Share

Bab 6: Minta Dipegang?

Author: NACL
last update Last Updated: 2025-08-26 09:55:16

Bukannya pergi, Laras justru membeku di tempat. Kelopaknya makin melebar kala gagang pintu itu bergerak. Bayangan seseorang memantul pada kusen putih.

Sebelum pintu itu benar-benar terbuka, gegas Laras menyeret kakinya. 

Terlambat.

“Kamu di sini?” Suara tegas dan dingin familiar itu menyambar telinga. “Mau ke mana?”

Laras menoleh pelan, dan langsung menunduk ketika melihat kancing kemeja Dirga yang tidak terkancing rapi. Sebagian terbuka memperlihatkan dada bidangnya. 

Gadis itu terperanjat. Benaknya otomatis menerka-nerka, tetapi buru-buru ia menepis pikiran itu. Jangan-jangan hanya salah dengar … atau memang ada sesuatu di balik pintu tadi?

“Saya … mau ambil minum, Dok.” Laras menelan liurnya sendiri. Desahan barusan masih membekas dalam benaknya.

“Balik ke kamar!” Dirga mengedik dagunya pada pintu ruang tindakan. “Jangan banyak gerak dulu.” 

“Saya masih kuat.” Dadanya berdegup kencang, Laras memutar badan. Sebelum berhasil melangkah mendadak tubuhnya kembali melayang. 

“Dokter!” pekiknya.

Dirga menggendongnya lagi.

Saat tubuhnya terangkat, Laras bisa melihat Amanda menatapnya tajam dari pintu yang terbuka lebar. Dokter itu bahkan menunjuk matanya, lalu menunjuk mata Laras.

Tak lama Laras mendengar. “Ga, biar aku yang bantu Laras. Kamu praktek aja. Pasien kamu udah banyak.”

Dirga melirik jam tangannya sesaat. Lalu mengalihkan pandangan pada Laras. 

Laras menggeleng pelan. “Benar, kasian pasien.” Ia memaksakan senyum. Jaraknya saat ini benar-benar dekat dengan Dirga.

“Oke. Saya antar kamu dulu.” Dirga kembali melangkah. Diikuti Amanda yang berwajah masam, dan hanya Laras yang bisa melihatnya.

Setelah membaringkan Laras. Dirga bergegas keluar. Langkahnya terlihat sangat lebar.

Sekarang di ruangan ini hanya tersisa Laras dan Amanda. Keduanya saling beradu pandang.

Amanda melirik sekilas, ujung bibirnya berkedut miring. “Kamu haus, ya? Padahal dari tadi Dirga udah sibuk ngurusin kamu.”

Laras terdiam, jemarinya meremas ujung selimut.

Nada Amanda mendadak meninggi. “Kamu pikir gampang banget cari perhatian dia? Jangan coba-coba, Laras.”

Meskipun tenggorokannya terasa perih, ia menyahut, “Saya cuma haus, itu aja.”

Yang lebih menyakitkan justru pertanyaannya dalam hati.

‘Kenapa Dokter Dirga diam saja? Kenapa membiarkan Dokter Amanda terus menekan aku?’

Ia menunduk, memejamkan mata sebentar, menahan gejolak di dadanya. Ingin berdiri dan berlari, tetapi kakinya masih nyeri.

“Dirga itu udah punya anak. Usianya sama kaya kamu. Dan kamu lebih cocok jadi anaknya bukan pasangannya!” Amanda tersenyum sinis.

Satu lagi fakta tentang Dirga yang baru ia tahu. Sesuai dugaan, Dokter tampan itu memang sudah berkeluarga. Entah kenapa dadanya menjadi sesak.

 “Iya, Dokter Amanda tenang aja, saya nggak mungkin ngerebut Dokter Dirga,” pungkas Laras.

“Bagus, deh. Kamu memang harus sadar diri.”  Amanda tersenyum sinis, lalu duduk di kursi besi yang tersedia. Mengeluarkan ponsel dan asyik sendirian. 

Laras menahan rasa kering di tenggorokannya yang makin menjadi. Baru setelah Dinda datang membawa sebotol air dan nasi bungkus, ia bisa bernapas lega.

Menjelang sore, dengan tubuh lelah dan pikiran kalut, ia memberanikan diri meminta izin pada Dirga untuk pulang lebih awal.

Sebelum meninggalkan area klinik, Laras merasa sepasang mata memperhatikannya. Saat menoleh ia hanya melihat Dirga yang berbincang bersama para perawat, tepat di depan pintu. 

*

Hari demi hari bergulir, tetapi ucapan Amanda malam itu masih saja mengusik. ‘Dirga itu udah punya anak. Dan kamu lebih cocok jadi anaknya bukan pasangannya!’

Kalimat itu berputar di kepalanya. Ia juga heran kenapa memikirkan hal itu. Tanpa terasa, sudah satu minggu Laras tinggal di desa ini.

Kakinya berangsur membaik. Ia mulai kembali bertugas menemani Dirga sampai malam di klinik. Termasuk berkeliling kampung memeriksa anak-anak yang sakit. 

