/ Romansa / Sleeping with my Friend / Bab 1 - Memukul Tunangan Jessie

공유

Bab 1 - Memukul Tunangan Jessie

last update 최신 업데이트: 2021-07-12 12:33:11

Tiga bulan sebelumnya….

Kriiiiiingggggggggggggg

Suara jam weker yang berisik itu membuat Steve bangun seketika. Ingin sekali ia mengumpat keras karena merasa jika belum saatnya ia bangun. Tapi ketika sebuah jemari menjewer telinganya, ia baru sadar jika kini dirinya tidak sedang berada di dalam apartemennya sendiri.

“Hei, bangung, dasar pemalas!” seruan itu membangunkannya. Bahkan si pemilik suara tidak tanggung-tanggung menjewernya membuat Steve mengerang kesakitan.

“Jess, apa yang kau lakukan? Sial! Kau membuat pagiku sangat buruk.”

“Mr. Morgan, kau pun membuat hariku sangat buruk.” Jessie berkacak pinggang. “Apa kau lupa jika semalam kau datang kemari dalam keadaan mabuk? Lalu memuntahkan isi dalam perutmu diatas karpetku? Dan apa kau juga lupa jika saat ini kau sedang telanjang bulat di atas ranjangku? Bangun dan angkat bokongmu dari tempat tidurku.” ucap Jessie dengan nada marah.

Ini memang bukan pertama kalinya Steve melakukan hal tersebut. Lelaki itu tinggal di gedung apartemen yang sama dengan Jessie tapi berbeda lantai. Jika lelaki itu memiliki masalah, atau Jessie yang memiliki masalah, maka keduanya saling bertamu minum dan tidur bersama –hanya tidur bersama. Tidak ada seks dan sejenisnya. Tapi tadi malam, Steve sepertinya terlalu mabuk. Lelaki itu bahkan tidak minum di apartmen Jessie, tapi dengan begitu menjengkelkannya, lelaki itu datang ke apartemen Jessie, melucuti pakaiannya sendiri hingga telanjang bulat sebelum kemudian memuntahkan isi di dalam perutnya.

“Maaf, kepalaku masih sangat pusing.” Steve memijat pelipisnya. “Dan apa kita melakukan sesuatu tadi malam? Aku tidak berbuat yang aneh-aneh, kan?”

Jessie memutar bola matanya jengah. “Kau muntah di atas karpetku, semalaman aku sibuk membersihkan bekas muntahanmu, kau pikir apa yang bisa kuperbuat?”

“Jadi, tak ada seks?”

“Tidak! Yang benar saja. Sekarang cepat bangun dan mandilah. Aku mau membersihkan ranjangku.”

Sambil menutupi ketelanjangannya, Steve bangkit dan menuju ke arah kamar mandi. “Kau tidak kerja?” tanya Steve saat berjalan melewati Jessie.

“Ini minggu. Astaga, kau bahkan sudah tidak bisa mengingat hari. Berhentilah jadi pemabuk, Steve!”

“Baiklah, kau tidak perlu cerewet.” Setelah kalimatnya itu, Steve masuk ke dalam kamar mandi. Jessie menghela napas panjang. Astaga, sampai kapan hubungannya dengan Steve akan selalu seperti ini? Bagaimanapun juga, mereka adalah sepasang laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa, jika terus-terusan seperti ini, maka pasti orang akan beranggapan lain tentang hubungan mereka, padahal, hubungan mereka memang hanya sekedar teman saja.

*****

Steve keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang sudah lebih segar dari sebelumnya. Meski rasa pening di kepalanya masih saja ia rasakan, tapi setidaknya ia sudah bisa berjalan sendiri tanpa terhuyung-huyung.

Steve berjalan menuju bar dapur apartemen Jessie, ia duduk di sana dan mengamati Jessie dari belakang.

“Kau yakin tadi malam tidak ada seks?”

“Ya, tentu saja. Henry saja tidak berani menyentuhku, apalagi kau? Sebelum kau macam-macam, akan kupastikan bahwa kau sudah kutendang dari apartemenku.”

