Home / Rumah Tangga / Status Janda, Bikin Resah! / 1. Dilabrak istri Mas Jaka.

Share

Status Janda, Bikin Resah!
Status Janda, Bikin Resah!
Author: Nadaauliaa

1. Dilabrak istri Mas Jaka.

Author: Nadaauliaa
last update Last Updated: 2023-05-20 00:01:28

"Hei, Siska! Keluar kamu!" Suara seorang yang berteriak kasar, terdengar.

Aku yang sedang tiduran di dalam rumah, dengan terpaksa harus bangkit dan melihat keributan yang terjadi di luar rumah.

"Haduh, apalagi sih ini? Baru juga tiduran sebentar, sudah ada aja yang bikin kesel. Mana bahuku sakit sekali lagi. Ingin tiduran, malah dapat gedoran di pintu. Menyebalkan!"

Mulutku terus saja menggerutu saat hendak membuka pintu.

"Siska!!!" Teriakan itu kembali terdengar. Bahkan, dengan suara yang semakin keras. Tak menunggu lama, aku langsung mempercepat langkah menuju ke arah pintu.

"Ada apa sih, mbak Dewi ini, datang ke rumah aku, marah marah begini."

Aku yang sudah membuka pintu, langsung bertanya pada intinya. Heran deh, malam malam begini, ada aja yang cari masalah denganku. Pikirku dengan kesal. Kulihat Mbak Dewi, seorang wanita cantik dengan dandanan menornya, datang bersama dengan kakak madunya.

"Tentu aja aku marah marah. Dasar janda gatel kamu ya! Beraninya kamu godain suamiku. Udah gak tahan kamu, pengen rasain pisang tetangga!" ujarnya yang membuat Aku langsung naik pitam, hanya dengan sekali tuduhan saja.

Sosok kakak madu dari mbak Dewi terlihat mangut mangut, setujui apa yang dikatakan oleh adik madunya kepadaku.

Enak aja menuduhku sembarangan. Walau aku ini seorang janda, aku gak pernah kegatelan. Apalagi, kegatelannya sama laki orang. Mana istrinya udah tiga, lagi.

"Jangan sembarangan kamu Dewi. Siapa juga yang godain suami kamu?! Laki jelek gitu juga. Mana mau aku!" Aku bersedekap dada. Kupandangnya Dewi dengan wajah kesal dan geram. Tak lupa dengan wanita yang ada di sebelahnya. Memangnya, aku takut apa sama dia? Eh, sama mereka?

Oh, tentu aja tidak!

Walau bibirnya Semerah cabe rawit dengan level tertinggi, aku tak takut dengannya. Aku bahkan, bisa mengolah cabe itu, hingga jadi bahan makanan yang lezat. Lalu, akan aku lahap habis, sampai tak tersisa.

Lihat, lihat. Bibirnya tertutup rapat. Tapi bisa kulihat, jika gigi yang berada di dalamnya, sedang saling bergesekan satu sama lain. Pasti saking geramnya dengan perkataan yang aku katakan padanya.

Yah, beginilah kejujuran. Walau menyakitkan, tapi harus dikatakan bukan? Dan apa yang aku katakan ini 100% benar. Mas Jaka, suami dari Mbak Dewi ini memang jelek. Hanya saja, dia tajir melintir. Tentu aja Mbak Dewi ini takut kehilangannya. Pasti kakak madunya pun menakuti hal yang sama.

Sudah kuduga!

Bisa mati gaya Mbak Dewi ini, kalau jatuh miskin.

Oh, no! Mungkin, itu pikirnya dalam hati.

"Kurang ajar kamu! Sudah menggoda suami orang, pake ngatain jelek segala lagi." Dewi tak terima. Sekarang, ia menunjuk wajahku dengan sangar.

"Iya, mentang dia cantik, bisa ngatain suami kita sembarangan! Dasar janda gatel!" Mbak Rika, kakak madu dari mbak Dewi akhirnya ikut bersuara juga. Tak kusangka, suara keluar dari mulutnya tak kalah pedas dari suara yang keluar dari mulut adik madunya.

"Loh, itu kan memang kenyataannya. kalian aja yang gak sadar, punya laki jelek. Tapi, gayanya ituloh.... Bilangin sama laki kamu dan kamu yang so kecakapan itu, jangan suka gangguin aku, kalau aku lagi jualan. Walaupun aku ini seorang janda, seleraku bukan dia."

Ini kenyataan. Walau si Mas Jaka itu kaya raya. Aku tak akan mau dengannya. Sudahlah beristri tiga, matanya masih aja suka jelalatan sama janda bohay kayak aku.

Ih, ora Sudi aku!

