Share

Ditinggal

Setelah mendapat perlakuan tak senonoh dari teman suaminya, Alena memilih menunggu suami dan madunya di dalam mobil. Dia diam tanpa suara duduk di sebelah Harry. Rasa syok masih menghantuinya.

 

Harry ikut-ikutan terdiam berada di sebelah majikan cantiknya. Dia tak berani menanyakan kenapa majikannya itu terlihat murung.

 

Dreeetttt...!

 

Ponsel Alena bergetar, Dengan malas Alena mengangkat panggilan telepon dari suaminya.

 

[Kamu di mana? sudah berapa lama kamu pergi ke toilet?" tanya geram Yudi.

 

[Aku ada dalam mobil. Aku tunggu kalian dalam mobil saja.]

 

[Cepat kau segera kembali ke sini. Malu sama teman Mas kalau kamu asal pergi gitu tanpa pamitan lebih dulu.]

 

Alena berdecak kesal.

 

[Maaf, Mas. Aku sudah muak dengan sikap konyolmu yang menjadikanku dan Dewi sebagai bahan lelucon. Kamu bangga sekali memamerkan keberhasilanmu yang mempunyai dua istri seolah kamu lelaki yang sangat hebat. Aku takan kembali ke dalam. Bilang saja pada mereka aku tiba-tiba sakit ataupun kamu bisa cari alasan lain yang lebih masuk akal.] tegas Alena.

 

[Jangan buat malu! Cepat kembali atau Mas akan menghajarmu lagi malam ini.]

 

[Lakukan! Lakukan apapun yang ingin Mas lakukan!]

 

Alena mematikan telepon secara sepihak. Kepala dia sandarkan ke kursi dan ia mulai memejamkan matanya untuk beberapa saat.

 

"Harry!" panggil Alena, sementara matanya masih terpejam.

 

"Ya, Bu."

 

"Sudah berapa kali aku bilang, sebut namaku saja ketika tak ada suamiku!" geram Alena masih dengan mata tertutup.

 

"Maaf, Bu. Saya tidak bisa. Sedekat apapun hubungan kita takan merubah kenyataan kalau kita sebatas sopir dan majikan saja."

 

"Kau bukan sekedar sopirku sejak malam itu Harry. Kau sudah resmi jadi selingkuhanku!"

 

Harry celingukan ke kanan dan ke kiri saat Alena tanpa takut mengucapkan hal itu.

 

"Tolong lebih hati-hati dalam berucap, Bu. Saya belum siap mati muda. Saya belum menikah."

 

Alena membuka matanya kemudian terkekeh.

 

"Aku takan pernah membiarkanmu menikah Harry. Selamanya kau adalah milikku."

 

"Saya rasa anda minum terlalu banyak malam ini. Jadi anda mulai berbicara sembarangan seperti ini."

 

Alena mendekat ke arah sopirnya, wajahnya hanya berjarak beberapa inch dari sopirnya.

 

"Apa kamu mencium aroma alkohol dari mulutku?"

 

Jantung Harry kembali berdebar hebat, "Saya memang tidak mencium aroma alkohol. Tapi saya mencium aroma ketidakwarasan dari anda."

 

Harry kemudian mendorong majikannya agar sedikit menjauh darinya. "Saya mohon, Bu. Jangan buat saya merasa kalau  nyawa saya selalu terancam seperti ini." Harry seperti mengemis keselamatan pada majikan gilanya.

 

Bukan marah Alena kembali terkekeh mendengar ucapan Harry.

 

"Apa sebegitu takutnya kamu akan kematian sampai-sampai kamu menolak majikan cantik sepertiku?"

 

"Saya rasa semua orang juga takut mati sama seperti saya. Pak Yudi orang yang berkuasa. Lelaki biasa seperti saya akan mudah sekali dia singkirkan jika dia mau."

 

 

"Aku janji Harry. Aku takan membiarkan suami brengsekku menyentuhmu jika semua terbongkar.

 

"Bagaimana anda bisa berjanji untuk melindungi saya kalau anda sendiri tidak bisa melindungi diri anda sendiri."

 

Alena membatu seakan tertampar oleh kata-kata sopirnya.

 

"Harry sayang. Ingat kata-kataku, ya. Seberapa kerasnya kamu menolakku, aku akan terus berusaha meluluhkan hatimu. Tunggu sebentar lagi. Saat aku berhasil merampok harta suamiku, aku akan menculikmu lalu memaksamu untuk menikahiku!" goda Alena setelah beberapa saat terdiam, kalimatnya barusan sampai membuat Harry begidik ngeri mendengarnya.

 

"Apa besok anda sibuk?" tanya Harry setelah mendengar omong kosong majikan nakalnya.

 

"Tidak. Kenapa memangnya? apa kamu ingin membawaku ke sebuah tempat?" tanya Alena lalu Harry mengangguk.

