Setelah pernikahannya yang gagal dengan Bima, Hana pikir kemarin adalah hari yang paling buruk untuk dirinya, ternyata dia salah. Kemarin bukanlah hari terburuknya, melainkan hari ini. Entah mengapa dia merasa ketakutan sekali.
Apa kakaknya akan tahu tentang apa yang telah dia perbuat semalam? Apa Romeo telah memberitahu kakaknya, hal bodoh apa yang telah dia minta pada lelaki itu semalam?Apa yang akan terjadi bila kakaknya sampai mengetahui skandal antara dirinya dengan Romeo?Jantung Hana berdebar cepat. Wajahnya pucat. Mengingat kembali kejadian semalam, rasanya tidak mungkin.Romeo ... Romeo ... Romeo ... apa aku perempuan yang sesuai dengan idaman kamu? tanya Hana pada dirinya sendiri. Hatinya perih sudah mengetahui jawaban atas pertanyaannya.Benar kata Romeo, tindakannya ini hanya memalukan dirinya saja. Romeo tidak akan pernah menyukai dirinya. Romeo terlalu mencintai Mbak Susi. Itu alasan Romeo tidak pernah menikah hingga hari ini. Itu alasannya juga mengapa Romeo tidak pernah melirik dirinya.Suara ketukan di pintu kamar Hana terdengar, diikuti dengan suara lembut perempuan."Hana, kamu sudah bangun?" Itu suara Mbak Susi.Tubuh Hana menegang, yang ditakutkannya akhirnya datang juga. Ada seseorang yang datang ke kamarnya."Mbak, aku sudah bangun," jawab Hana gugup dari dalam kamarnya. Matanya melirik ke arah seprai. Buru-buru Hana menutupi bagian itu dengan selimut tebal.Pelipisnya berdenyut ketika dengan cepat tangannya menutupi noda yang ada di seprai.
"Mbak boleh masuk?" tanya Mbak Susi lagi.Hana menelan ludahnya susah payah. Ini benar-benar tidak seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Hana pikir dia hanya membutuhkan seorang lelaki untuk menyembuhkan harga dirinya yang telah terluka akibat dicampakkan, tetapi nyatanya dia salah. Istri Bima yang hamil dengan perut membesar nyatanya lebih terhormat daripada dirinya. "Iya, Mbak ... sebentar," ucap Hana dengan suara serak. Dia menatap wajahnya yang sembab di depan cermin. Bergidik jijik memandang dirinya sendiri. Sejurus kemudian, dia bangkit berdiri untuk membuka pintu kamar."Halo, Mbak," sapa Hana dengan hati-hati. Wajahnya kaku.Tanpa disadari Hana buru-buru membenarkan gaun tidurnya tepat di bagian dada, khawatir Mbak Susi akan mengetahui perbedaan bentuk tubuhnya yang sekarang. Banyak samar-samar merah di balik gaun tidurnya.Mbak Susi bergeming di tempat.Memerhatikan Hana. "Aku sama Rangga mulai khawatir sama kamu." Tangan Mbak Susi menyentuh pundak Hana, mengelusnya lembut; alih-alih tenang, jantung Hana malah berdetak lebih cepat. "Kalau kamu nggak makan kemarin malam, kami masih bisa maklum. Tapi kalau sampai siang seperti ini kamu juga nggak mau turun untuk makan, kami semakin khawatir sama keadaan kamu." Tangan Mbak Susi masih membelai lembut pundak Hana, sementara matanya menatap lurus melewati pundak Hana.
Hana waswas. Dia sengaja tidak memiringkan tubuhnya agar Mbak Susi tidak bisa melewatinya dan masuk ke dalam kamar. Sebaliknya, Hana tetap berada sejajar dengan pintu yang terbuka tidak terlalu lebar."Aku di kamar saja," jawab Hana dengan hati-hati. Mbak Susi menggelengkan kepalanya. "Nanti kamu bisa jatuh sakit kalau begini terus," elak perempuan yang berbeda lima tahun di atas Hana. Mbak Susi itu cantik. Wajah kakak iparnya itu mulus dan dewasa. Suaranya lembut menenangkan. Perhatiannya hangat.Mungkin karena inilah Romeo sangat menyukai Mbak Susi, pikir Hana. Hatinya mendadak terasa nyeri.
