Share

Pengakuan Cinta Harry

Harry meneguk air sejuk yang diambilnya dalam kulkas. Sudah jam empat sore, dia mulai melihat Marni sibuk memasak di dapur. Ia merasa aman jika ada Marni. Majikan gilanya tak mungkin berani mendekatinya jika ada orang lain di dalam rumah.

"Pak Yudi enggak ada di rumah, tapi kenapa Bibik masak banyak?" tanya Harry yang terheran melihat banyaknya makanan yang Marni masak.

"Hari ini, keluarga Bu Alena datang. Bu Alena menyuruh saya masak masakan kesukaan mereka."

"Owh." jawab singkat Harry. Dia bersyukur karena malam ini dia bisa kembali hidup tenang tanpa gangguan majikan sintingnya.

Harry berbalik ingin menuju kamarnya kembali, namun sosok wanita yang akhir-akhir ini merampas kenyamanannya kembali membuat jantungnya ingin copot.

"Aaa...!" teriak Harry setelah berbalik. Tepat di hadapannya berdiri majikan sintingnya. Wanita itu benar-benar tak pedulikan apa pun. Ini membuat nyawa Harry merasa terus-terusan terancam karena aksi nekadnya.

"Bisa kamu tolong jemput keluargaku sekarang Harry? Nanti aku akan memberikan alamat rumahku padamu."

"Bi...bisa...Bu...!" jawab gagap Harry.

"Bagus. Kemudikan mobil pelan-pelan karena ibuku sangat takut kecepatan!" pesan Alena. Kali ini dia terlihat waras karena dia tahu ada pembantunya yang sedang memasak.

"Ba...baik. Bu!"

Alena menarik sedikit ujung bibirnya. Sikap Harry terus-terusan membuatnya gemas.

****

Harry melajukan mobilnya di kecepatan sedang. Sekarang mobilnya telah sampai di depan rumah sederhana milik keluarga Alena.

"Selamat sore. Apa benar Anda Ibu Rumi?" tanya Harry pada wanita paroh baya dan gadis cantik yang sudah berdiri di depan rumah dengan pakaian rapih.

"Iya. Saya Rumi dan ini Chika anak saya. Apa kamu Harry, sopir anak saya?"

Harry tersenyum, "Betul sekali, Bu. Saya Harry. Mari masuk dalam mobil. Saya akan antarkan Anda ke tempat majikan saya!" ucap Harry sembari menunjuk kearah mobil.

"Tunggu, Bu. Jangan percaya begitu saja pada orang ini." sahut Chika. Adik Alena.

Ibunya mengernyit, "Memangnya kenapa?"

"Lelaki ini tidak terlihat seperti seorang sopir. Chika curiga, Bu. Dia orang jahat yang sedang menyamar sebagai sopir!"

Rumi yang tak enak dengan Harry mencubit pinggang Chika. Chika sempat berteriak karena kaget dengan cubitan ibunya.

"Ibu enggak percayaan banget sih sama Chika. Lihat betul-betul wajah penipu ini. Masa ada sopir sebening ini!"

Harry tersenyum mendengar ucapan adik Alena. Chika benar-benar mirip Alena. Dari wajah hingga gaya ceplos-ceplosnya membuat Harry tiba-tiba teringat bos gilanya.

Harry merogoh ponsel di saku celananya, dia menghubungi Alena untuk meyakinkan dua orang yang tengah meragukan identitasnya.

[Hallo, tampan! Kangen, ya. Masa baru ninggalin aku sebentar dah nelpon!]

Harry mendadak mual mendengar omong kosong majikannya. Namun dia terus bersikap biasa karena demi mempertahankan pekerjaannya.

[Adik Anda tidak percaya kalau saya sopir Anda.]

Alena terkekeh mendengar cerita Harry. Ya, karena 6bulan yang lalu dia juga tak percaya kalau Harry melamar kerja jadi sopir di rumahnya. Awalnya dia bersikap biasa dan jarang memperhatikan pesona Harry yang sangat memikat itu. Namun setelah kejadian malam itu, ia baru menyadari bahwa Harry sungguh mempunyai daya tarik yang luar biasa.

[Coba pas kenalan tadi kamu ngakunya selingkuhanku, pasti dia langsung percaya.]

Harry menyipitkan matanya. Majikannya kembali menggodanya dengan jawaban yang membuat perutnya mual. Kejadian malam itu bagi Harry merupakan kekhilafannya saja, dia tidak berniat mempertanggungjawabkan apa pun karena itu bukan murni kesalahannya.

[Tolong jangan bercanda, Bu. Jelaskan pada adik Anda agar saya tidak buang waktu terus berdiri tanpa kepastian seperti ini!] tegas Harry, Alena berhenti terkekeh. Ingin sekali memaki sopir ketusnya yang sok jual mahal itu.

