Home / Romansa / Status Kontrak dengan Kakak Angkat / Bab 4. Tawaran dari Revan

Share

Bab 4. Tawaran dari Revan

Author: Arwend Arau
last update Last Updated: 2024-01-06 11:22:21

Bukannya tempat ini, sebuah pemakamam umum. Dan ini tempat pemakamam yang sama dengan ayahku?

"Siapa yang meninggal?" Aku langsung bertanya pada Revan sesaat setelah keluar dari mobil.

"Nanti kau akan tahu di sana? Bisa tolong bantu ibuku berjalan?" pintanya padaku karena sang ibu tidak pernah melepaskan tangannya dariku.

"Tentu saja, dari tadi bahkan ibumu sama sekali belum melepaskan tangannya dariku," ucapku dengan nada sedikit kesal.

"Maaf, kami sudah merusak harimu. Tapi, terima kasih sudah berlaku baik dan sopan pada ibuku yang sedang sakit dan sepertinya ... kamu cocok jadi adikku," ujarnya lirih hampir saja tidak terdengar olehku.

"Maaf, bisa kamu ulangi kata-katamu yang terakhir!"

"Tidak, aku hanya bercanda. Tidak usah terlalu dipikirkan," jawabnya enteng yang membuatku kebingungan.

Ternyata benar, tempat ini pemakaman yang sama dengan ayahku berada, hanya berbeda blok. Dia membawaku ke pemakaman khusus untuk keluarga kaya. Perawatannya pun berbeda sesuai kelas mereka.

"Mah, kita sudah sampai di rumah Liana. Mama bisa melepaskan tangan Mama dari gadis itu," bisiknya lirih dekat telinga sang ibu.

Benar saja, seketika ibunya melepaskan tangannya dariku. Ibunya beralih pada sebuah batu nisan yang bertuliskan sebuah nama anaknya di sana. Lengkap dengan tanggal lahir dan tanggal kematiannya. Tapi, mengapa bertuliskan binti, bukannya seharusnya bin? Entahlah, itu rahasia keluarga mereka, itu bukan urusanku.

Ternyata orang yang bernama Liana tersebut telah berpulang kepada Sang Pencipta. Sekarang aku tahu, apa yang menyebabkan ibunya menderita sakit seperti ini. Ternyata dia telah kehilangan anaknya untuk selamanya. Rasa sayang yang dia rasakan pastinya sangat besar, sampai-sampai dia belum ikhlas untuk kehilangan anaknya tersebut.

"Jadi, Liana ...?"

"Iya, itu Liana. Mungkin kalian seumuran. Satu tahun lalu kami mengalami kecelakaan mobil, aku masih beruntung masih diberikan kesempatan untuk melanjutkan hidup. Tapi ... Liana, dia harus meninggal di tempat. Aku merasa sangat bersalah, karena tidak bisa menjaga adikku satu-satunya. Semenjak kecelakaan itu, mental mama terguncang. Mama masih belum terima kalau Liana sudah tidak ada di dunia ini," jelasnya sambil mengusap lembut kepala sang ibu dan sesekali mengusap nisan Liana. Sudut matanya terlihat berembun.

Entah mengapa ada rasa sakit ketika Revan menceritakan semua ini. Ada satu desakan kesedihan yang aku sendiri tidak mengerti. Akan tetapi, anehnya ada rasa kagum untukku pada Revan. Di usianya yang kutaksir tidak jauh dariku, dia mau merawat ibunya yang sakit seperti ini.

"Maaf, jadi itu sebabnya ibumu terus memanggilku Liana?"

"Ya, wajah kalian ... benar-benar mirip."

***

Sekarang kami telah sampai di sebuah apartemen mewah di kawasan elit ibu kota. Revan mengajakku kemari karena tadi di pemakaman ibunya sempat kembali histeris. Untungnya, aku bisa membujuknya untuk kembali tenang. Revan khawatir ibunya akan kembali histeris jika aku pergi.

