Share

Kontak Bernama Nagita

Ruang tamu rumahku terasa panas. Padahal AC dalam posisi menyala. Kulirik ke segala arah, kedua keluarga sudah berkumpul dalam satu ruangan. Tak ada pembicaraan. Hening. Sebelah kanan ada ibu kandungku dan sebelah kiri posisi ibu mertua. Ah! Masih pantaskah aku menyebutnya ibu mertua. Talak sudah putranya ucapkan. Aku sudah menjadi bekas madunya. 

Di depanku sudah ada Bapak, Mas lukman, Mbak Tari, Mbak Aisyah dan juga suami. Tak ketinggalan Ali dan istri yang cantik dan baik budi. Mereka semua hidup bahagia tanpa masalah. Aku iri, kehidupan yang lengkap dan sempurna. 

"Ali, tolong panggilkan Mas Gilang. Kenapa dia lama sekali. Kasian Bapak dan Ibu sudah jauh datang, bukannya istirahat malah harus ditahan di sini," ujar Ibu pada Ali. Tanpa membantah lelaki berhidung mancung itu melangkah menaiki tangga. 

"Sebenarnya ini bagaimana ya, Bu. Dua hari yang lalu Nia bilang akunnya gilang di apaain itu namanya?"

"Dihack, Bu," jawab Mbak Aisyah.

"Iya, begitulah. Kenapa kemarin ada video pernikahannya?" tanya Bapak pada mertuaku.

Ibu mertua menghela napas berat. Bibirnya bergerak. Namun, tak ada suara yang keluar. Melihat hal itu, Mbak Aisyah langsung mengambil alih pembicaraan.

"Maaf sebelumnya, Pak. Kami juga tidak paham dengan prahara apa yang melanda rumah tangga mereka. Karena, ketika kami tanyakan pada Nia. Dia mengatakan semuanya baik-baik saja ...."

"Kalau sama Gilang?" sela ibu kandungku.

"Itulah yang mau kita dengar, Bu. Sejauh ini, adik saya itu belum bicara apa-apa," ungkap Mbak Aisyah. 

Bapak terlihat tak tenang. Berulang kali membuka peci dan memakainya kembali. Lain hal dengan Mas Lukman yang fokus dengan gawai di tangan. Mbak Tari juga memilih diam. 

"Benaran, kamu tidak berantem sebelumnya, nduk?" tanya Bapakku. Sorot matanya menampakkan kesedihan.

"Tidak, Pak. Kami jarang bertengkar. Hampir tak pernah, Pak," kilahku.

"Lha, kenapa tiba-tiba bisa kek gini, nduk?" tanya Bapak heran. 

"Aku juga nggak tahu, Pak," balasku. 

Kenapa Mas Gilang lama sekali. Huufh! Otakku tak mampu berpikir jernih. Diriku ibarat masuk labirin yang kecil dan gelap. Di setiap tikungan yang berbelok ada bermacam peristiwa menyakitkan. Ibu mengengam jemariku erat. Mertua tak kalah perhatian mengusap pundakku pelan. Pokoknya aku korban dalam ketidakadilan ini. 

"Itu gilang!" seru Mbak Aisyah. Kami semua menoleh ke arah yang sama. 

Ya Allah, lelaki itu semakin terlihat tampan. Ah! Meski ada beberapa lebam biru. Namun, aku masih tergila-gila dengannya. Bagaimana mungkin aku sanggup melepasnya begitu saja. Parasnya, hartanya, sungguh mengoda imanku.

Mas Gilang melangkah santai, mendekati Bapak. Diraih tangannya dan dicium takzim. Begitu pada ibuku dan ibunya. Namun, dia memasang wajah acuh saat netra kami beradu.

"Lho, wajah Gilang dan Lukman kok sama memarnya, kenapa?" tanya ibuku. 

"Biasa, Pak. Kami baru siap latihan tinju," jawab Mas Gilang. Kami yang menyaksikan pertarungan sengit mereka, hanya mampu saling pandang. 

Mas Gilang duduk di sofa di hadapanku. Posisinya dekat dengan Bapak dan Mas Lukman. Bapak kelihatannya masih ragu dengan ucapan mantan menantunya. 

"Pak, Bu, Gilang sudah menceraikan Nia dengan talak tiga, dua hari yang lalu," ungkap Mas Gilang. Jemarinya dijalin satu sama lain. Walau dia terlihat tenang. Aku tahu, dia gelisah. 

"Kenapa, Mas? Kenapa kamu mempermalukanku sekeji itu?" tanyaku pelan. Aku tidak ingin meninggikan suara. Harus terkesan anggun dan sopan di depan kedua belah keluarga. 