“Kamu bisa istirahat di rumah warga.” Dirga menoleh pada Laras yang baru saja meneguk air mineral.

“Saya mau ikut, Dok. Nggak enak juga diem aja di rumah warga.” Laras mengerucutkan bibirnya.

Lalu ia berdiri, mendekati Dirga yang selangkah di depannya. Laras tertegun saat Dirga tersenyum kecil ke arahnya. Bahkan pria itu juga mengulurkan tangannya. 

“Pegang tangan saya. Kamu nggak bakal jatuh.” 

Laras bergeming. 

Tidak mungkin ia berpegangan tangan dengan pembimbingnya. Meskipun tidak ada Amanda di sini, tetap saja tatapan tajam wanita itu menghantui.

“Lihat jalan di depan kamu. Yakin bisa lewat?” sambung dokter itu.

Laras menghela napas panjang tatkala melihat jembatan bambu kecil itu sudah lapuk, sebagian bilahnya miring, dan celah-celahnya menganga. Di bawahnya ada sungai dengan aliran kecil dan berbatu besar-besar.

Dirga tetap mengulurkan tangan. 

Dengan terpaksa, Laras meraih genggaman itu. Tentu saja karena takut jatuh bukan atas keinginannya sendiri.

Dirga memeganginya dengan erat. Namun, setelah melewati jembatan, tangan mereka masih saling menempel hingga Dirga menarik Laras lebih dekat. Kepalanya mendekat, dan tangan satunya terulur ke tengkuk gadis itu. 

“Dokter ….” Laras menahan napas tatkala aroma mint memenuhi indera penciumannya. 

Dunianya terasa hening dan senyap kala Dirga berbisik tepat di depan wajahnya.

 “Tutup mata dan diam.”

NACL

Selamat Datang di Buku Baruku Teman Teman ^^ Semoga suka dengan kisahnya Laras dan Dirga Makasih Banyaaaaaaak ^^

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Skandal Terlarang Bersama Mertuaku   Bab 7: Melihat Badannya

    Refleks Laras menutup mata dan tangannya meremas kuat tali tas. Tubuhnya pun menegang ketika napas hangat Dirga menerpa pipinya. “Sekarang buka mata,” kata Dirga datar, “ulatnya sudah saya buang.” Seketika Laras memelotot. “Apa dok?! Ulat? Di mana?” “Bahu kamu, tadi.” Dirga menunjuk kerah baju Laras. Ekspresinya datar, berbeda dengan beberapa saat lalu. Saking paniknya Laras menjerit dan refleks meraih tangan Dirga. Memeluknya. Bahkan ia menyembunyikan wajah di lengan pria itu. “Laras?” tegur Dirga. Suaranya serak dan tubuhnya menegang. Ya, Laras bisa merasakan kala otot lengan pria itu mengencang. Sadar akan sikap impulsifnya, ia langsung melepas tangan Dirga. Gadis itu menggigit bibir dan menghela napas. “Kenapa nggak bilang dari tadi, Dok?” Suara Laras masih gemetar. “Kalau bilang, kamu pasti panik. Jadi saya buang dulu.” Nada bicara Dirga tetap tenang, seakan semua ini hal biasa baginya. Sedangkan bagi Laras, tentu luar biasa. Hidup di desa yang masih dikelilingi kebun me

  • Skandal Terlarang Bersama Mertuaku   Bab 6: Minta Dipegang?

    Bukannya pergi, Laras justru membeku di tempat. Kelopaknya makin melebar kala gagang pintu itu bergerak. Bayangan seseorang memantul pada kusen putih. Sebelum pintu itu benar-benar terbuka, gegas Laras menyeret kakinya. Terlambat. “Kamu di sini?” Suara tegas dan dingin familiar itu menyambar telinga. “Mau ke mana?” Laras menoleh pelan, dan langsung menunduk ketika melihat kancing kemeja Dirga yang tidak terkancing rapi. Sebagian terbuka memperlihatkan dada bidangnya. Gadis itu terperanjat. Benaknya otomatis menerka-nerka, tetapi buru-buru ia menepis pikiran itu. Jangan-jangan hanya salah dengar … atau memang ada sesuatu di balik pintu tadi? “Saya … mau ambil minum, Dok.” Laras menelan liurnya sendiri. Desahan barusan masih membekas dalam benaknya. “Balik ke kamar!” Dirga mengedik dagunya pada pintu ruang tindakan. “Jangan banyak gerak dulu.” “Saya masih kuat.” Dadanya berdegup kencang, Laras memutar badan. Sebelum berhasil melangkah mendadak tubuhnya kembali melayang. “Dok