Aku merasa bersalah karena sempat berpikir buruk tentang mereka. Akan tetapi, Aku kini benar-benar terjebak dalam situasi yang tidak aku kira sebelumnya. Bersama seorang lelaki muda dan seorang wanita paruh baya yang sedang terguncang mentalnya karena kehilangan anaknya.

Kami telah tiba di depan kamar apartemen milik Revan. Sebuah apartemen dengan gaya minimalis dengan nuansa putih abu yang mendominasi. Kukira itu adalah warna kesukaan laki-laki yang berperawakan tinggi dengan kulit bersih yang pastinya terawat, yang kini ada di sampingku. Wangi parfumnya yang khas lelaki menambah kesan maskulin pada dirinya.

"Ini apartemenku. Aku sengaja membawa mama ke sini, di rumah, mama selalu histeris ketika melihat foto Liana," ucapnya setelah mempersilakan aku duduk. 

"Oh ...!" Hanya kata itu yang terucap, sebenarnya aku iri padanya. Masih muda, kaya dan wajah yang menawan. Kehidupan impian setiap orang.

Aku terus memperhatikan sekeliling apartemen ini, cukup luas untuk seorang laki-laki muda yang hanya tinggal sendirian. Keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaanku yang hanya bisa menumpang hidup pada saudara.

Revan terlihat menghubungi seseorang. Tidak berselang lama, seorang wanita dengan pakaian perawat telah tiba di kamar apartemen miliknya. Ibunya kini telah diserahkan kepada perawat tersebut. Sepertinya itu seorang perawat yang khusus mengurus segala kebutuhan sang ibu. Untungnya, ibunya dalam keadaan tenang dan langsung menurut ketika perawat itu mengajaknya.

Kruk, kruk ... suara perutku kembali terdengar. Aku tersenyum malu karena sepertinya Revan mendengarnya.

"Sepertinya kamu lapar. Tunggu sebentar! Aku sudah memesan makanan untuk makan malam."

"Iya, aku memang lapar, tadi di minimarket aku mau membeli roti untuk mengganjal perutku, tapi tiba-tiba ibumu menggenggam tanganku dan akhirnya aku lupa untuk sekedar mengisi perut ini. Akhirnya semua cacing di perutku berdemo," ucapku terus terang tanpa rasa malu. 

"Sekali lagi aku minta maaf!" ujarnya pelan diakhiri sebuah senyum dengan sebuah lesung pipi yang terukir di senyumnya yang manis.

Tunggu, sejak kapan aku mulai mengagumi lelaki muda di depanku ini?

Akhirnya makanan yang ia pesan datang, dengan cekatan ia mempersiapkan makanan dan menghidangkannya di atas meja. Aku tidak menyangka laki-laki muda kaya seperti dia mau melakukan ini semua. Biasanya mereka manja karena selalu terbiasa dilayani oleh para pelayan. Tidak bisa aku pungkiri, lagi-lagi aku mengagumi Revan.

"Apa kamu sedang mencari pekerjaan?" tanyanya memecah kesunyian yang semula hanya diisi oleh suara denting alat makan.

"Iya, dari mana kamu tahu?" jawabku dengan mulut penuh. Rasa lapar ini begitu menyiksa, apalagi hidangan yang tersaji begitu menggugah selera.

"Dari pakaianmu." Tatapannya kini tertuju pada pakaian yang aku pakai.

"Iya, tadi siang seharusnya aku ada wawancara kerja. Tapi, semua gagal. Mungkin belum rezekinya," balasku cepat.

"Apa kamu mau berpura-pura menjadi adikku?"

"Ukhuk, ukhuk, ukhuk ...."

Aku terkejut mendengar apa yang baru saja Revan ucapkan. Aku langsung menenggak segelas air yang ada di depanku. Seketika, aku langsung menghentikan aktivitas makanku.

"Are you ok? Sorry! Kalau perkataanku baru saja membuatmu terkejut. Aku hanya berpikir, mungkin kehadiranmu bisa mengobati kerinduan mama pada Liana."