[Berikan ponselmu pada adikku!] perintah jutek Alena karena kesal dengan ucapan Harry barusan.

Harry kemudian menyodorkan ponselnya pada Chika, "Kakak Anda mau bicara.]

Chika mengambil ponsel yang Harry berikan.

[Hallo!] sapa Chika.

[Ini Mbak, sayang. Harry sopir baru Mbak. Maaf karena belum sempat memberitahumu ciri-ciri fisiknya!]

Chika melotot mendengar ucapan kakaknya.

[Sumpah, Mbak? Kok bisa ya wajah cakep kaya artis gini mau jadi sopir Mbak? Btw dia single atau sudah punya pacar?”

Alena berdecak kesal mendengar pertanyaan adik perempuannya. Dia tak mau hubungannya dengan adik sendiri renggang karena memperebutkan Harry kelak.

"Jangan ganjen! Kakak mau kamu kuliah yang bener bukan malah tanya-tanya soal lelaki!] bebel Alena. Tak mau mendengar panjang lebar lagi ceramah kakaknya, Chika mematikan panggilan secara sepihak. Ia meringis merasa bersalah sambil mengembalikan ponsel Harry.

"Maaf, aku sudah salah paham."

"Ok. Tidak masalah. Sekarang mari masuk dalam mobil. Kakak Anda sudah menunggu Anda."

Chika dan Rumi membuntuti Harry dari belakang, setelah Harry membuka pintu mobil, Rumi masuk ke dalam mobil tapi tidak dengan Chika.

"Aku mau duduk di bangku depan!" ujar Chika. Sedikit menarik nafas kasar Harry menuruti permintaan adik bosnya. Sikap pemaksa dua wanita itu begitu mirip. Ini makin membuatnya frustasi.

Harry membuka pintu mobil depan kemudian mempersilahkan adik majikannya masuk.

"Terimakasih, tampan!"

Panggilan 'tampan' dari Chika dan suara serak Chika mengingatkan kembali Harry pada majikan tak warasnya. Harry mulai merasa Bosnya telah berhasil masuk ke alam bawah sadarnya. Semua hal yang ia lakukan tak lepas dari bayangan wanita itu. Apakah secara tak sadar dia telah menyukai Alena? Entahlah. Harry merasa mulai tersiksa dengan perasaannya sendiri.

Mobil Harry telah sampai di depan rumah majikannya. Alena yang sudah menunggu kedatangan mereka langsung berlari menghampiri kearah mereka.

"Bu, Lena kangen banget sama ibu. Maaf setelah menikah Lena jarang pulang ke rumah ibu." ucap Alena sambil memeluk erat ibunya yang terlihat sangat kurus itu. Kanker sudah menggerogoti tubuh ibunya. Dalam setahun ini, ibunya sudah banyak sekali keluar masuk rumah sakit. Yudi hanya mengizinkannya mentransfer uang untuk biaya rumah sakit Rumi. Namun dia melarang Alena menemui Rumi meski hanya sekedar menjenguknya di rumah sakit. Setega itu memang Yudi. Dia tak suka melihat Alena keluar dari rumahnya meski untuk menemui ibunya sendiri.

"Ibu paham, Nak. Maaf telah membuatmu menderita karena penyakit ibu."

Degh!

Meski sudah tahu cerita keluarga Alena, Harry begitu sangat tersentuh saat ibu Alena meminta maaf pada Alena. Mendadak ingin sekali ia mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata Alena. Alena yang selalu membuatnya marah itu ternyata wanita kuat yang sebenarnya menyimpan banyak penderitaan.

Harry kembali ke kamarnya. Melihat keharmonisan Alena dan keluarganya benar-benar membuatnya tersentuh.

Harry mengeluarkan sebuah foto yang ia sembunyikan di bawah tumpukan bajunya. Foto dimana saat itu dia masih bahagia bersama kakak perempuannya.

"Haruskah aku lanjutkan balas dendam ini, kak?" 

Harry berbicara sambil mengelus foto kakak perempuannya. Tujuan sebenarnya dia menjadi sopir di rumah Yudi untuk balas dendam pada Yudi dan Alena.

'Jihan Sanjaya'

Dia adalah kakak perempuan Harry yang bunuh diri karena Yudi. Yudi membatalkan acara pertunangannya dengan Jihan tanpa sebab. Seminggu setelah Yudi memutuskan untuk membatalkan pesta pertunangannya dengan Jihan, Yudi langsung menggelar pesta pernikahan mewahnya dengan Alena yang merupakan office girl di perusahaan milik Yudi.