 

"Sungguh Harry?"

 

Lagi-lagi Harry mengangguk.

 

"Biar ku tebak. Pasti kau akan membawaku ke Hotel, kan? menuntaskan percintaan kita yang masih bersambung waktu itu." tebak Alena dengan penuh percaya diri.

 

Harry menggeleng, "Bukan, Bu."

 

"Lalu?" tanya penasaran Alena.

 

"Harry menatap tajam ke arah Alena. "Ke psikiater! siapa tahu ada obat yang bisa menyembuhkan gejala terganggunya kejiwaan anda."

 

"A...apa? ulang sekali lagi ucapanmu, sopir bodoh!" bentak Alena sambil memukul-mukul Harry dengan handbagnya.

 

Harry menggunakan tangannya untuk melindungi tubuhnya dari amukan majikan cantiknya. Wanita yang terlihat lemah lembut itu ternyata menyimpan tenaga begitu besar ketika sedang menghajar orang.

 

Beberapa saat kemudian suasana di dalam mobil kembali hening. Alena sudah merasa puas memberi sopirnya pelajaran.

 

"Harry!" panggil lagi Alena memecahkan keheningan.

 

"Kalau ucapan saya hanya memancing kemarahan anda seperti tadi, tolong jangan ajak saya berbincang lagi."

 

Alena melirik ke arah Harry, "Sumpah Harry, baru kali ini aku ketemu sopir jual mahal dan sombong sepertimu!" geram Alena.

 

"Maaf, saya hanya berusaha menjaga kewarasan saya agar tidak terjangkit virus gila, anda."

 

"Tolong diam dulu Harry! Aku mau bertanya serius, padamu. jadi jangan terus memancing amarahku!"

 

Harry kemudian terdiam memberi kesempatan majikan perempuannya melanjutkan ucapannya.

 

"Apa aku terlihat murahan' Harry?"

 

Harry menelan salivanya, bingung harus menjawab apa.

 

"Jujurlah padaku Harry, kali ini aku takan marah padamu. Apa aku terlihat murahan?" Alena mengulang pertanyaannya.

 

Ragu Harry mengangguk, "Iya, sedikit!"

 

Tangan Alena terangkat ingin kembali menghajar sopirnya, namun pada akhirnya dia mengurungkan niatnyakemudian menarik kembali tangannya yang sebelumnya mengambang di udara.

 

"Kenapa tak jadi memukul saya?" kening Harry mengernyit.

 

"Jadi kau lebih suka aku memukulmu?"

 

Alena mulai menunjukan sikap kesalnya.

 

"Bukan begitu, Bu. Saya hanya heran saja kenapa anda tidak jadi memukul saya."

 

Alena mendesah keras, "Meski aku tak suka mendengar kejujuranmu tapi aku mengakui apa yang kau katakan barusan benar adanya."

 

Harry menatap majikannya yang kembali terlihat tenang.

 

"Teman suamiku hampir saja memperk*saku tadi. Kalau aku tak terlihat murahan, bagaimana bisa lelaki itu berani mencoba memperkosaku di keramaian seperti ini. Bahkan suamiku sadang berada di jarak yang tak jauh dari kami."

 

Harry bungkam. Dia menyesal telah berbicara terlalu jujur pada Alena kali ini. Tapi dia memilih diam tanpa menghibur Alena yang sedang merasa sedih itu.

 

Alena dan Harry sama-sama terdiam sampai Yudi dan Dewi datang. Alena memalingkan pandangannya saat melihat Dewi terus-terusan bergelayut manja di lengan suaminya. Dia bukan merasa cemburu' namun dia hanya merasa jijik saja.

 

"Harusnya kamu jangan buat malu seperti ini, Lena. Kamu tau, mereka pasti akan menertawakanku di belakang atas sikap kekanak-kanakanmu!" bebel Yudi setelah masuk dalam mobil. Istri mudanya terus menempel di ketiaknya tak peduli kalau suaminya tengah tersulut emosi.

 

"Sudah ku bilang. Aku tak suka menjadi bahan leluconmu dan teman-temanmu, Mas. Mas sibuk memikirkan harga diri Mas sampai melupakan harga diriku." jawab santai Alena.

 

"Kau makin kurangajar, Len. Gak salah aku menikahi Dewi karena dia lebih punya sopan santun di banding kamu!"

 

Dewi tersenyum puas, sedangkan Alena memlilih diam. Malas dia berdebat lagi dengan suaminya. Terlebih pertengkaran itu terjadi di depan Harry.

 

"Mas kita pergi bulan madu besok, ya? teman-temanku terus mengejekku, mereka menertawakanku karena tak kunjung pergi bulan madu. Kita kan pengantin baru, malu aku Mas!" rengek Dewi memecahkan keheningan.

