorang yang spesial bagi Alvarendra, dilihat dari bagaimana cara Alvarendra memperlakukannya." "Aku jadi penasaran seperti apa rupa wajahnya?" "Aku justru penasaran dengan tanggapan istri Alvarendra ketika melihat postingan ini?" Itulah beberapa komentar dari netizen. "Semoga tidak ada yang mencurigai bahwa wanita yang ada dalam postingan tersebut adalah aku." Batin Aretha berharap. *** Keesokan harinya Aretha berangkat ke kampus walaupun kakinya masih terasa sedikit sakit, sehingga dia berjalan dengan hati-hati. "Aretha, kakimu kenapa?" Tanya Shela melihat kaki Aretha masih tampak bengkak. "Terkilir." Jawab Aretha mendaratkan bokongnya di atas kursi. "Aretha, kemarin Alvarendra juga mengantarkan seorang wanita ke rumah sakit, katanya wanita tersebut kakinya terkilir sama sepertimu." Aretha tampak terkejut mendengar ucapan Shela. "Semoga saja Shela tidak curiga kalau wanita tersebut adalah aku." Batin Aretha penuh harap. "Atau wanita tersebut sebenarnya adalah kamu?" Tebak Shela menatap ke arah Aretha. DEG Aretha terkejut matanya membulat sempurna mendengar ucapan Shela. Dengan cepat dia memalingkan wajahnya namun Shela sudah melihat ekspresi terkejut di wajahnya. "Jangan dianggap serius aku cuma bercanda." Shela tertawa kecil mencoba mencairkan suasana. "Tapi aku nggak nyangka posisi Alisa bisa secepat itu digantikan oleh wanita lain, padahal dia cantik kariernya juga bagus." Shela berkata sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Namanya juga pria apalagi punya uang serta kekuasaan pasti bisa dengan mudah menggaet wanita manapun yang disukainya." Ujar Aretha menimpalinya. "Apa kamu juga pernah berpikir untuk menjadi kekasihnya Alvarendra? Selain tampan dia juga kaya raya loh." Shela menoleh ke arah Aretha menunggu jawaban darinya. "Menjadi kekasihnya? Kamu aja sana, aku mah ogah." "Jangankan menjadi kekasih dilirik saja nggak pernah, beginilah nasib menjadi wanita jelek." Shela berujar dengan lesu sadar diri karena warna kulitnya cokelat kehitaman serta hidung pesek sebenarnya dia terlihat manis, namun Shela tetap merasa insecure. "Jangan insecure kamu sebenarnya cantik!" Aretha menoleh ke arah Shela mencoba menghiburnya. "Kamu tidak perlu menghiburku, aku cukup tahu diri. Bisa-bisanya kulit hitam dekil seperti ini kamu bilang cantik, belum lagi hidungku juga pesek." Shela mencebikkan bibirnya. "Shela Shela cantik itu relatif." Seorang dosen masuk ke dalam ruangan tersebut menghentikan obrolan mereka. *** Fano mengetuk pintu ruang CEO. Tok ... tok ... tok! "Masuk!" Terdengar suara Alvarendra dari dalam ruang CEO, Fano segera membuka pintunya lalu masuk ke dalamnya. Terlihat Alvarendra sedang duduk di kursi kerjanya. "Bagaimana apa kamu sudah tahu siapa pria yang kemarin berpelukan dengan Aretha di restoran?" Alvarendra menatap ke arah Fano menuntut jawaban darinya. "Pria tersebut merupakan mantan kekasihnya Bu Aretha yang baru saja kembali dari luar negeri. Dia bernama Evan." Jawab Fano menjelaskan. "Mantan kekasih?" Alvarendra kembali bertanya memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar. "Iya benar Pak. Evan merupakan kekasih Bu Aretha ketika SMA, mereka juga pernah dijuluki sebagai best couple." Tanpa sadar Alvarendra mengepalkan tangannya mendengar ucapan Fano. "Apa setelah Evan kembali Aretha akan bersama dengannya lagi?" Batin Alvarendra entah kenapa rasanya tidak rela Aretha kembali bersama dengan mantan kekasihnya. Alvarendra perlahan memejamkan matanya sambil menarik nafas dalam-dalam dan hembuskan secara perlahan, berusaha mengendalikan emosi dalam dirinya. "Fano, atur jadwal pertemuanku dengan Mr. Aron!" Ujar Alvarendra kembali membuka matanya setelah beberapa saat kemudian. Mr. Aron merupakan pemilik Production House (ph) yang menaungi film yang dibintangi oleh Alisa. "Baik Pak." "Sepertinya Pak Alvarendra dan Mr. Aron akan bertemu untuk membahas tentang film Alisa yang tertunda penayangannya?" Batin Fano menebak, berjalan keluar dari ruang CEO. Alvarendra meraih HP-nya, dia melihat foto dirinya bersama dengan Aretha yang dijadikan sebagai wallpaper di hpnya. Diamatinya foto tersebut dalam waktu yang cukup lama tanpa sadar seulas senyum tipis terbit di