Semua bermula saat kemarin malam Mas Jaka itu membeli nasi goreng ke tempatku.

"Neng, nasi goreng berapa?" tanya seorang pria berperut buncit. Matanya berkedip sebelah. Senyumnya merekah saat aku langsung menoleh ke arahnya. Siapa lagi, kalau bukan mas Jaka, orang tajir melintir yang sukanya godain janda.

"Special apa yang biasa aja, pak?" tanyaku dengan ramah. Wajarlah, aku bersikap demikian. Toh, aku ini seorang penjual, dan seorang pembeli datang menghampiriku bertanya.

"Yang spesial dong. Masa yang biasa aja." Pria buncit itu kembali membalas. Wajahnya masih sama, masam mesem tak jelas. "Oh iya, jangan panggil Pak, dong. Panggil Mas aja, biar enak."

"Lima belas ribu, Mas." Aku memberitahu harganya dengan ramah, sambil mengganti nama panggilan untuk pelangganku ini.

"Murah amat, Neng."

"Ya udah, seratus lima puluh ribu aja. Mau gak?"

"Kok, mahal amat, Neng."

'Wush!'

Aku refleks menghindar saat laki buncit itu hendak menyentuh tanganku.

"Jangan sembarangan ya, Mas. Ini banyak orang loh! Kalau aku teriak, Mas Jaka bisa abis!" ancamku dengan nada kesal. Bisa bisanya aku di goda di tempat jualanku sendiri. Dasar laki laki mata keranjang!

"Eh, eh. Kok marah sih. Mas Jaka yang kaya raya ini kan cuma becanda!"

"Gak lucu, Mas!"

"Hehe, maafin ya... Jadi, berapa tadi harganya?"

Haduh, dia ini tuli atau apa sih? Dengan kesal aku kembali memberitahunya.

"Lima belas ribu, Mas Jaka yang kaya raya."

"Oh iya, mas Jaka lupa. Kok mahal amat, Neng?" Kembali pertanyaan yang sama terdengar.

"Katanya tadi murah!" Aku mencibir. Mas Jaka yang buncit itu malah garuk garuk kepala. Pasti banyak kutunya tuh!

Ih, geli.

"Jadi, gak nasi gorengnya? Yang spesial kan?" Aku bertanya kembali untuk memastikan. Jadi tidak, dia beli? Kalau cuma mau godain aja, mending gak usah! Pergi aja sana!

"Kalau neng Siska, harganya berapa?"

Aku melotot! Dia bilang apa barusan? Berapa hargaku?! Minta dihajar nih orang!

Baju lengan pendek, aku naikkan lagi ke atas. Hingga memperlihatkan lengan dekat bahuku yang begitu mulus dan kinclong.

Sial! Bukannya takut, laki buncit itu malah melongo lihat tanganku yang mulus dan kinclong ini. Niat hati ingin menghajar, dia malah dapet durian runtuh. Karena bisa melihat tanganku yang mulus.

"Bagus ya ... Istri udah tiga, masih aja ganjen sama janda! Emang bener bener ya, Abang ini. Gak cukup apa, Abang udah punya istri tiga. Masa Abang malah mau nambah lagi? Kurang lahan, Bang?!"

Tak kusangka dan tak aku duga. Aku yang sudah siap ingin menghajarnya, tiba tiba saja di hentikan oleh seorang wanita dewasa dengan kerudung merah marun yang menutupi bagian kepalanya datang, lalu memarahi si Mas Jaka ini dengan cepat.

Tangannya terulur, lalu memegangi telinga si Mas Jaka dengan bringas. Hingga membuat si pemilik telinga itu Meringis kesakitan minta dilepas.

"Aw, aw, aw!" Bisa aku dengar, Mas Jaka beberapa kali meringis kesakitan karena tangan yang menjewer telinganya begitu keras.

"Sakit ya, Bang?! Rasain! Ini akibatnya, karena Abang udah genit sama Neng Siska! Gak tahu diri! Udah tua, bukannya tobat, malah pengen bikin maksiat! Bener bener Abang ini!"

Wah, aku suka ini. Seorang istri datang memergoki suaminya yang sedang menggoda seorang janda, tanpa menyalahkan si wanita.

"Makannya Mas, jangan suka genit sama orang. Inget anak istri di rumah. Mana istrinya ada tiga lagi. Masa sih, mau nambah lagi. Aku sih ogah!" kataku yang terlihat puas saat melihat pemandangan di hadapanku.

Tak ayal, para pembeli yang sedang menikmati nasi goreng buatanku ikut menyaksikan drama rumah tangga, di mana sang istri datang melabrak sang suami yang sedang menggoda seorang janda.

