Share

Bab 3 Tidak Bisa Diubah

Setelah pernikahannya yang gagal dengan Bima, Hana pikir kemarin adalah hari yang paling buruk untuk dirinya, ternyata dia salah. Kemarin bukanlah hari terburuknya, melainkan hari ini. Entah mengapa dia merasa ketakutan sekali.

Apa kakaknya akan tahu tentang apa yang telah dia perbuat semalam? 

Apa Romeo telah memberitahu kakaknya, hal bodoh apa yang telah dia minta pada lelaki itu semalam?

Apa yang akan terjadi bila kakaknya sampai mengetahui skandal antara dirinya dengan Romeo?

Jantung Hana berdebar cepat. Wajahnya pucat. Mengingat kembali kejadian semalam, rasanya tidak mungkin.

Romeo ... Romeo ... Romeo ... apa aku perempuan yang sesuai dengan idaman kamu? tanya Hana pada dirinya sendiri. Hatinya perih sudah mengetahui jawaban atas pertanyaannya.

Benar kata Romeo, tindakannya ini hanya memalukan dirinya saja. 

Romeo tidak akan pernah menyukai dirinya. Romeo terlalu mencintai Mbak Susi. Itu alasan Romeo tidak pernah menikah hingga hari ini. Itu alasannya juga mengapa Romeo tidak pernah melirik dirinya.

Suara ketukan di pintu kamar Hana terdengar, diikuti dengan suara lembut perempuan.

"Hana, kamu sudah bangun?" Itu suara Mbak Susi.

Tubuh Hana menegang, yang ditakutkannya akhirnya datang juga. Ada seseorang yang datang ke kamarnya.

"Mbak, aku sudah bangun," jawab Hana gugup dari dalam kamarnya. Matanya melirik ke arah seprai. Buru-buru Hana menutupi bagian itu dengan selimut tebal.

Pelipisnya berdenyut ketika dengan cepat tangannya menutupi noda yang ada di seprai.

"Mbak boleh masuk?" tanya Mbak Susi lagi.

Hana menelan ludahnya susah payah. Ini benar-benar tidak seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Hana pikir dia hanya membutuhkan seorang lelaki untuk menyembuhkan harga dirinya yang telah terluka akibat dicampakkan, tetapi nyatanya dia salah. Istri Bima yang hamil dengan perut membesar nyatanya lebih terhormat daripada dirinya. 

"Iya, Mbak ... sebentar," ucap Hana dengan suara serak. Dia menatap wajahnya yang sembab di depan cermin. Bergidik jijik memandang dirinya sendiri. Sejurus kemudian, dia bangkit berdiri untuk membuka pintu kamar.

"Halo, Mbak," sapa Hana dengan hati-hati. Wajahnya kaku.

Tanpa disadari Hana buru-buru membenarkan gaun tidurnya tepat di bagian dada, khawatir Mbak Susi akan mengetahui perbedaan bentuk tubuhnya yang sekarang. Banyak samar-samar merah di balik gaun tidurnya.

Mbak Susi bergeming di tempat.

Memerhatikan Hana. "Aku sama Rangga mulai khawatir sama kamu." Tangan Mbak Susi menyentuh pundak Hana, mengelusnya lembut; alih-alih tenang, jantung Hana malah berdetak lebih cepat. "Kalau kamu nggak makan kemarin malam, kami masih bisa maklum. Tapi kalau sampai siang seperti ini kamu juga nggak mau turun untuk makan, kami semakin khawatir sama keadaan kamu." Tangan Mbak Susi masih membelai lembut pundak Hana, sementara matanya menatap lurus melewati pundak Hana. 

Hana waswas. Dia sengaja tidak memiringkan tubuhnya agar Mbak Susi tidak bisa melewatinya dan masuk ke dalam kamar. Sebaliknya, Hana tetap berada sejajar dengan pintu yang terbuka tidak terlalu lebar.

"Aku di kamar saja," jawab Hana dengan hati-hati. 

Mbak Susi menggelengkan kepalanya. "Nanti kamu bisa jatuh sakit kalau begini terus," elak perempuan yang berbeda lima tahun di atas Hana. 

Mbak Susi itu cantik. Wajah kakak iparnya itu mulus dan dewasa. Suaranya lembut menenangkan. Perhatiannya hangat.

Mungkin karena inilah Romeo sangat menyukai Mbak Susi, pikir Hana. Hatinya mendadak terasa nyeri.

"Aku baik-baik saja, kok, Mbak. Aku nggak pa-pa."

