Share

BAB-6 MUNAFIK

Penulis: UMMA LAILA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-22 22:51:27

Nayara akhirnya tiba di kafe, tempat di mana dirinya sudah berjanji bertemu dengan Mayunda, sahabat yang diam-diam telah menyesatkan dan mengkhianatinya. Nayara langsung memasang senyum, berpura-pura seolah tak terjadi apa-apa. Seolah dirinya belum mengetahui semua kebusukan Mayunda.

"Hai, Nay. Sini-sini," panggil Mayunda sambil melambaikan tangan begitu melihat Nayara masuk.

"Hai, May," sahut Nayara, lalu duduk di kursi tepat di hadapan sahabatnya itu.

"Aku udah pesenin kopi buat kamu, nih. Kamu paling suka hot latte, kan?" Mayunda tersenyum sambil mendorong pelan gelas kopi yang ada di depannya.

"Hari ini aku lagi pengin minum ice latte, May. Sorry, ya." Nayara melambaikan tangan, memanggil pelayan. Tak butuh waktu lama, seorang pelayan datang menghampiri dan mencatat pesanannya.

“Oh….” Mayunda kecewa, tapi tak protes apapun.

"Jadi, ada apa, May?" tanya Nayara begitu urusannya dengan pelayan selesai.

"Nggak apa-apa. Aku cuma kangen kamu saja," jawab Mayunda, masih dengan senyumnya

"Hmmm..." Nayara yang mendengar ucapan Mayunda hanya tersenyum sambil menopang dagu dengan tangannya, menandakan bahwa dirinya tak puas dengan jawaban itu.

"Nay, maaf ya. Kemarin di Hotel Avalon aku pulang duluan, soalnya Bagas sama aku ada urusan penting. Untungnya, kemarin petugas hotel bawa kamu ke kamar, jadi aku bisa lega," Mayunda mulai menjelaskan.

"Kenapa kamu tahu aku ada di kamar Hotel Avalon? Harusnya aku pulang ke Hotel Imperial. Kamu tahu itu, kan? Tapi kenapa aku ada di kamar Hotel Avalon?" tanya Nayara pelan, nadanya tenang, dan posisi tubuhnya masih sama.

Mayunda terdiam, ketara sekali jika wanita itu sedang memikirkan jawaban atas pertanyaan Nayara.

"Hmmm," Nayara yang belum juga mendapatkan jawaban tersenyum tipis, menunggu jawaban Mayunda.

Dalam hati kecilnya, Nayara berharap informasi yang diberikan oleh Rei kepadanya adalah salah. Ia ingin percaya bahwa sahabatnya tak akan pernah menyakitinya, hingga dirinya bertekad memberikan kesempatan terakhir kepada Mayunda.

"Kan kamu sendiri yang ingin menginap di kamar itu? Makanya aku antar. Kamu lupa, ya? Jadi bukan salahku kalau aku meninggalkanmu sendirian di hotel Avalon semalam. Kamu kebanyakan minum sih, jadi lupa deh. Lebih baik kamu jangan minum alkohol, Nay. Bahaya buat kamu," ucap Mayunda, kali ini dengan lancar. Senyumnya seolah tak menyisakan rasa bersalah sedikit pun.

Nayara yang mendengar jawaban itu, hatinya hancur. Tapi, ia tetap berusaha tersenyum.

"Oh, oke, May. Nggak apa-apa. Lagipula aku juga istirahat cukup nyaman kok di kamar Hotel Avalon. Yah... walaupun pas bangun-bangun tubuhku rasanya sakit semua dan bajuku acak-acakan. Mungkin efek mabuk, ya?" Nayara sengaja memancing, dan benar saja — Mayunda menyeringai seolah telah mendapatkan pancingan besar

"Oh iya, aku pamit dulu ya, Nay. Udah ada janji sama teman," ucap Mayunda. Entah mengapa, perempuan itu tampak terburu-buru pergi, seolah dirinya sudah menemukan sebuah jawaban dari Nayara.

"Kamu mau ke mana? Kok buru-buru banget sih? Mau ketemu Bagas?" Nayara pura-pura bertanya, padahal dirinya tahu betul kalau Mayunda pasti akan bertemu dengan gundik suaminya sekaligus sahabat yang telah mengkhianatinya. Siapa lagi kalau bukan Selina.

"Bukan, Bagas, Nay. Dia mah sibuk banget akhir-akhir ini. Aku mau ketemu temen cewek. Udah lama nggak ketemu," jawab Mayunda sambil mengeluarkan selembar uang dari dalam tasnya untuk membayar kopi.

