Harry meneguk air sejuk yang diambilnya dalam kulkas. Sudah jam empat sore, dia mulai melihat Marni sibuk memasak di dapur. Ia merasa aman jika ada Marni. Majikan gilanya tak mungkin berani mendekatinya jika ada orang lain di dalam rumah."Pak Yudi enggak ada di rumah, tapi kenapa Bibik masak banyak?" tanya Harry yang terheran melihat banyaknya makanan yang Marni masak."Hari ini, keluarga Bu Alena datang. Bu Alena menyuruh saya masak masakan kesukaan mereka.""Owh." jawab singkat Harry. Dia bersyukur karena malam ini dia bisa kembali hidup tenang tanpa gangguan majikan sintingnya.Harry berbalik ingin menuju kamarnya kembali, namun sosok wanita yang akhir-akhir ini merampas kenyamanannya kembali membuat jantungnya ingin copot."Aaa...!" teriak Harry setelah berbalik. Tepat di hadapannya berdiri majikan sintingnya. Wanita itu benar-benar tak pedulikan apa pun. Ini membuat nyawa Harry merasa terus-terusan terancam karena aksi nekadnya."Bisa kamu tolong jemput keluargaku sekarang Harry
Buka pintunya! siapa yang mengunci pintu kamar mandi dari luar, woyyyy!" teriak Marni yang terjebak dalam kamar mandi. Alena melepaskan ciumannya sesaat."Apa ini ulahmu?"Harry terkekeh sambil mengangguk."Meski saya tak takut, mati. Saya tetap harus waspada pada bahaya yang bisa mengancam kita berdua." balas Harry.Alena girang bukan main. Harry yang biasanya ketus itu tiba-tiba berubah manis seperti ini. Dia melanjutkan ciumannya tanpa peduli dengan teriakan pembantunya yang meminta tolong.****Hari terus berlalu. Tiap malam dua manusia yang tengah menjalani cinta terlarang itu tak pernah menyia-nyiakan kesempatan mereka untuk curi-curi bertemu. Alena nampak tak peduli ketika Harry meninggalkan beberapa tanda merah keunguan di beberapa bagian tubuhnya."Alena sayang. Mas pulang!" teriak Yudi sambil mengetuk pintu kamar. Alena dan Harry terkejut bukan main, tiba-tiba sekali suaminya pulang ke rumah tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Ini jam satu malam, suaminya pulang lebih awal
Pov AlenaMas Yudi sudah pergi bekerja, sekarang aku duduk santai di ruang keluarga sambil membaca-baca Majalah. Bunga menghampiriku dan duduk di sebelahku sambil menyalakan Tv."Mbak sudah lama nikah sama Mas Yudi?" tanya Bunga, mukanya masih sangat polos dan lugu tapi yang membuatku sangat heran ia cukup bermental baja, berani mengambil resiko untuk menjadi istri ketiga Mas Yudi."Sekitar setahunan." jawabku singkat."Owh, kalau Mbak Dewi?" tanyanya lagi."Belum genap sebulan." jawabku, dia terlihat begitu kaget mendengarnya."Sumpah Mbak? Jadi waktu mereka ke Bali itu masih dalam masa bulan madu?" tanyanya. Aku sekarang gantian yang kaget mendengar pertanyaannya."Kamu enggak tahu?" Aku balik bertanya padany. Ia menjawab dengan menggelengkan kepala."Mas Yudi tidak menceritakan banyak hal saat itu. Yang dia katakan cuma Mbak Dewi itu istrinya.”"Owh." balasku singkat kembali fokus ke majalah.Di tengah perbincangan kami tiba-tiba datang Dewi merebut remot tv dari tangan Bunga."Gos
Pov Author"Len buka pintunya!"Yudi terus mengetuk pintu. Alena lebih dulu memastikan Harry sudah sampai ke bawah baru kemudian dia membukakan pintu untuk suaminya."Kalau kamu enggak suka Mas belikan mobil untuk Bunga kamu tinggal ngomong secara baik-baik. Enggak usah main kabur seperti ini. Kayak anak kecil saja kamu!" bebel Yudi.Alena berpura-pura manyun meski hatinya sedang merasa berbunga-bunga karena hubungannya dengan Harry sudah membaik."Istri baru Mas tak punya etika. Baru datang sudah membuat masalah. Masa semua yang ku miliki dia ingin milikku juga!""Jadi mas harus berbuat apa? Kalian sama-sama istri Mas!" tanya frustasi Yudi."Jangan belikan dia mobil seperti yang Mas janjikan padaku tadi. Dan tolong kasih tahu dia mulai sekarang jangan lagi berpikir memiliki semua barang seperti kepunyaanku. Mengerti?"Yudi menjambak rambutnya sendiri, kepalanya sudah sangat sakit menghadapi sikap egois semua istrinya."Baiklah. Sudah jangan ngambek lagi, Mas akan turuti keinginanmu k
