"Samuel, kau sudah gila memberikan tawaran itu? Tidak akan pernah bagiku menerima tawaran bodoh itu," tolak Maya.
"Tapi putraku meminta untuk--""Ya itu demi putramu tidak ada hubungannya denganku."ucap Maya."Kau akan menyesalinya jika menolak. Aku akan memberimu waktu untuk--""Aku pergi. Tidak ada gunanya membujukku!" Maya meninggalkan ruangan itu. Lalu dengan buru-buru mencari taksi.***Dreet Dreet Dreet Maya mengabaikan getar di ponselnya karena pikirannya yang kacau. Bohong jika dia mengatakan tidak terpengaruh dengan ancaman itu. Pandangannya hanya menatap kosong jalanan kota yang masih saja ramai lalu mulai sepi saat taksi itu berhenti. Maya langsung keluar setelah membayar. Kakinya menyusuri wilayah luas itu."Sayang, mama datang!"Penampilan Maya saat ini begitu glamor, jelas tidak cocok untuk datang ke tempat yang berisi nisan dan foto-foto orang yang telah tiada. Namun, siapa yang akan memperhatikan penampilannya di larut malam seperti ini. Kakinya terus melangkah sampai tertuju pada sebuah foto. "Akhirnya aku dapat menemuimu!"Maya menatap foto bayi yang masih berkulit merah terbujur kaku. Di bawah foto itu tertera sebuah nama Mario Ren Lin, itu adalah nama yang dipilihnya sendiri, karena suaminya mengabaikan anak yang mati ini karena kelahiran anak dari wanita yang dicintai suaminya. "Ini sudah 6 tahun, nak. Apa kau merindukan mamamu?"ucapnya menyapa putranya.Maya kembali melanjutkan berbicara dengan foto Mario. "Maafkan mamamu ini yang tidak bisa menjagamu dan membuatmu berakhir seperti ini. Andai saja, aku tidak melawan wanita itu, kau pasti masih hidup, tumbuh tinggi dan tampan. Walaupun ayahmu tidak akan menyayangimu, tapi ibu yang akan merawatmu. " Senyum menyedihkan terukir di balik bibirnya.Maya tidak pernah melupakan putranya. Dia selalu membayangkan bagaimana jika putranya masih hidup. "Aku sangat ingin kau memanggilku mama, tersenyum dan mengenggam tanganku. Kita akan menghadapi dunia bersama, hanya ada kau dan aku, tapi sayang sekali....hiks...."Maya tidak tahan. Dia tidak pernah menangis kecuali untuk peran. Satu-satunya saat dia menangis saat mengetahui putranya tidak bernyawa, sekarang dia tidak tahan untuk menangis. Maya masih mencoba menyuguhkan senyum di bibirnya. "Maaf, kau harus melihat mamamu menangis. Jangan sedih, mama akan tetap kuat."Maya tidak tahan dan air mata menjadi semakin deras. Semua kesedihan yang telah dia tahan bertahun-tahun, rasa sakit yang telah dia tekan selama bertahun-tahun seolah semuanya meluap. Tangannya menutupi wajahnya yang berurai air mata, seolah dia ingin menutupi tangisannya dari anaknya. "Kenapa aku tiba-tiba menjadi cengeng begini, ini memalukan untuk menangis di depan putraku."Maya berusaha menenangkan emosi bergejolak yang menyelimuti hatinya, jari-jarinya dengan kasar menghapus air matanya-membuang segala kesedihan yang dirasakan olehnya. "Apa kau tahu, nak. Aku bertemu dengan ayahmu," ucap Maya dengan ekspresi datar."Sayang sekali aku tidak bisa membawanya menemuimu ke sini." Senyum pahit terukir di bibirnya."Pria itu kembali membuat hidup mamamu ini berantakan. Bahkan dia memberi persyaratan yang begitu sulit. Dia ingin aku kembali menjadi istrinya dan