"Aku baik-baik saja, kok, Mbak. Aku nggak pa-pa.""Nggak boleh, Han. Kamu harus tetap makan." Mbak Susi sedikit memaksa Hana. "Mbak bisa mengerti, pasti ini sangat berat untuk kamu, ya.""Aku sudah nggak pa-pa, Mbak," jawab Hana dengan perasaan hambar.Mbak Susi menghela napas. "Sebenarnya kami lega waktu tahu kamu nggak jadi menikah sama Bima."Dahi Hana mengernyit. "Kenapa memangnya, Mbak?""Dia terlalu baik." Jawaban Mbak Susi yang terlalu cepat, membuat Hana sedikit bingung.Kedua alis Hana terangkat. "Terlalu baik? Terlalu baik dari mananya, Mbak? Bima itu nggak baik sama sekali. Dia itu pembohong.""Bukan itu maksud aku, Han." Mbak Susi menjeda. "Tentang statusnya dia memang sudah bohong. Dan itu sama sekali nggak baik. Syukurlah ketahuannya sekarang. Kalau ketahuannya nanti, bisa-bisa kamu sudah mengandung anaknya, terus kalian pisah."Mata Hana melebar ketika Mbak Susi mengatakan kata "mengandung". Apakah Romeo mengenakan pengaman tadi malam? tanya Hana pada dirinya sendiri dengan perasaan gugup."Berarti bagian mana dari Bima yang bisa dibilang terlalu baik?" tanya Hana. Dia tidak setuju dengan pernyataan Mbak Susi. "Aku sama Rangga cuma mikir Bima itu sedikit lembek. Dia lebih sering ngalah ke kamu. Malah Mbak khawatir kalau nanti kalian malah nggak pernah ribut karena Rangga selalu mengikuti kemauan kamu." Mbak Susi diam sebentar kemudian melanjutkan kalimatnya lagi. "Dia itu kurang tegas, Han."Hana meringis. Bima dan Romeo itu memang sangat jauh berbeda.Romeo itu tegas. Tatapan matanya bahkan dapat membunuh seseorang. Dan aura maskulin menguar jelas dari tubuh Romeo.Sementara Bima memang sebaliknya. Selama ini, Bima selalu mengikuti kemauan Hana."Tapi, kamu nggak usah khawatir, Rangga udah nitipin kamu ke Romeo. Dia kan atasan kamu di kantor. Rangga minta supaya nggak ada laki-laki lain lagi yang berusaha ngedeketin kamu cuma untuk mempermainkan kamu," tambah Mbak Susi yang segera membuat mata Hana hendak meloncat keluar.Hah! Bagaimana bisa Romeo dimintai tolong untuk menjaga dirinya! bantah Hana dalam hati. Dia merinding ketakutan. Wajahnya segera memanas."Pak Romeo itu atasan aku di kantor, Mbak. Tugas dia sudah banyak. Aku nggak enak sama teman-teman yang lain. Mereka nanti pikirnya aku manfaatin kebaikan Pak Romeo," Hana memberi alasan."Tapi Romeo sama kita itu sudah dekat banget. Rangga benar-benar percaya sama Romeo. Rangga tahu Romeo bisa dipercaya. Dia bakal melindungi kamu."Seperti ada benda tak kasatmata yang kini sedang menembus ke jantung Hana. Bahkan kakaknya mempercayakan dirinya ke Romeo! Hana benar-benar merasa iba ke kakaknya. Begitu juga perasaan Hana untuk Romeo, dia tidak dapat menyembunyikan perasaan kasihan terhadap Romeo, lelaki itu tidak akan pernah mendapatkan balasan dari cintanya: Mbak Susi."Iya, tapi itu bukan pilihan tepat, Mbak. Aku nggak enak kalau harus melibatkan Pak Romeo hanya untuk menjaga aku. Aku bisa kok jaga diri aku sendiri."Mbak Susi menepuk pundak Hana pelan. "Kamu sabar, ya. Nanti pasti ada laki-laki yang tepat untuk kamu. Sabar, ya. Ini berarti memang Bima bukan untuk kamu."Hana terkesiap. Dia merasa kasihan dengan lelaki kelak yang akan menjadi suaminya. Karena Hana sudah tidak perawan lagi. Bagaimana dia bisa menemukan lelaki jantan yang baik hati yang akan menerima dirinya apa adanya? batin Hana.Hana merasa kotor dengan dirinya sendiri. Betapa pun Hana berusaha keras untuk melupakan kejadian semalam, namun darahnya yang bergejolak membara, tidak membiarkan ingatan itu lari dari kepalanya."Kamu sakit?" tanya Rangga sembari memicingkan mata. Dia sudah memperhatikan Hana sejak beberapa waktu yang lalu. Ada yang berbeda dari sikap adiknya.Hana menggelengkan kepalanya. "Nggak, Kak. Aku nggak sakit."Rangga masih curiga. Dia tidak percaya dengan yang diucapkan Hana baru saja.Nggak mungkin, batin Rangga."Susi sedang masakin opor ayam, kamu makan dulu, ya."Sekali lagi, Hana merasakan tenggorokannya tercekat. Mual sekali.Hana biasanya sangat menyukai masakan Mbak Susi, tetapi mengapa akhir-akhir ini, mencium baunya saja sudah membuat Hana kewalahan.Setelah pernikahan gagalnya dengan Bima, Hana tinggal di rumah Rangga, kakaknya."Nah, ini sudah matang," ujar Susi. Dia berjalan menuju meja makan.Lagi-lagi aroma masakan yang menguar di ruang makan, membuat Hana tidak bisa lagi menahan rasa mualnya."Huek ... huek ... huek ...