Aku hanya bergeming. Tidak ada jawaban yang keluar dari bibirku ini. Apa dia sudah ikut tidak w4ras seperti ibunya? Apa yang sebenarnya ada di dalam pikirannya?

"Tenang saja, aku pasti akan membayarmu. Anggap saja aku memberimu pekerjaan karena hari ini aku dan mama telah mengacaukan harimu. Kamu hanya perlu menemani mama. Aku sangat berharap mamaku bisa segera sembuh seperti sedia kala." Raut wajahnya berubah sendu.

"Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang, aku tahu ini tidak mudah untuk seorang yang baru saja kau temui. Tapi tenang, aku bukan laki-laki jahat dan aku tidak punya maksud lain. Jadi jangan berpikir negatif tentangku," katanya

memberiku penjelasan.

Mendengar tawaran yang Revan ajukan, aku menjadi tergoda. Namun, Aku sedikit ragu apakah di lain hari akan ada masalah baru ketika aku menerima tawarannya? Apa yang akan terjadi nanti kalau sampai ibunya pulih dan tahu aku berpura-pura menjadi anaknya yang telah meninggal?

Akan tetapi, dia berkata akan membayarku. Setelah aku gagal untuk menjual ginjalku, apakah ini kesempatan untukku bisa mempunyai uang untuk membayar hutang almarhum ayahku dan membantu biaya operasinya Danur? Selain itu, aku ingin tahu semirip apa aku dan Liana. Apa jangan-jangan ... kami sebenarnya adalah saudara kembar yang terpisahkan?

"Baik, aku akan memikirkan tawaranmu." Sorot matanya seketika berbinar mendengar ucapanku.

Tiba-tiba aku teringat dengan Bi Nani dan Danur. Aku mencari benda pipih yang biasanya terus berdering. Sial, ke mana ponselku? Apa tertinggal di dalam mobil Revan?

"Maaf, aku harus pulang sekarang! Ini sudah malam. Bibi pasti mencariku." Aku beranjak, bermaksud merapikan piring sisa makanku.

"Tidak usah dibereskan, biarkan saja! Kamu tamuku. Aku berhak menjamu dengan yang terbaik," sanggahnya saat aku akan merapikan meja makan.

"Sepertinya Mama juga sudah tertidur, aku akan antar kamu pulang!" ucapnya lagi.

"Tidak perlu! Aku bisa pulang sendiri," tolakku aku tidak ingin dia tahu di mana aku tinggal saat ini.

"Ini sudah malam, aku takut terjadi sesuatu padamu," ujarnya seperti mengkhawatirkanku. Ternyata tidak hanya berwajah menawan, dia juga terlihat baik dan perhatian.

'Ya Allah, dia seperti malaikat yang akan menolongku keluar dari semua permasalahan hidupku,' batinku lirih.

Revan telah berganti pakaian dengan yang lebih casual. Sebuah polo shirt warna abu muda melekat pas di badannya yang tinggi.

Aku memalingkan wajahku ke sembarang arah, aku takut dia tahu kalau aku sedang memperhatikannya.

"Apa nanti kamu bisa datang lagi ke sini menemui mamaku?" tanyanya setelah berada tepat di hadapanku.

"Aku tidak tahu, kita lihat nanti!" jawabku asal, karena sebenarnya aku menjadi gugup saat di dekatnya.

"Aku mengerti. Ayo, aku antar kamu pulang!" ajaknya padaku.

Sebenarnya sebelum aku pergi, aku ingin melihat ibunya Revan. Tapi, Revan tidak mempersilakan aku melakukan itu. Akhirnya, kami keluar dari apartemen dan menuju ke bestmen tempat Revan memarkirkan mobilnya.

Sesampainya di dalam mobil, aku langsung mencari keberadaan ponselku.

"Kamu sedang mencari apa?" tanyanya bingung melihat tingkahku.