Steve tertawa lebar. “Ayolah, Jess. Kau seperti seorang gadis biara. Aku masih tidak percaya kau masih perawan diusiamu yang sudah Dua puluh tujuh tahun.”

“Karena kau selalu mengacaukannya saat aku ingin melakukannya.” Jessie memberikan Steve sepotong roti isi, tak lupa ia juga memberikan Steve obat pereda nyeri dan juga secangkir kopi.

“Benarkah aku yang mengacaukannya? Atau, itu hanya alasanmu saja?”

“Sebenarnya apa yang kau inginkan? Jika otakmu masih penuh dengan alkohol, lebih baik kau segera keluar. Henry sebentar lagi akan datang.”

“Untuk apa si gay itu datang kemari pagi-pagi buta seperti ini?”

Jessie berkacak pinggang. “Yang pertama, kami tentu akan berkencan. Ini minggu, kami akan menghabiskan waktu bersama. Yang kedua, Bung, ini sudah jam Dua belas siang. Dan yang ketiga, dia bukan Gay, jadi berhenti menyebutnya Gay.”

“Apa sebutan untuk laki-laki yang tidak berani menyentuh kekasih yang sudah dua tahun ia kencani? Jika dia bukan Gay, maka dia tidak tertarik denganmu.”

Jessie tersinggung, tentu saja. Cara diam Jessie membuat Steve sadar jika apa yang ia katakan memang sudah menyinggung temannya itu.

“Maaf, maksudku, kau menarik, tentu saja. Bahkan beberapa kali aku sempat bermain sabun dengan membayangkanmu.”

“Steve, cukup! Kau menjijikkan.”

Steve tertawa lebar. “Oke, aku bercanda. Tapi kau benar-benar menarik Jess. Maksudku, mungkin Henry tidak menyentuhmu karena dia tidak bisa melihat sisi menarikmu.”

“Jika boleh jujur, sebenarnya sudah sejak lama Henry menginginkannya. Tapi, aku yang menolak.”

“Kau yakin? Kenapa Jess?”

“Oh Steve. Aku malu. Kau tahu jika aku tak tahu apapun tentang ranjang. Aku takut dia meninggalkanku karena aku tidak mahir di atas ranjang.”

“Yang benar saja, kau bisa meminta bantuanku, Jess. Kau ingin aku melakukannya dulu?”

Jessie menatap Steve dengan kesal. “Lebih baik kau segera keluar dari apartemenku, sebelum peralatan dapurku melayang menimpa kepalamu.”

“Aku tidak bercanda, Jess. Kau tahu bukan bagaimana hubunganku dengan para gadis? Hampir separuh populasi wanita di New York pernah tidur denganku, seharusnya kau merasa terhormat dengan tawaranku.”

“Keluar!” Jessie sungguh-sungguh.

“Ayolah Jess.”

Jessie menuju ke arah Steve, lalu dengan sekuat tenaga ia menggelandang lelaki itu agar bangkit dari tempat duduknya, kemudian menyeretnya ke arah pintu apartemennya.

“Apa kau ingin aku mencuci otakmu yang mesum itu?” ucapnya dengan sesekli menjambak rambut Steve.

Steve mengaduh, tapi keduanya saling tertawa dengan Jessie yang masih sesekali menyeret Steve menuju ke pintu apartemennya. Saat Jessie membuka pintu apartemennya, saat itulah dia melihat seorang lelaki tampan berdiri di depan pintu apartemennya dengan seikat bunga mawar merah.

Jessie dan Steve menghentikan tawa mereka, sempat terkejut, tapi kemudian Jessie dapat mengendalikan dirinya. Ia segera menghambur ke arah lelaki itu sembari menyebutkan namanya.

“Henry…” Jessie memeluk tubuh Henry, pun dengan Henry yang ternyata segera membalas pelukan Jessie. Setelah itu keduanya berciuman dihadapan Steve, sangat mesra seakan saling melepas rindu.

