Share

BAB 7 — JEBAKAN

Author: UMMA LAILA
last update Last Updated: 2025-05-23 23:18:16

Nayara meneguk habis ice lattenya, lalu meraih tas. Pandangannya mengikuti Mayunda yang baru saja keluar dari kafe. Senyum palsu perempuan itu masih terpatri jelas di kepalanya.

Tanpa banyak pikir, Nayara langsung naik ke taksi berbeda meninggalkan mobil miliknya di cafe.

“Pak, ikuti mobil putih itu. Jangan terlalu dekat,” ucap Nayara cepat.

Mobil melaju membelah lalu lintas siang Jakarta. Beberapa kali Nayara melihat mobil Mayunda berhenti di lampu merah, lalu kembali melaju hingga akhirnya masuk ke area apartemen elit di pusat kota.

“Berhenti di sini.”

Nayara turun, berjalan masuk ke lobby apartemen dengan ponsel di telinga, pura-pura menelepon. Dari kaca lift, ia sempat melihat sekilas sosok perempuan berambut panjang menjemput Mayunda. Wajah itu terlalu dikenal.

Selina.

Dia di sini?

Hatinya berdegup kencang.

Nayara mendekati resepsionis. Senyumnya tipis, penuh percaya diri.

“Maaf, aku sepupu pemilik unit penthouse 1702. Ada barang titipan, boleh aku lihat rekaman lobby sebentar? Takut salah kirim,” ucap Nayara ringan, sambil menyelipkan amplop tipis di atas meja.

Resepsionis itu ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk.

Beberapa menit kemudian, Nayara melihat rekaman CCTV di monitor kecil. Jelas terlihat Mayunda masuk bersama Selina ke dalam lift, menuju penthouse 1702.

“Terima kasih,” ucap Nayara, cepat mencatat nomor unit di ponsel.

Nayara meninggalkan penthouse dengan terburu, memanggil taksi untuk kembali ke cafe dimana dirinya meninggalkan mobil pribadinya. Untungnya jarak cafe dengan penthouse tak lama.

Begitu sampai Nayara Iangsung kembali ke mobil pribadinya dan langsung menekan speed dial.

“Rei,” panggilnya.

Di seberang sana, suara Reinhard terdengar.

“Ada apa?”

“Aku butuh kamu sadap interkom penthouse 1702. Sekarang.”

Reinhard menarik napas. “Give me five minutes.”

Nayara menunggu di mobil, matanya menatap jam tangan. Lima menit terasa lama.

Sementara itu, di lantai tertinggi Aldebaran Corporation, kantor megah dengan interior serba kaca dan sentuhan kayu elegan itu terlihat tenang.

Reinhard duduk di ruang kerjanya yang luas, dinding kaca menyajikan panorama gedung pencakar langit Jakarta. Di meja kerjanya, beberapa monitor menampilkan berbagai sistem internal dan laporan keuangan.

Begitu ponselnya bergetar, nama Nayara muncul di layar. Reinhard langsung mengangkat.

“Ada apa?” tanyanya sambil melepaskan jasnya, duduk santai di kursi kulit hitam.

Permintaan Nayara yang tiba-tiba membuat Reinhard mengangkat alis. Sadap interkom?

Lelaki itu tersenyum tipis. “Berani juga kamu,” gumamnya pelan.

Tanpa menunggu lama, Reinhard membuka laptop pribadinya. Jemarinya cekatan menari di atas keyboard. Dia mengetik serangkaian kode akses dan masuk ke server sistem smart home apartemen mewah itu — sesuatu yang dulu pernah ia kerjakan saat proyek pengamanan bangunan tersebut masih ditangani oleh vendor anak perusahaan Aldebaran.

"Password standar, gak diganti," ujarnya pelan, merasa geli.

Dalam hitungan detik, tampilan daftar unit dan sistem interkom muncul di monitor.

“Unit 1702... ketemu.”

Reinhard menjalankan perintah remote override untuk mengakses channel audio interkom unit tersebut, melewati firewall seadanya milik apartemen itu.

“Give me five minutes,” katanya tadi — tapi kenyataannya, tak sampai tiga menit semuanya sudah terbuka.

Dia mengambil headset, menyambungkan sistem ke perekam audio terenkripsi.

Suara percakapan dari dalam penthouse mulai terdengar di telinganya.

Reinhard menyandarkan punggung di kursi, bibirnya membentuk senyum.

“Kamu harus memberiku hadiah atas kerja keras ini, Nayara,” bisiknya sebelum menekan tombol record.

Setelah memastikan audio terekam sempurna, Reinhard langsung mengirimkan file itu ke ponsel Nayara.