bibirnya. "Aretha." Gumamnya lirih tanpa mengalihkan pandangannya dari foto dirinya dan Aretha di layar hpnya. * "Aretha, lihat itu Evan sepertinya dia sedang menunggumu." Risa menyenggol lengan Aretha agar Aretha mengikuti arah pandangnya. "Nggak mungkin Kak Evan menungguku, hubungan kita sudah berakhir." Aretha mengikuti ke arah yang ditunjuk oleh Risa, saat sedang menatap ke arah Evan ternyata Evan juga menatap ke arahnya. Membuat pandangan mereka saling bertemu namun dengan cepat Aretha memalingkan wajahnya merasa malu. "Aretha ...." Gumam Evan lirih dari seberang sana. Setiap kali teringat Aretha sudah menikah dadanya terasa sesak. "Jadi kamu dan Evan sudah putus?" Risa bertanya memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar. "Iya aku dan Evan sudah putus." Aretha berujar dengan bibir bergetar. Risa terkejut mendengarnya karena selama ini Aretha tidak pernah bercerita kalau dia sudah putus dengan Evan. "Kenapa kamu dan Kak Evan putus?" Risa menatap ke arah Aretha menuntut jawaban darinya. "Kita sudah merasa tidak cocok, ayo pergi dari sini!" Aretha menari pergelangan tangan Risa mengajaknya pergi dari sana. "Tidak cocok bagaimana?" Risa menatap heran ke arah Aretha. "Ya kita sudah merasa tidak cocok aja, pola pikir kita berbeda." "Pola pikir setiap orang berbeda kali, sejak kapan kamu putus dengan Evan? Kenapa selama ini kamu tidak pernah cerita kepadaku." Risa semakin penasaran dengan putusnya hubungan Ayra dan Evan. "Dua tahun, maaf aku tidak cerita kepadamu tentang masalah ini." Setitik air mata Aretha menetes di kedua pipinya, namun dengan cepat dia menghapusnya. "Aku juga minta maaf jika ucapanku justru menyinggung_mu." Risa merasa bersalah karena sudah mencerca Aretha dengan berbagai pertanyaan. Sedangkan Aretha hanya menggelengkan kepalanya pelan. Hingga akhirnya terdengar suara dering hp menarik perhatian mereka. "Aretha, sepertinya hpmu bunyi?" Aretha membuka tasnya mengambil benda pipih yang tersimpan di dalamnya. Terdapat panggilan masuk ke hpnya dari dokter Wilson (dokter yang merawat ibunya Aretha). Dokter Wilson: Selamat siang. Aretha: Siang juga dok, ada apa? Dokter Wilson: Ada hal penting yang ingin aku sampaikan kepadamu. "Hal penting apa yang sebenarnya ingin dokter Wilson sampaikan, apa ada hubungannya dengan kondisi ibu?" Batin Aretha bertanya-tanya."Aretha, ada yang ingin aku bicarakan berdua denganmu." "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, hubungan kita sudah berakhir. Silahkan pergi dari sini!" Usir Aretha, dia tidak ingin bertemu dengan Alvarendra saat ini. Apalagi sampai dicap sebagai orang tiga karena menjalin hubungan dengan pria yang sudah beristri. "Semuanya hanya salah paham, karena itu aku ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara kita lima tahun yang lalu." Alvarendra akhirnya membuka mulutnya berusaha menjelaskan kesalahan pahaman yang terjadi lima tahun yang lalu. "Salah paham?" Aretha menatap ke arah Alvarendra meminta penjelasan darinya. Alvarendra menganggukkan kepala sebagai jawabannya. "Sebenarnya kesalahan pahaman seperti apa yang dimaksud oleh Mas Alvarendra?" Batin Aretha merasa penasaran. "Beri aku kesempatan untuk menjelaskannya." Alvarendra menatap penuh harap ke arah Aretha. Aretha tampak terdiam berusaha mempertimbangkan permintaan Alvarendra. "Baiklah." Ujar Aretha lirih set
Lima tahun berlalu kini Aretha tidak lagi sendirian ada seorang anak laki-laki yang bersama dengannya. Yaitu anak laki-laki yang lahir dari rahimnya, anak dirinya dengan Alvarendra yang diberi nama Rafa.Selama lima tahun terakhir ini Aretha memfokuskan diri mengurus putranya serta butik miliknya, sama sekali belum terbesit keinginan untuk menikah lagi.Siang itu Aretha menjemput Rafa di sekolahnya seperti biasa."Bu, Rafa mau balon." Rafa merengek sambil menunjuk ke arah beberapa balon dengan beragam bentuk dan warna.Aretha menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Rafa, ada penjual balon di seberang jalan."Tunggu sebentar!" Aretha menoleh ke kanan serta ke kiri sebelum menyeberang jalan. Rafa yang sudah tidak sabar ingin membeli balon berlari begitu tanpa menunggu ibunya."Rafa!" Teriak Aretha terkejut sekaligus panik melihat sebuah mobil hampir menabrak Rafa. Beruntung pengemudi mobil segera mengerem mobil dengan cepat sehingga Rafa bisa selamat.Aretha langsung berlari ke arah Rafa lal
