Share

Bab 7: Melihat Badannya

Author: NACL
last update Huling Na-update: 2025-08-26 15:26:35

Refleks Laras menutup mata dan tangannya meremas kuat tali tas. Tubuhnya pun menegang ketika napas hangat Dirga menerpa pipinya.

“Sekarang buka mata,” kata Dirga datar, “ulatnya sudah saya buang.”

Seketika Laras memelotot. “Apa dok?! Ulat? Di mana?”

“Bahu kamu, tadi.” Dirga menunjuk kerah baju Laras. Ekspresinya datar, berbeda dengan beberapa saat lalu.

Saking paniknya Laras menjerit dan refleks meraih tangan Dirga. Memeluknya. Bahkan ia menyembunyikan wajah di lengan pria itu.

“Laras?” tegur Dirga. Suaranya serak dan tubuhnya menegang. Ya, Laras bisa merasakan kala otot lengan pria itu mengencang.

Sadar akan sikap impulsifnya, ia langsung melepas tangan Dirga. Gadis itu menggigit bibir dan menghela napas.

“Kenapa nggak bilang dari tadi, Dok?” Suara Laras masih gemetar.

“Kalau bilang, kamu pasti panik. Jadi saya buang dulu.” Nada bicara Dirga tetap tenang, seakan semua ini hal biasa baginya.

Sedangkan bagi Laras, tentu luar biasa. Hidup di desa yang masih dikelilingi kebun membuatnya sulit beradaptasi.

Jantungnya tak kunjung tenang. Degup itu terus memburu. Matanya menatap was-was pada daun-daun jagung dan tebu yang menjuntai ke jalan setapak.

“Sudah tidak apa-apa. Ayo, jalan. Pulangnya kita langsung ke klinik.” Dirga tidak berjalan lebih dulu, melainkan menunggu Laras sejajar dengannya.

Mereka melangkah beriringan.

Sejak peristiwa di jembatan bambu tadi, Laras tidak bisa menenangkan debar dadanya. Bahkan saat Dirga menyodorkan senter, tangan gadis itu masih gemetar samar.

Setiap gesekan kulit mereka, dan tatapan singkat, terasa memercik api kecil yang membuat Laras makin kikuk. Bahkan sensasi itu terbawa sepanjang jalan pulang, hingga membuatnya salah langkah dan hampir tergelincir.

“Hati-hati. Atau kakimu sakit lagi,” bisik Dirga tepat di telinga Laras. Tangannya memegangi gadis itu.

Entah sengaja atau tidak, Laras merasakan ibu jari pria itu membelai pergelangan tangannya. Ia berusaha menarik diri, tetapi Dirga menahannya.

“Umm ... gimana kalau Dokter jalan di depan aja? Nanti saya ngikutin.” Nada bicara Laras dibuat senetral mungkin. Tubuhnya mulai bereaksi, telapak tangannya berkeringat dingin.

“Ide bagus.” Dirga mengangguk. Namun siapa sangka hanya merubah posisi saja. Tangan mereka tetap saling bertaut, sampai mencapai mobil.

Ketegangan Laras tak kunjung usai. Bahkan sebelum masuk mobil yang terparkir di kebun, sepi dan tanpa rumah penduduk. Hanya suara jangkrik dan desir angin menemani. Ia memutar tubuhnya, menatap ke arah gelap.

Baru beberapa detik kemudian ia mendengar suara kain tersibak di belakang. Nalurinya berbalik, dan matanya langsung membelalak melihat Dirga sudah menarik kaosnya hingga ke kepala.

Laras buru-buru memalingkan wajah, tetapi ekor matanya justru curi-curi pandang. Lidahnya terasa kelu, padahal ingin protes. Akhirnya hanya desahan kecil lolos dari bibirnya, “Dokter .…”

Dirga terkekeh kecil. “Kenapa? Kamu harus terbiasa.”

‘Apa terbiasa? Lihat badannya?’ gumam Laras dalam hati, wajahnya jadi memanas.

“Kenapa harus ganti baju di sini …,” bisiknya sangat pelan.

“Nggak ada tempat lain. Kamu harus terbiasa melihat tubuh pria atau wanita. Sebagai dokter kita tidak boleh memilih pasien.” Dirga membuka pintu mobilnya. “Masuk, kita pulang.”

Sungguh Laras dibuat bungkam tanpa pelawanan. Ucapan Dirga memang benar, tetapi barusan yang ia lihat jelas bukan badan pasien melainkan pria sehat. Degup jantungnya pun makin menggila.

Perjalanan pulang berlangsung senyap. Hanya suara sepatu kets Laras bergesek di karpet mobil.

Sementara Dirga fokus mengemudi mobil. Sesampainya di rumah, pria itu berkata “Besok datang lebih pagi. Jangan terlambat.”