"Aku kenal orangnya?" Nayara masih pura-pura tak tahu.

"Oh, kamu nggak kenal, Nay. Ini temenku waktu aku kuliah di LN. Oke, aku pergi dulu ya," ucap Mayunda sambil berdiri, lalu cipika-cipiki seolah tak terjadi apa-apa.

"Oke, hati-hati di jalan ya." Nayara melepas kepergian Mayunda dengan elegan, senyumnya tetap terukir di wajah.

Ia terus menatap kepergian Mayunda yang kini menaiki taksi dari balik jendela kafe.

"Munafik," gumam Nayara pelan, sambil menyeruput es latte miliknya.

Sementara itu, saat Nayara sedang menikmati es latte miliknya yang terasa getir karena pengkhianatan Mayunda, di dalam taksi Mayunda terlihat sibuk mengetik sesuatu.

"Beres, Sel. Aku yakin semuanya sesuai rencana," tulis Mayunda.

“Okay, kita ketemu sekarang, di penthouse ya.” Selina membalas pesan Mayunda.

“Siap.” Mayunda membalas sambil tersenyum.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Skandal sang Nyonya Muda   Bab 61 REI???

    “Sepi amat?” gumam Nayara pelan begitu melangkah masuk ke rumah. Matanya menyapu ruang tamu yang sunyi. Tak ada suara televisi, tak ada aroma masakan, hanya keheningan yang menyambutnya.“Bibi?” panggil Nayara, suaranya melengking memecah kesunyian.Beberapa saat kemudian, terdengar langkah kaki tergesa dari arah dapur. Seorang wanita paruh baya bertubuh agak gemuk muncul, tersenyum lelah sambil mengusap tangannya pada celemek.“Iya, Nyonya?”“Bi, ini... Tuan Mahendra sudah pulang?”Bibi mengerutkan kening, tampak bingung. “Loh? Bukannya Tuan pergi bersama Nyonya tadi?”Nayara hanya menatap bibi itu sebentar, lalu melambaikan tangan seolah menyuruhnya tak usah ribut.“Ya sudah, lupakan saja, Bi. Aku tahu ke mana Tuanmu itu pergi.”Nada suaranya dingin, sinis, membuat bibi yang polos itu otomatis menunduk. Tak berani bertanya lebih jauh.“Tapi, Nyonya—”“Sudah. Aku capek.” Nayara memotong, lalu menaiki tangga dengan langkah malas. Suasana hatinya sudah buruk, dan mendengar nama Raka ha

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB-60 KEGUGURAN?

    "Hmm, jadi begitu ya..."Rei duduk tenang di balik meja kerjanya di gedung megah milik Aldebaran. Jari-jarinya bermain dengan bandul perak yang menghiasi sudut meja, namun sorot matanya tajam—berbahaya."Iya, Tuan. Nona Nayara saat ini sedang pulang dengan taksi," lapor Bima, berdiri tegap di hadapan atasannya. "Sementara Mayunda menuju penthouse tempat Tuan Mahendra dan Nona Selina masih berada."Rei mengangkat dagu sedikit, matanya mengerjap pelan. "Mayunda terlalu lambat. Tekan dia lebih kuat lagi. Kalau perlu—ancam. Bukankah dia masih punya ibu? Gunakan itu. Paksa dia selesaikan tugasnya."Suaranya dingin, nyaris tak beremosi. Jauh berbeda dengan caranya bicara jika sedang menyebut nama Nayara."Baik, Tuan."Bima menunduk. Ia tahu, tak ada ruang untuk keraguan jika Rei sudah bersuara seperti itu. Meski di dalam hati, ia akui—Rei bisa menjadi sosok yang kejam saat menginginkan sesuatu."Lalu, hasil penyelidikanmu soal kesehatan Nayara sepuluh tahun lalu?"Rei menatap lurus ke matan

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB-59 AKU JUGA BISA MAIN CANTIK LOH

    Nayara sudah duduk di meja VIP dan memesan makanan dengan cepat. Tak lama setelah pelayan pergi, pandangannya jatuh pada sepasang manusia yang membuatnya muak: siapa lagi kalau bukan Raka dan Selina."Hmm..." gumamnya pelan, menopang dagu di telapak tangan, matanya tak lepas dari adegan geli di depan sana."Woah..." bibir Nayara menyeringai saat melihat Selina tiba-tiba memegangi kepala.“Bentar lagi juga pasti pura-pura pingsan…” ia menggumam lagi, malas tapi penasaran. Dan benar saja, Selina menjatuhkan diri ke pelukan Raka, seolah tubuhnya tak kuat berdiri.“Ck, drama historical banget. Bangsawan Victoria yang kelamaan nonton sinetron,” Nayara menggeleng-geleng sambil memainkan sendok.Tak lama, pelayan yang tadi melayaninya kembali, kali ini dengan raut ragu dan kertas catatan kecil."Bu… tadi Tuan Mahendra bilang… Ibu bisa pulang naik taksi saja, karena dompet beliau sudah ada pada Ibu. Dan… beliau berpesan supaya Ibu makan yang banyak agar cepat sehat…” suara pelayan bergetar.N