Harry dan Yudi belum pernah bertemu, karena Harry sibuk mengurus dua butik peninggalan orang tuanya di Bandung. Sedangkan Jihan mengurus butik lainnya di Jakarta. Mereka yatim piatu sejak mereka masih berada di sekolah menengah. Hal itu membuat Harry begitu menyayangi Jihan, karena Jihanlah satu-satunya keluarga yang dia punya sekarang.

Setelah enam bulan kematian kakaknya, Harry memutuskan untuk balas dendam dengan menyamar sebagai sopir di rumah Yudi. Ia ingin membuat bangkrut Yudi dan ingin membuat pelajaran setimpal juga buat Alena. Namun setelah melihat kenyataan bahwa Alena juga korban seperti kakak perempuannya, Harry mulai bimbang. Ia justru merasa kasian dengan nasib Alena sekarang.

Dibelakang foto kakaknya, tersimpan juga foto cantik seorang perempuan. Dia adalah Sinta pacar Harry. Karena rencana balas dendam ini dia harus meninggalkan begitu saja Sinta tanpa kepastian hubungan mereka. Padahal Harry tau betul, wanitanya pasti akan sangat terluka. Terlebih jika pacarnya itu tahu kalau Harry sudah pernah menyentuh wanita lain selain dirinya.

Harry memijit kepalanya yang terasa sangat sakit. Dia terperangkap sendiri dengan usaha balas dendamnya. Kini dia tak bisa menyangkal kalau dia mulai menyukai majikan nakalnya. Sedangkan di luar sana, kekasihnya pasti sedang menunggu kepastiannya.

****

"Kak, kami tidur di kamar biasa kan?" tanya Chika pada Alena. Ibunya sedang berbincang dengan bik Marni di dapur, ini kesempatan Alena menjelaskan kejadian sebenarnya pada Chika.

Chika terkejut bukan main mendengar cerita Alena. Dia sama sekali tak menduga Dewi bisa sejahat itu pada Alena.

"Mbak Diam saja di tusuk dari belakang oleh mereka seperti ini?" geram Chika tak habis pikir dengan sikap pasrah kakaknya.

"Mbak masih mikir banyak kali mau melawan mereka. Ibu butuh biaya banyak untuk berobat. Biarlah Mbak tahan sampai mbak berhasil mengambil sebagian harta Mas Yudi."

"Maafin kami yang selalu merepotkanmu ya, Mbak!" ucap Chika sambil memeluk erat tubuh kakaknya.

"Mbak baik-baik saja, kok. Kebahagiaan kalian adalah kebahagiaanku juga " balas Alena.

"Mbak jangan melawan Mas Yudi, ya. Bersikaplah baik padanya selama menjalankan rencana ini. Chika tak mau ringan tangan Mas Yudi bisa kembali melukai hati dan tubuh Mbak."

Ucapan Chika membuat Alena sadar, bahwa sikap jutek dan keras kepalanya justru akan mempersulitnya. Harusnya dia bermain lebih cantik lagi agar suaminya dengan mudah masuk dalam perangkapnya.

"Iya, sayang. Mbak tidak akan menggunakan ego Mbak lagi untuk menghadapi lelaki doyan kawin itu!"

Chika tertawa renyah mendengar ucapan kakaknya. Dia begitu tersentuh dengan pengorbanan Alena. Dia tahu betul dari awal Alena tak mencintai Yudi. Yudi yang merupakan bos Alena memanfaatkan sakit ibu Alena untuk memaksa Alena agar mau menikah dengannya.

Keesokan harinya Alena ikut mengantar ibu dan adiknya pulang. Sepanjang perjalanan Alena terus mengukir senyum saat berbincang dengan keluarganya. Entah kenapa baru sekarang Harry baru menyadari kalau senyuman bos sintingnya sangat manis.

"Harry, antarkan aku ke butik terdekat." perintah Alena saat dalam perjalanan pulang kembali ke rumahnya.

"Baik, Bu." ucap Harry. Kali ini nada bicara Harry sedikit melembut namun Alena belum menyadarinya.

Harry ikut masuk ke dalam butik. Menemani majikannya berbelanja.

"Ini pakaian kurang bahan. Anda tidak cocok memakainya."

Alena di buat tercengang dengan perlakuan Harry kali ini. Harry merebut begitu saja sebuah drees dengan belahan diatas lutut dari tangan Alena.

Alena yang belum menyadari perubahan Harry kembali memilih baju-baju seksi lainnya. Namun kembali Harry merebutnya, kali ini perbuatan Harry membuat wanita itu kehilangan kesabarannya.

"Kalau semua pakaian di butik ini kurang bahan, kenapa kamu membawa aku ke tempat ini, bodoh?"

Harry sempat mundur beberapa langkah karena makian majikan cantiknya yang terdengar begitu mengerikan.

"Kalau begitu saya akan bawa anda ke butik lain." ucap takut-takut Harry.