Laras mengangguk. “Iya, Dok.” Ia turun, masih bisa merasakan tatapan samar dari balik kaca mobil sebelum kendaraan itu melaju pergi.

Malam itu, Laras langsung merebahkan dirinya di dipan. Tangannya memegangi dada dan matanya menatap langit-langit.

‘Tutup mata dan diam.’ Bisikan itu terus terngiang, membuatnya sulit tidur. Ia terus berguling kanan dan kiri.

Pagi harinya, ia terlambat bangun. Laras setengah berlari menuju klinik. Napasnya tersengal dan keringat bercucuran. Namun begitu masuk, langkahnya langsung membeku.

Suasana klinik terasa ganjil. Wajah para staf menegang, bahkan pasien anak yang biasanya mengantre terlihat lengang.

Laras masuk ke ruangan Dirga. Tidak ada aroma parfum maskulin, termasuk bayangan tubuh jangkung itu di ruang praktek. Hanya satu sosok yang menunggunya di kursi kerja Dirga.

Amanda tersenyum sinis yang membuat tengkuk Laras dingin.

“Cari siapa? Dirga nggak ada,” sinis Amanda terdengar tajam. “Sekarang, dia bukan pembimbingmu lagi.”

Tubuh Laras mendadak membeku. Napasnya juga tercekat. Otaknya masih mencerna apa maksud ucapan wanita itu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Koirul
di mana mana ada musuh
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Skandal Terlarang Bersama Mertuaku   Bab 126: Dituduh KDRT

    Berkat bantuan tetangga yang memiliki mobil, Paman Laras dibawa ke klinik. Dirga pun tidak mengangkat sendirian. Sampai di klinik 24 jam terdekat, Rahul segera diperiksa.Sementara Dirga berkoordinasi dengan dokter umum, Laras dan bibinya duduk gelisah di ruang tunggu.“Sejak kapan Mamang punya penyakit jantung, Bi?” Suara Laras mengalun pelan. Sepengetahuannya, Rahul selalu sehat. Bahkan tak pernah minum obat.Ratih menghela napas. “Nggak lama setelah kamu nikah sama Den Rama. Maaf, Bibi nggak cerita, takut ganggu rumah tangga kamu sama suami.”Laras makin prihatin mendengarnya. Sekarang pamannya baru tahu kalau Rama dipenjara dan melakukan KDRT, apa jadinya jika ia membongkar tentang perceraian dan tujuannya pulang kampung untuk meminta restu? Parahnya, ia akan menikahi mantan ayah mertuanya sendiri. Mungkin … dunia Rahul bisa luluh lantak.Laras menunduk, tatapannya jatuh pada perut. Teringat janinnya, sepertinya ia akan menutup rapat-rapat peristiwa kelam itu dari keluarga besar.

  • Skandal Terlarang Bersama Mertuaku   Bab 125: Minta Restu 2

    Laras menahan napas seketika. Jantungnya serasa merosot ke lambung. Ia bingung menjawab pertanyaan itu. Bukan tak pernah terpikir sebelumnya, ia sudah menyiapkan jawaban. Hanya saja, pada praktiknya, terasa sangat sulit.“Umm … itu … ituu—”“Ya ampun, Ras! Ih, kamu pulang nggak bilang-bilang. Padahal Bibi bisa masak enak buat kamu sama Den Rama. Mana atuh suami sultan kamu itu?” celetuk bibinya dari arah dapur, dengan wajah berkeringat dan daster penuh cipratan minyak.Laras tersenyum kecil sambil memelintir ujung cardigan krem-nya. Ia juga melirik sang paman yang masih menunggu jawaban.“Eh, itu siapa laki-laki ganteng? Sopir Den Rama, ya?” gumam bibinya, membuat Laras membelalak dan menoleh. Wajah Dirga tampak kecut dan kusut. Sudah pasti pria itu mendengar celotehan sang bibi.“Siapa dia, Ras? Kenapa juga kamu nggak pulang sama Den Rama?” tegur sang paman, lagi Dirga yang baru saja selesai menurunkan barang-barang dari mobil bergegas mendekat. Ia langsung mengulurkan tangan.“Sela