 

Alena menonaktifkan indera pendengarannya. Dia tak mau mendengarkan apapun perbincangan dua orang yang tengah di mabuk cinta itu. Harry melirik sekilas ke arah Alena. Entah kenapa tiba-tiba ia merasa lucu melihat reaksi wanita yang menganggapnya selingkuhannya itu.

 

"Memangnya kamu mau kita bulan madu kemana? esok Mas akan urus semuanya."

 

Raut wajah Dewi terlihat bahagia sekali karena keinginan bulan madunya dikabulkan oleh suaminya. Ia juga merasa sangat senang karena ia pikir berhasil memanas-manasi madunya. Padahal yang sebenarnya ia lakukan sia-sia saja. Alena sama sekali tak mempedulikan topik pembicaraan mereka.

 

"Ke Bali kita ya, Mas! aku pingin banget kesana." pinta Dewi sambil tersenyum lebar.

 

"Ya, sayang! apa sih yang enggak buat kamu!" ucap Yudi seakan sengaja ikut memanas-manasi istri pertamanya.

 

"Makasih, sayang." ucap Dewi sambil menyandarkan kepalanya di pundak suaminya.

 

"Sama-sama, sayang." balas Yudi seraya mengecup kening Dewi. Mereka mungkin menganggap Alena cemburu dan sakit hati dengan perbuatan mereka. Padahal sedikitpun Alena tak menganggap keberadaan mereka. Dia asik sendiri dengan pikiran liarnya sambil membayangkan wajah tampan sopir pribadinya.

 

Malam ini Alena merasa sangat lelah, dia jatuhkan tubuhnya ke atas ranjang empuknya. Alena kembali memejamkan matanya untuk melepas semua kepenatan yang terjadi hari ini. Saat mata terpejam bayangan yang muncul pertama kalinya adalah sosok Harry, sopir tampannya itu bukankah lebih pantas jadi selebritis? tapi kenapa ia justru harus menjadi sopir istri orang yang kebetulan kesepian seperti dia? Alena terkekeh mengingat kalau beberapa hari ini, dia menggoda sopirnya sampai ketakutan seperti tadi. Saat Harry ketakutan karena godaannya, saat itulah Alena merasa sangat gemas pada lelaki polos nan tampan itu.

 

Keesokan paginya Alena mulai mau sarapan bersama suami dan madunya. Dia terus mengunyah tanpa mempedulikan apapun. Dewi terlalu lebay memamerkan kemesraannya bersama Yudi.

 

"Nambah ya, Mas. Semalam kamu kuat banget, pasti sekarang kamu banyak kehilangan energimu." ucap Dewi sembari sedikit melirik kearah madunya. Hanya ingin tahu reaksi madunya saat dia bersamaan dengan Yudi. Alena tak bisa menelan makanannya, dia sangat jijik dengan ucapan Dewi barusan.

 

"Sudah dua piring loh, nanti sebulan nikah sama kamu bisa-bosa perut Mas buncit karena dipaksa makan terus sama kamu." ujar Yudi menolak tawaran istri mudanya.

 

"Engak apa-apa gemuk, itu tandanya aku pinter ngurus suami. Dari pada kurus seperti sekarang, pasti temen-temen Mas kira Mas gak bahagia dengan pernikahan pertama, Mas." sindir Dewi kembali melirik madunya.

 

Prang!

 

Alena membanting sendoknya ke piring sampai piring berisi makanannya pecah jadi dua. Yudi dan Dewi melotot kaget melihat tingkah brutalnya.

 

"Kamu terus bertindak kurangajar seperti ini. Apa kamu sengaja menguji kesabaran Mas? Apa kamu mau di pukul?" teriak Yudi.

 

"Yang cari masalah itu istri mudamu, Mas. Bukan aku!" balas Alena kemudian pergi begitu saja dari ruang makan. Yudi memijit pelipisnya yang sakit akibat ulah Alena.

 

"Alena akhir-akhir ini sering marah ya, Mas. Sikapnya sekarang mirip pereman. Arogan!" ucap Dewi berusaha mempengaruhi suaminya.

 

Yudi hanya diam. Hatinya membenarkan ucapan Dewi. Dia ikut menyalahkan perubahan kasar Alena. Menurutnya, harusnya Alena bisa menerima kenyataan bahwa dia bukan satu-satunya wanita yang ada di hati Yudi. Harusnya Alena tidak serakah ingin Yudi hanya untuknya. Kalau sudah begini, Alena sendiri yang rugi karena merasa sakit hati.

 

Yudi berangkat kerja tanpa pamitan dengan Alena, ia tahu istri pertamanya masih ngambek. Dia membiarkan begitu saja Alena ngambek tanpa ingin membujuknya.