"Nggak boleh, Han. Kamu harus tetap makan." Mbak Susi sedikit memaksa Hana. "Mbak bisa mengerti, pasti ini sangat berat untuk kamu, ya."

"Aku sudah nggak pa-pa, Mbak," jawab Hana dengan perasaan hambar.

Mbak Susi menghela napas. "Sebenarnya kami lega waktu tahu kamu nggak jadi menikah sama Bima."

Dahi Hana mengernyit. "Kenapa memangnya, Mbak?"

"Dia terlalu baik." Jawaban Mbak Susi yang terlalu cepat, membuat Hana sedikit bingung.

Kedua alis Hana terangkat. "Terlalu baik? Terlalu baik dari mananya, Mbak? Bima itu nggak baik sama sekali. Dia itu pembohong."

"Bukan itu maksud aku, Han." Mbak Susi menjeda. "Tentang statusnya dia memang sudah bohong. Dan itu sama sekali nggak baik. Syukurlah ketahuannya sekarang. Kalau ketahuannya nanti, bisa-bisa kamu sudah mengandung anaknya, terus kalian pisah."

Mata Hana melebar ketika Mbak Susi mengatakan kata "mengandung". 

Apakah Romeo mengenakan pengaman tadi malam? tanya Hana pada dirinya sendiri dengan perasaan gugup.

"Berarti bagian mana dari Bima yang bisa dibilang terlalu baik?" tanya Hana. Dia tidak setuju dengan pernyataan Mbak Susi. 

"Aku sama Rangga cuma mikir Bima itu sedikit lembek. Dia lebih sering ngalah ke kamu. Malah Mbak khawatir kalau nanti kalian malah nggak pernah ribut karena Rangga selalu mengikuti kemauan kamu." Mbak Susi diam sebentar kemudian melanjutkan kalimatnya lagi. "Dia itu kurang tegas, Han."

Hana meringis. Bima dan Romeo itu memang sangat jauh berbeda.

Romeo itu tegas. Tatapan matanya bahkan dapat membunuh seseorang. Dan aura maskulin menguar jelas dari tubuh Romeo.

Sementara Bima memang sebaliknya. Selama ini, Bima selalu mengikuti kemauan Hana.

"Tapi, kamu nggak usah khawatir, Rangga udah nitipin kamu ke Romeo. Dia kan atasan kamu di kantor. Rangga minta supaya nggak ada laki-laki lain lagi yang berusaha ngedeketin kamu cuma untuk mempermainkan kamu," tambah Mbak Susi yang segera membuat mata Hana hendak meloncat keluar.

Hah! Bagaimana bisa Romeo dimintai tolong untuk menjaga dirinya! bantah Hana dalam hati. Dia merinding ketakutan. Wajahnya segera memanas.

"Pak Romeo itu atasan aku di kantor, Mbak. Tugas dia sudah banyak. Aku nggak enak sama teman-teman yang lain. Mereka nanti pikirnya aku manfaatin kebaikan Pak Romeo," Hana memberi alasan.

"Tapi Romeo sama kita itu sudah dekat banget. Rangga benar-benar percaya sama Romeo. Rangga tahu Romeo bisa dipercaya. Dia bakal melindungi kamu."

Seperti ada benda tak kasatmata yang kini sedang menembus ke jantung Hana. 

Bahkan kakaknya mempercayakan dirinya ke Romeo! Hana benar-benar merasa iba ke kakaknya. Begitu juga perasaan Hana untuk Romeo, dia tidak dapat menyembunyikan perasaan kasihan terhadap Romeo, lelaki itu tidak akan pernah mendapatkan balasan dari cintanya: Mbak Susi.

"Iya, tapi itu bukan pilihan tepat, Mbak. Aku nggak enak kalau harus melibatkan Pak Romeo hanya untuk menjaga aku. Aku bisa kok jaga diri aku sendiri."

Mbak Susi menepuk pundak Hana pelan. "Kamu sabar, ya. Nanti pasti ada laki-laki yang tepat untuk kamu. Sabar, ya. Ini berarti memang Bima bukan untuk kamu."

Hana terkesiap. Dia merasa kasihan dengan lelaki kelak yang akan menjadi suaminya. Karena Hana sudah tidak perawan lagi. 

Bagaimana dia bisa menemukan lelaki jantan yang baik hati yang akan menerima dirinya apa adanya? batin Hana.

Hana merasa kotor dengan dirinya sendiri. Betapa pun Hana berusaha keras untuk melupakan kejadian semalam, namun darahnya yang bergejolak membara, tidak membiarkan ingatan itu lari dari kepalanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status