Samuel Ren berjalan mendekati Maya lalu mengulurkan sapu tangan padanya. "Untuk apa kau menangisi abu yang tidak akan kembali menjadi manusia? Kau hanya sia-sia datang dan mengobrol dengan foto itu."
Maya menepis sapu tangan yang diberikan oleh Samuel. "Untuk apa kau ke sini? Apa kau hanya datang untuk mengolok-olokku dan anakku? Lebih baik kau pergi saja!""Aku tidak bisa pergi. Putraku Stelio ingin kau pulang ke rumah menemaninya. Ayo, pergi! Jangan membuat putraku menunggu." Samuel merah tangan Maya."Kau begitu peduli pada anak itu? Apa kau tidak melihat, anakku yang juga darah dan dagingmu sendiri juga buruh perhatianmu. Sejak dia menjadi abu dan selama bertahun-tahun, kau tidak pernah datang mengunjunginya. Sekarang saat kau datang kau malah bersikap dingin dan mengatakan perkataan yang penuh penghinaan." Maya mengucapkannya dengan marah."Dia sudah mati, apa aku harus memberikan perhatian padanya? Aku hanya peduli pada orang-orang yang masih hidup," ucap Samuel dengan acuh tak acuh."Apa kau juga seperti ini padanya? Kekasihmu yang sudah mati itu?"Samuel terdiam."Sudah aku duga, kau pasti hanya--""Itu sama saja. Aku tidak ingin terlibat dengan orang-orang yang sudah mati. Mereka semua sudah lenyap dan telah melalui kehidupan lain. Dia juga tidak akan kembali meskipun aku memberinya kasih sayang dan perhatian. "Maya menatap wajah Samuel yang tanpa ekspresi itu. Dia ingat di kantor pria itu menunjukkan ekspresi sedih saat mengatakan tentang kematian kekasihnya, tapi sekarang dia menganggap seperti menceritakan orang lain yang tidak ada hubungannya dengannya. "Kau benar-benar tidak punya hati ya. Ah, aku tahu kau membawaku kembali, merawat putramu hanya untuk membuatku sebagai bayangan kekasihmu- Mathilda Lin, kan?" Senyum pahit terukir di bibir Maya."Kau juga bisa melakukan hak yang sama untuk menganggap putraku sebagai pengganti putramu juga. Bukankah ini adil?" Seringai terukir di bibir pria itu."Kau mengatakannya seolah itu mudah. Aku hanya memiliki satu-satunya putra dan dia ada di sini menjadi abu. Anakku tidak akan tergantikan dengan yang lainnya, apalagi dengan anak yang telah mencuri semua milik anakku. " Ada senyum miris terukir di bibirnya."Kau terlalu berlebihan. Apa kau pikir anak ini memiliki hak untuk semua fasilitas yang akan aku berikan untuk pewaris? Meskipun anak ini hidup, semua yang aku miliki hanya untuk putra yang aku akui, Stelio, tidak ada yang lain. Anak yang tidak aku harapkan tidak akan mendapat--"Maya tidak membiarkan Samuel menyelesaikan kalimatnya. "Pergil! Aku tidak ingin kau mengatakan hal-hal yang menyakitkan itu di depan wajah putraku.""Dia juga tidak akan merasa terluka dengan kata-kataku. Dia hanya abu!""Aku bilang keluar! Aku tidak ingin mendengar apapun darimu. Kau pria sialan yang tidak berperasaan. Kau tidak diizinkan lagi datang ke tempat ini menemui putraku." Maya berdiri lalu mendorong pria itu pergi sejauh mungkin."Aku juga tidak ingin datang. Maya Lin, kau harus ikut denganku sekarang juga." Samuel meraih tangan Maya yang sebelumnya digunakan untuk mendorongnya. Dia mencengkeramnya dengan begitu kuat."Lepaskan aku, aku tidak mau pergi bersamamu ataupun kembali ke rumah sialan itu." Maya berusaha untuk melepaskan tangannya dari cengkeramannya. Lengannya yang ramping itu tidak bisa melepaskan jari-jari lentiknya dari tangan besar itu.Maya menoleh ke arah foto putranya, pandangannya begitu sedih setiap kali kakinya menjauh darinya. Perhatian Maya teralihkan saat mendengar namanya dipanggil dengan teriakan keras. Membuat wajahnya menjadi cemas saat menoleh ke arah asal suara itu.Maya tidak menyangka para pencari berita itu begitu gila. Mereka bahkan bisa menemukannya dan menerobos pemakaman larut malam begini. Desu nafas menyentuh lapisan luar kulit telinganya, suara dingin masuk ke dalam lubang telinganya, Samuel membisikkan sesuatu, "Jangan