bertindak sebagai ibu dari anak itu, dia mengkhawatirkan anak dari wanita yang telah menghancurkan keluarga kita dan merebut posisimu." Ada kepahitan dalam ekspresinya.Maya tidak berhenti membicarakan sikap Samuel yang membuatnya kecewa. "Dia bahkan tidak mengkhawatirkan ketika kau meninggal. Kenapa dia begitu khawatir dan takut anak itu sedih karena menginginkan ibunya? Bagaimana denganmu, nak? Kau harus sendirian di sini. Bukankah kau juga perlu di khawatirkan olehnya?""Nak, apa mama harus menerima tawarannya? Apa mamamu ini egois karena memikirkan karir mama juga?" Maya mengeluarkan segala kegelisahannya."Percuma kau bicara dengan abu. Apa dia bisa menjawabmu?" Suara dingin yang dipenuhi dengan ejekan membuat Maya menoleh. Bola matanya membesar."Kau?"***Seorang anak kecil melemparkan barang-barang mengusir seorang wanita muda berpakaian putih. "Tuan kecil, anda harus tidur. Tuan Muda akan marah jika anda tidak tidur.""Aku tidak mau tidur sebelum mama datang. Papa berjanji membawa mama pulang. Kau pergi! Jangan paksa aku tidur!" Putra satu-satunya keluarga Ren mengamuk.Pengasuh itu menjadi bingung untuk menanggapi Tuan kecil. "Tuan, mama anda akan datang jika anda tidur. ""Kau bohong. Jika aku tidur mama akan pergi. Aku akan mengenggam tangan mama. Aku harus menunggu mama di depan pintu masuk."Tuan kecil turun dari tempat tidur, berlari menuruni anak tangga dengan cepat dan lincah. Tuan kecil itu-Stelio Ren, membuka pintu masuk utama. Udara dingin menembus kulitnya. "Mama, kau pasti datang, kan?" ucapnya dengan penuh harap.Samuel Ren berjalan mendekati Maya lalu mengulurkan sapu tangan padanya. "Untuk apa kau menangisi abu yang tidak akan kembali menjadi manusia? Kau hanya sia-sia datang dan mengobrol dengan foto itu."Maya menepis sapu tangan yang diberikan oleh Samuel. "Untuk apa kau ke sini? Apa kau hanya datang untuk mengolok-olokku dan anakku? Lebih baik kau pergi saja!""Aku tidak bisa pergi. Putraku Stelio ingin kau pulang ke rumah menemaninya. Ayo, pergi! Jangan membuat putraku menunggu." Samuel merah tangan Maya. "Kau begitu peduli pada anak itu? Apa kau tidak melihat, anakku yang juga darah dan dagingmu sendiri juga buruh perhatianmu. Sejak dia menjadi abu dan selama bertahun-tahun, kau tidak pernah datang mengunjunginya. Sekarang saat kau datang kau malah bersikap dingin dan mengatakan perkataan yang penuh penghinaan." Maya mengucapkannya dengan marah. "Dia sudah mati, apa aku harus memberikan perhatian padanya? Aku hanya peduli pada orang-orang yang masih hidup," ucap Samuel dengan acuh tak
Maya tidak menyangka para pencari berita itu begitu gila. Mereka bahkan bisa menemukannya dan menerobos pemakaman larut malam begini. Desu nafas menyentuh lapisan luar kulit telinganya, suara dingin masuk ke dalam lubang telinganya, Samuel membisikkan sesuatu, "Jangan khawatir, aku tidak akan membiarkan mereka menganggumu!" Samuel Ren menarik Maya Lin, memaksanya untuk naik ke dalam mobil menghindari para pencari berita itu untuk mendaparkan informasi dari mereka. Mobil mewah berwarna gelap itu melaju, diikuti dengan beberapa mobil lain. "Mereka tidak akan bisa mengejar lagi. Kau seharusnya bersyukur karena ada aku, kau jadi bisa terhindar dari mereka. Sekarang tidak ada pilihan selain pulang bersamaku!" ucap Samuel disertai tersenyum licik. "Hentikan mobilnnya!" Teriak Maya. "Tidak,"tolak Samuel. "Hentikan atau aku lompat dari mobil ini," acam Maya. Tangannya bahkan sedang memegang pengait yang akan membuka pintu. Samuel mengalihkan mobil menjadi mengemudi otomatis dengan cepat