  • Skandal Terlarang Bersama Mertuaku   Bab 5 : Ah, Pelan-pelan

    Laras membeku di ambang pintu. Sungguh tak menduga mendapat tamu ‘penting’ pukul lima pagi ini. “Pagi-pagi gini mau ke mana, Dok?” “Siap-siap. Ikut saya,” kata pria itu, suaranya datar. “Tapi saya—” “Jangan bikin saya ngomong dua kali. Cepat!” Dirga mengedik dagunya pada Land Cruiser hitam yang terparkir di seberang jalan bertanah kering. Sebenarnya Laras ingin menolak. Namun, melalui cara pandang Dirga, Laras seolah tidak memiliki pilihan lain. Andai saja ia membantah, bisa-bisa besok hidupnya dibuat tidak tenang. “Saya … ganti baju dulu, Dok.” Laras menatap lekat pada Dirga yang sudah rapi dengan kemeja navy digulung sebatas siku. Berbanding terbalik dengannya masih menggunakan piyama kucing ungu muda. Selesai mengganti bajunya, Laras menghampiri Dirga. Pria itu sudah menunggu di dalam mobil. Tangannya cekatan membuka pintu penumpang di depan. Namun, Laras bergeming. Ia pikir Dirga datang sendirian … menjemputnya. Ternyata ada wanita lain yang duduk di samping pria

  • Skandal Terlarang Bersama Mertuaku   Bab 4 : Aku yang Lepas

    “Laras …,” bisik Dirga rendah, “apa kamu ….” Tiba-tiba tangannya membingkai pipi Laras yang dingin. Telapak hangat pria itu membuat Laras tersentak. Menembus kulit dingin, melebur antara waswas dan nyaman. 'Sial, perasaan apa ini?' pikirnya. Ia mendongak. Pandangannya bertemu dengan sepasang mata karamel yang indah. Kelopaknya tak berkedip beberapa detik. Entah terpaku karena kotak obat yang hampir menimpanya atau efek berada sedekat ini dengan Dirga. Dirga mengulang lagi, “Laras? Saya mau—” Refleks Laras mendorong Dirga sebelum menyelesaikan ucapannya, tetapi jemarinya malah menyentuh dada bidang keras. Namun, pria itu sama sekali tidak bergeser. Tidak mungkin ‘kan pria itu mau melakukan sesuatu padanya? Di ruangan ini?! Laras menggeleng cepat. “Jangan, Dok.” “Kenapa jangan? Kamu harus mau.” Perintah itu lolos dari bibir Dirga yang kini menjadi pusat perhatian Laras. Agak tebal dan sensual. Alih-alih mundur, Dirga justru merapatkan wajah. Rahang berjanggut tipis

  • Skandal Terlarang Bersama Mertuaku   Bab 3 : Buka Bajumu, Sekarang!

    Laras menelan ludah saat menyadari bahwa Dirga tak berpaling darinya. Tangannya meremas celana hitam di atas paha, tatkala ia melirik kening memar pria itu. Kini ia mengutuk diri karena serba salah, yakin bahwa pria itu pasti akan menghukumnya. Habislah ia jika Dirga mengumumkan kejadian pagi tadi pada semua orang. “Ya, saya Dokter Dirgantara Bradley.” Dirga tersenyum, dan tangan yang sebelumnya masuk ke dalam saku tiba-tiba menunjuk Laras. “Kamu.” Seketika Laras mendongak dan wajahnya menjadi pucat. Tubuhnya mendadak dingin setelah Dirga menunjuknya, mungkin … Dokter itu akan membongkar semua. “Umm … saya, Dok?” Laras menunjuk dirinya sendiri. Nahas nian nasibnya kini menjadi pusat perhatian para staf klinik dan aparat desa. Kalau hanya menghadapi Dirga sendirian mungkin ia bisa, tetapi ini di hadapan semua orang. Sebelum bicara, Laras menarik napasnya lebih dulu. Namun, saat ia baru saja membuka mulut, pria itu berkata lagi padanya. “Silakan perkenalkan diri.” Nada b

  • Skandal Terlarang Bersama Mertuaku   Bab 2 : Cowok Mesum!

    Udara gerah menusuk masuk melalui celah kaca yang sedikit terbuka, membuat jemarinya yang memeluk ransel ungu muda mengipas kecil.Laras menatap pemandangan kebun tebu yang membentang dari balik jendela mobil travel. Air matanya kembali mengalir, tanpa ia sadari. Bayangan wajah Rama muncul lagi. Kata-kata menyakitkan pria itu masih berputar di kepalanya, bahkan nyeri di rahang bekas cengkeraman masih terasa. Saat ini ia hanya ingin menjauh. ‘Kalau bukan karena dia ... aku nggak akan sejauh ini,’ batinnya. Apa iya dirinya selemah itu? Mobil travel melambat, lalu berhenti di pinggir jalan tanah merah dan berpasir. Laras buru-buru menyeka air matanya dengan punggung tangan, memastikan dua rekannya tidak menyadari. Ia bercermin melalui kamera ponsel, memastikan concealer masih menutup sisa memar di pipinya yang mulai sedikit samar. “Laras, ayo turun. Mobil jemputan udah datang, tuh,” seru salah satu temannya dari depan. Begitu turun, hawa desa yang gersang langsung menerpa w

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status