"Len, apa kamu sudah tidur?" tanya Harry setelah mematikan panggilan telepon."Belum." jawab Alena parau."Kamu belum mengantuk?" tanya Harry terus berusaha mengajak Alena bicara. Harry tahu persis di dalam gudang kotor itu pasti Alena sangat ketakutan sendirian."Belum." jawab singkat Alena."Kamu butuh selimut? Tunggu sebentar, aku akan mengambilkannya untukmu!""Tidak perlu, Har. Kamu Pergi saja dari sini, aku tak mau kamu terkena masalah jika terus berada di sini!" ucap Alena menghawatirkan keselamatan Harry."Bukankah dari awal kita sudah saling berjanji untuk siap menghadapi resiko buruk yang akan terjadi? Kamu enggak perlu menghawatirkanku, Len. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kita akan selalu bersama-sama menghadapi masalah apa pun yang tengah terjadi."Jujur dari dalam hati Alena yang paling dalam, dia sungguh sangat tersentuh dengan ucapan Harry barusan."Maafkan aku Harry. Maafkan aku yang egois telah ikut menyeretmu dalam kehidupan menyedihkanku."Alena yang awalnya sudah
"Jadi kamu siap menikah denganku Harry? aku sudah malas bertahan dengan lelaki gila itu. Aku ingin segera mengakhirinya meskipun uangku belum terlalu banyak terkumpul." tanya Alena pada Harry. Dia sangat berharap lelaki yang sangat di cintainya itu mengiyakan pertanyaannya.Harry terdiam, dia bingung harus menjawab apa. Balas dendamnya baru saja di mulai, haruskah ia mengakhirinya demi Alena?Alena menatap Harry lekat, tak sabar menunggu lelaki itu menjawab pertanyaannya. "Kenapa kamu diam saja Harry? Apa keingananku memilikimu terlalu berlebihan?""Bukan begitu, Len. Aku cuma takut, kamu tidak terbiasa dengan kehidupanku yang sangat sederhana. Aku takut kamu akan kecewa dan menyesal setelah pernikahan kita." ucap Harry berbohong. Tentu saja Harry sangat percaya cinta Alena padanya sangat besar tanpa mempedulikan status Harry yang hanya seorang sopir. Tapi dia punya alasan sendiri kenapa belum buru-buru membawa Alena ke jenjang pernikahan.Raut wajah Alena seketika berubah, dia terlih
"Harry, menantu kur*ngaj*rku telah membawa paksa Alena dari rumah ini. Chika sampai terluka karena berusaha mencegah lelaki br*ngsek itu membawa Alena."Harry melihat kening Chika memar. Ujung bibir Chika juga berdarah. Tangan Harry mengepal melihat keluarga Alena di perlakukan seperti ini oleh Yudi.Harry mencoba menenangkan Rumi, "Ibu mau Alena cepat bisa bebas dari majikan lelaki saya?"Rumi mengangguk sedangkan Chika yang sedari tadi masih diam karena syok ikut menatap ke arah Harry."Saya mempunyai kerabat yang cukup berada. Tapi dia ada di luar kota. Dia juga ada dua butik di sana. Maukah ibu sementara menempati rumah kosongnya?"Ide Harry cukup membuat terkejut Chika dan Rumi."Chika juga bisa tetap kuliah di sana. Bahkan dia juga bisa bekerja di butik milik kerabat saya." sambung Harry kemudian."Tapi, Harry. Bagaimana jika Alena mencari ibu ke sini." tanya Rumi.Harry tersenyum sambil terus mencoba membujuk Rumi dan Chika."Ibu sendiri yang bilang kalau Bu Alena tidak pernah
Hidup bukanlah masalah memegang kartu yang bagus, tetapi terkadang, memainkan kartu yang buruk dengan baik." - Jack London.Harry sudah bersiap memakai seragam kerjanya. Yudi yang merasa masih sakit kepala karena effect obat tidur yang Harry berikan semalam meminta Harry mengantarnya pergi ke kantor."Berhenti di coffee shop terdekat, Har. Aku rasa aku butuh secangkir kopi untuk mengembalikan energiku.""Baik, Pak." balas Harry.Setelah menemukan coffe shop terdekat, Harry memarkirkan mobilnya tepat di depan tempat tersebut.Ikutlah ke dalam." perintah Yudi dan Harry mengikuti bosnya dari belakang."Tolong pesankan satu latte untukku. Kamu terserah mau pesan apa, pasanlah!" perintah Yudi sambil menyodorkan uang pada Harry. Harry mengambil uang pemberian dari bosnya kemudian masuk dalam antrian. Beberapa saat kemudian, Harry telah selesai mengorder lalu menghampiri meja tempat bosnya berada."Terimakasih." ucap Yudi. Harry tersenyum lalu duduk persis di depan bosnya."Semalam aku meras