Jessica masih meremas kedua belah tangannya ketika ia sampai di halaman sebuah rumah. Rumah besar milik keluarga Morgan. Tetangga sekaligus teman dekat dari keluarganya. Ya, malam ini keluarga Morgan memang sedang mengadakan pesta kecil untuk merayakan keberhasilan Emily Morgan –putri bungsu keluarga Morgan, menyandang gelar sebagai Dokter spesialis kandungan. Dan pastinya, malam ini, Jessie akan bertemu dengan lelaki itu. Siapa lagi jika bukan Steven Morgan. Putera pertama keluarga Morgan.
Sebenarnya, Jessie tidak ada masalah apapun dengan lelaki itu. Bahkan bisa dibilang, hubungan Jessie dengan Steve adalah hubungan yang sangat unik. Keduanya menjalin pertemanan yang sangat kental bahkan hingga kini, ketika usia mereka sudah tidak remaja lagi.
Jessie menjadi seorang designer terkenal di New York, sedangkan Steve menjadi fotografer yang sukses. Keduanya sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama di Apartmen masing-masing, karena mereka memang tinggal dalam satu gedung apartemen yang sama. Ya, karena mereka sudah tidak lagi tinggal di rumah keluarga masing-masing sejak keduanya memilih untuk mandiri dan bekerja jauh dari rumah mereka.
Tapi, hubungan itu seakan berubah sejak Tiga bulan yang lalu. Ketika Jessie terbangun diatas tempat tidur Steve dalam keadaan telanjang bulat dengan seorang pria yang juga sama telanjangnya, pria tersebut bahkan merengkuh tubuh Jessie seakan tak ingin melepaskan Jessie dari pelukannya, ya, siapa lagi jika bukan Steve.
Hubungan baik mereka ternodai karena hubungan panas yang terjadi dimalam itu. Dan sejak saat itu, Jessie sadar, jika hubungan mereka tidak akan pernah kembali membaik seperti sebelumnya.
Pintu di buka dan mendapati Nyoya Morgan menyambut hangat kedatangan Jessie bersama ayahnya, George Summer.
“Jessie, astaga, kupikir kau tidak bisa datang.” Bibi Patty –Jessie memanggilnya, memeluk erat tubuh Jessie, seakan wanita itu sangat merindukan kedatangan Jessie di rumahnya.
Biasanya, Jessie akan pulang sebulan sekali, begitupun dengan Steve. Keduanya lalu menghabiskan waktu bersama dengan bersepeda bersama, dan lain sebagainya. Tapi sejak tiga bulan yang lalu, Jessie tidak lagi menjalankan aktivitas tersebut. Dia tidak pernah pulang hingga hari ini.
“Aku sibuk, Bibi. Dan hari ini, demi Lily, aku pulang. Dimana dia?”
“Lily di dalam. Kau hanya dengan George?” tanya Patty sembari melirik ke arah George Summer.
“Ya. Frank belum bisa pulang.” George yang menjawab.
“Tidak, maksudku, dimana Henry?” Patty bertanya pada Jessie tentang Henry, lelaki yang sudah menjadi kekasih Jessie Dua tahun terakhir.
“Uuum,” Jessie tidak tahu harus menjawab apa.
“Apa semuanya baik-baik saja, sweetheart?” tanya Patty lagi. Setahu Patty, hubungan Jessie dengan Henry sangat serius, keduanya bahkan akan melangsungkan pernikahan awal musim semi tahun depan.
“Patty, mereka sudah putus.”
“Dad.” Jessie meminta sang ayah untuk tidak banyak bercerita. Apalagi tentang alasan putusnya hubungan mereka.
“Oh, aku turut bersedih.” Patty membungkam bibirnya. Ia tidak menyangka jika Jessie akan mengalami hal ini. “Mari, masuklah, lebih baik lupakan semuanya dan mari kita berpesta.” Ajak Patty dengan ceria, dan Jessie hanya mengangguk sembari menyunggingkan senyuman lembutnya.