“Udah. Kirim file ke kamu,” ucapnya singkat via telepon.

Sambil menatap layar yang masih menampilkan sistem smart home apartemen itu, Reinhard menggeleng pelan.

“Aku kira kamu bakal merengek dulu, Nay. Ternyata kamu nyuruh aku kayak asistennya aja,” gumamnya dengan senyum kecil, lalu kembali mengetik untuk menutup jejak digitalnya.

Nayara yang mendapatkan apa yang diinginkannya dari Rei langsung menyambungkan ke speaker mobil. Suara Mayunda terdengar lebih dulu.

"Jadi, soal video di Avalon udah aman?"

"Udah. Aku yang beresin. Sekarang tinggal tunggu Raka minta cerai," suara Selina menyusul.

"Kamu yakin? Nayara kayaknya curiga, Sel."

"Dia? Cuma istri pajangan. Raka tetap balik ke aku, May."

“Yakin Raka nggak cinta sama Nayara? Mereka kan menikah karena bisnis besar Mahendra corporation sama Adinata corp. Jadi nggak mungkin cerai deh, Sel.”

“Raka itu milikku, May. Buktinya dia milih tidur sama aku disini daripada sama Nayara si cewek bego itu kan?”

Jantung Nayara serasa diremas. Matanya basah, tapi kali ini dia cepat menghapusnya.

“Sialan kalian berdua!” Nayara mengumpat di dalam mobilnya sambil memukul stir mobil yang tak bersalah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB-176 PERASAAN YANG USAI (TAMAT)

    Suara gemericik air kolam ikan di taman samping rumah itu terdengar menenangkan, memantul lembut di antara dedaunan dan dinding marmer. Nayara duduk di bangku kayu dekat ayunan tua—ayunan yang dulu sering ia dorong dengan kaki mungilnya sambil tertawa memanggil ayahnya. Sekarang, ia duduk diam. Tangannya menggenggam wadah kecil berisi pakan ikan berwarna cerah. Ikan-ikan koi itu berenang berputar di air jernih, seolah menunggu kehadirannya. Sekali-sekali, ia tersenyum kecil melihat warna-warna itu bergerak. Damai. Hanya saja, di hatinya masih tersisa ruang kosong—kosong yang bahkan waktu belum sepenuhnya sembuhkan. Ia menghembuskan nafas pelan, lalu menaburkan pakan ke permukaan air. “Masih ingat caranya, rupanya,” suara dalam dan hangat itu terdengar dari belakang. Nayara tertegun. Tubuhnya kaku seketika. Ia menoleh perlahan. Seseorang berdiri di bawah pohon kamboja yang sedang berbunga. Bram Adinata. Ayahnya. Rambutnya sedikit beruban, tapi sorot matanya tet

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 175 — TAK ADA YANG TERSISA

    Langkahnya berat, tapi tak lagi disertai amarah—hanya penyesalan yang membatu di dada.Dulu ia berjalan dengan keyakinan, merasa bisa mengatur dunia, menaklukkan siapapun dengan kekuasaan dan kata-kata. Sekarang, setiap langkah terasa seperti hukuman.Raka menyalakan mobil tanpa tahu hendak ke mana.Suara mesin memecah keheningan, namun hanya sebentar. Radio di dashboard menyala, memutar lagu lawas yang dulu sering diputar Nayara di rumah mereka. Lagu yang dulu membuatnya tersenyum, kini terdengar seperti ejekan.Tangannya mencengkeram stir erat, urat di punggung tangannya menegang, wajahnya menunduk.“Semua ini... salahku,” gumamnya lirih.Mobil itu terus melaju, melewati lampu jalan yang redup, hingga akhirnya berhenti di depan gedung tinggi yang kini tampak asing—penthouse lama milik Selina.Tempat itu dulu penuh cahaya.Wangi parfum mawar putih selalu menyambutnya di pintu. Suara tawa Selina menggema dari ruang tamu, lembut, hangat, menenangkan. Kini, hanya sunyi yang tinggal.Rak