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB-58 TIDAK AKAN KALAH

    “Kamu!”Tangan Raka terangkat ke udara.“Apa? Mau mukul aku? Nih, pukul sini!” Nayara maju, mendekatkan wajahnya ke wajah Raka. Matanya tajam, menantang, penuh bara. “Sekalian aja abis ini kita cerai!”Tanpa ragu, Nayara menggenggam pergelangan tangan Raka dan menempelkannya ke pipinya sendiri. Wajahnya pucat, tapi keras.Raka mendengus, menarik tangannya kasar. Jemarinya menyisir rambut acak-acakan, lalu berdiri berkacak pinggang.“Hah~”Nayara membuang muka, melipat tangan di dada, wajah masam.“Kamu lapar, kan? Ayo, keluar. Makan di restoran.” Suara Raka mulai diturunkan, mencoba meredakan ketegangan.“Gak mau!” Nayara melotot. “Ngapain juga kamu sok ngurusin aku? Sana urusin aja gundik kamu yang lagi hamil!” Telunjuk Nayara menghantam dada Raka tanpa ampun.“Cukup, Nay.” Raka menahan pergelangan tangannya. “Aku gak mau ribut di sini. Udah, ayo cari restoran. Lupakan makanan sampah itu.”“Makanan sampah?!” Nayara membentak. “Mulut kamu ringan banget, ya! Itu makanan kesukaan aku! K

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 57 — RAKA CEMBURU?

    Raka terbaring di atas ranjang, kemeja kantor masih melekat. Kancing atas terbuka, dasi longgar di leher, rambutnya acak-acakan. Wajahnya lelah, tapi pikirannya jauh lebih berat daripada tubuhnya yang penat.“Sial… siapa Bara?” desisnya pelan. Suaranya memecah keheningan kamar sore itu.Ponselnya tiba-tiba berdering. Nama Selina terpampang di layar. Raka menutup mata sebentar, memijit pelipis sebelum mengangkat.“Sayang, kamu di mana?” suara Selina terdengar manja dari seberang.“Aku di rumah Nayara. Sore ini aku di sini dulu,” ucap Raka datar.“Hah? Kok gitu sih? Mau aku ke sana aja? Atau kamu ke sini? Hehe,” goda Selina dengan tawa centilnya.“Sel… jangan main-main,” suara Raka rendah, datar, tapi berisi ancaman halus.“Ih, kamu tuh… gitu aja langsung galak,” rengek Selina, pura-pura manja.Raka menghela nafas dalam. “Aku lagi pusing. Besok aku ke sana. Sekarang nggak bisa.”“Hah? Emang kamu nggak kangen sama anak kita di perut aku ini?” suara Selina mendayu-dayu, dibuat seolah penu

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB-56 SIAPA BARA?

    “Mau ke mana?”Suara Selina terdengar pelan tapi tegas dari balik sofa. Tatapannya tajam, matanya mengikuti gerak-gerik Mayunda yang sedang berdiri di depan meja rias, merapikan make-up-nya.Mayunda membubuhkan lipstik merah menyala di bibirnya. Aura menggoda terpancar kuat dari sosok wanita itu, mengenakan blouse fit dengan sedikit belahan di dada dan rok selutut yang pas membalut pinggulnya. Seksi — tapi masih dalam batas wajar. Ia menoleh dengan senyum centil.“Mau ngrayu orang,” jawab Mayunda santai, lalu mengedipkan mata ke arah Selina.Selina menyipitkan mata, mencermati penampilan sahabatnya dari kepala hingga ujung kaki. “Ngrayu orang?” nada suaranya terdengar mencurigakan.“Yoi,” Mayunda tertawa pelan. “Aku mau ketemu Bagas. Tau kan dia ngilang pas aku diculik kemarin? Aku mau minta kompensasi. Kalau cuma penjelasan doang mah percuma, Bagas itu kan licin kayak belut, selalu bisa ngeles.”Mayunda membetulkan antingnya. Senyumnya lebar, tapi matanya menyimpan ketegangan. Selina

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status