"Lepaskan! Lepaskan aku!" Seorang gadis berteriak. Tubuhnya saat ini sudah terikat di kursi dengan begitu erat. "Kau diam saja. Sudah bagus aku menyelamatkanmu. Aku akan melepaskanmu setelah sampai di mansion," ucap pria berwajah poker yang mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Pria itu tidak lain ada Samuel Ren. "Apa aku memintamu untuk menyelamatkanku? Aku sudah bilang bahwa aku ingin keluar baik hidup atau mati. Tindakanmu itu hanya untuk membuatku menarikku ke dalam neraka,"ucap wanita yang terikat itu-Maya Lin. Beberapa menit yang lalu dirinya hampir saja dapat melarikan diri dari pria ini. Namun, siapa yang mengira refleks pria ini begitu baik. Saat itu tangan Samuel Ren berhasil menariknya bahkan menutup pintu tanpa bisa dibuka lagi sebelum Maya sempat melompat. "Maya Lin, kau sudah bertahan hidup sampai sejauh ini. Kenapa kau ingin mati sekarang? Jika sejak awal kau mengakhiri hidupmu tepat setelah kau pergi beberapa tahun lalu maka kau bisa mati dengan tenang. Setelah
"Semoga cara ini berhasil. Pria itu pasti tidak akan memaksaku lagi." Itulah yang ada dipikiran Maya Lin. Hidungnya mengeluarkan nafas dengan tenang. Tubuhnya juga merasa nyaman merasakan kasur empuk ini dan yang paling penting, ikatan yang mengekang tubuhnya telah bebas. Saat Maya mengakui bahwa dia hamil, Samuel langsung membuat keributan di rumah sakit untuk memeriksa kebenaran. Maya Lin beruntung karena dokter yang ada disana adalah kenalannya. "Sepertinya keberuntungan sedang berpihak padaku." "Maya Lin, apa kau begitu senang berbohong?" Samuel tiba-tiba saja masuk ke dapam ruangannya. "Berbohong apa? Bukankah kau sudah mendengar penjelasan dari dokter tentang kondisiku? Aku benar-benar hamil." Maya Lin menyembunyikan kepanikannya. "Dokter sudah mengaku, kau yang menyuruhnya mengatakan mengarang cerita bahwa kau hamil. Aku tidak menyangka kau akan selicik ini dan terus menerus membuang waktuku." Samuel menatap lurus ke arahnya. Tatapan itu menunjukkan penghinaan. "Sialan! Bag
Maya Lin menghapus apa yang baru saja dia tulis. Jari-jarinya yang ada di atas keyboard berhenti bergerak. "Tidak. Aku harus menggunakan cara yang lebih efektif. Samuel Ren telah menghancurkan nama baikku. Aku akan membuat semua orang tahu betapa busuknya pria yang dikagumi publik kota S ini." Maya Lin tidak jadi mengirim pesan pada managernya. Dia lebih memilih membuka akun sosial media. Maya mengabaikan notif masuk yang dia yakini hanya berisi komentar orang-orang yang mengkritiknya. Dia menekan Wall untuk membuat status. "Samuel Ren, kau akan kehilangan wajahmu dan tidak akan bisa mengurungku lagi."[Selamat malam. Aku minta maaf pada para penggemarku yang merasa resah dengan rumor yang beredar tentangku-Maya Lin. Aku akan menjelaskan bahwa seseorang sedang mencoba menghancurkan namaku. Aku ingin mengkonfirmasi anak itu bukan anakku. Memang benar aku pernah menikah dengan Samuel Ren, tetapi kami bercerai karena pria itu meninggalkanku demi saudaraku yang telah menjadi selingkuhanny