  • Skandal Terlarang Bersama Mertuaku   Bab 124: Minta Restu 1

    Melihat kecemasan di wajah Laras, Dirga memeluk erat tubuh mungil wanitanya yang agak kurus setelah keguguran. Ia mengecup berkali-kali pucuk kepala rambut hitam. Namun, tak ada kata yang disampaikan, hanya sentuhan menenangkan.“Dokter jangan siang-siang pulangnya, nanti di jalan keburu banyak orang.” Laras memainkan jemarinya di atas dada bidang pria itu.“Hm. Yang, saya masih kangen. Tapi kamu benar.” Dirga mengurai pelukan dan mencium bibir kekasihnya. “Makasih sarapannya, calon istri.” Sebelah matanya mengedip nakal.Laras hanya terkekeh kaku melihat tingkah mantan ayah mertua yang selalu bisa menghibur.“Belum juga resmi dilamar, udah bilang calon istri aja,” celetuk Laras sambil mencubit perut keras pria itu.“Maunya apa? Istri? Boleh,” goda Dirga makin menjadi-jadi.Tak ingin menahan pria itu lebih lama di rumahnya, Laras mendorong pelan Dirga keluar dari pintu belakang.Sebelum Dirga meninggalkan rumah, pria itu membaca pesan di ponsel. Wajahnya agak tegang dan napasnya menja

  • Skandal Terlarang Bersama Mertuaku   Bab 123: Cemburu Pada Anak 

    ​ ​“Gila, kamu Rama!” geram Leo, sambil melangkah mundur dan melindungi kepalanya. ​Baru saja nampan itu nyaris menyentuh kepalanya, pintu terbuka lebar. Dua orang petugas kepolisian gegas meringkus Rama. Leo pun segera keluar dan menatap putra dari kliennya dengan perasaan setengah iba, setengah mengutuk. ​“Argh … ini semua salah om, dasar penipu kalian semua. Gue nggak bakalan tinggal diam,” teriak Rama yang sudah kesurupan oleh amarahnya sendiri. ​Kedua tangannya pun diborgol dan dipaksa untuk duduk dengan tenang. ​Dari luar jeruji besi, Leo berkata, “jalani saja hukuman ini Rama. Anggap ini sebagai pelajaran berharga dalam hidup.” ​“Jangan sok tahu lu Om. Lu nggak ngerti rasanya jadi gue kayak gimana!” Bentak pria itu. ​Meskipun tubuhnya sudah tak berdaya, Rama masih berusaha bangkit untuk mengejar Leo dan menuntaskan amarahnya. ​Sementara Leo memilih keluar dari gedung kepolisian. Pria itu mau hubungi Dirga, tetapi karena jaringan yang buruk akhirnya ia hanya mengirimkan p

  • Skandal Terlarang Bersama Mertuaku   Bab 122: Ditipu

    Laras membekap mulutnya sendiri. Cairan bening nan asin luruh di pipinya. Ia seolah tak percaya bahwa semua ini adalah kenyataan.“Mimpi, ya?” gumamnya, karena untuk dibayangkan saja … itu terlalu indah. Laras tidak sanggup.Jika dulu menikahi seorang Rama—sang idola kampus adalah mimpi indah, sekarang justru bercerai darinya adalah anugerah terindah.“Bukan mimpi, Yang,” bisik Dirga, sensual, tepat di telinga sang kekasih.Dengan cepat pria itu memutar badan Laras, mencium bibirnya di bawah jemuran pakaian yang berkibar tersapu angin. Untuk membuktikan semua kenyataan, Dirga menggigit dan melumat bibir atas dan bawah bergantian.Laras melenguh sambil mengalungkan lengannya di leher pria itu. Menikmati setiap gerakan lidah panas yang membakar gairahnya.Tangan duda nakal tak lagi memegangi pinggul Laras, melainkan menyelinap masuk ke dalam piyama kucing ungu muda.“Hng … Dokter,” lenguh Laras, tubuhnya sudah merespon untuk dibawa melintasi kenikmatan dunia.“Kita masuk, Yang,” ajak Di

  • Skandal Terlarang Bersama Mertuaku   Bab 121: Duda Nakal dan Janda Muda

    Leo tidak lantas turun dari mobilnya, melainkan tetap bertahan. Orang itu tampak mencurigakan, meskipun menggunakan pakaian training kuning menyala. Leo kembali menghubungi kliennya, tetapi gagal. Sinyal di sini sangat buruk. Kaca mobil di samping kemudi diketuk. Leo melirik tajam dan menyembunyikan bukti-bukti ke jok belakang. Ia pun menggeleng. “Buka, Pak!” Suara itu terdengar lantang. Leo pun menancap gas untuk mundur, tetapi bannya kehilangan daya cengkeram sehingga hanya berputar terus karena jalan tanah yang licin. “Apa mereka ini orang suruhan Rama?” gumam Leo yang tahu betapa liciknya anak itu. Leo berusaha tetap tenang, hingga ponselnya berpendar. Ada satu pesan masuk yang sedari tadi ia tunggu. [Ada orang yang jemput di perbatasan desa. Namanya Pak Dading. Ini fotonya.] Setelah mencocokkan wajah pria di sampingnya dengan gambar di ponsel, barulah Leo berani membuka kaca dan menyapa, “Pak Dading, ya?” “Oh, iya, betul, Pak Leo. Saya diminta Dokter Dirga jemput ke sini.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status