khawatir, aku tidak akan membiarkan mereka menganggumu!" Samuel Ren menarik Maya Lin, memaksanya untuk naik ke dalam mobil menghindari para pencari berita itu untuk mendaparkan informasi dari mereka. Mobil mewah berwarna gelap itu melaju, diikuti dengan beberapa mobil lain. "Mereka tidak akan bisa mengejar lagi. Kau seharusnya bersyukur karena ada aku, kau jadi bisa terhindar dari mereka. Sekarang tidak ada pilihan selain pulang bersamaku!" ucap Samuel disertai tersenyum licik. "Hentikan mobilnnya!" Teriak Maya. "Tidak,"tolak Samuel. "Hentikan atau aku lompat dari mobil ini," acam Maya. Tangannya bahkan sedang memegang pengait yang akan membuka pintu. Samuel mengalihkan mobil menjadi mengemudi otomatis dengan cepat
"Lepaskan! Lepaskan aku!" Seorang gadis berteriak. Tubuhnya saat ini sudah terikat di kursi dengan begitu erat. "Kau diam saja. Sudah bagus aku menyelamatkanmu. Aku akan melepaskanmu setelah sampai di mansion," ucap pria berwajah poker yang mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Pria itu tidak lain ada Samuel Ren. "Apa aku memintamu untuk menyelamatkanku? Aku sudah bilang bahwa aku ingin keluar baik hidup atau mati. Tindakanmu itu hanya untuk membuatku menarikku ke dalam neraka,"ucap wanita yang terikat itu-Maya Lin. Beberapa menit yang lalu dirinya hampir saja dapat melarikan diri dari pria ini. Namun, siapa yang mengira refleks pria ini begitu baik. Saat itu tangan Samuel Ren berhasil menariknya bahkan menutup pintu tanpa bisa dibuka lagi sebelum Maya sempat melompat. "Maya Lin, kau sudah bertahan hidup sampai sejauh ini. Kenapa kau ingin mati sekarang? Jika sejak awal kau mengakhiri hidupmu tepat setelah kau pergi beberapa tahun lalu maka kau bisa mati dengan tenang. Setelah
"Semoga cara ini berhasil. Pria itu pasti tidak akan memaksaku lagi." Itulah yang ada dipikiran Maya Lin. Hidungnya mengeluarkan nafas dengan tenang. Tubuhnya juga merasa nyaman merasakan kasur empuk ini dan yang paling penting, ikatan yang mengekang tubuhnya telah bebas. Saat Maya mengakui bahwa dia hamil, Samuel langsung membuat keributan di rumah sakit untuk memeriksa kebenaran. Maya Lin beruntung karena dokter yang ada disana adalah kenalannya. "Sepertinya keberuntungan sedang berpihak padaku." "Maya Lin, apa kau begitu senang berbohong?" Samuel tiba-tiba saja masuk ke dapam ruangannya. "Berbohong apa? Bukankah kau sudah mendengar penjelasan dari dokter tentang kondisiku? Aku benar-benar hamil." Maya Lin menyembunyikan kepanikannya. "Dokter sudah mengaku, kau yang menyuruhnya mengatakan mengarang cerita bahwa kau hamil. Aku tidak menyangka kau akan selicik ini dan terus menerus membuang waktuku." Samuel menatap lurus ke arahnya. Tatapan itu menunjukkan penghinaan. "Sialan! Bag
Maya Lin menghapus apa yang baru saja dia tulis. Jari-jarinya yang ada di atas keyboard berhenti bergerak. "Tidak. Aku harus menggunakan cara yang lebih efektif. Samuel Ren telah menghancurkan nama baikku. Aku akan membuat semua orang tahu betapa busuknya pria yang dikagumi publik kota S ini." Maya Lin tidak jadi mengirim pesan pada managernya. Dia lebih memilih membuka akun sosial media. Maya mengabaikan notif masuk yang dia yakini hanya berisi komentar orang-orang yang mengkritiknya. Dia menekan Wall untuk membuat status. "Samuel Ren, kau akan kehilangan wajahmu dan tidak akan bisa mengurungku lagi."[Selamat malam. Aku minta maaf pada para penggemarku yang merasa resah dengan rumor yang beredar tentangku-Maya Lin. Aku akan menjelaskan bahwa seseorang sedang mencoba menghancurkan namaku. Aku ingin mengkonfirmasi anak itu bukan anakku. Memang benar aku pernah menikah dengan Samuel Ren, tetapi kami bercerai karena pria itu meninggalkanku demi saudaraku yang telah menjadi selingkuhanny