"Iya nih. Udah tua, bukannya insyaf, malah makin menjadi," tambah istrinya yang aku lihat begitu cantik. Berbanding terbalik dengan suaminya yang memiliki paras tidak menarik. sudahlah buncit, hitam, matanya jelalatan lagi!

Hanya satu yang menarik darinya. Yaitu, hartanya.

Haduuuuh! Sabar bener yang jadi istri pertamanya ini.

"Ayo, Bang. Pulang! Kalo Abang masih genit aja, adek potong nanti pisangnya, biar gak bisa bercocok tanam. Mau!"

Wadaw!

Bibirku meringis. Ancamnya sungguh membuat nyali si Mas Jaka ini kritis.

Bagus! Laki model dia, memang pantas diancam seperti itu. Biar tahu diri sedikit.

"Jangan dong, Dek. Kalau pisang Abang di potong. Nanti, kalian bertiga gimana? Gak sayang emang, sama Abang?!"

Dih, apa itu? Kulihat laki buncit itu merengek pada istrinya yang cantik. Lama lama, mual juga aku lihatnya.

"Gak peduli! Sekarang, ayo pulang?! Kalau enggak mau, Adek beneran potong pisang Abang!" ancamnya dengan garang.

Aku merinding. Iiih, seram!

"Kenapa kamu? Lagi bayangin pisang tetangga ya?"

Lamunanku yang panjang buyar. Seketika mataku mengerjap saat kudengar Dewi bertanya.

Aku kira, masalah semalam cukup dengan istri pertamanya Mas Jaka aja. Eh, taunya ..., kedua kedua istrinya yang lain malah datang dan memperpanjang masalah denganku. Padahal, yang genit kan suami mereka. Bukan aku.

Dan apa katanya barusan? Aku lagi bayangin pisang tetangga? Idih, enggak!

Enak aja dia menuduh! Mending seger, ini alot.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Status Janda, Bikin Resah!   BAB 59. Mau gak?

    "Gimana?" Satu kata terucap. Sebuah pertanyaan yang membuatku tak bisa berkata-kata, keluar dari mulut manis Angga.Walau aku belum pernah mencoba mulut itu. Eh, tapi aku yakin, mulutnya memang manis. Semanis kata katanya padaku. Dan sikapnya selama ini, tentu saja."Kenapa malah diam? Saya tanya loh. Gimana?" tanyanya lagi. Masih dengan pertanyaan yang sama."Gimana apanya Mas?" Bukannya menjawab. Eh, mulutku malah balik bertanya. Dasar Siska!Grogi kok bisa sampai kayak gini sih."Kok malah balik nanya sih? Saya kan yang nanya duluan sama kamu," katanya dengan kepala yang menggeleng ke kiri dan ke kanan. Aku menatapnya takjub. Cuman gelengin kepala aja, udah bisa bikin aku terpesona. Ganteng banget sih dia. Ya ampun! Pikiranku jadi ke mana mana. Apalagi kalau dia senyum coba. Pasti bakal langsung bikin aku hilang ingatan."Jangan kebanyakan mikirin yang enggak enggak. Kita belum

  • Status Janda, Bikin Resah!   BAB 58. Seseneng itu manggil calon suami.

    "Kamu baik bener sama Marni. Gak rugi Sis, nasi gorengnya kamu kasih gratis sama Marni?" tanya si Dudu saat Marni sudah melenggang pergi dari tempatku berjualan. Tanganku yang sedikit kotor, karena bumbu, segera ku bersihkan dengan lap yang biasa aku gunakan di tempat jualanku. Mengabaikan dulu pertanyaannya si Dudu. Masih tak mau menjawab, aku malah tersenyum sama si Dudu."Enggak lah, Du. Cuma satu bungkus doang kok. Masa sih aku rugi. Gak papa lah, kasian aku sama si Marni. Dia itu tetangga aku yang gak pernah ikut campur. Dia masa bodoh. Tapi, dia juga gak cuek, kalau aku ada masalah. Oh ya, aku yakin tuh, di balik sikapnya yang barusan bisa ketawa itu, dia sebenernya nyimpen luka buka si Marno.""Kamu bener, Sis. Kasian aku sama Marni. Dia kan cantik ya? Mukanya bening, walau dia cuma seorang babu. Gak kayak aku," kata Dudu yang membandingkan wajah Marni dengan wajahnya."Kamu juga cantik Du. Sayang aja, ka

  • Status Janda, Bikin Resah!   BAB 57. Janda nambah satu.

