Share

Chapter 4 Anakku juga Ingin Perhatianmu

Samuel Ren berjalan mendekati Maya lalu mengulurkan sapu tangan padanya. "Untuk apa kau menangisi abu yang tidak akan kembali menjadi manusia? Kau hanya sia-sia datang dan mengobrol dengan foto itu."

Maya menepis sapu tangan yang diberikan oleh Samuel. "Untuk apa kau ke sini? Apa kau hanya datang untuk mengolok-olokku dan anakku? Lebih baik kau pergi saja!"

"Aku tidak bisa pergi. Putraku Stelio ingin kau pulang ke rumah menemaninya. Ayo, pergi! Jangan membuat putraku menunggu." Samuel merah tangan Maya.

"Kau begitu peduli pada anak itu? Apa kau tidak melihat, anakku yang juga darah dan dagingmu sendiri juga buruh perhatianmu. Sejak dia menjadi abu dan selama bertahun-tahun, kau tidak pernah datang mengunjunginya. Sekarang saat kau datang kau malah bersikap dingin dan mengatakan perkataan yang penuh penghinaan." Maya mengucapkannya dengan marah.

"Dia sudah mati, apa aku harus memberikan perhatian padanya? Aku hanya peduli pada orang-orang yang masih hidup," ucap Samuel dengan acuh tak acuh.

"Apa kau juga seperti ini padanya? Kekasihmu yang sudah mati itu?"

Samuel terdiam.

"Sudah aku duga, kau pasti hanya--"

"Itu sama saja. Aku tidak ingin terlibat dengan orang-orang yang sudah mati. Mereka semua sudah lenyap dan telah melalui kehidupan lain. Dia juga tidak akan kembali meskipun aku memberinya kasih sayang dan perhatian. "

Maya menatap wajah Samuel yang tanpa ekspresi itu. Dia ingat di kantor pria itu menunjukkan ekspresi sedih saat mengatakan tentang kematian kekasihnya, tapi sekarang dia menganggap seperti menceritakan orang lain yang tidak ada hubungannya dengannya. "Kau benar-benar tidak punya hati ya. Ah, aku tahu kau membawaku kembali, merawat putramu hanya untuk membuatku sebagai bayangan kekasihmu- Mathilda Lin, kan?" Senyum pahit terukir di bibir Maya.

"Kau juga bisa melakukan hak yang sama untuk menganggap putraku sebagai pengganti putramu juga. Bukankah ini adil?" Seringai terukir di bibir pria itu.

"Kau mengatakannya seolah itu mudah. Aku hanya memiliki satu-satunya putra dan dia ada di sini menjadi abu. Anakku tidak akan tergantikan dengan yang lainnya, apalagi dengan anak yang telah mencuri semua milik anakku. " Ada senyum miris terukir di bibirnya.

"Kau terlalu berlebihan. Apa kau pikir anak ini memiliki hak untuk semua fasilitas yang akan aku berikan untuk pewaris? Meskipun anak ini hidup, semua yang aku miliki hanya untuk putra yang aku akui, Stelio, tidak ada yang lain. Anak yang tidak aku harapkan tidak akan mendapat--"

Maya tidak membiarkan Samuel menyelesaikan kalimatnya. "Pergil! Aku tidak ingin kau mengatakan hal-hal yang menyakitkan itu di depan wajah putraku."

"Dia juga tidak akan merasa terluka dengan kata-kataku. Dia hanya abu!"

"Aku bilang keluar! Aku tidak ingin mendengar apapun darimu. Kau pria sialan yang tidak berperasaan. Kau tidak diizinkan lagi datang ke tempat ini menemui putraku." Maya berdiri lalu mendorong pria itu pergi sejauh mungkin.

"Aku juga tidak ingin datang. Maya Lin, kau harus ikut denganku sekarang juga." Samuel meraih tangan Maya yang sebelumnya digunakan untuk mendorongnya. Dia mencengkeramnya dengan begitu kuat.

"Lepaskan aku, aku tidak mau pergi bersamamu ataupun kembali ke rumah sialan itu." Maya berusaha untuk melepaskan tangannya dari cengkeramannya. Lengannya yang ramping itu tidak bisa melepaskan jari-jari lentiknya dari tangan besar itu.

Maya menoleh ke arah foto putranya, pandangannya begitu sedih setiap kali kakinya menjauh darinya. Perhatian Maya teralihkan saat mendengar namanya dipanggil dengan teriakan keras. Membuat wajahnya menjadi cemas saat menoleh ke arah asal suara itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status