"Aku tidak menyangka akan mendatangi mansion ini lagi, " ucap Maya dalam hati saat dia baru saja turun dari mobil. Mansion ini begitu mewah dan indah, tapi menyembunyikan segala kesuraman di dalamnya. "Apa yang kau lakukan? Stelio sudah menunggumu. Cepat masuk!" perintah Samuel dengan ekspresi dingin di wajahnya. "Ini bahkan masih awal, anak kecil itu masih tidur nyenyak." Maya melangkahkan kaki dengan ragu. Samuel Ren tidak memiliki cukup kesabaran, dia menarik paksa tangan Maya Lin. "Samuel, bisakah kau tidak menarik tanganku dengan kasar?""Maya Lin, aku bisa lakukan lebih dari ini! Tetaplah memberontak dan kau akan tahu apa yang dapat aku lakukan." "Pria kejam! Apa kau seperti ini juga pada Mathilda? Pantas saja dia meninggal--""Haruskah aku menciummu untuk membuatmu diam? Satu kata keluar dari mulutmu aku akan Menghukummu.""Lagi lagi ancaman ini!" Maya hanya bisa mengeluh dalam hati. Dia hanya berjalan mengikuti pria itu masuk. Para pelayan sudah berbaris untuk menyambut m
"Kita suami istri bukan hal aneh untuk berbagi kamar. Bukankah kau selalu memaksaku untuk berbagi kamar denganmu dan--" Samuel belum sempat menyelesaikan perkataannya ketika Maya memotong ucapannya. "Tidak perlu melanjutkannya. Lagipula selain malam itu kau selalu menolak untuk berbagi kamar. Sekarang hubungan kita masih--""Kau kembali ke tempatmu!" Samuel memberikan peringatan pada pelayan itu. Saat pelayan itu pergi, Samuel membuka pintu kamarnya. "Jika kau ingin mendiskusikannya masuk ke dalam!" perintah Samuel. "Tidak. Jika aku masuk, apa gunanya diskusi ini?""Maya Lin, apa kau tidak membaca perjanjian kita dengan benar? Kau ingin membongkar pada semua orang? Apa kau memiliki uang untuk ganti rugi atas pelanggaran klausa kontrak.""Sekarang kau menyebutkan itu. Kau juga telah membongkarnya." Seringai terukir di bibir wanita itu. "Kau ini benar-benat ya!" Samuel langsung menggendong wanita itu. Tangannya menahan kaki dan juga bahunya. Tindakan yang tiba-tiba ini mengejutkan M
"Lakukan saja seperti yang kau katakan itu!" ucap Samuel dengan santai. "Samuel, kau benar-benar! Apa kau membawaku hanya untuk menjadi pelampiasan putramu itu? Sudahlah, tidak ada gunanya aku berdebat denganmu." Maya langsung bangun, dia mengambil pakaian dari almari. "Jika itu adalah Mathilda, apa kau akan membiarkan anak itu berbuat semaunya padanya?" "Kenapa kau begitu sering menyebut tentang Mathilda? Apa kau ingin membuatku teringat dengan mantan istriku yang telah pergi?" Samuel mengucapkan dengan nada dingin. "Aku hanya ingin tahu. Apa perlakuanmu dengan Mathilda akan sama dengan yang kau lakukan padaku?" "Maya Lin, kenapa kau harus menanyakan sesuatu yang sudah kalas jawabannya? Kau itu tidak--""Sudah aku duga. Bagaimanapun, semua tidak akan berubah, kau akan tetep memperlakukan aku-yang kau benci, dengan perilaku yang lebih buruk dari wanita yang kau cintai." Maya dengan buru-buru masuk ke dalam kamar mandi tanpa mendengar apa yang coba dikatakan oleh Samuel. *** "Tuan
"Ternyata anak kecil ini cukup peka ya," ucap Maya. Dirinya sedikit tidak menyangka bahwa anak laki-laki bernama Stelio akan menanyakan ini padanya. Maya membuka mulutnya. Sayang sekali bibirnya seolah terkunci untuk menyatakan sesuatu yang telah dia pendam. "Kenapa aku tidak bisa mengatakan bahwa aku begitu membencinya?"ucapnya pada diri sendiri. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dia tidak tahu kenapa tidak ingin anak ini sedih hanya karena perkataan kasar yang mungkin akan menyakiti hati anak ini. "Bukankah kau yang membenciku sehingga tidak ingin melihatku sedikitpun? Kau bahkan tidak membukakan pintu dan membiarkanku berdiri begitu lama." Pintu tiba-tiba saja terbuka, seorang anak laki-laki langsung memeluk kaki Maya Lin. "Mama, aku tidak membencimu. Justru aku benar-benar mencintaimu. Tolong jangan benci aku!" Stelio menatap Maya dengan mata berkaca-kaca. "Aku sangat merindukanmu dan selalu ingin bersama denganmu. Biasanya aku hanya bisa melihat fotomu yang di s