    Jajan tak jadi, yang ada keluar uang buat Mak Iroh.Huh! Si emak yang satu ini emang meresahkan! Padahal, tadi siang ia juga kebagian jatah bagi bagi uang dari Angga. Tapi, masih aja minjam sama aku. Aku sampai kehilangan nafsu makan, gara gara kelakuan Mak Iroh yang kembali kumat. Ku pikir, setelah lama Mak Iroh tak meminjam uang padaku, ia sudah tobat dan tak akan minjam minjam uang lagi. Tapi ternyata ... ah, sudahlah!Berbagai tipe tetangga, ada di lingkungan kontrakanku. Dari yang julid, yang mulutnya lemes, yang tukang nyebar berita palsu, sampai yang suka minjam uang, tapi jarang kembali pulang itu uang, semuanya ada di sini. Dan aku menjadi salah satu penghuni yang terbilang normal di sini. Karena aku bukan salah satu dari yang baru aja aku sebutkan."Wey, bengong aja, kayak ayam pengen kawin!"Kulirik wajah si Dudu sekilas. Lalu, kembali pada setelan awal.Aku tak berniat untuk terkejut. Apalagi samp

  • Status Janda, Bikin Resah!   BAB 56. Mau Jajan.

    Barisan bubar setalah mereka mendapatkan apa yang sudah di janjikan oleh Mas Angga. Yaitu, duit. Mereka semua pulang dengann wajah senang, senyum senang dan mata berbinar. Gagal mendapatkan sembako, mereka pulang dengan membawa uang. Beruntung memang para tetanggaku ini. Uang mengalahkan segalanya. Bahkan, si Jumi yang biasanya suka ketus padaku, berubah bak ibu peri yang kapan saja siap untuk di mintai tolong."Kalau butuh apa apa, bilang aja sama aku. Aku siap bantu kamu, asal ada ininya." Itu kata si Jumi sebelum ia beranjak pergi dari teras rumahku. Jempol dan telunjuknya saling beradu. Aku tau apa maksudnya. Pasti ujung ujungnya duit lagi deh."Mas, harusnya gak usah sampai segitunya sama mereka. Nanti keenakan mereka. Harusnya kan yang kasiih mereka itu si Wati, bukannya Mas Angga," omelku saat semua barisan ibu ibu dan bapak bapak sudah menghilang bak di telan bumi. Hilang kare

  • Status Janda, Bikin Resah!   BAB 55. Dasar Wati!

    Gusti! Aku terkejut bukan main. Gak ada angin, apalagi hujan, tiba tiba aja ini rumah di kerubunin para tetangga kontrakan, dari yang paling dekat hingga ke paling ujung, alias paling jauh, semuanya ada. Bukan tanpa alasan mereka mengerubungi rumah kontrakanku. Katanya, aku ada jadwal bagi bagi sembako hari ini. What! Siapa yang bilang dan nyebar fitnah kayak gitu tentangku? Aku kok gak merasa pernah bilang sama seseorang, apalagi orang orang, kalau aku mau bagi bagi sembako. Wong, aku juga masih kekurangan kok. Gimana ceritanya aku mau bagi bagi? Kalau aku ada uang lebih sih, aku juga mau bagi bagi. Tapi, uang lebihku kan sudah aku kasih sama si Dudu, buat biaya sunat adik bontotnya. Nanti malah, aku mau nyari uang lagi, biar ada lebihnya lagi. "Ayo Dong, Sis. Jangan tunda tunda rezeki kami. Kamu kan mau bagi bagi sembako. Kenapa gak langsung di segerakan aja bagi baginya. Dosa loh, kalau kamu nunda nunda apa yang

  • Status Janda, Bikin Resah!   BAB 54. Mau saya nikahin sekarang?

    Ya ampun! Duniaku terasa berbunga saat kulihat wajah Angga memerah karena cemburu. Ada untungnya juga, aku ketemu dengan Andi, teman saat aku sekolah dulu. Ya, aku tau kalau dari dulu itu, Andi suka padaku. Namun, entah kenapa, dari dulu pula hingga sekarang, aku tak pernah memiliki perasaan yang serupa dengan Aldi. Bukan karena Aldi tidak tampan dan menarik. Bukan karena dia juga tak baik. Tapi, karena hati ini yang tak pernah bisa memiliki perasaan yang sama dengan Aldi. Hingga, hanya sebatas teman, yang bisa aku sematkan dalam hubungan kami berdua. Lama tak jumpa, ternyata kami di pertemukan kembali dengan aku yang sudah memiliki calon suami. Dulu, aku memilih menikah dengan temannya. Dan sekarang? Hatiku pun telah terpaut pada yang lain. Mungkin, hatiku dan hatinya yang tak bisa menyatu. Hingga kata 'teman' yang lebih cocok untuk kita sandang dalam hubungan ini. "Bilang cemburu aja kok s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status