Ada sebuah rasa kesal dalam benak Steve. Mungkin karena ia merasa Jessie mengabaikannya saat ini. Dan seharusnya ia tidak mempedulikan hal itu.

Jessie menghentikan kemesraan mereka, lalu bertanya “Kau sudah datang?”

“Ya.” Henry menjawab. “Ini untukmu.” Lanjutnya sembari memberikan seikat bunga mawar merah untuk Jessie.

“Oh, kau tidak perlu repot-repot. Masuklah.” Ajaknya. Henry masuk, lalu Jessie menatap ke arah Steve, “Keluar.” Ucapnya pada Steve.

“Ayolah Jess, kau tidak mungkin mengusirku dalam keadaan seperti ini? Cody akan menertawakanku.” Cody merupakan si penjaga apartemen, keduanya memang cukup dekat dengan lelaki paruh baya itu, tapi tetap saja, Steve tidak ingin penampilannya yang selalu keren dan elegant akan ternodai dengan penampilannya saat ini yang sedang mengenakan piyama dengan motif bunga milik Jessie.

Jessie menghela napas panjang. “Baiklah, kau boleh masuk, aku akan ke apartemenmu mengambilkan pakaian ganti untukmu.” Ya, karena hanya Jessielah yang mengetahui password apartemen lelaki terebut, begitupun sebaliknya.

“Ohh, kau benar-benar yang terbaik.” Steve akan memeluk Jessie, tapi Jessie menolaknya.

“Kau tidak perlu memelukku. Masuklah, aku akan keluar sebentar.” Ucapnya dengan wajah datar.

Steve hanya melihat Jessie yang keluar kemudian menutup pintu apartemennya, meninggalkan dirinya hanya berdua dengan kekasih wanita itu.

Steve menatap ke arah Henry yang ternyata sedang mencari minum di lemari pendingin Jessie. Lelaki itu tampak menempatan diri seperti dirumahnya sendiri, dan seharusnya ia tidak ambil pusing dengan hal tersebut.

Meski sedikit risih, tapi Steve tetap bersikap seolah-olah cuek. Ia lalu duduk di sebuah sofa panjang di depan televisi, kemudian mulai menyalakan televisi di hadapannya meski ia tidak tahu harus menonton apa.

“Kemana dia?” Henry bertanya, lelaki itu sudah membawa segelas orange juice dan duduk di sofa yang berbeda dengan Steve.

“Ke apartemenku, mengambilkan baju ganti untukku.” Steve menjawab dengan tak acuh.

Henry baru sadar dengan penampilan Steve saat ini yang ternyata sedang mengenakan piyama milik Jessie. Rasa kesal ia rasakan begitu saja saat memikirkan jika mungkin saja ada hal-hal yang tidak-tidak terjadi diantara Jessie dengan Steve.

“Kau, menginap di sini lagi?” tanya Henry dengan nada tidak suka. Ya, ia memang tahu jika Steve sering menginap di apartemen Jessie, pun sebaliknya. Meski ia tidak suka dengan kenyataan itu, tapi Henry mencoba mengerti jika keduanya adalah sahabat sejak bayi, dan Henry mencoba mengabaikannya meski terkadang kecemburuan itu tumbuh untuk Steve.

“Ya, ada masalah?” Dengan santai Steve bertanya balik.

“Dengar Steve, kau tidak bisa seperti ini terus menerus, Jessie dan aku memiliki hubungan yang serius, kami akan menikah, kau tidak mungkin terus-terusan tidur dengan calon istriku.”

Steve tersinggug, tapi kemudian ia tertawa lebar menertawakan ucapan Henry. “Kau keberatan? Kau yang harus mendengarku, Walter! Hubungan kami lebih dari teman, dan tak ada yang bisa mengerti seberapa dekat ikatan kami berdua.”

“Steve, dia calon istriku.” Henry mengingatkan.

“Dia teman kecilku.”

“Sial! Kalian sudah dewasa. Apa kau tidak bisa melihatnya? Apa kau akan berada diantara kami saat kami bercinta?”