"Tidak perlu. Mood belanjaku sudah rusak karenamu!" maki Alena lagi. Entah kenapa Harry mendadak sangat suka melihat majikannya marah seperti ini meski terlihat sangat menakutkan. Ia tertawa dalam hati melihat ekspresi majikannya ketika sedang marah.

"Kenapa Anda duduk di belakang?" tanya Harry ketika Alena lebih memilih duduk dibangku belakang.

"Di depan salah di belakang salah. Sebenarnya apa maumu?" tanya Alena sambil memasang wajah garangnya. Harry cepat-cepat membungkam mulutnya dan mengalihkan pandangannya melihat wajah mengerikan majikannya yang seperti ingin menelannya hidup-hidup.

"Harry, apa kamu tahu tempat yang aman dengan harga terjangkau yang sekiranya aman buat keluargaku?"

Pertanyaan Alena membuat Harry menatap wanita itu lewat kaca spion yang ada sedikit di atasnya.

"Saya baru di kota ini. Saya kurang paham soal itu."

Alena mendesah kesal. "Uang tabunganku yang tak seberapa ini harusnya bisa untuk menyembunyikan keluargaku dari kegilaan Mas Yudi nantinya."

Kembali Harry hanya bisa merasa iba mendengar cerita Alena. Kalau saja dia sedang tidak menyamar, jangankan rumah sederhana, rumah mewah pun ia sanggup belikan untuk keluarga Alena. Tapi apa boleh buat, dia belum siap berterus terang tentang identitasnya pada Alena.

"Saya akan bertanya pada beberapa teman saya. Saya harap bisa menemukan rumah paling aman untuk keluarga Anda."

Wajah Alena kembali ceria mendengar ucapan Harry. Dia mendekatkan tubuhnya di belakang kursi Harry.

"Kau benar ikhlas menolongku?" Harry mengangguk dan perasaannya mulai tak enak karena majikan gilanya mulai kumat.

"Bener kamu enggak mau hadiah dariku?" tanya Alena dengan senyum nakalnya.

"Tidak perlu. Cukup membuat hidup saya tenang itu sudah saya anggap ucapan terima kasih dari Anda!" jawab Harry.

"Terserah kamulah, Harry. Kalau hidup tenang adalah impianmu akan aku kabulkan. Mulai sekarang aku akan berhenti mengganggumu!" kesal Alena.

Entah kenapa Harry tak suka mendengar Alena mulai menyerah mendapatkan hatinya. Benar kata wanita cantik itu kalau Harry memang munafik. Apa yang dalam kepalanya lain dengan apa yang keluar dari mulutnya.

Sesampai di rumah, Alena bergegas menuju ke dapur untuk mengambil air minum. Saat ia ingin menuangkan air minum dalam gelasnya tiba-tiba Harry merebutnya.

"Biar saya yang menuangkannya!"

Alena kembali di buat tercengang oleh perubahan drastis sopirnya. Jika sebelumnya sopirnya selalu mengusirnya agar menjauh karena takut ketahuan, kini dia justru yang merasa ketakutan di buat sopirnya.

"Apa kamu sedang kesambet Harry? biasanya kamu yang selalu menyuruhku menjauh karena takut ketahuan." tanya Alena bingung.

"Bik Marni sedang mandi. Dia kalau mandi lama jadi dia enggak akan mungkin mergokin kita di sini." balas Harry sambil memberikan gelas berisi air dingin itu pada Alena. Alena meneguk air itu kemudian meletakan gelasnya di atas meja.

Alena kemudian tersenyum tapi dia enggan mengucapkan terima kasih. Wanita itu sekarang tengah sibuk mengontrol debaran jantungnya yang tiba-tiba berdebar sangat cepat.

"Kamu kenapa bisa berubah semanis ini?" tanya Alena setelah dia merasa perasaannya lebih baik dari sebelumnya.

"Karena saya mulai sadar. Bahwa ketakutan terbesar saya adalah kehilangan Anda bukan kehilangan nyawa saya!"

Alena yang merasa tersentuh dengan pengakuan Harry, spontan menarik baju Harry dan sedikit berjinjit untuk mendapatkan bibir Harry yang sempat membuatnya melayang sesaat.

"Buka pintunya! Siapa yang mengunci pintu kamar mandi dari luar, woyyyy!" teriak Marni yang terjebak dalam kamar mandi. Alena melepaskan ciumannya sesaat.

"Apa ini ulahmu?"

Harry terkekeh sambil mengangguk.

"Meski saya tak takut mati, lagi. Saya tetap harus waspada pada bahaya yang bisa mengancam kita berdua." balas Harry.

Alena girang bukan main, Harry yang biasanya ketus itu tiba-tiba berubah manis seperti ini. Dia melanjutkan ciumannya tanpa peduli dengan teriakan pembantunya yang meminta tolong.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status