Alvarendra berjalan dengan cepat keluar dari restoran lalu masuk ke dalam mobilnya. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi agar bisa secepatnya sampai di apartemen untuk menanyakan alasan Aretha menjual kalung berlian "the hope diamond"."Kalau Aretha butuh uang seharusnya bilang langsung kepadaku, bukan malah menjual kalung berlian "the hope diamond" miliknya." Sepanjang perjalanan Alvarendra terus menggerutu kesal.Setelah sampai di apartemennya Alvarendra langsung membuka pintunya sambil memanggil nama Aretha dengan keras."Aretha, Aretha, Aretha ....!"Alvarendra berjalan masuk ke dalam apartemennya, namun apartemennya terlihat sepi seperti tidak ada kehidupan di dalamnya."Kenapa sepi, apakah Aretha belum pulang?" Batin Alvarendra sambil mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Aretha di beberapa ruangan, namun sama sekali tidak menemukan keberadaan Aretha di dalamnya.Dia akhirnya berjalan menuju ke kamarnya lalu masuk ke dalamnya. Pandangannya tanpa sengaja melihat
"Mungkin seperti ini jauh lebih baik, Aku menikah dengan Alvarendra demi uang agar tetap bisa melanjutkan kuliah serta membiayai pengobatan ibu. Sekarang aku sudah lulus kuliah dan ibu juga sudah meninggal dunia. Saatnya aku belajar mandiri agar tidak bergantung terus dengan Alvarendra." Kata Aretha berusaha tetap berpikir positif dengan apa yang terjadi."Lebih baik kita fokus jalani kehidupan kita sendiri, tidak perlu peduli dengan Alvarendra." Sahut Tasya."Sya, aku hamil." Aretha akhirnya memberi tahu tentang kehamilannya kepada Tasya.Tasya terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Aretha. "Apa hamil, kamu serius?" Tanyanya memastikan."Iya, tapi aku sangat bersyukur karena aku tidak sendirian ada bayi di dalam perut ini yang akan menemaniku." Jawan Aretha tersenyum sambil mengusap perutnya yang masih rata."Aretha, menjadi single parent bukankah hal yang mudah." Ujar Tasya mengingatkan."Dua tahun ini hidupku juga tidak mudah tapi aku berhasil melaluinya. Aku yakin ibu memilih
"Aretha!" Panggil Evan membuat Aretha mengangkat pandangannya menatap ke arahnya."Iya Kak?""Kenapa nggak dimakan soto ayamnya?" Tanya Evan melihat soto ayam di mangkuk Aretha masih banyak."Ini dimakan, Kak." Jawab Aretha kembali memakan soto ayamnya."Sepertinya Aretha sudah jatuh cinta dengan Alvarendra?" Batin Evan menyadari perubahan ekspresi di wajah Aretha setelah melihat berita akuisisi HR Group.Setelah selesai makan Evan mengantarkan Aretha ke apartemen Grand Luminor."Terima kasih Kak." Aretha tersenyum ke arah Evan setelah turun dari mobil."Sama-sama."Evan menatap ke arah Aretha yang berjalan masuk ke dalam apartemen Grand Luminor."Meskipun kita tidak ditakdirkan untuk kembali bersama, aku berharap kamu bisa hidup bahagia." Gumam Evan lirih.Aretha membuka pintu apartemennya terlihat gelap dan sepi menandakan Alvarendra belum pulang."Sepertinya Mas Alvarendra belum pulang?" Batin Aretha berjalan masuk ke dalam apartemen lalu menyalakan lampunya.Dia masuk ke dalam kam
Evan yang melihatnya segera menahan tub uh Aretha sehingga tidak jatuh ke lantai, mengangkatnya ke dalam gendongannya. Dia membawa Aretha menuju ruang rawat."Aretha baru berusia 21 tahun tapi sudah harus kehilangan ayahnya, dan sekarang juga kehilangan ibunya." Batin dokter Wilson menatap iba ke arah Aretha yang sedang digendong oleh Evan.Terdengar bisik-bisik beberapa dokter dan perawat yang melihat Evan menggendong Aretha."Beruntung Aretha mempunyai suami yang tidak hanya tampan, tapi juga begitu perhatian.""Aku juga mau punya suami yang tampan serta perhatian."Evan seolah menulikan pendengarannya, dia tetap menggendong Aretha tidak peduli dengan beberapa orang yang sedang membicarakannya.Evan merebahkan Aretha di atas ranjang rumah sakit. Dia menatap iba wajah pucat Aretha yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Wanita yang pernah menjadi kekasihnya memberi warna dalam kehidupannya kini terlihat begitu rapuh. Ada perasaan bersalah karena pernah menuduh Aretha yang t