“Bajingan, kau!” Steve berdiri seketia. Jemarinya mengepal, ia tidak suka membayangkan saat dirinya berada diantara Jessie dan juga lelaki sialan itu saat mereka sedang berhubungan intim.

Henry tersenyum mengejek. “Akui saja, Steve. Kau ingin membawanya ke atas ranjangmu, bukan? Kau akan kalah, Steve. Karena malam ini, aku yang akan lebih dulu melakukannya.”

“Sialan!” Setelah ucapannya tersebut, Steve menerkam Henry hingga lelaki itu jatuh terseungkur ke lantai. Tanpa banyak bicara lagi, Steve mendaratkan pukulannya lagi dan lagi pada wajah Henry.

Steve tak dapat mengontrol emosinya. Ya, entah kenapa ia selalu merasa ingin marah saat membahas tentang Jessie dengan lelaki lain.

Apa yang terjadi denganmu, Steve? Apa yang kau lakukan? Dalam hatinya yang paling dalam, Steve bertanya pada dirinya sendiri.

-TBC-

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Sleeping with my Friend   EPILOG

    Jessie dan Steve sarapan dengan sesekali tersenyum satu sama lain. Sesekali menggoda hingga keduanya tidak sadar jika sepasang mata sedang mengawasi mereka dan tersenyum geli melihat kekelakuan keduanya.“Menggelikan sekali.” Akhirnya Frank tak kuasa berkomentar dengan apa yang ia lihat sejak tadi.Steve dan Jessie saling pandang, lalu keduanya tersenyum, menertawakan apa yang dikatakan Frank. “Kau hanya belum mengalaminya, Frank.” Steve yang menjawab.“Well, kau sudah seperti George saja. Semalaman dia menasehatiku, membuat telingaku panas karena mendengarkan tentang macam-macam wanita yang patut kunikahi versinya. Yang benar saja. Aku tak akan menikah.”“Kau sudah berjanji padaku, Frank.” George yang mendengarnya akhirnya menyahut. Lelaki paruh baya itu sedang sibuk membuat sesuatu di dapurnya.“Berjanji untuk memberikan keturunan, bukan menikah, Dad.”“Kau ta

  • Sleeping with my Friend   Bab 36 - 'Teman Hidup'

    “Tidak mungkin.” Kali ini giliran Steve yang menggelengkan kepalanya.“Aku emosi saat Donna berkata bahwa dia perempuan yang istimewa dimatamu, karena itu kau tidak ingin menyentuhnya sebelum kalian menikah. Maka dari itu, aku marah, aku ingin kau menyamakan posisi kami. Tapi saat kau pergi, aku tak bisa tidur memikirkanmu. Bagaimana jika kau benar-benar menidurinya? Bagaimana jika kalian benar-benar seintim itu? Aku benar-benar tak dapat berpikir dengan tenang.”“Jess.”“Tidak, Steve. dan tadi siang aku melihat dia datang ke kantormu, kalian tampak sangat dekat dan intim. Menurutmu, apa yang harus kulakukan? Aku sudah melihat akhir hubungan kita. Karena itulah aku pergi.”Secepat kilat Steve meraih tubuh Jessie kemudian memeluk erat tubuh istrinya tersebut. “Dasar bodoh. Seharusnya kau membahas dulu hal itu denganku.”“Aku tidak ingin membahasnya karena aku takut mendengar sesuatu y

  • Sleeping with my Friend   Bab 35 - "Aku Begitu Mencintaimu"

    Jessie terbangun saat mendapati sebuah lengan memeluknya dari belakang. Bahkan sebuah telapak tangan menangkup dan mengusap lembut permukaan perutnya. Jessie bangkit seketika dan mendapati Steve berada di atas ranjang yang sama dengan dirinya.“Steve? apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya tak percaya. Jessie tidak percaya Steve berada di sisinya saat ini. dari mana lelaki itu tahu bahwa ia pulang ke Pennington? Apa Frank yang memberitahu? Apa ayahnya yang menghubungi Steve?“Hai. Aku tidur.” Jawab Steve sembari mengucek matanya seperti anak kecil.“Maksudku, darimana kau tahu aku berada di sini?”“Kembalilah, dan mari kita tidur lagi.” Ajak Steve. Steve ingin menikmati kebersamaannya dengan Jessie, ia tidak ingin membahas tentang masalah mereka terlebih dahulu.“Tidak. Katakan, kenapa kau berada di sini?” Jessie masih kukuh degan pendiriannya.Akhirnya, Steve menarik lengan Jessie