Rangga duduk melamun di dalam bar. Dia memikirkan kembali pertengkaran yang terjadi antara dirinya dengan Hana kemarin.Rasa kecewa, marah, serta putus asa meliputi hati Rangga. Belum pernah dia merasa benar-benar kecewa seperti saat ini.Hana sungguh mengecewakan dirinya. Bagaimana bisa Hana bertindak bodoh seperti sekarang."Sudah lama kamu menunggu?" tanya Romeo yang baru saja datang ke dalam ruangan yang biasa mereka datangi sebelum Rangga menikah dengan Susi.Rangga menengok ke sumber suara, itu sahabatnya yang sudah lama dia tunggu hampir setengah jam terakhir ini."Hay ... macet?" tanya Rangga tidak segera menjawab pertanyaan Romeo.Romeo mengedikkan alisnya. "Iya, begitulah." Romeo duduk tidak jauh dari Rangga. Dia memperhatikan Rangga, sedikit waswas.Apa yang akan dibicarakan Rangga malam ini? pikir Romeo gugup.Akhir-akhir ini, di kantor, Hana berubah menjadi sosok yang pendiam. Wajahnya lebih
"Halo, Han," sapa Romeo di ujung sambungan telepon. Rahangnya masih sakit akibat bogem mentah dari Rangga.Hana terkesiap mendapat telepon dari Romeo. Dia menggigit bibirnya. Jantungnya deg-degan menerima telepon dari Romeo. Seharusnya menerima panggilan telepon dari Romeo adalah hal yang wajar; sudah puluhan kali Hana menerima telepon dari Romeo, atasannya. Tetapi mengapa kali ini dia merasa ada sesuatu yang berbeda dari panggilan Romeo?Dadanya berdebar terlalu cepat."Halo, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Hana gugup.Baru kemarin, Rangga meminta Hana untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya karena Hana tidak mau memberitahukan siapa lelaki yang bertanggung jawab atas perbuatannya terhadap Hana."Kakak kamu sudah tau kalau saya yang telah melakukannya ke kamu," cetus Romeo secara tiba-tiba yang segera membuat mulut Hana terbuka lebar. Dia benar-benar sangat terkejut. Jantungnya bertalu-talu dan lututnya terasa lemas se
"Kamu mau mengundurkan diri?" Ada sesuatu yang aneh dalam diri Romeo ketika mendengar Hana mengatakan ini. Sudah empat tahun lamanya Hana bekerja dengannya. Melihat Hana setiap hari adalah hal yang biasa. Mereka sering melakukan segala sesuatu berdua. Tetapi semua adalah tentang pekerjaan, dan itu adalah hal yang sangat biasa. Sebelum Hana bekerja untuknya, Romeo juga sering melihatnya di rumah Rangga. Sehingga melihat Hana adalah sesuatu yang amat biasa.Namun hal yang tidak biasa adalah ... apabila Hana meninggalkannya.Dan kejadian hari ini membuktikan semua ketakutannya ... bermula dari Rangga yang hanya dalam hitungan detik saja menjadi begitu murka setelah mengetahui bahwa dirinyalah yang telah menghamili Hana ... disusul dengan berita bahwa Hana akan pergi meninggalkannya, membuat segala sesuatu menjadi runyam dan tidak menentu bagi Romeo.Ada yang salah di sini, pikir Romeo, tetapi dia tidak tahu apa itu."Iya, Pak," jawab