Patty menggiring Jessie dan George masuk ke dalam rumahnya. Mereka melewati ruang tengah lalu segera menuju ke arah kebun tepat di samping rumah keluarga Morgan. Pesta kecil tersebut memang dirayakan di kebun yang sudah dihias dengan banyak sekali lampu-lampu kecil hingga membuatnya tampak begitu indah.
“Steve juga sudah datang, dengan kekasihnya.” Tubuh Jessie menegang seketika saat setelah mendengar kalimat Patty. “Hei, lihat siapa yang datang.” Patty berseru keras hingga semua orang yang berada di sana menolehkan kepalanya ke arah Patty, Jessie dan juga George.
Tubuh Jessie semakin menegang saat mendapatkan tatapan itu, tatapan mengintimidasi dari seorang pria yang dulu menjadi sahabatnya, tapi tidak sekarang. Oh Steve, apa yang harus ia lakukan pada pria itu? Haruskah ia menceritakan semua yang terjadi dengannya? Tidak! Bahkan membayangkannya saja membuat Jessie mual. Ya, Steve tidak boleh tahu, lelaki itu tak boleh tahu jika ia sudah mengandung bayi dari lelaki itu.
-TBC-
Jessie dan Steve sarapan dengan sesekali tersenyum satu sama lain. Sesekali menggoda hingga keduanya tidak sadar jika sepasang mata sedang mengawasi mereka dan tersenyum geli melihat kekelakuan keduanya.“Menggelikan sekali.” Akhirnya Frank tak kuasa berkomentar dengan apa yang ia lihat sejak tadi.Steve dan Jessie saling pandang, lalu keduanya tersenyum, menertawakan apa yang dikatakan Frank. “Kau hanya belum mengalaminya, Frank.” Steve yang menjawab.“Well, kau sudah seperti George saja. Semalaman dia menasehatiku, membuat telingaku panas karena mendengarkan tentang macam-macam wanita yang patut kunikahi versinya. Yang benar saja. Aku tak akan menikah.”“Kau sudah berjanji padaku, Frank.” George yang mendengarnya akhirnya menyahut. Lelaki paruh baya itu sedang sibuk membuat sesuatu di dapurnya.“Berjanji untuk memberikan keturunan, bukan menikah, Dad.”“Kau ta
“Tidak mungkin.” Kali ini giliran Steve yang menggelengkan kepalanya.“Aku emosi saat Donna berkata bahwa dia perempuan yang istimewa dimatamu, karena itu kau tidak ingin menyentuhnya sebelum kalian menikah. Maka dari itu, aku marah, aku ingin kau menyamakan posisi kami. Tapi saat kau pergi, aku tak bisa tidur memikirkanmu. Bagaimana jika kau benar-benar menidurinya? Bagaimana jika kalian benar-benar seintim itu? Aku benar-benar tak dapat berpikir dengan tenang.”“Jess.”“Tidak, Steve. dan tadi siang aku melihat dia datang ke kantormu, kalian tampak sangat dekat dan intim. Menurutmu, apa yang harus kulakukan? Aku sudah melihat akhir hubungan kita. Karena itulah aku pergi.”Secepat kilat Steve meraih tubuh Jessie kemudian memeluk erat tubuh istrinya tersebut. “Dasar bodoh. Seharusnya kau membahas dulu hal itu denganku.”“Aku tidak ingin membahasnya karena aku takut mendengar sesuatu y