"Benar, kenapa kamu melakukannya di media sosial? Seluruh dunia orang melihatnya. Ini perbuatan yang salah, Gilang. Seluruh keluarga kita malu dengan hal ini. Dampaknya sangat buruk. Ditambah dengan video pernikahan kemarin. Boomerang untuk diri kamu sendiri dan orang lain," Ibuku berusaha tenang dalam bicara. Meski, aku tahu hatinya hancur karena hal ini. 

"Karena, Bagi Gilang itu hukuman yang pantas untuk Nia," jawabnya santai. 

Tangan Mas Lukman bergerak. Namun, Mbak Tari segera memeluknya. Ali juga terlihat geram dengan jawaban Kakaknya. 

"Apa yang aku lakukan, Sehingga kamu menghukumku seperti ini, Mas? Apa?" tanyaku tak sabar. 

"Sabar, nduk. Pelan-pelan," bisik Ibu.

"Benar, Gilang. Apa yang putriku lakukan, hingga kamu menghukumnya serendah itu?" Nada bicara Bapak mulai berubah. Orang tua mana yang tak kecewa melihat putrinya ditalak dengan alasan tak jelas. 

"Jawabannya ada pada Nia, Pak, Bu," jawab Mas Gilang seraya menunjuk ke arahku. 

Mereka semua menatapku, sorot mata mereka seakan meminta penjelasan kepadaku. 

"Mbak, ada apa sih? Dari tadi Mas Gilang selalu bilang permasalahan ada pada Mbak. Sebenarnya ada apa?" tanya Ali geram. Istrinya memberi kode untuk diam.

"Kenapa kalian saling lempar kesalahan seperti ini?" timpal ibu mertua. 

"Aku yakin, dia tidak ingat akan kesalahannya. Entah lupa atau pura-pura lupa," sindir Mas Gilang. Pandangannya di lempar jauh ke depan. Entah apa yang menjadi objek penglihatannya. 

"Ya Allah, kalian kenapa jadi begini? Dewasa sedikit. Katakan apa yang terjadi?" Mas Lukman tak sabar dengan teka-teki yang Mantan suamiku berikan. 

"Katakan Gilang! Apa yang Nia lakukan. Bapak tidak suka bertele-tele seperti ini!" tegas Bapak. Dia mulai tak tenang. Beberapa kali merubah posisi duduk. 

Air mata kembali lolos ke pipi. Apa yang harus kukatakan pada mereka semua. Aku meraung histeris membuat kedua wanita yang kucintai ikut menangis bersamaku.

"Pak, bukankah membuka aib seseorang itu tidak bagus. Dilarang dalam islam__"

"Ah! Kamu, Mas! Kebanyakan ilmu makanya gini. Terus kelakuan kamu mengumbar talak di media bukan aib?" tanya Ali berani. 

"Kamu pikir, setelah talak itu kamu tulis di media sosial, pikiran orang akan positif pada keluarga kita?" serang Mbak Aisyah. Wajahnya terlihat memerah menahan amarah. 

"Mas kecewa padamu," ucap Mas Lukman. 

"Semua tenang, semua orang akan berubah pendapatnya ketika hal sebenarnya kita ungkap ke media. Namun, aku masih ragu. Karena itu aib orang lain," papar Mas Gilang. 

Bapak bangkit, dia meraih kerah baju mantan menantunya. Anggota keluarga berusaha melerai. Bapak merasa dipermaikan oleh lelaki yang selama ini dia hormati dan sayangi. 

"Nia, cepat katakan pada mereka tentang yang sebenarnya yang terjadi?!" Mas Gilang menatapku dingin. Tatapannya sedingin balok es di kutub utara. 

"Apa yang harus aku katakan? Sekarang yang ada aku hamil dan kamu menalakku sepihak tanpa pemberitahuan." Aku bersikukuh tidak melakukan kesalahan. 

"Baik, kalau kamu tidak mau menjawab. Aku rasa permasalahan kita selesai. Kamu sudah aku ceraikan dan aku tak perlu mengumbar kesalahanmu. Sekarang apa mau_mu?" 

"Aku mau kita rujuk kembali," jawabku lantang. 

"Tidak bisa. Talak tiga Nia __"

"Aku bisa menikah dengan orang lain, setelah itu akan kembali bersamamu__"

"Dengan siapa? Dengan orang yang bernama Nagita di kontak gawaimu???

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Heni Setianingsih
selanjutnya.
goodnovel comment avatar
Novi Aprilia
keren banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status