Lima menit telah berlalu sejak Romeo mendatangi rumah Rangga."Romeo!"Suara berat dari belakang Romeo, membuat perhatian lelaki itu teralihkan."Mau apa kamu ke rumah saya!" tanya seseorang yang suaranya sudah familier di pendengaran Romeo."Rangga," lontar Romeo setelah dia membalikkan badan."Masih berani kamu ke sini! Sudah saya bilang, saya nggak akan biarin kamu nikah sama adik saya!" perintah Rangga dengan emosi yang segera tertumpah. Romeo benar-benar telah menginjak-injak harga diri keluarganya."Rangga, kalau kamu memang cari orang yang sudah berbuat kesalahan ke Hana. Itu saya, Rangga! Sekarang saya sudah di sini! Saya mau tanggung jawab! Tolong jangan halangi saya untuk menikahi Hana! Beberapa bulan lagi perut Hana akan bertambah besar, orang-orang akan tau. Saya mau bertanggung jawab untuk janin yang ada dalam tubuh Hana." Napas Romeo tersengal-sengal.Rangga masih menatap Romeo dengan kebencian yang belum meredup. &
"Hana! Hana, bangun!"Romeo bisa mendengar Susi yang sedang menjerit-jerit memanggil nama Hana.Dengan sangat tergesa-gesa, Romeo segera berlari menuju suara itu berasal.Rangga sudah lebih dulu menemui Hana."Hana! Bangun, Hana! Kamu kenapa!" Kali ini suara Rangga.Rahang Romeo mengeras. Pikirannya berputar-putar mencoba menebak apa yang sedang terjadi pada Hana.Itu Hana! Rangga dan Susi sedang menggoncang lengan Hana, berusaha membuat Hana bangun.Entah mengapa mata Romeo segera membelalak. Dia terkejut sekali melihat tubuh wanita ringkih itu yang sedang tergeletak tak berdaya di atas ranjang."Hana!" Kepanikan melanda Romeo. Dia sungguh khawatir melihat bawahannya dalam keadaan seperti itu.Dengan cepat, Romeo segera berlari ke arah Hana. Dan tanpa diduga-duga oleh yang lain, juga oleh dirinya sendiri, Romeo mengangkat tubuh Hana. Dia membopongny
Romeo menepikan mobilnya di klinik terdekat yang berada tak jauh dari rumah Rangga. Pikirannya kacau sekali, melihat Hana seperti ini.Apakah Hana benar-benar tertekan?Apakah Hana tidak mau menikah dengannya sehingga dia jatuh pingsan seperti sekarang?Dia hanya berharap Hana akan segera membaik. Sangat tidak baik untuk ibu hamil berada dalam keadaan tertekan.Romeo mematikan mesin mobil.Dia segera keluar, dan memutari bagian depan mobil menuju pintu mobil bagian penumpang.Romeo menghela napas ketika melihat Hana. Wajah perempuan itu sangat pucat. Tampak tertekan meski dalam keadaan tidur."Hana. Setelah ini, saya harap kamu akan baik-baik saja," bisik Romeo ketika dia mengangkat tubuh wanita itu.Kulitnya halus. Dia pernah merasakan kulit itu menyentuh kulitnya.Pintu mobil tertutup, dan dengan cepat dia berjalan menuju ke klinik."Silakan, Pak," seorang sekuriti klinik membu
Hari telah sangat larut, besok adalah permulaan hari. Di mana semua orang akan sibuk bekerja.Romeo pun sudah mulai merasa lelah.Dia memerhatikan Hana yang sedang terbaring lelap di depannya.Gadis itu memang memiliki wajah seperti malaikat. Teduh dan menenangkan. Romeo duduk di samping brankar tempat Hana berbaring.Tangannya yang semula menyentuh tangan Hana, kemudian bergerak perlahan menyentuh pipi perempuan itu.Ada dorongan dalam hati Romeo untuk memberikan ketenangan pada Hana. Dia tersenyum saat tangannya membelai wajah lembut Hana, menekuri setiap lekuk garis wajah lembut wanita itu. Alis mata wanita itu tebal. Romeo sering memerhatikan Hana beberapa hari terakhir tanpa disadari olehnya, maupun Hana tentunya. Rahang pipi Hana tinggi. Romeo berlama-lama menikmati pemandangan indah di depannya; entah sejak kapan Romeo mulai merasakan bahwa wajah Hana menjadi candu bagi matanya. Hidung Hana mancung. Dia senang sekal