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB-174 DUA EMOSI

    Raka menekan pedal mobilnya lebih dalam dari yang seharusnya. Mesin meraung, ban menderu di atas aspal basah—seolah ia berusaha mengusir semua amarah itu ke udara. Tangan kanan menggenggam roda kemudi sampai urat-uratnya mengeras; tangan kiri berkali-kali memukul setir, ritme pukulan seirama dengan kalimat-kalimat kasar yang menggelegar di kepalanya.“Kenapa kau melakukan ini, Nayara?!” geramnya dalam hati, suaranya nyaris pecah. “Kenapa kau berikan semuanya pada Reinhardt Aldebaran? Kenapa bukan padaku? Aku—aku bisa membeli saham itu! Aku akan menebusnya! Daripada menyerahkannya pada ular licik itu!”Hujan semalam masih menyisakan udara lembab. Lampu jalan memantul di kaca depan, membentuk garis-garis panjang yang terdistorsi oleh air. Sepanjang jalan, Raka membayangkan skenario demi skenario: bagaimana ia akan merebut kembali Mahendra Group, bagaimana ia akan menghancurkan rencana Reinhardt. Namun setiap rencana yang muncul di kepala selalu berakhir pada satu kata: terlambat.Ia tib

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 173 — TAKHTA YANG DIRAMPAS

    Pintu ruang CEO Mahendra Group terbuka keras.Raka melangkah masuk dengan wajah merah padam, nafasnya berat, dan urat di pelipisnya menonjol.“Sial!” umpatnya seraya melempar jas hitamnya ke kursi tamu.Tangannya mengepal, matanya menyapu ruangan yang dulu jadi simbol kejayaannya—ruangan yang dibangunnya sendiri, dengan setiap detailnya mencerminkan otoritas seorang pemimpin.Namun hari ini, aroma parfum asing bercampur dengan wangi kopi yang bukan racikannya.Dan di sana—duduk dengan santai di kursinya—Reinhardt Aldebaran.Di sisi lain meja, Bagas Mahendra tengah memeriksa beberapa berkas, tersenyum congkak.Sementara di dekat jendela, berdiri Yasmine Mahendra, dengan blus putih mahal dan tatapan dingin yang nyaris sinis.Raka tertegun sesaat. Kemudian suaranya membelah udara.“Apa yang kalian lakukan di sini?!”Bagas hanya menegakkan tubuhnya, memutar kursi, menatap Raka dengan senyum mengejek.“Tenanglah, Kak Raka. Kau tampak... tidak terbiasa dengan perubahan.”“Perubahan apa maks

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 172 — RAPAT DARAH DAN SAHAM

    Ruang rapat utama Mahendra Group di lantai dua puluh tiga dipenuhi cahaya putih dingin dari lampu gantung kristal. Dinding kaca memantulkan bayangan para direktur, wajah-wajah tegang yang menatap meja panjang dari marmer abu-abu. Di tengahnya, duduk Raka Mahendra — jasnya rapi, dasinya sempurna, tapi matanya menahan letih yang tidak bisa disembunyikan.Hari itu adalah rapat besar pemegang saham, rapat yang sudah tertunda tiga kali karena kisruh internal dan penarikan dana investor asing.Namun bagi Raka, rapat ini punya arti lain — kesempatan untuk melihat Nayara lagi.Sejak perceraian mereka disahkan dua bulan lalu, Nayara belum pernah muncul di publik. Tapi karena ia masih memegang saham besar di Mahendra Group, Raka yakin, cepat atau lambat, mereka akan kembali duduk di ruangan yang sama.Dan hari itu, ia datang dengan harapan yang aneh: sebuah pertemuan bisnis yang diam-diam ingin ia ubah menjadi pertemuan pribadi.Pukul sebelas tepat, pintu kayu tebal di ujung ruangan terbuka. Se

  • Skandal sang Nyonya Muda   BAB 171 — SAHAM YANG DITUKAR CINTA

    Cahaya siang menembus kaca tinggi ruang kerja utama Aldebaran Corp, memantul di permukaan meja kerja berlapis kaca hitam dan menyebar ke seluruh ruangan yang nyaris tanpa suara. Aroma kopi pahit samar tercium di udara, bercampur wangi kayu dari furnitur bergaya minimalis — dingin, tertata, dan tanpa cela.Reinhardt Aldebaran duduk di kursinya, jas abu-abu gelapnya jatuh sempurna di bahu, dan jari-jarinya yang panjang memainkan pena perak dengan ritme lambat. Di hadapannya, Nayara Adinata — perempuan yang selama ini disebut-sebut sebagai satu-satunya orang yang bisa membuat Aldebaran menunggu.Ia datang dengan setelan blazer putih gading, sederhana tapi memancarkan kekuasaan. Tatapannya dingin, namun tenang; wajahnya memantulkan cahaya matahari seperti porselen yang rapuh tapi tak bisa disentuh.Di antara mereka terbentang map tebal berlogo Mahendra Group — berkas peralihan saham terakhir yang menjadi inti dari kesepakatan mereka.“Semua sudah sesuai dengan yang kau minta,” ucap Nayara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status