  • Sleeping with my Friend   Bab 34 - Melarikan Diri

    Jessie sudah bulat pada keputusannya, bahwa ia akan pulang ke Pennington sementara waktu. Memang terlihat sangat kekanakan, tapi ia tidak bisa selalu memikirkan tentang Steve dan Donna Simmon lalu berakhir stress dan membahayakan kandungannya. Jessie ingin menenangkan diri di rumah Sang ayah.Tadi siang, setelah berperang dengan batinnya sendiri, Jessie berinisiatif untuk menemui Steve lebih dulu. Ia ke tempat kerja lelaki itu, dan di sana, Jessie mendapati Steve sedang menerima tamunya.Tamu istimewa tentunya.Jessie bahkan sempat melihat posisi wanita itu yang duduk dengan berani di meja kerja Steve, dengan jemari yang menggoda dada Steve. Tentu Jessie belum sempat mendengar apa yang mereka bahas, karena Jessie memilih untuk kembali pergi setelah membuka sedikit pintu ruang kerja Steve dan mendapati pemandangan tersebut.Mungkin, mereka baru saja membahas tentang malam panas mereka semalam, mungkin mereka sedang membahas waktu untuk berci

  • Sleeping with my Friend   Bab 33 - Tidak Tertarik

    “Katakan dengan jujur, maka aku akan menerimanya. Aku akan menerima perpisahan kita jika kau mengaku bahwa selama ini kau tidak mencintaiku.”“Tidak.” Jessie berkata cepat. “Aku mencintaimu. Sungguh.” Ya, Jessie jujur. Ia memang mencintai Henry. Karena itulah ia menerima lamaran lelaki itu.“Tapi rasa cintamu padaku tak sebesar rasa cintamu padanya, Jess. Tolong, berkatalah dengan jujur padaku.”Jessie hanya menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. “Aku… Aku…”“Kau mencintainya, kan?”Jessie memejamkan matanya frustasi. “Ya….” Desahnya.Kali ini giliran Henry yang memejamkan matanya frustasi. Henry sudah curiga dengan kenyataan itu. Sudah sejak lama. Dan dia baru berani mengutarakan kecurigaannya hari ini. saat hubungan mereka sudah benar-benar berakhir.

  • Sleeping with my Friend   Bab 32 - "Dia cinta pertamaku"

    Menjelang pagi, Steve baru pulang.Sebenarnya, Steve ingin pulang ke apartmennya sendiri, tapi hatinya tidak bisa berkompromi. Ia terlalu khawatir dengan keadaan Jessie. Akhirnya Steve memilih pulang ke apartmen Jessie.Masuk ke dalam, Steve mendapati Jessie tertidur di sofa ruang tengah. Kakinya melangkah dengan sendirinya menuju ke arah Jessie, berjongkok di hadapan wanita itu, lalu mengamatinya.“Sial! Apa kau tidak bisa melihat keberadaanku, Jess? Bagaimana mungkin kau meminta suamimu untuk meniduri perempuan lain? Apa aku begitu tak berarti untukmu?”Steve menatap Jessie dengan tatapan penuh luka. Baru kali ini ada seorang wanita yang membuatnya sakit hingga seperti ini. baru kali ini ia merasa tidak diinginkan oleh seorang wanita. Kenapa harus Jessie yang melakukannya? Kenapa harus wanita ini yang menyakitinya?Steve tahu, bahwa sampai kapanpun, ia tidak akan bisa membenci Jessie. Wanita ini akan selalu menjadi wanita istimewa di

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status