 

"Ima, tolong atur keberangkatanku ke Bali. Aku dan istriku akan bulqn madu ke sana akhir minggu ini." perintah Yudi pada sekertarisnya."

 

"Baik, Pak. Saya akan mengatur semuanya." Balas Ima.

 

Hari-hari di lalui Alena tanpa banyak bicara dengan suaminya. Penolakannya pada suaminya malam itu membuat suaminya enggan kembali masuk dalam kamarnya. Ini lebih baik buat Alena karena dia sangat jijik harus berbagi tubuh suaminya dengan sahabatnya.

 

Alena merasa makin lama seperti berada di neraka. Yudi dan Dewi terlalu mengumbar kemsraan di depannya. Bahkan tiap malam ia harus menutup telinganya karena desahan Dewi yang sangat keras. Wanita penghianat itu sepertinya sengaja membuat madunya sakit hati.

 

Sabtu yang indah. Akhirnya Alena merasa bebas saat dua orang yang sedang di landa asmara itu pergi bulan madu ke Bali. Ia sudah memikirkan sesuatu hal untuk mengisi hari-hari kemerdekaannya.

 

****

 

Sepulang dari bandara, Harry mendapati Mang ujang tak ada di post satpamnya. Dia terpaksa harus turun untuk membuka pintu gerbang.

 

Rumah terlihat sangat sepi, tapi tak terkunci. Harry langsung masuk menuju kamarnya.

 

"Argh!" teriak Harry ketika melihat bos gilanya sedang duduk di atas kasurnya.

 

"Biasa saja Harry! reaksimu melihatku seperti melihat hantu!"

 

Harry celingukan kemudian segera menutup pintunya karena takut ada yang melihat keberadaan Alena di kamarnya.

 

"Anda lebih menyeramkan dari hantu, Bu. Kenapa anda bisa di kamar saya. Apa anda tidak takut kalau Bik Marni atau Mang Ujang melihat anda di sini?" tanya pelan-pelan Harry karena takut ada yang mendengarnya.

 

"Aku punya kunci serep kamarmu Harry. Jadi kapan saja aku bebas masuk dalam kamarmu. Lalu soal Bik Marni dan Mang Ujang, aku sudah mengirim mereka ke pasar yang jauh dari rumah ini. Dan aku menyuruh mereka membeli banyak barang. Mereka akan lama pulang, jadi berhenti bersikap takut-takut seperti ini!"

 

Harry membuka kembali pintu kamarnya setelah mendengar ucapan majikannya.

 

"Saya mohon, Bu. Keluar dari kamar saya!"

 

Alena bukan keluar kamarnya tapi membuka kancing bajunya.

 

"Panas sekali di kamarmu, Harry. Besok aku akan belikan AC untukmu!" ucapnya.

 

"Hentikan melepas baju anda, Bu. Saya mohon! cukup sekali saya khilaf, saya tak mau mengulanginya." panik Harry.

 

"Lebay banget sih kamu, Har! aku cuma lagi kepanasan!"

 

Alena membuka kemejanya, kemudian meletakannya di atas kasur. Harry merasa kembali malu saat mengintip dari sela jarinya ternyata Alena menggunakan t-shirt setelah kemeja di buka. Dia sengaja mengerjai Harry tadi.

 

"Kenapa di buka matanya? kamu mah munafik Har, bilangnya jangan di buka bajuku tapi matamu ngintip!"

 

Alena berdiri lalu mendekat kearah Harry. Harry mundur, siap menghindari terkaman Alena.

 

"Satu langkah lagi anda maju saya akan telepon Pak Yudi!" ancam Harry.

 

Alena tertawa, "Kamu mau laporan kalau kamu pernah meniduri saya?" jawab santai Alena sambil terus melangkah. Kini mereka hampir sampai di ruang tamu.

 

"Bukan. Saya akan mengatakan kalau anda terus berusaha menggoda saya."

 

Alena berhenti melangkah, kemudian Harry pun ikut mundur.

 

"Kamu pikir dia akan percaya?"

 

Harry terdiam dan memasang wajah pasrah.

 

"Mas Yudi, kenapa balik lagi?" ucap Alena sengaja mengalihkan perhatian Harry. Harry yqng mendengarnya dengan spontan memabalikan badannya untuk melihat majikan lelakinya yang gagal pergi. Merasa lawannya lengah buru-buru Alena mendekat ke arah Harry kemudian sedikit berjinjit.

 

Cup!

 

Sebuah ciuman singkat menempel di bibir Harry. Harry melotot karena lagi-lagi majikan gilanya berhasil mengelabuhinya.

 

"Aku tidak mau melakukan lebih. Begini saja cukup membuatku bahagia." ujar Alena kemudian dengan senyuman kemenangan meninggalkan Harry yang masih belum bisa mengedipkan matanya karena syok.

 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status