"Aku tidak menyangka akan mendatangi mansion ini lagi, " ucap Maya dalam hati saat dia baru saja turun dari mobil. Mansion ini begitu mewah dan indah, tapi menyembunyikan segala kesuraman di dalamnya. "Apa yang kau lakukan? Stelio sudah menunggumu. Cepat masuk!" perintah Samuel dengan ekspresi dingin di wajahnya. "Ini bahkan masih awal, anak kecil itu masih tidur nyenyak." Maya melangkahkan kaki dengan ragu. Samuel Ren tidak memiliki cukup kesabaran, dia menarik paksa tangan Maya Lin. "Samuel, bisakah kau tidak menarik tanganku dengan kasar?""Maya Lin, aku bisa lakukan lebih dari ini! Tetaplah memberontak dan kau akan tahu apa yang dapat aku lakukan." "Pria kejam! Apa kau seperti ini juga pada Mathilda? Pantas saja dia meninggal--""Haruskah aku menciummu untuk membuatmu diam? Satu kata keluar dari mulutmu aku akan Menghukummu.""Lagi lagi ancaman ini!" Maya hanya bisa mengeluh dalam hati. Dia hanya berjalan mengikuti pria itu masuk. Para pelayan sudah berbaris untuk menyambut m
"Kita suami istri bukan hal aneh untuk berbagi kamar. Bukankah kau selalu memaksaku untuk berbagi kamar denganmu dan--" Samuel belum sempat menyelesaikan perkataannya ketika Maya memotong ucapannya. "Tidak perlu melanjutkannya. Lagipula selain malam itu kau selalu menolak untuk berbagi kamar. Sekarang hubungan kita masih--""Kau kembali ke tempatmu!" Samuel memberikan peringatan pada pelayan itu. Saat pelayan itu pergi, Samuel membuka pintu kamarnya. "Jika kau ingin mendiskusikannya masuk ke dalam!" perintah Samuel. "Tidak. Jika aku masuk, apa gunanya diskusi ini?""Maya Lin, apa kau tidak membaca perjanjian kita dengan benar? Kau ingin membongkar pada semua orang? Apa kau memiliki uang untuk ganti rugi atas pelanggaran klausa kontrak.""Sekarang kau menyebutkan itu. Kau juga telah membongkarnya." Seringai terukir di bibir wanita itu. "Kau ini benar-benat ya!" Samuel langsung menggendong wanita itu. Tangannya menahan kaki dan juga bahunya. Tindakan yang tiba-tiba ini mengejutkan M
"Lakukan saja seperti yang kau katakan itu!" ucap Samuel dengan santai. "Samuel, kau benar-benar! Apa kau membawaku hanya untuk menjadi pelampiasan putramu itu? Sudahlah, tidak ada gunanya aku berdebat denganmu." Maya langsung bangun, dia mengambil pakaian dari almari. "Jika itu adalah Mathilda, apa kau akan membiarkan anak itu berbuat semaunya padanya?" "Kenapa kau begitu sering menyebut tentang Mathilda? Apa kau ingin membuatku teringat dengan mantan istriku yang telah pergi?" Samuel mengucapkan dengan nada dingin. "Aku hanya ingin tahu. Apa perlakuanmu dengan Mathilda akan sama dengan yang kau lakukan padaku?" "Maya Lin, kenapa kau harus menanyakan sesuatu yang sudah kalas jawabannya? Kau itu tidak--""Sudah aku duga. Bagaimanapun, semua tidak akan berubah, kau akan tetep memperlakukan aku-yang kau benci, dengan perilaku yang lebih buruk dari wanita yang kau cintai." Maya dengan buru-buru masuk ke dalam kamar mandi tanpa mendengar apa yang coba dikatakan oleh Samuel. *** "Tuan