Jessie terbangun saat mendapati sebuah lengan memeluknya dari belakang. Bahkan sebuah telapak tangan menangkup dan mengusap lembut permukaan perutnya. Jessie bangkit seketika dan mendapati Steve berada di atas ranjang yang sama dengan dirinya.“Steve? apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya tak percaya. Jessie tidak percaya Steve berada di sisinya saat ini. dari mana lelaki itu tahu bahwa ia pulang ke Pennington? Apa Frank yang memberitahu? Apa ayahnya yang menghubungi Steve?“Hai. Aku tidur.” Jawab Steve sembari mengucek matanya seperti anak kecil.“Maksudku, darimana kau tahu aku berada di sini?”“Kembalilah, dan mari kita tidur lagi.” Ajak Steve. Steve ingin menikmati kebersamaannya dengan Jessie, ia tidak ingin membahas tentang masalah mereka terlebih dahulu.“Tidak. Katakan, kenapa kau berada di sini?” Jessie masih kukuh degan pendiriannya.Akhirnya, Steve menarik lengan Jessie
Jessie sudah bulat pada keputusannya, bahwa ia akan pulang ke Pennington sementara waktu. Memang terlihat sangat kekanakan, tapi ia tidak bisa selalu memikirkan tentang Steve dan Donna Simmon lalu berakhir stress dan membahayakan kandungannya. Jessie ingin menenangkan diri di rumah Sang ayah.Tadi siang, setelah berperang dengan batinnya sendiri, Jessie berinisiatif untuk menemui Steve lebih dulu. Ia ke tempat kerja lelaki itu, dan di sana, Jessie mendapati Steve sedang menerima tamunya.Tamu istimewa tentunya.Jessie bahkan sempat melihat posisi wanita itu yang duduk dengan berani di meja kerja Steve, dengan jemari yang menggoda dada Steve. Tentu Jessie belum sempat mendengar apa yang mereka bahas, karena Jessie memilih untuk kembali pergi setelah membuka sedikit pintu ruang kerja Steve dan mendapati pemandangan tersebut.Mungkin, mereka baru saja membahas tentang malam panas mereka semalam, mungkin mereka sedang membahas waktu untuk berci
“Katakan dengan jujur, maka aku akan menerimanya. Aku akan menerima perpisahan kita jika kau mengaku bahwa selama ini kau tidak mencintaiku.”“Tidak.” Jessie berkata cepat. “Aku mencintaimu. Sungguh.” Ya, Jessie jujur. Ia memang mencintai Henry. Karena itulah ia menerima lamaran lelaki itu.“Tapi rasa cintamu padaku tak sebesar rasa cintamu padanya, Jess. Tolong, berkatalah dengan jujur padaku.”Jessie hanya menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. “Aku… Aku…”“Kau mencintainya, kan?”Jessie memejamkan matanya frustasi. “Ya….” Desahnya.Kali ini giliran Henry yang memejamkan matanya frustasi. Henry sudah curiga dengan kenyataan itu. Sudah sejak lama. Dan dia baru berani mengutarakan kecurigaannya hari ini. saat hubungan mereka sudah benar-benar berakhir.
Menjelang pagi, Steve baru pulang.Sebenarnya, Steve ingin pulang ke apartmennya sendiri, tapi hatinya tidak bisa berkompromi. Ia terlalu khawatir dengan keadaan Jessie. Akhirnya Steve memilih pulang ke apartmen Jessie.Masuk ke dalam, Steve mendapati Jessie tertidur di sofa ruang tengah. Kakinya melangkah dengan sendirinya menuju ke arah Jessie, berjongkok di hadapan wanita itu, lalu mengamatinya.“Sial! Apa kau tidak bisa melihat keberadaanku, Jess? Bagaimana mungkin kau meminta suamimu untuk meniduri perempuan lain? Apa aku begitu tak berarti untukmu?”Steve menatap Jessie dengan tatapan penuh luka. Baru kali ini ada seorang wanita yang membuatnya sakit hingga seperti ini. baru kali ini ia merasa tidak diinginkan oleh seorang wanita. Kenapa harus Jessie yang melakukannya? Kenapa harus wanita ini yang menyakitinya?Steve tahu, bahwa sampai kapanpun, ia tidak akan bisa membenci Jessie. Wanita ini akan selalu menjadi wanita istimewa di