"Ponselku, aku lupa menyimpannya. Aku kira ponselku terjatuh di sini," balasku sambil terus mencari keberadaan ponselku yang terjatuh.

"Alhamdulillah ketemu!" pekik ku keras karena bahagia benda berharga satu-satunya milikku berhasil kutemukan.

Revan hanya membalas dengan sebuah tawa kecil. Revan memintaku untuk duduk di sampingnya. Kemudian dia mulai melajukan kendaraan roda empatnya keluar meninggalkan apartemen.

Ternyata batere ponselku mati. Aku mulai mengisi daya ponselku. Revan fokus ke jalanan sambil sesekali mengajakku berbincang. Beberapa saat kemudian aku menghidupkan daya ponselku. Sepuluh panggilan tidak terjawab dari Bi Nani. Astagfirulloh, ada apa ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 63. Tamat.

    Sore ini, Kediaman Raihanah nampak sedikit ramai. Orang-orang masih terlihat sibuk menata ornamen untuk menyambut kedatangan Revan di rumah ini."Apa nggak berlebihan, Ma? Aku takut Kak Revan malah nggak nyaman dengan penyambutan ini," ungkap Azila saat melihat para pekerja yang tengah sibuk."Mama cuman ingin membuat dia yakin kalau dia masih sangat berharga untuk keluarga kita. Mama sangat senang saat kamu bilang dia mau menginjakkan kakinya lagi di rumah ini. Selama ini, sulit banget buat bujuk diapulang." Tidak ada yang berani membantah perintah Nyonya Besar--kecuali Revan.Namun,tiba-tiba sorot mata itu berubah sendu, seolah mengisyaratkan ada sebuah penyesalan masa lalu yang masih terbayang.Azila yang menyadari hal tesebut, lantas langsung mengganti topik pembicaraan. Ia tidak mau rasa sedih kembali menaungi ibunya. Malam pun tiba, Azila masih berada di kamarnya. Masih berkutat dengan make up yang akan menghi

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 62.

    Semenjak keluar dari rumah sakit, Azila lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar. Membaca novel kesukaannya atau sekedar melukis untuk menghilangkan kejenuhan. Azila yang terus mendesak sang ibu untuk bercerita tentang bagaimana Revan bisa datang ke rumah sakit menemuinya, malah membuatnya kecewa. Sebuah kenyataan, bahwa selama ini mereka telah mengetahui keberadaan Revan. "Kenapa meraka harus menyembunyikan semua ini dariku? Apa cerita mama dan Liana benar adanya? Arggghh!" Rasa frustasi semakin menguasainya. Azila melemparkan tubuhnya sembarang di atas kasur. Pandangannya kosong, ia hanya menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih bersih. Rasa sakit mulai kembali menjalar di kepalanya. Ia mencoba kembali tenang. Perlahan menarik napas panjang, ia tidak mau asam lambungnya kembali membuat dirinya terkapar di rumah sakit."Aku nggak bisa kayak gini terus, aku harus temuin kak Revan dan mendengarnya lan

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 61

    Liana berusaha bangkit dan mengambil obat yang selalu ia bawa di dalam tas kecilnya. "Aku harus bisa!" Dengan napas yang mulai tersenggal-senggal. Hampir saja ia kembali terjatuh sebelum akhirnya ada seseorang yang berhasil menopang tubuhnya yang kurus."Ya ampuuuun, Non?" ucapnya saat berhasil menahan tubuh Liana agar tidak terjatuh. Ternyata itu Alexa dan perawat pribadi Liana yang datang.Dengan sigap sang perawat segera memberikan obat yang harus Liana minum. "Makasih," katanya dengan lemah."Untungnya kita datang tepat waktu, kalau nggak ya ampiun, Non, Non! Nanti kalau udah tenang Yey harus cerita sama Ekye pokoknya! Sekarang Yey istirahat, kita stand by di sini. Kita bakal jagain Yey dua puluh lima jam kalau perlu!" ucapan Alexa berhasil membuat Liana tersenyum."Sekali lagi terima kasih, kalian seperti malaikat yang Allah kirim untuk aku," ujar Liana lemas. Tidak lama kemudian dia terlihat terlelap

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 60

    Rasa penasaran pada sosok anak kecil yang berada di samping Revan, sepertinya harus Azila tahan dulu. Dia tidak mau merusak suasana hati yang kini sedang berbunga-bunga. Penantiannya pada pria bertubuh tinggi itu tak lekang oleh waktu. Dan kini, saat sang pujaan berada tepat di hadapannya, rasanya tidak rela harus merusak segalanya. "Sebaiknya nanti saja aku tanyakan tentang anak ini. Tapi tunggu, kenapa wajahnya sangat tidak asing, ya?" gumamnya dalam hati. Menyadari tingkah Azila, Raihanah dan Liana mencoba kembali mencairkan suasana yang mulai sedikit kaku dan ada kecanggungan. Mereka juga tidak tahu kalau Revan akan mengajak serta putri dari adiknya-mendiang Shopia-untuk hadir di acara dadakan hari ini. Awalnya mereka akan memberi kejutan di sebuah hotel berbintang. Tetapi karena Azila tiba-tiba masuk rumah sakit, semua rencana dipindahkan secara mendadak. "Hmmm, kita potong kuenya dulu, ya! Kasian tuh yang lain pada nungguin," pinta Liana pada Azila. "Iya, nih, Teh,

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 59

    Tak terasa cairan itu kembali lolos membasahi pipinya. Cepat-cepat ia menyusutnya. Ia tidak ingin kembali larut dalam kesedihan. Perlahan Azila menutup kembali matanya, menikmati derasnya hujan yang membasahi tubuhnya. Seolah-olah ia bisa merasakan kehadiran Revan ada di dekatnya. Wangi aroma parfum yang ia kenal tiba-tiba menguar masuk ke dalam setiap hela napasnya."Bahkan wangi aroma tubuhmu masih bisa kuingat dengan baik." Azila menarik napas panjang, merasakan aroma parfum yang semakin dekat dengan dirinya."Tunggu! Wangi ini ...?" Azila mengendus wangi parfum itu tanpa membuka matanya."Nggak mungkin itu dia, sepertinya aku terlalu berharap kalau sekarang dia ada di depanku," ucapnya pelan.Tiba-tiba kepalanya terasa sakit dan berputar, perutnya juga mulai terasa mual, mungkin karena Azila seharian ini belum makan. Rencananya ia ingin makan bersama dengan Bi Nani dan Danur. "Neng, Bibi udah nemuin payung--, Yaa Allah, Neng? Kamu kenapa, Neng?" teriak Bi Nani terkejut. Ia berlar

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 58

    "Sebuah jurang seperti sengaja dibuat untuk memisahkan kita. Seharusnya aku tahu diri, sejak awal, rasa ini tidak sepatutnya ada. Tapi, kenapa ...? Kenapa kamu tidak berterus terang di awal kalau rasa ini berbalas? Kenapa kamu harus pergi dengan menyisakan rasa bersalah yang besar di hidupku? Dan kini, kenapa kamu harus kembali saat aku berusaha keras untuk melupakan semua tentangmu?" Azila tertunduk lesu menatap sebuah foto yang berada di sebuah ruang kerja yang dulu adalah milik 'sang kakak'.Gadis itu akhirnya menangis sejadi-jadinya sesaat setelah mengirimkan sebuah pesan kepada sang ibu, kalau dirinya memutuskan untuk membatalkan perjodohan ini.Langit kini berubah gelap, bintang-bintang sudah menampakan dirinya untuk menemani sang bulan menyinari malam yang syahdu. Suara daun-daun yang bergesekan karena tertiup angin malam, seolah berbisik lirih menyampaikan pesan rindu yang telah lama ditunggu. "Ya Rabb, hamba sungguh ikhlas dengan segala ketentuan yang telah Engkau gariskan un

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status